BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara berkembang yang berada di wilayah Asia Tenggara dengan jumlah penduduk mencapai lebih dari 250 juta jiwa1. Sedangkan usia produktif mencapai kurang lebih 60 juta orang2. Hal ini merupakan salah satu modal besar bagi perekonomian Indonesia. Sementara itu, dengan jumlah provinsi Indonesia saat ini, yang terdiri dari 34 (tiga puluh empat) provinsi tentunya mempunyai keanekaragaman yang berbeda-beda, baik dari sisi laju pertumbuhan ekonomi, tingkat pengangguran, tingkat inflasi, tingkat kesejahteraan antar wilayah, kesenjangan ekonomi, infrastruktur dan lain sebagainya. Hal ini menjadi sebuah tantangan yang besar bagi bangsa Indonesia untuk melaksanakan pembangunan yang cepat dan merata agar semua wilayah bisa merasakan hal yang sama tanpa adanya sebuah kesenjangan. Dalam melaksanakan pembangunan tersebut, tentu sebuah negara memerlukan sumber pendanaan yang besar dan peranan semua lapisan masyarakat. Masyarakat dapat memberikan konstribusi pada negara melalui dua cara, yaitu dengan membeli surat utang negara (SUN) atau dengan cara membayar pajak.
1
https://id.wikipedia.org/wiki/Daftar_negara_menurut_jumlah_penduduk http://www.beritasatu.com/ekonomi/248255-60-juta-penduduk-usia-produktif-jadi-modalindonesia.html 2
1
Pajak merupakan salah satu sumber penerimaan negara yang paling besar dan berperan penting dalam pembangunan nasional, sehingga harus dioptimalkan pencapaiannya sesuai dengan target yang telah ditetapkan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Jenis pajak di Indonesia menurut lembaga pemungutnya terbagi menjadi 2 (dua), yaitu pajak pusat yang dipungut oleh pemerintah pusat dan pajak daerah yang dipungut oleh pemerintah daerah. Selain menjadi tulang punggung pendapatan negara, penerimaan pajak dari tahun ke tahun selalu mengalami peningkatan. Oleh karena itu, Direktorat Jenderal Pajak (DJP) sebagai salah satu lembaga pemerintah pusat di bawah Kementerian Keuangan yang bertanggung jawab untuk mengelola penerimaan pajak pusat, harus bekerja keras dan membutuhkan keseriusan yang tinggi, mengingat target penerimaan pajak dalam APBN selalu naik setiap tahunnya. Berdasarkan data Nota Keuangan dan APBN 2016 yang didapatkan, selama 5 (lima) tahun terakhir penyumbang terbesar penerimaan pajak berasal dari Pajak Penghasilan dengan presentase rata-rata mencapai angka 49,68% dari penerimaan pajak dalam negeri. Pajak Penghasilan terdiri dari Pajak Penghasilan Migas dengan penyumbang rata-rata mencapai 15,15% dari Pajak Penghasilan dan Pajak Penghasilan Non Migas dengan penyumbang rata-rata mencapai 84,85% dari Pajak Penghasilan. Berikut tabel perkembangan pendapatan pajak negara tahun 2011 sampai dengan tahun 2015 dan tabel perkembangan pendapatan PPh Non Migas tahun 2011 sampai dengan tahun 2015 :
2
Tabel 1.1 Perkembangan Pendapatan Pajak Negara Tahun 2011-2015 (Triliun Rupiah) Realisasi 2011
Realisasi 2012
Realisasi 2013
Realisasi 2014
1. Penerimaan Perpajakan
873,87
980,52
1.077,31
1.146,87
1.489,26
a. Pendapatan Pajak Dalam Negeri
819,75
930,86
1.029,85
1.103,22
1.439,00
1) Pendapatan Pajak Penghasilan
431,12
465,07
506,44
546,18
679,37
a. Pendapatan PPh Migas
73,10
83,46
88,75
87,45
49,53
b. Pendapatan PPh Nonmigas
358,03
381,61
417,70
458,74
629,84
2) Pendapatan Pajak Pertambahan Nilai
277,80
337,58
384,71
409,18
576,47
3) Pendapatan Pajak Bumi dan Bangunan
29,89
28,97
25,30
23.48
26,69
4) Pendapatan BPHTB
(0,01)
0
0
0
0
5) Pendapatan Cukai
77,01
95,03
108,45
118,09
145,74
3,93
4,21
4,94
6,29
11,73
54,12
49,66
47,46
43,65
49,26
