BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam menjalankan kegiatannya perusahaan membutuhkan dana yang dapat diperoleh dari berbagai sumber, salah satunya adalah dari pasar modal. Menurut Undang-undang RI Nomor 8 tentang Pasar Modal Tahun 1995, pasar modal adalah
kegiatan yang bersangkutan dengan penawaran umum dan
perdagangan efek, perusahaan publik yang berkaitan dengan efek yang diterbitkannya, serta lembaga dan profesi yang berkaitan dengan efek. Pasar modal merupakan pasar untuk instrumen keuangan atau sekuritas jangka panjang yang diperjualbelikan, dimana salah satu sekuritas yang diperjualbelikan adalah obligasi. Obligasi adalah surat berharga atau sertifikat yang berisi kontrak antara pemberi pinjaman dengan yang diberi pinjaman dalam hal ini adalah emiten (Yasa, 2010). Utang obligasi akan dibayarkan pada masa yang telah ditentukan. Atas pinjaman tersebut investor diberi imbalan berupa bunga yang disebut kupon. Sebagai
salah satu
instrumen pasar modal,
penerbitan obligasi
lebih
menguntungkan dibandingkan dengan pinjaman bank, karena beban bunga yang ditanggung emiten lebih kecil dan dapat dibayar secara berkala, akan tetapi instrumen obligasi ini akan dapat merugikan jika investor kurang mengerti dan
1
http://digilib.mercubuana.ac.id/
2
tidak memperhatikan informasi tentang obligasi yang diinvestasikannya (Nasher dan Surya, 2011). Investasi obligasi dianggap lebih aman daripada investasi lain karena bunga yang dibayarkan jumlahnya tetap, namun investor harus menanggung risiko gagal bayar yang mungkin terjadi. Risiko gagal bayar atau default risk adalah risiko perusahaan karena tidak mampu memenuhi janji yang telah ditetapkan, yaitu tidak mampu membayar kupon, atau mengembalikan pokok obligasi (Jelita, 2014). Beberapa kasus gagal bayar yang dialami oleh perusahaan-perusahaan di Indonesia antara lain, yaitu kasus PT Berlian Laju Tanker Tbk (BLTA). PT Pefindo menurunkan peringkat PT Berlian Laju Tanker Tbk (BLTA) untuk obligasi IV2009 menjadi idD dari idCCC dan sukuk ijarah II-2009 menjadi idD dari idCCC. Peringkat perusahaan juga turun menjadi idD dari idSD. Penurunan peringkat ini karena perusahaan gagal memenuhi pembayaran bunga dan cicilan imbalan ijarah yang jatuh tempo pada Februari 2012 yang disebabkan oleh tingginya utang di struktur modal perusahaan setelah akuisisi Chembulk Tankers LLC (CTL) dan ketidakberhasilan PT BLTA dalam memperbaiki rasio an tara kewajiban keuangan dan modal (DER) dan perbandingan antara kewajiban keuangan bersih dan modal (Net DER) perusahaan yang telah melewati batas maksimum yang telah ditentukan dalam persyaratan obligasi domestik. (sumber : economy.okezone.com, 2012). Kasus lainnya terjadi pada 2013 PT Bakrie Telecom Tbk (BTEL) gagal membayar kupon obligasi senilai Rp 218 miliar dari obligasi perseroan senilai Rp 3,8 triliun yang jatuh tempo Mei 2015, dimana kupon obligasi seharusnya dibayar pada 7 November 2013 karena masalah likuiditas perusahaan akibat bisnis CDMA
http://digilib.mercubuana.ac.id/
3
yang semakin merosot. Sebagai akibat dari kegagalan PT Bakrie Telecom Tbk (BTEL) untuk membayar kupon jatuh tempo, peringkat obligasi perseroan pun turun. Lembaga pemeringkat internasional Fitch Ratings menurunkan peringkat obligasi anak usaha Grup Bakrie itu dari CC menjadi C (sumber : bisniskeuangan.kompas.com, 2013). Peringkat obligasi merupakan evaluasi dari lembaga pemeringkat obligasi terhadap informasi kualitatif dan kuantitatif pada kelayakan kredit suatu perusahaan atau pemerintah berdasarkan kemampuan mereka untuk membayar kembali utang dan
kemungkinan
risiko
gagal
bayar.
