BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada awalnya kebutuhan primer manusia hanyalah berupa tiga hal yaitu: sandang, pangan dan papan. Namun seiring perkembangan waktu masalah kesehatan juga turut menjadi salah satu dari kebutuhan primer manusia. Indonesia, sebagai negara kesejahteraan, juga turut andil dalam mengatur masalah kesehatan masyarakat. Sebagaimana dikatakan dalam pembukaan Undang-undang Dasar Republik Indonesia 1945 paragraf keempat mengatakan ”Kemudian daripada itu untuk membentuk suatu Pemerintah Negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum…”Campur tangan pemerintah secara nyata dapat dilihat dalam pembentukan undang-undang yang khusus untuk mengatur masalah kesehatan dan dari adanya jaminan kesehatan untuk masyarakat. Namun perkembangan dunia kesehatan yang sedemikian pesat tidak dapat diikuti oleh perkembangan hukum itu sendiri sebagai instrumen dari pemerintah. Perkembangan dunia kesehatan atau ilmu kedokteran sekarang ini telah memberikan dampak yang besar bagi tingkat harapan hidup manusia. Perkembangan dalam ilmu kedokteran ini salah satunya adalah perkembangan dalam menangani penyakit.
1
2
Dalam beberapa kasus ada penyakit yang bisa disembuhkan dengan hanya
pemberian
obat
dan
ada
penyakit
yang
penanganannya
membutuhkan perlakuan secara khusus dan rumit. Salah satu contoh dari perkembangan ilmu kedokteran dalam menangani penyakit ialah adanya tindakan medis berupa transplantasi organ tubuh antara pendonor (orang yang memberikan organ tubuh) dan resipien (pasien yang membutuhkan organ tubuh). Transplantasi merupakan salah satu cara penanganan penyakit yang semakin berkembang dari tahun ke tahun baik dari segi cara transplantasi maupun jumlah pasien yang membutuhkannya. Sebagai contoh kita dapat melihatnya pada gambar berikut ini: 1 Grafik 1 Data Sekunder Jumlah Transplantasi Ginjal di Indonesia sejak 1977 sarnpai dengan pertengahan 1991 (R. Sidabutar, 1991)
1
Imam Parsudi Abdulrochim, 1992,Transplantasi Ginjal dan Prospek Pengembangannya di Indonesia, Pidato Pengukuhan Guru Besar Ilmu Penyakit Dalam, Universitas Diponegoro, Semarang, hlm. 17.
3
Sumber: Imam Parsudi Abdulrochim, 1992,Transplantasi Ginjal dan Prospek Pengembangannya di Indonesia, Pidato Pengukuhan Guru Besar Ilmu Penyakit Dalam, Universitas Diponegoro, Semarang, hlm. 17. Grafik 2 Data Sekunder Jumlah kumulatif Transplantasi Ginjal di FK UNDIP -RS Dr. Kariadi & RS. Telogorejo Semarang
Sumber: Imam Parsudi Abdulrochim, 1992,Transplantasi Ginjal dan Prospek Pengembangannya di Indonesia, Pidato Pengukuhan
4
Guru Besar Ilmu Penyakit Dalam, Universitas Diponegoro, Semarang, hlm. 17. Dari grafik di atas dapat dilihat bahwa terjadi peningkatan penggunaan metode transplantasi dalam rangka penyembuhan gagal ginjal dari tahun ke tahun. Peningkatan permintaan untuk tranpslantasi ginjal juga ditegaskan oleh direktur utama Rumah Sakit dr. Cipto Mangunkusumo, dr. Czeresna Heriawan Soejono dalam salah satu surat kabar online, beliau mengatakan bahwa pada tahun 2015 lalu terdapat 120 lebih pasien yang menginginkan transplantasi ginjal. Walau beliau tidak menyebutkan berapa persen peningkatannya tapi secara tegas beliau mengatakan bahwa telah terjadi peningkatan permintaan operasi transplantasi.2 Transplantasi tidak hanya mengalami peningkatan di Indonesia saja melainkan di seluruh dunia. Untuk ginjal saja sekitar lebih dari 200.000 orang tiap tahun menjalani transplantasi di seluruh dunia.3 Di Singapura telah dilakukan lebih dari 842 transplantasi ginjal dengan total donor cadaver 588 dan 282 donor hidup.4 Meningkatnya penggunaan metode transplantasi tentu mendesak perlunya suatu hukum yang menaunginya. Oleh karena itu sudah sewajarnya tranplantasi mendapat perhatian khusus dalam aspek hukumnya.