1) Pendapatan Bea Masuk
25,27
28,42
31,62
32,32
37,20
2) Pendapatan Bea Keluar
28,86
21,24
15,84
11,33
12,05
Uraian
APBN-P 2015
PENDAPATAN DALAM NEGERI
6) Pendapatan Pajak Lainnya b. Pendapatan Pajak Perdagangan Internasional
Sumber : Nota Keuangan dan APBN Tahun 2016 (Diolah)
Tabel 1.2 Perkembangan Pendapatan PPh Non Migas Tahun 2011-2015 (Triliun Rupiah)
Pendapatan PPh Pasal 21
Realisasi 2011 66,75
Realisasi 2012 79,60
Realisasi 2013 90,16
Realisasi 2014 105,65
APBN-P 2015 126,85
Pendapatan PPh Pasal 22
4,95
5,51
6,84
7,26
9,65
Pendapatan PPh Pasal 22 Impor
28,29
31,61
36,33
39,45
57,12
Pendapatan PPh Pasal 23
18,70
20,30
22,21
25.52
33,48
3,29
3,76
5,15
5,64
5,22
155,51
152,95
154,29
148,36
220,87
Pendapatan PPh Pasal 26
29,68
27,46
31,10
39,45
49,78
Pendapatan PPh Final dan Fiskal
50,82
60,39
71,57
87,32
126,80
0,04
0,03
0,04
0,09
0,07
358,03
381,61
417,70
458,74
629,84
Uraian
Pendapatan PPh Pasal 25/29 OP Pendapatan PPh Pasal 25/29 Badan
Pendapatan PPh Non Migas Lainnya Jumlah PPh Non Migas
Sumber : Nota Keuangan dan APBN Tahun 2016 (Diolah)
3
Dari tabel diatas dapat kita lihat, bahwa selama lima tahun terakhir penyumbang tertinggi Pajak penghasilan berasal dari Pajak Penghasilan badan (PPh Pasal 25/29 Badan). Selain itu, dalam lima tahun terakhir Pajak Penghasilan badan menyumbang rata-rata sebesar 37,6 %, menempati posisi pertama dalam Pajak Penghasilan Non Migas. Menurut Menteri Keuangan (Brodjonegoro, 2016), penerimaan pajak selama ini hanya bergantung kepada WP Badan, ketergantungan ini menjadi sebuah implikasi yang besar. Ketika kondisi ekonomi bagus maka penerimaan Pajak Penghasilan badan akan naik. Sebaliknya, apabila kondisi ekonomi sedang buruk maka penerimaan Pajak Penghasilan juga akan turun. Oleh karena itu, penerimaan pajak pada tahun 2016 akan berfokus mengejar WP OP. Hal serupa juga diutarakan oleh Pelaksana Tugas DJP Ken Dwijugiasteadi, menuturkan bahwa banyak penduduk Indonesia, terutama kelas menengah yang belum memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP). Ditambah lagi data kelas menengah Indonesia yang belanjanya sehari Rp100-200 ribu mencapai 129 juta orang, sedangkan WP OP terdaftar baru 27 juta. Begitu besar data selisih yang ada3. Upaya pemerintah untuk mendongkrak penerimaan pajak salah satunya dengan cara meningkatkan jumlah WP. Menurut Laporan Tahunan Direktorat Jenderal Pajak, pertumbuhan Wajib Pajak dalam 4 (empat) tahun terakhir hampir mencapai angka 60 % dari periode 2011-2014. Jika pada
3
http://katadata.co.id/berita/2016/01/11/kejar-target-2016-pemerintah-bidik-wajib-pajakpribadi#sthash.LDfE3HIE.dpbs
4
akhir tahun 2010, Wajib Pajak berjumlah 19,1 juta maka pada akhir tahun 2014 jumlah Wajib Pajak telah mencapai angka 30,5 juta4. Hal ini tentu menjadi sebuah peluang besar bagi Direktorat Jenderal Pajak untuk mengoptimalkan pendapatan perpajakan selain Pajak Penghasilan badan atau perusahaan agar sumber penerimaan dari sektor perpajakan tetap kuat mengingat jumlah WP yang telah meningkat hampir 60 % dan data penduduk kelas menengah yang berbelanja setiap harinya mencapai lebih dari Rp100.000,00 serta belum memiliki NPWP. Dalam pemungutan pajak, Indonesia menganut self assessment system, yaitu suatu sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang kepada WP untuk menentukan sendiri besarnya pajak yang terutang. Artinya, Wajib Pajak diberi sebuah kepercayaan penuh untuk mendaftar, menghitung, menyetorkan, dan melaporkan sendiri jumlah pajak yang harus dibayarkan. Sehingga, fungsi pembinaan dan pengawasan terhadap WP menjadi tanggungjawab penuh yang harus dilakukan oleh Direktorat Jenderal Pajak. Selanjutnya, untuk mengantisipasi penyalahgunaan self assessment system, Direktorat Jenderal Pajak juga melakukan fungsi penegakan hukum (law enforcement) terhadap WP yang tidak patuh terhadap kewajiban perpajakan maupun yang dapat merugikan negara demi kepentingan tertentu. Salah satu cara penegakan hukum tersebut adalah dilakukannya Pemeriksaan Pajak secara rutin dan berkesinambungan. Menurut Menteri Keuangan (Brodjonegoro, 2016),
