BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Eksistensi penanaman modal asing di Indonesia bukanlah suatu hal yang baru. Penanaman modal asing sudah terjadi sejak zaman sebelum Indonesia merdeka. Era pengaturan yang rigid baru dimulai sejak zaman orde baru, yaitu ketika dikeluarkannya Undang-undang Nomor 1 Tahun 1967 tentang Penanaman Modal Asing dan UndangUndang Nomor 6 Tahun 1968 tentang Penanaman Modal Dalam Negeri. Sejak saat itu pula, sudah banyak peraturan perundang-undangan turunan maupun perubahan dari kedua aturan tersebut. Hingga akhirnya, pada tahun 2007, kedua aturan itu dilebur menjadi satu di dalam Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal. UU No 25 Tahun 2007 mendefinisikan penanaman modal sebagai segala bentuk kegiatan menanam modal, baik oleh penanam modal dalam negeri maupun penanam modal asing untuk melakukan usaha di wilayah Indonesia. Definisi tersebut menjadi sangat luas karena adanya frasa “segala bentuk kegiatan menanam modal”. Di dalam bagian penjelasan, tidak juga disebutkan indikator dari “segala bentuk...” tersebut. Karena luasnya pendefinisian, UU No 25 Tahun 2007 memiliki irisan dengan peraturan perundang-undangan lain yang ada kaitannya dengan aktivitas penanaman modal. Misalnya UU No 10 Tahun 1998 tentang Perbankan, UU No 8 Tahun 1995
1
tentang Pasar Modal, Peraturan Presiden No 9 Tahun 2009 tentang Lembaga Pembiayaan, Peraturan Menteri Keuangan No 18/PMK.010/2012 Tentang Perusahaan Modal Ventura, dan aturan lainnya. Dari irisan-irisan tersebut, tentu saja memiliki potensi untuk saling bertentangan (conflict of law). Sebagaimana dalam teori Kelsen, menyebutkan bahwa aturan-aturan yang beririsan satu dan yang lain dapat saling menegasikan1. Salah satunya adalah antara pengaturan modal ventura dan penanaman modal asing. Pengaturan soal modal ventura diatur secara spesifik dengan Peraturan Presiden No. 9 Tahun 2009 Tentang Lembaga Pembiayaan dan Peraturan Menteri Keuangan No 18/PMK.010/2012 Tentang Perusahaan Modal Ventura. Kedua aturan tersebut menjelaskan tentang batasan-batasan yang bersifat umum maupun khusus mengenai aktivitas bisnis modal ventura dan keorganisasiannya. Dalam Perpres 9 Tahun 2009, disebutkan bahwa Perusahaan Modal Ventura (PMV) melakukan usaha dengan cara pembiayaan/penyertaan modal ke dalam suatu perusahaan yang menerima bantuan pembiayaan (investee company) untuk jangka waktu tertentu. Pembiayaan/penyertaan modal tersebut, dilaksanakan dalam bentuk penyertaan saham, penyertaan melalui obligasi konversi, dan/atau pembiayaan berdasarkan pembagian atas hasil usaha.