2
http://news.liputan6.com/read/2428974/rscm-akui-permintaan-transplantasi-ginjal-meningkat I Made Juliana dan Jodi Sidharta Loekman, Komplikasi Paska Transplantasi Ginjal, Fakultas Kedokteran Unud, Jurnal Penyakit Dalam volume 8 Nomor 1 Januari 2007. 4 Ibid 3
5
Transplantasi sendiri, menurut Peraturan Presiden Nomor 18 Tahun 1981 Pasal 1 (e), adalah rangkaian tindakan kedokteran untuk pemindahan alat dan atau jaringan tubuh manusia yang berasal dari tubuh sendiri atau tubuh orang lain dalam rangka pengobatan untuk menggantikan alat dan atau jaringan tubuh yang tidak berfungsi dengan baik.5 Pengertian serupa juga diberikan dalam Undang-Undang Nomor 23 tahun 1992 Pasal 1 (5)Transplantasi adalah rangkaian tindakan medis untuk memindahkan organ dan atau jaringan tubuh manusia yang berasal dari tubuh orang lain atau tubuh sendiri dalam rangka pengobatan untuk menggantikan organ dan atau jaringan tubuh yang tidak berfungsi dengan baik6. Dalam pelaksanaannya, tranplantasi hanya boleh untuk tujuan kemanusiaan dan pemulihan
kesehatan.
Transplantasi
untuk
tujuan
komersial
(memperjualbelikan organ atau jaringan tubuh) dinilai sebagai tindakan yang illegal dan terlarang. Hal tersebut tercantum jelas dalam UndangUndang Nomor 36 Tahun 2009 Pasal 64.7 Salah satu pihak yang berperan besar dalam transplantasi ialah tenaga kesehatan yang ada di rumah sakit. Tenaga kesehatan, sebagaimana mengacu pada Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2014 tentang Tenaga Kesehatan Pasal 1 Ayat (1), 5
berarti adalah setiap orang yang
Peraturan Presiden Nomor 18 Tahun 1981 tentang Bedah Mayat Klinis dan Bedah Mayat Anatomis serta Transplantasi Alat dan atau Jaringan Tubuh Manusia 6 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan. 7 Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan.
6
mengabdikan diri dalam bidang kesehatan serta memiliki pengetahuan dan/atau keterampilan melalui pendidikan di bidang kesehatan yang untuk jenis
tertentu memerlukan kewenangan untuk
melakukan upaya
kesehatan8. Tenaga kesehatan itu sendiri sebenarnya terbagi kedalam beberapa kelompok yaitu:9 1. tenaga medis; 2. tenaga psikologi klinis; 3. tenaga keperawatan; 4. tenaga kebidanan; 5. tenaga kefarmasian; 6. tenaga kesehatan masyarakat; 7. tenaga kesehatan lingkungan; 8. tenaga gizi; 9. tenaga keterapian fisik; 10. tenaga keteknisian medis; 11. tenaga teknik biomedika; 12. tenaga kesehatan tradisional; dan 13. tenaga kesehatan lain. Tenaga medis, terutama dokter dan dokter spesialis,
memegang
peranan penting dalam proses transplantasi organ tubuh. Hal ini dapat
8
Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2014 tentang Tenaga Kesehatan ibid
9
7
dilihat melalui keharusan adanya dua orang dokter yang menentukan keadaan mati seseorang pada saat transplantasi. Dua orang dokter tersebut haruslah dokter yang tidak memiliki sangkut paut medis dengan dokter yang melakukan transplantasi.10 Dokter yang melakukan transplantasi pun seharusnya adalah dokter yang bekerja pada rumah sakit yang ditunjuk oleh pemerintah.11 Dokter sebagai tenaga medis tentu saja bertindak sebagai in and on behalf dari rumah sakit. Rumah sakit sebagai adalah suatu lembaga dalam mata rantai Sistem Kesehatan Nasional yang mengembangkan tugas pelayanan kesehatan untuk seluruh masyarakat. Oleh karena itu rumah sakit mempunyai peran penting serta hubungan hukum secara langsung dengan masyarakat secara orang-perorangan. Sebagaimana UndangUndang No 44 Tahun 2009 menyatakan bahwa rumah sakit adalah institusi
