BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Menurut Hanafi (2008), pasar modal adalah pasar keuangan di mana diperdagangkan instrumen keuangan jangka panjang. Pasar modal yang beroperasi di Indonesia adalah Bursa Efek Indonesia (BEI). Salah satu bentuk instrument keuangan yang diperjual-belikan di BEI adalah saham. Perusahaan melakukan penjualan saham untuk mencari sumber dana dalam rangka mengembangkan perusahaan. Sebelum membuat keputusan yang tepat untuk membeli atau menjual saham, investor memerlukan berbagai informasi yang relevan mengenai kondisi pasar. Hal ini disebabkan di dalam pasar modal yang efisien, harga dapat merefleksikan semua informasi yang relevan (Fama, 1970). Dalam Efficient Market Hypothesis (EMH) yang dikemukakan Fama (1970), ada tiga tingkatan atau bentuk efisiensi pasar modal terkait keberadaan informasi yang tersedia bagi pelaku pasar. Ketiga bentuk tersebut adalah pasar modal dengan efisiensi bentuk lemah, setengah kuat, dan bentuk kuat (Fama, 1970). Dalam efisiensi bentuk lemah (weak form), semua harga sekuritas di pasar modal telah secara penuh mencerminkan informasi masa lalu, sehingga investor tidak dapat memperoleh keuntungan di atas rata-rata. Hal ini disebabkan
1"
informasi historis tidak dapat lagi digunakan untuk memprediksi harga di masa depan karena informasi tersebut sudah tercermin pada harga saat ini. Dalam bentuk setengah kuat, harga sekuritas saat ini mencerminkan semua informasi historis dan semua informasi yang dipublikasikan saat ini seperti pengumuman pembagian deviden, right issue dan stock split. Pada efisiensi pasar bentuk ini, abnormal return terjadi hanya di sekitar hari terjadinya peristiwa sebagai bentuk dari respon pasar atas peristiwa tersebut. Abnormal return yang terjadi dalam waktu yang lama dan berkelanjutan mencerminkan respon pasar yang terlambat dalam menyerap atau menginterpretasikan informasi sehingga pasar dianggap tidak efisien dalam bentuk setengah kuat. Dalam bentuk kuat, harga sekuritas saat ini mencerminkan semua informasi historis, informasi yang dipublikasikan saat ini, dan informasi yang tidak terpublikasi. Jika pasar efisien dalam bentuk kuat, maka tidak akan ada seorang investor pun yang bisa mendapatkan abnormal return. Akan tetapi, konsep hipotesis pasar efisien di atas bertentangan dengan banyak hasil penelitian keuangan di pasar modal. Konsistensi pasar yang efisien dipertanyakan karena tidak dapat menjelaskan berbagai anomaly yang terjadi di pasar modal. Menurut Shiller (2003), anomali ini terjadi ketika ada volatilitas harga yang berlebihan di pasar. Salah satu bentuk anomaly yang terjadi di pasar modal adalah pembalikan harga saham (price reversal). Fenonema ini terjadi akibat adanya reaksi berlebihan oleh pasar (market overreaction) terhadap informasi baru yang baik
2"
atau buruk (de Bondt, Thaler, 1985). Dalam penelitiannya, de Bondt dan Thaler memperoleh temuan bahwa portofolio winner mengalami reversal dan berbalik arah menjadi loser. Sedangkan saham loser akan berbalik arah menjadi winner dalam periode waktu tiga tahun. Performa portofolio loser terbukti justru lebih unggul dibanding portofolio winner. Beberapa hal lain yang ditemukan dalam studi ini antara lain adalah kebanyakan positive excess return didapat oleh portofolio loser setiap Januari. Studi lain menunjukkan fenomena overreaction juga terjadi pada jangka pendek. Menggunakan data mingguan dari 1963 hingga 1981, Howe (1986) menemukan bahwa saham-saham dengan berita-berita yang bagus mempunyai tingkat pengembalian 30 persen lebih rendah dibandingkan pasar dalam jangka waktu 50 minggu setelah peristiwa tertentu dan saham-saham dengan berita buruk secara signifikan mempunyai tingkat pengembalian lebih tinggi daripada pasar selama 20 minggu setelah peristiwa tertentu. Howe berpendapat sebuah peristiwa tertentu dapat mengubah harga sebesar 50 persen di arah yang sebaliknya.