1
Jimly Asshiddiqie. 2012. Teori Hans Kelsen Tentang Hukum. Konstitusi Press. Jakarta
2
Mengenai keorganisasiannya, lembaga pembiayaan/perusahaan modal ventura haruslah berbentuk Perseroan Terbatas atau Koperasi.2 Sebagaimana yang berlaku di Indonesia, landasan hukum bagi perseroan terbatas adalah Undang-Undang No 40 Tahun 2007 (UU PT). Hal ini memiliki dampak apabila suatu perseroan didirikan berdasarkan UU PT, maka perusahaan tersebut memiliki kebangsaan Indonesia & berlaku serta tunduk terhadap hukum Indonesia. Akibat dari adanya ketentuan tersebut, apabila ada perusahaan asing yang memiliki usaha inti (core business) pembiayaan, misalnya modal ventura, yang ingin melakukan pembiayaan ke Indonesia, maka ia tidak dapat melakukan pembiayaan secara langsung. PMV asing tersebut harus berpatungan (joint ventures) terlebih dahulu dengan entitas Indonesia untuk menjadi PMV Indonesia. Baru kemudian, ia dapat melakukan pembiayaan di Indonesia. Lain halnya dengan UU Penanaman Modal. Dalam Pasal 12, dinyatakan bahwa semua bidang atau jenis usaha bersifat terbuka bagi kegiatan penanaman modal, kecuali yang dinyatakan tertutup dan terbuka dengan persyaratan. Dari ketentuan ini, dapat dimaknai bahwa UU Penanaman Modal hanya mengatur tentang batasan terhadap jenis usaha yang akan didirikan di Indonesia, tanpa mensyaratkan jenis usaha asalnya di luar negeri. Ketentuan ini kemudian menimbulkan akibat bagi perusahaan pembiayaan asing/PMV asing. Mereka dapat secara langsung melakukan pembiayaan/penyertaan Pasal 6 Perpres No 9 Tahun 2009 Jo Pasal 11 PMK No 18/Omsk.010/2012. “PMV didirikan dalam bentuk badan hukum perseroan terbatas atau koperasi” 2
3
modal pada usaha yang ada di Indonesia, tanpa harus terlebih dahulu berpatungan untuk membuat PMV Indonesia. Hal itu dikarenakan, pembiayaan yang dilakukan secara langsung oleh PMV asing akan dianggap sebagai penanaman modal asing biasa. Dari paparan di atas, secara normatif, terdapat kontradiksi terhadap kedudukan lembaga pembiayaan asing/PMV asing dalam melakukan pembiayaan di Indonesia. Satu sisi, menurut Undang-Undang No 25 Tahun 2007 Tentang Penanaman Modal, lembaga pembiayaan asing dapat secara langsung melakukan pembiayaan di Indonesia. Sedangkan menurut aturan yang khusus mengatur mengenai lembaga pembiayaan, berupa Peraturan Presiden No 9 Tahun 2009 dan Peraturan Menteri Keuangan No 18/PMK.010/2012, lembaga pembiayaan asing tidak dapat melakukan pembiayaan secara langsung di Indonesia. Hal tersebut kemudian menjadi menarik untuk diteliti. Fenomena yang muncul adalah aturan manakah yang harus diikuti oleh perusahaan modal ventura asing saat melakukan pembiayaan secara langsung di Indonesia? Tidak hanya pelaku usaha, bagaimana pula negara Indonesia memposisikan perusahaan modal ventura asing dalam melakukan pembiayaan secara langsung?
B. RUMUSAN MASALAH Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, masalah-masalah dalam penelitian ini adalah: 1. Apakah perusahaan modal ventura asing dapat melakukan pembiayaan secara langsung di Indonesia? 4
2. Bagaimanakah desain ideal terhadap kedudukan lembaga pembiayaan asing dalam melakukan pembiayaan secara langsung di Indonesia?
C. TUJUAN PENELITIAN Penelitian ini dilakukan dalam rangka penyusunan Penulisan Hukum yang secara subyektif merupakan syarat akademis bagi Penulis untuk memperoleh gelar Sarjana Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada. Selain tujuan yang bersifat subyektif, sesuai dengan perumusan masalah di atas, penelitian ini mempunyai tujuan obyektif untuk mengetahui, memahami, menelaah, dan menganalisis kedudukan yang ideal bagi lembaga pembiayaan asing dalam melakukan pembiayaan secara langsung di Indonesia. Selain tujuan subyektif dan obyektif sebagaimana disampaikan di atas, secara khusus bertujuan untuk: Pertama, untuk mengetahui, memahami, menelaah, dan menganalisis aksesibilitas yuridis perusahaan modal ventura asing dalam melakukan pembiayaan secara langsung di Indonesia; Kedua, mengetahui, memahami, menelaah, dan menganalisis desain ideal terhadap Kedudukan Lembaga Pembiayaan Asing Dalam Melakukan Pembiayaan Secara Langsung Di Indonesia;