4
http://nasional.kontan.co.id/news/empat-tahun-pertumbuhan-jumlah-wajib-pajak-5997
5
pemerintah sedang menyiapkan sejumlah alternatif bila kebijakan Tax Amnesty tidak bisa diterapkan maka upaya pemeriksaan akan diintensifkan. Sementara itu, Direktur Pemeriksaan dan Penagihan Direktorat Jenderal Pajak (Irianto, 2016) mengatakan bahwa selama ini petugas pajak fokus pada penerimaan dari WP Badan, terutama perusahaan asing yang seringkali melaporkan kerugian sehingga tidak perlu membayar pajak. Oleh karena itu, pemeriksaan Wajib Pajak Orang Pribadi hendak ditingkatkan, namun apabila kebijakan Tax Amnesty diundangkan maka pemeriksaan terhadap Wajib Pajak Orang Pribadi akan dihentikan. Dalam upaya peningkatan penerimaan perpajakan, Kantor Pelayanan Pajak Pratama sebagai salah satu organisasi vertikal DJP selalu melakukan upaya ekstensifikasi pajak dan intensifikasi pajak. Ekstensifikasi pajak adalah kegiatan yang berkaitan dengan penambahan jumlah WP terdaftar dan perluasan objek pajak dalam administrasi Direktorat Jenderal Pajak (DJP). Sedangkan Intensifikasi Pajak adalah kegiatan optimalisasi penggalian penerimaan pajak terhadap objek pajak yang telah tercatat atau terdaftar dalam administrasi DJP, dan dari hasil pelaksanaan ekstensifikasi pajak5. Dewasa ini, peraturan perpajakan selalu mengalami perubahan, guna untuk mencapai hasil yang lebih optimal dari tahun-tahun sebelumnya serta untuk memperbaiki sistem penerimaan perpajakan. Pembaharuan peraturan selalu diupayakan oleh pemerintah yang bertujuan untuk memberikan
5
Surat Edaran DJP Nomor SE -06/PJ.9/2001
6
pelayanan yang lebih murah, mudah, dan cepat untuk menurunkan compliance cost6, membangun administrasi perpajakan yang efisien dan efektif, serta mencapai penerimaan pajak yang optimal. Sebagai contoh, dalam kurun waktu 5 (lima) tahun terakhir, pemerintah dalam hal ini adalah Kementerian Keuangan sudah mengeluarkan dua kali penyesuaian terkait batasan nilai Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP), yaitu pada tahun 2013 melalui Peraturan Menteri Keuangan Nomor 162/PMK.011/2012 dan pada tahun 2015 melalui Peraturan Menteri Keuangan Nomor 122/PMK.010/2015 tentang Penyesuaian Besarnya Penghasilan Tidak Kena Pajak. Berikut tabel perkembangan Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) : Tabel 1.3 Perkembangan Penghasilan Tidak Kena Pajak (dalam Rupiah) PTKP Tanggungan Istri/Suami Sendiri Maksimal 3 orang UU No. 8 Tahun 1983 960.000 480.000 480.000 UU No. 10 Tahun 1994 1.728.000 864.000 864.000 UU No. 17 Tahun 2000 2.880.000 1.440.000 1.440.000 KMK No. 564/KMK.03/2004 12.000.000 1.200.000 1.200.000 KMK No. 137/KMK.05/2005 13.200.000 1.200.000 1.200.000 UU No. 36 Tahun 2008 15.840.000 1.320.000 1.320.000 PMK No. 162/PMK.011/2012 24.300.000 2.025.000 2.025.000 PMK No. 122/PMK.010/2015 36.000.000 3.000.000 3.000.000 Sumber : Nota Keuangan APBN 2016 (Diolah) PTKP
Secara umum, Peraturan Menteri Keuangan Nomor 162/PMK.011/2012 menyebutkan terjadinya peningkatan batas PTKP untuk WP OP yang semula sebesar Rp15.840.000,00 setahun menjadi
6
Rp24.300.000,00 setahun.