pelayanan
kesehatan
yang
menyelenggarakan
pelayanan
kesehatan perorangan secara paripurna yang menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan dan gawat darurat.12 Lebih jauh dalam Pasal 5 Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009 mengatakan tugas dari rumah sakit adalah: 1. Menyelenggarakan pelayanan pengobatan dan pemulihan kesehatan sesuai dengan standar pelayanan rumah sakit. 10
Peraturan Pemerintah No. 18 Tahun 1981 tentang Bedah Mayat Klinis Dan Bedah Mayat Anatomis Serta Transplantasi Alat Dan Atau Jaringan Tubuh Manusia 11 ibid 12 Undang-Undang no 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit
8
2. Memelihara dan meningkatkan kesehatan perorangan melalui pelayanan kesehatan yang paripurna tingkat kedua (spesialistik) dan ketiga (subspesialistik) sesuai dengan kebutuhan medis. 3. Menyelenggarakan pendidikan dan pelatihan sumber daya manusia dalam rangka peningkatan kemampuan dalam pemberian pelayanan kesehatan. 4. Menyelenggarakan penelitian dan pengembangan serta penapisan (perlindungan terhadap keamanan dan keselamatan pasien) teknologi bidang kesehatan dalam rangka peningkatan pelayanan kesehatan dengan memperhatikan etika ilmu pengetahuan bidang kesehatan.
Tentu saja penanganan penyakit dengan cara baru menghasilkan masalah baru pula. Secara etika penanganan penyakit dalam bentuk transplantasi tidak serta merta diterima. Terjadinya peningkatan jumlah pasien yang membutuhkan transplantasi sedangkan di satu sisi jumlah pendonor yang relatif kecil tentu saja membuka kemungkinan untuk perdagangan organ tubuh di Pasar Gelap. Sebagai tambahan juga bahwa terdapat kemungkinan terjadi penolakan dalam tubuh resipien terhadap organ pendonor komplikasi pasca transplantasi dan risiko yang mungkin timbul akibat transplantasi. Terdapatnya risiko dalam dunia medis adalah hal yang lumrah selama hal tersebut masih bisa diperkirakan. Hal ini disebabkan karena perjanjian terapeutik antara dokter dan pasien berupa inspanningsverbintenis yang berarti dokter dan pasien bersama-sama mengupayakan daya upaya secara
9
maksimal untuk mencapai hasil yang diharapkan.13 Namun
ada satu
masalah yang penulis coba untuk cermati di sini. Dalam perjanjian transplantasi sebenarnya terdapat setidak-tidaknya tiga pihak, yaitu tenaga kesehatan, resipien (pasien) dan pendonor. Jadi bagaimanakah sebenarnya hubungan hukum antara pendonor dan resipien? Jika hubungan hukum tersebut ada, bagaimanakah terjadinya hubungan hukum tersebut? Sebagaimana diketahui bahwa pendonor tidak selalu mengenal atau mengetahui resipien, contohnya Bank Mata untuk Korban Kecelakaan atau orang sekarat yang menjanjikan untuk mendonorkan organ tubuhnya kepada yang membutuhkan tanpa mengetahui siapa resipiennya. Jadi seringkali pihak pendonor hanya berjanji akan mendonorkan organ tubuhnya, dalam hal ini mata, untuk didonorkan pada saat pendonor meninggal. Di satu sisi seringkali juga pihak resipien mendaftarkan diri kepada pihak rumah sakit untuk mendapatkan donor yang belum tentu akan ada. Mencermati kasus seperti ini tentu saja menimbulkan pertanyaan kapankah sebenarnya perjanjian transplantasi itu sebenarnya terjadi dan bagaimanakah hubungan hukum antara pendonor, resipien dan tenaga medisnya.