Hipotesis overreaction dapat diuji dengan memasukkan efek size dan seasonal Zarowin (1989). Return diurutkan dari yang paling besar sampai yang terkecil dan dilihat perilakunya. Berdasarkan size, losers akan mengalahkan winners pada Januari. Saat winners lebih kecil daripada losers, maka winners akan mengalahkan losers. Pada studi lain Atkins dan Dyl (1990) menguji hipotesis overreaction dengan memilih tiga saham dengan persentase return tertinggi dan tiga saham dengan persentase rugi terbesar setiap hari dalam 300 hari yang dipilih secara 3"
acak selama tahun 1975-1984. Hasilnya, abnormal return untuk portofolio loser ternyata berangsur-angsur secara signifikan menjadi positif setelah harganya jatuh secara besar-besaran, tetapi tidak ditemukan pembalikan arah pada portofolio winner setelah harga meningkat tajam. Akhigbe, Gosnell dan Harikumar (1998) menguji overreaction dengan menggunakan sampel saham-saham NYSE yang mencetak untung dan rugi tertinggi dalam satu hari di tahun 1992. Hasil studi mengindikasikan abnormal return selama periode reversal berada pada tingkat rata-rata dan lebih kecil daripada bid-ask spread dalam waktu yang sama. Menggunakan sampel saham pencetak rugi, ditemukan bahwa terjadi pembalikan harga secara besar-besaran yang mana dapat diinterpretasikan sebagai bukti yang konsisten dengan hipotesis overreaction. Bahkan setelah mempertimbangkan cost of trading, temuan tetap mempertegas hasil studi yang mendukung adanya pasar efisiensi bentuk lemah. Larson dan Madura (2003) juga melakukan studi pada saham-saham NYSE yang mengalamai perubahan sebesar 10 persen selama periode 1988 hingga 1998. Temuannya adalah overreaction terjadi sebagai bentuk respon atas kejadian-kejadian yang tidak diinformasikan pada sampel gainers dan underreaction
merupakan
bentuk
respon
atas
kejadian-kejadian
yang
diinformasikan dan tidak diinformasikan untuk sampel gainers. Selanjutnya Ma, Tang, dan Hasan (2005) melakukan investigasi mengenai fenomena market overreaction pada saham-saham dengan persentase perubahan harga yang besar yang dilaporkan di Wall Street Journal antara Januari 1996 hingga Desember 1997. Hasil penelitian menunjukkan bukti kuat tentang adanya
4"
overreaction effect pada harga saham-saham pencetak untung dan rugi di Nasdaq serta. Selain itu, tidak ada bukti kuat yang menunjukkan overreaction effect pada saham-saham pencetak untung dan rugi di NYSE. Return reversal hanya terlihat pada periode dua hari setelah terdapat kejadian tertentu.
Berdasarkan berbagai studi mengenai market overreaction di atas, penulis tertarik untuk melakukan penelitian mengenai fenomena market overreaction pada saham-saham yang termasuk dalam indeks LQ-45 di Bursa Efek Indonesia periode Januari 2013 hingga Desember 2013. Periode tersebut dipilih karena terdapat market event pada 21 Juni 2013 yang dapat mendorong adanya market overreaction, yakni pengumuman kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) oleh pemerintah Indonesia. Pada hari pengumuman kenaikan harga BBM tersebut, Indeks Harga Saham Gabungan turun cukup dalam yakni sebanyak 114,62 poin atau -2,456 persen. Atas dasar tersebut, penulis mengajukan penelitian berjudul “Pengujian Market Overreaction: Studi Empiris Pada Saham-saham Perusahan Terdaftar Dalam Indeks LQ 45 Sesudah Pengumuman Harga BBM 21 Juni 2013”
1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan berbagai penelitian di atas ternyata konsep pasar yang efisien bertentangan dengan hipotesis market overreaction. Hal ini disebabkan adanya penyimpangan perilaku investor berupa reaksi yang berlebihan ketika ada
5"
informasi baru. Hipotesis pasar yang efisien tidak dapat menjelaskan perilaku investor yang dapat menikmati abnormal return yang tidak normal dalam jangka waktu yang cukup lama. Penelitian ini mempunyai tujuan untuk mencari bukti-bukti empiris mengenai market overreaction yang ditandai dengan adanya return reversal pada saham-saham yang terdaftar dalam indeks LQ-45 di Bursa Efek Indonesia pada periode sesudah adanya market event, yakni kenaikan harga bahan bakar minyak 21 Juni 2013. Permasalahan dalam penelitian ini dirumuskan sebagai berikut: 1. Apakah terdapat market overreaction effect yang ditandai dengan adanya return reversal di Bursa Efek Indonesia setelah pengumuman harga bahan bakar minyak 21 Juni 2013? 2. Apakah portofolio loser dapat outperform dibandingkan portofolio winner secara signifikan setelah terjadi return reversal?
1.3 Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah untuk: 1. Menguji apakah terjadi market overreaction effect yang ditandai dengan adanya return reversal di Bursa Efek Indonesia setelah pengumuman harga bahan bakar minyak 21 Juni 2013. 2. Menguji apakah portofolio loser dapat outperform dibandingkan portofolio winner secara signifikan setelah terjadi return reversal.
6"
1.4 Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan bukti-bukti empiris yang menunjukkan adanya anomali di Bursa Efek Indonesia, yakni market overreaction effect. Selain itu, hasil penelitian ini diharapkan juga dapat menjadi referensi dan mampu memberikan kontribusi pada pengembangan studi mengenai behavioral finance. Bagi pelaku pasar khususnya investor, hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan bahan pertimbangan dalam pengambilan keputusan untuk berinvestasi di pasar modal, terutama ketika terjadi kenaikan harga bahan bakar minyak.
1.5 Sistematika Penulisan
BAB I: Pendahuluan
Bab ini terdiri dari latar belakang penulisan, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian serta sistematika penulisan.
BAB II: Landasan Teori
Bab ini berisi uraian landasan teori, penelitian terdahulu, pengembangan terhadap hipotesis penelitian.
BAB III: Metodologi Penelitian
Bab ini merupakan penjelasan mengenai metodologi digunakan, data, cara 7"
pengumpulan data, serta teknik analisis yang dipakai.
BAB IV: Analisis Hasil Penelitian
Bab ini berisi penjelasan mengenai hasil analisis data yang telah diolah sesuai dengan metode yang telah diuraikan pada Bab III.
BAB V: Kesimpulan dan Saran
Bab ini berupa penjelasan atas kesimpulan dari hasil analisis pada bab-bab sebelumnya, serta saran-saran yang diajukan penulis tentang penelitian-penelitian mendatang.
8"