Lembaga
pemeringkat
obligasi
mengungkapkan hasil evaluasi mereka kepada investor untuk membantu investor dalam pengambilan keputusan investasi (Dong-young dan JeongYeon, 2014) Pemilik modal yang berminat membeli obligasi seharusnya memperhatikan peringkat obligasi karena peringkat obligasi akan memberikan informasi dan sinyal mengenai probabilitas kegagalan utang suatu perusahaan dan menggambarkan kemampuan perusahaan tersebut dalam menyelesaikan kewajibannya di masa datang (Susilowati dan Sumarto, 2010) dalam (Sari dan Murtini, 2015). Terdapat beberapa lembaga pemeringkat di Indonesia yaitu sebagai berikut Standard and Poor’s Ratings, Moody’s Indonesia, Fitch Ratings, Kasnic Credit Rating Indonesia, dan Pemeringkat Efek Indonesia (Pefindo). Pemeringkat obligasi memberi peringkat sesuai dengan kemungkinan risiko gagal bayar, semakin kecil risiko gagal bayar, maka semakin tinggi peringkat yang diberikan. Menurut Bradley dkk. (2007) praktek Good Corporate Governance dapat menjelaskan perbedaan peringkat obligasi perusahaan yang tidak tertangkap oleh kondisi keuangan
http://digilib.mercubuana.ac.id/
4
perusahaan. Mekanisme Good Corporate Governance juga dapat mengurangi risiko gagal bayar dengan cara mengurangi biaya agensi yaitu dengan memonitor kinerja manajemen dan mengurangi asimetri informasi antara perusahaan dan kreditur (Jelita, 2014). Forum for Corporate Governance in Indonesia mendefinisikan Good Corporate Governance sebagai seperangkat aturan yang mendefinisikan hubungan antara pemegang saham, manajer, kreditor, pemerintah, karyawan dan stakeholder internal dan eksternal lainnya yang berkaitan dengan hak-hak dan tanggung jawab mereka, atau sistem dimana perusahaan diarahkan dan dikendalikan. Pada tahun 2001, Komite Nasional Kebijakan Corporate Governance menerbitkan pedoman Good Corporate Governance. Pedoman ini bertujuan agar dunia bisnis memiliki acuan dasar yang memadahi mengenai konsep serta pola pelaksanaan Good Corporate Governance yang sesuai dengan pola internasional umumnya dan Indonesia khususnya. Penerapan Good Corporate Governance diharapkan memaksimumkan nilai perseroan bagi perseroan tersebut dan bagi pemegang saham (Maurit, 2015). Good Corporate Governance juga dapat menjadi pelindung investor dari kegiatan-kegiatan manajemen perusahaan yang menyimpang. Karena pada praktiknya, banyak pihak manajemen yang mencari celah dari standar yang telah ditentukan.
Manajemen
seringkali
memanfaatkan
celah
tersebut
untuk
perekayasaan laba atau manajemen laba pada penyajian laporan keuangan, untuk penilaian publik termasuk investor dan lembaga pemeringkat.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
5
Subramanyam dan Wild (2010) menyatakan manajemen laba merupakan hasil dari kebebasan dalam aplikasi akuntansi akrual yang mungkin terjadi. Manajemen laba hadir sebagai dampak dari masalah keagenan yang terjadi karena adanya perbedaan kepentingan antara stakeholder (principal) dan pihak manajemen (agent). Kepentingan manajemen yaitu untuk kepentingan pribadinya seperti meningkatkan jabatan atau mendapatkan bonus. Salah satu bentuk manajemen laba yaitu perataan laba. Menurut Harahap (2012), laba yang stabil dimana tidak banyak fluktuasi atau variance dari satu periode ke periode lain dinilai sebagai prestasi yang baik. Upaya menstabilkan laba ini yang dimaksud dengan perataan laba . Pengaturan laba dari tahun ke tahun yang stabil, dimaksudkan agar tidak menimbulkan kecurigaan oleh
pihak lembaga pemeringkat obligasi yang independen, dan dapat