Oleh karena beberapa pertanyaan seperti ini maka
penulis mengangkat tema tentang transplantasi dan dalam melakukan penelitian ini penulis mengambil tempat di salah satu rumah sakit besar di
13
M. Jusuf Hanafiah dan Amri Amir, Etika Kedokteran dan Hukum Kesehatan, Buku Kedokteran EGC, Jakarta, 1999, hlm. 39.
10
Yogyakarta, Rumah Sakit Umum Pusat Dr. Sardjito. Dikarenakan dalam perjanjian transplantasi organ tubuh kepada antara pasien dan rumah sakit sudah tersirat perjanjian donor organ tubuh antara pendonor dan rumah sakit maka penulis akan menggali perjanjian transplantasi organ tubuh antara pasien (resipien dan rumah sakit). Hal-hal yang telah penulis kemukakan di atas mendorong penulis untuk mengambil judul skripsi “Pelaksanaan Perjanjian Medis Transplantasi Organ Tubuh antara Pendonor, Pasien dan Tenaga Medis di Rumah Sakit Umum Pusat Dr. Sardjito”. B. Rumusan Masalah 1. Bagaimanakah perlindungan hukum dalam perjanjian transplantasi organ tubuh di Rumah Sakit Umum Pusat Dr. Sardjito? 2. Bagaimanakah konstruksi hukum dalam perjanjian transplantasi organ tubuh di Rumah Sakit Umum Pusat Dr. Sardjito? C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Objektif a. Untuk mengetahui bagaimanakah perlindungan hukum bagi para pihak dalam perjanjian transplantasi organ tubuh di Rumah Sakit Umum Pusat Dr. Sardjito. b. Untuk mengetahui konstruksi hukum dalam perjanjian transplantasi organ tubuh di Rumah Sakit Umum Pusat Dr. Sardjito.
11
2. Tujuan Subjektif Penelitian dan penulisan ilmiah ini disusun untuk memperoleh data dan informasi yang lengkap serta akurat guna menambah pengetahuan penulis dan pembaca serta untuk memenuhi syarat guna memperoleh gelar kesarjanaan di Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada. D. Keaslian Penelitian Dalam hal untuk memastikan keaslian penulisan ini, penulis telah melakukan penelusuran dari beberapa referensi, baik melalui media cetak maupun media elektronik. Secara khusus penulis juga telah melakukan penelusuran secara khusus di perpustakaan Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada. Dari hasil penelitian tersebut penulis belum menemukan penulisan yang berjudul, “Pelaksanaan Perjanjian Medis Tranplantasi Organ tubuh antara Pendonor, Pasien dan Tenaga Medis di Rumah Sakit Umum Pusat Dr. Sardjito”. Namun dari hasil penelusuran, penulis menemukan beberapa penulisan hukum yang mempunyai tema yang sama dengan penulis. Adapun beberapa penulisan hukum tersebut ialah: 1. Penulisan Hukum dalam bentuk skripsi berjudul, “Tinjauan Hukum Islam terhadap Praktek Xenotransplantasi Organ Babi Ke Manusia.” Skripsi ini diajukan oleh Ervin Nazardi pada
12
Universitas Islam Negeri Syarif HidAyatullah Jakarta14. Penulisan hukum pada skripsi ini berfokus kepada Xenotransplantasi,, yakni dimana resipien (pasien/penerima) dan pendonor adalah dua jenis individidu yang berbeda spesies. Resipiennya, dalam hal ini, adalah manusia dan pendonornya adalah babi. Penulis skripsi tersebut juga meninjau kasus transplantasi tersebut dari sudut pandang hukum Islam. Perbedaan antara skripsi Ervin Nazardi dan skripsi penulis adalah penulis memilih untuk memfokuskan penulisan hukum ini kepada transplantasi organ tubuh antara sesama manusia (homotransplantasi) dan bukan antara manusia dan binatang (xenotransplantasi). Perbedaan penulisan hukum antara Ervin Nazardi dan penulis juga dapat dilihat dari sudut pandang hukum Islam sedangkan penulisan hukum penulis diambil dari sudut pandang hukum perdata. 2. Penulisan hukum dalam bentuk skripsi berjudul, “Studi Analisis Keputusan Ijtima’ Ulama Komisi Fatwa Majelis Ulama Se Indonesia
III
Tahun
2009
di
Padangpanjang
Tentang
Diperbolehkannya Wasiat Donor Kornea Mata Di Bank Mata.” Skripsi ini diajukan oleh Ahmad Bashori pada Institut Agama
14
Ervin Nazardi, Tinjauan Hukum Islam Terhadap Praktek Xenotransplantasi Organ Baby ke Manusia, Universitas Islam Negeri Syarif HidAyatulllah, Jakarta, 2010, hlm. 6.