Compliance cost merupakan biaya administratif yang ditanggung oleh Wajib Pajak dalam melaksanakan kewajiban perpajakan (Pope : 1993)
7
Sedangkan, pada Peraturan Menteri Keuangan Nomor 122/PMK.010/2015 menyebutkan terjadinya peningkatan batas PTKP untuk WP Orang Pribadi yang semula sebesar Rp24.300.000,00 setahun menjadi Rp36.000.000,00 setahun. Dengan berlakunya peraturan tersebut tentu saja akan memberikan efek terhadap perekonomian negara secara luas. Dari sisi pendapatan pajak, naiknya PTKP akan menyebabkan efek negatif terhadap pendapatan PPh yaitu turunnya pendapatan PPh Orang Pribadi (OP) karena adanya penurunan penghasilan kena pajak (PKP). Namun, disisi lain akan ada dampak posisitf terhadap pendapatan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Pertambahan Nilai Barang Mewah (PPnBM), dikarenakan meningkatnya konsumsi domestik dari masyarakat. Peraturan tersebut merupakan salah satu upaya yang dilakukan oleh pemerintah untuk mensejahterakan masyarakat dan juga untuk mengoptimalkan penerimaan perpajakan. Dalam sebuah penelitian yang dilakukan oleh Maninda (2012) dengan judul penelitian “Pengaruh Jumlah Wajib Pajak Orang Pribadi Terhadap Penerimaan PPh Orang Pribadi” yang dilakukan pada KPP Pratama Serpong, diperoleh kesimpulan bahwa jumlah Wajib Pajak Orang Pribadi tidak berpengaruh signifikan terhadap penerimaan Pajak Penghasilan Orang Pribadi. Selanjutnya, penelitian yang dilakukan oleh Handoko (2012) dengan judul penelitian “Pengaruh Jumlah Wajib Pajak Badan Terhadap Penerimaan Pajak Penghasilan di KPP Pratama Jakarta Kebon Jeruk Satu” menyimpulkan bahwa jumlah Wajib Pajak Badan berpengaruh signifikan terhadap penerimaan Pajak Penghasilan 25 Badan.
8
Selain itu, dalam penelitian yang berkaitan dengan Pemeriksaan Pajak dilakukan oleh Kamila (2010). Dalam penelitian dengan judul “Pengaruh Tingkat Kepatuhan, Pemeriksaan Pajak serta Perubahan Penghasilan Kena Pajak Terhadap Peningkatan Penerimaan Pajak Penghasilan Wajib Pajak Orang Pribadi pada KPP Pratama Surakarta, hasil penelitian menyimpulkan bahwa tingkat Pemeriksaan Pajak berpengaruh positif terhadap peningkatan penerimaan Pajak Penghasilan Wajib Pajak Orang Pribadi. Penelitian kali ini mengacu pada penelitian sebelumnya yang telah dilakukan oleh Maninda (2012), Handoko (2012), dan Kamila (2010). Tujuan penelitian ini untuk menguji konsistensi dari hasil penelitian sebelumnya, dengan cara menggabungkan antara jumlah WP beserta Pemeriksaan Pajak apakah berpengaruh terhadap penerimaan Pajak Penghasilan. Perbedaan dengan penelitian sebelumnya adalah dari segi objek penelitian dan data yang digunakan yaitu jumlah Wajib Pajak Orang Pribadi dan Wajib Pajak Badan serta realisasi penerimaan Pajak Penghasilan secara umum dari seluruh jumlah Pajak Penghasilan yang ada. Dari latar belakang tersebut penulis tertarik untuk mengetahui apakah jumlah Wajib Pajak pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Sleman dan Pemeriksaan Pajak berpengaruh terhadap penerimaan Pajak Penghasilan. Dari penjelasan sebelumnya maka penulis melakukan penelitian dengan mengambil judul penelitian “Pengaruh Jumlah Wajib Pajak dan Pemeriksaan Pajak Terhadap Penerimaan Pajak Penghasilan (Studi Kasus Pada KPP Pratama Sleman)”.