dikelompokkan ke dalam peringkat investment grade. Dengan memasukkan ke zona investment grade, investor akan percaya dan berinvestasi ke perusahaan secara maksimal. (Krisseptiyan dan Restuti, 2015). Dan dengan stabilnya laba, pihak karyawan pun tidak akan meminta kenaikan gaji dan juga manajer akan terpenuhi keinginannya. Penelitian tentang pengaruh Good Corporate Governance dengan peringkat obligasi juga telah dilakukan sebelumnya, seperti Sari dan Murtini (2015) serta Rita dan Sarquella (2010) yang mendapatkan hasil yang sama yaitu tidak semua elemen dalam Good Corporate Governance memiliki pengaruh terhadap peringkat obligasi. Penelitian lain yang dilakukan Utami (2012) mendapatkan hasil bahwa
http://digilib.mercubuana.ac.id/
6
semua elemen dari Good Corporate Governance yang diteliti tidak berpengaruh terhadap peringkat obligasi. Penelitian tentang hubungan antara perataan laba dan peringkat obligasi telah dilakukan sebelumnya seperti Moghadam et al, (2013) yang mendapatkan hasil jika perataan laba berpengaruh terhadap peringkat obligasi. Tidak dengan penelitian Krisseptiyan dan Restuti, (2015) yang mendapatkan hasil sebaliknya yakni perataan laba tidak berpengaruh terhadap peringkat obligasi. Berdasarkan fenomena-fenomena yang telah dijabarkan diatas dan adanya hasil-hasil penelitian yang tidak konsisten, maka penelitian ini akan meneliti faktorfaktor yang mempengaruhi peringkat obligasi. Variabel pertama adalah Good Corporate Governance yang diproksikan dengan ukuran dewan komisaris, kepemilikan manajerial, kepemilikan institusional dan komite audit, variabel yang kedua adalah perataan laba. Berdasarkan uraian diatas, maka penelitian ini mengambil
“ANALISIS
judul
PENGARUH
MEKANISME
GOOD
CORPORATE GOVERNANCE DAN PENERAPAN PERATAAN LABA TERHADAP PERINGKAT OBLIGASI” (Studi Empiris Pada Perusahaan Non Keuangan Penerbit Obligasi yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia Pada Periode 2012-2015). B. Rumusan Masalah Berdasarkan uraian latar belakang diatas, penelitian ini akan meneliti hubungan mekanisme Good Corporate Governance dan penerapan perataan laba
http://digilib.mercubuana.ac.id/
7
terhadap peringkat obligasi yang dikeluarkan oleh badan pemeringkat obligasi independen. Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah : 1. Apakah ukuran dewan komisaris berpengaruh terhadap peringkat obligasi? 2. Apakah kepemilikan manajerial berpengaruh terhadap peringkat obligasi? 3. Apakah kepemilikan institusional berpengaruh terhadap peringkat obligasi? 4. Apakah komite audit berpengaruh terhadap peringkat obligasi? 5. Apakah perataan laba berpengaruh terhadap peringkat obligasi? C. Tujuan dan Kontribusi Penelitian 1. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan bukti empiris untuk membuktikan bahwa : a. Ukuran dewan komisaris berpengaruh terhadap peringkat obligasi. b. Kepemilikan manajerial berpengaruh terhadap peringkat obligasi. c. Kepemilikan institusional berpengaruh terhadap peringkat obligasi. d. Komite audit berpengaruh terhadap peringkat obligasi. e. Perataan laba berpengaruh terhadap peringkat obligasi. 2. Kontribusi Penelitian a. Kontribusi untuk perusahaan, penelitian ini diharapkan dapat memberi pemahaman tentang pentingnya penerapan Good Corporate Governance di dalam perusahaan untuk meningkatkan kinerja perusahaan dan untuk memenuhi tanggung jawabnya kepada investor dan pihak pemangku kepentingan lainnya.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
8
b. Kontribusi untuk investor, penelitian ini diharapkan dapat menjadi dasar pertimbangan sebelum berinvestasi khusunya investasi obligasi. c. Kontribusi untuk peneliti lain, penelitian ini diharapkan dapat menjadi referensi untuk penelitian selanjutnya.
http://digilib.mercubuana.ac.id/