D. KEASLIAN PENELITIAN Penelitian berjudul “Kedudukan Lembaga Pembiayaan Asing Dalam Melakukan Pembiayaan Secara Langsung di Indonesia” sejauh penelusuran Penulis
5
belum pernah dilakukan. Selama penelusuran, Penulis menemukan penelitian yang mempunyai keterkaitan dengan penelitian ini sebagaimana Tesis karya Steffy Viranisa dengan berjudul “Implikasi Komitmen Indonesia Dalam General Agreement on Trade and Services (GATS) Terhadap Perkembangan Kegiatan Usaha Perusahaan Pembiayaan di Indonesia”. Masalah yang dikaji Steffy lebih berfokus pada pengaruh yang diciptakan oleh klausul di dalam GATS, terhadap bisnis pembiayaan non-bank di dalam negeri. Pengaruh tersebut hanya difokuskan pada bentuk badan usaha, pemilikan modal terhadap perusahaan pembiayaan oleh asing, ketentuan tentang izin usaha patungan, dan ketentuan tentang penggunaan tenaga kerja asing.3 Hasilnya, penelitian Steffy berkesimpulan bahwa GATS memiliki implikasi terhadap bentuk badan usaha, pemilikan modal oleh badan usaha asing, ketentuan tentang jumlah modal disetor atau simpanan pokok dan simpanan wajib bagi perusahaan pembiayaan, ketentuan tentang izin usaha patungan, dan ketentuan tentang penggunaan tenaga kerja asing. Selain itu, penelitian Steffy juga menemukan bahwasanya GATS memiliki implikasi terhadap peraturan-peraturan yang tidak secara spesifik mengatur tentang lembaga pembiayaan.4 Perbedaan Penulisan Hukum ini dengan tesis di atas adalah Penulisan Hukum ini lebih berfokus pada bagaimana desain kebijakan yang ideal terhadap lembaga pembiayaan asing dalam melakukan pembiayaan secara langsung di Indonesia.
3
Steffy, 2009. Implikasi Komitmen Indonesia Dalam General Agreement on Trade and Services (GATS) Terhadap Perkembangan Kegiatan Usaha Perusahaan Pembiayaan di Indonesia. Tesis. Hal 106. 4 Ibid. Hal 107
6
Dampak yang dikaji tidak hanya terhadap persaingan usaha perusahaan pembiayaan dalam negeri dengan perusahaan asing, tetapi juga terhadap pelaku usaha yang membutuhkan dana untuk berbisnis. Namun demikian, Penulis tetap menjunjung etika dalam penulisan karya ilmiah dengan tidak melakukan plagiarisme terhadap karya orang lain dengan cara mencantumkan setiap kutipan ataupun pemikiran yang Penulis tuangkan kembali dalam bahasa Penulis sendiri dengan mencantumkan sumber kutipan di catatan kaki.
E. KEGUNAAN PENELITIAN 1.
Bagi Ilmu Pengetahuan Penelitian ini bermanfaat untuk menambah khasanah perkembangan ilmu
pengetahuan di bidang ilmu hukum, khususnya mengenai hukum pembiayaan dan investasi. Selain itu, penelitian ini dapat menjadi sumbangsih terhadap pengaturan upaya penyediaan akses modal bagi masyarakat. Ditambah lagi, penelitian ini dapat menjadi bahan diskusi di dalam forum-forum diskusi baik di dalam maupun di luar bangku kuliah, terutama dalam mata kuliah hukum lembaga pembiayaan dan investasi. 2.
Bagi Praktik Ilmu Hukum Penelitian ini diharapkan dapat memberikan rekomendasi demi terwujudnya
keselarasan Pengaturan dalam bisnis pembiayaan dan investasi. Pada akhirnya, penelitian ini dapat memberikan ide dan ruang guna meningkatkan kepastian hukum. Harapannya, para pemangku kebijakan bukan hanya ditujukan untuk memberikan
7
insentif/fasilitas kemudahan dalam praktek investasi/penyertaan modal, namun lebih jauh dapat menciptakan kesadaran dan budaya hukum masyarakat dengan mengedepankan pendekatan preventif dalam proses penegakan hukum di masa depan. Hal tersebut semata untuk mewujudkan penegakan hukum yang demokratis menuju keselarasan cita-cita hukum, yaitu kepastian hukum, keadilan, dan kemanfaatan.
8