9
1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah penulis uraikan diatas maka diambil rumusan masalah sebagai berikut : 1. Apakah jumlah Wajib Pajak berpengaruh positif terhadap penerimaan Pajak Penghasilan pada KPP Pratama Sleman? 2. Apakah Pemeriksaan Pajak berpengaruh positif terhadap penerimaan Pajak Penghasilan pada KPP Pratama Sleman?
1.3 Batasan Masalah Demi terfokusnya dalam penelitian ini maka penulis ingin memberikan beberapa batasan masalah yang telah ditetapkan, diantaranya adalah sebagai berikut : 1. Data jumlah Wajib Pajak yang digunakan adalah data dari periode Januari 2013 sampai dengan Desember 2015. 2. Data Pemeriksaan Pajak yang digunakan adalah data dari periode Januari 2013 sampai dengan Desember 2015. 3. Data penerimaan Pajak Penghasilan yang digunakan adalah data dari periode Januari 2013 sampai dengan Desember 2015.
10
1.4 Tujuan Penulisan Tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Mengetahui pengaruh jumlah Wajib Pajak terhadap penerimaan Pajak Penghasilan pada KPP Pratama Sleman. 2. Mengetahui pengaruh Pemeriksaan Pajak terhadap penerimaan Pajak Penghasilan pada KPP Pratama Sleman.
1.5 Manfaat Penulisan Manfaat dari penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Bagi penulis : a. Menambah ilmu dan pengetahuan tentang pengaruh jumlah Wajib Pajak dan Pemeriksaan Pajak terhadap penerimaan Pajak Penghasilan pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Sleman. b. Menjadi sebuah penerapan ilmu yang sudah dipelajari selama kegiatan perkuliahan. 2. Bagi Kantor Pelayanan Pajak Pratama Sleman : a. Menambah bahan dalam hal melakukan evaluasi perbaikan kinerja terhadap penerimaan pajak khususnya Pajak Penghasilan. 3. Bagi Pihak Lain : a. Menjadi sumber informasi tambahan bagi para pembaca.
11
b. Menjadi sumber referensi tambahan untuk penelitian selanjutnya dengan tema yang sama.
1.6 Sistematika Penulisan Sistematika penulisan Tugas Akhir ini terdiri dari 4 (empat) bab utama yang terbagi menjadi beberapa sub bab. Terdiri dari Bab I Pendahuluan, Bab II Gambaran Umum Penulisan, Bab III Analisis dan Pembahasan, dan Bab IV Kesimpulan dan Saran. Berikut merupakan penjelasan dari masing-masing bagian bab sistematika penulisan : 1. BAB I PENDAHULUAN Bab satu pendahuluan berisi tentang latar belakang masalah, rumusan masalah, batasan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian dan sistematika penulisan. 2. BAB II GAMBARAN UMUM PENULISAN Bab dua gambaran umum penulisan berisi tentang landasan teori, tinjauan pustaka, perumusan hipotesis, gambaran instansi, dan metodologi penelitian yang digunakan. 3. BAB III ANALISIS DAN PEMBAHASAN Bab tiga berisi tentang teknik analisis data yang digunakan untuk menjawab rumusan masalah, serta dilakukan pembahasan terkait hipotesis yang telah disusun sebelumnya.
12
4. BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN Bab empat berisi uraian kesimpulan atas analisis dan pembahasan yang telah dilakukan serta memberikan saran-saran yang bisa dilakukan oleh pihak instansi maupun pihak lain yang terkait.
13