13
Islam Negeri Walisongo Semarang. Penulisan hukum ini berfokus pada
fatwa
Majelis
Ulama
Indonesia
(MUI)
tentang
diperbolehkannya wasiat kornea mata di bank mata. Jadi secara khusus skripsi ini berfokus pada sisi wasiat donor kornea mata dari sisi hukum Islam dan bukan pada transplantasi secara keseluruhan15. Penulisan hukum oleh penulis tidak hanya memfokuskan diri kepada fatwa, wasiat ataupun bagian tubuh tertentu, tetapi juga transplantasi secara umum. Penulisan hukum ini memang lebih berfokus kepada konstruksi hukum dalam perjanjian transplantasi itu sendiri. 3. Penulisan hukum dalam bentuk skripsi berjudul, “Kemaslahatan Transplantasi Organ Tubuh sebagai Mahar Nikah.” Skripsi ini diajukan oleh Nur Hidayah kepada Institut Agama Islam Negeri Walisongo Semarang. Penulisan hukum ini berfokus pada boleh/tidaknya atau baik/tidaknya transplantasi organ tubuh sebagai mahar nikah. Nur Hidayah juga mengambil sudut pandang hukum Islam pada penulisannya16.
15
Ahmad Bashori, Studi Analisis Keputusan Ijtima’ Ulama Komisi Fatwa Majelis Ulama Se Indonesia III Tahun 2009 di Padangpanjang Tentang Diperbolehkannya Wasiat Donor Kornea Mata Di Bank Mata, Institut Agama Islam Negeri Walisongo, Semarang, 2010,, hlm. v. 16 Nur Hidayah, Perbandingan Peraturan tentang Transplantasi Organ dan Jaringan Tubuh Manusia di Indonesia dan di Singapura ditinjau dari aspek hukum Perdata, Institut Agama Islam Negeri Walisongo, Semarang, 2014, hlm. vii.
14
Dibandingkan dengan penulisan hukum ini, penulis lebih cenderung mengamati dan menilai suatu konstruksi hukum dari suatu perjanjian transplantasi organ tubuh dan tidak menilai moralitas suatu perjanjian dari sudut pandang hukum agama. 4. Penulisan hukum dalam bentuk skripsi berjudul, “Perbandingan Peraturan tentang Transplantasi Organ dan Jaringan Tubuh Manusia di Indonesia dan di Singapura ditinjau dari aspek hukum Perdata.” Skripsi ini diajukan oleh Dian Kirana kepada Universitas Indonesia.
Penulisan hukum ini berfokus pada
komparasi peraturan tranplantasi organ dan jaringan tubuh antara Indonesia dan Singapura dari aspek hukum perdata. Penulis dari skripsi tersebut ingin melihat sejauh apa perbedaan ideologi, budaya serta kepercayaan dapat mempengaruhi peraturan yang mengatur tranplantasi organ dan jaringan tubuh manusia pada masing-masing negara17. Penulisan hukum oleh penulis bukanlah suatu perbandingan namun merupakan suatu pembedahan akan konstruksi hukum suatu perjanjian. Memang akan terdapat beberapa perbandingan dalam penulisan hukum ini namun hal itu bukanlah bertujuan untuk melihat perbedaan melainkan untuk membantu penulis 17
Dian Kirana, Perbandingan Peraturan tentang Transplantasi Organ dan Jaringan Tubuh Manusia di Indonesia dan di Singapura ditinjau dari aspek hukum Perdata, Universitas Indonesia, Depok, 2012, hlm. viii.
15
untuk menjelaskan perjanjian transplantasi organ agar mudah dimengerti oleh pembaca. Penulis pun mengambil tempat penelitian di Rumah Sakit Umum Pusat Dr. Sardjito pada khususnya dan bukan Indonesia pada khususnya. 5. Penulisan hukum dalam bentuk skripsi berjudul, “Analisis Yuridis Terhadap Hukum Perjanjian Dalam Tindakan Kedokteran Berupa Transplantasi Donor Hidup di Indonesia.” Skripsi ini diajukan oleh Christina Desy kepada Universitas Indonesia. Penulisan hukum ini berfokus kepada perjanjian medis antara dokter dan pendonor. Pendonor dalam hal ini adalah pendonor yang hidup18. Perbedaan antara penulisan hukum di atas dan penulisan hukum penulis ialah bahwa penulisan hukum oleh penulis tidak hanya berfokus kepada pendonor yang hidup tetapi juga pendonor yang telah meninggal. 6. Penulisan Hukum dalam bentuk jurnal ilmiah berjudul, “ Analisis Yuridis Perundang-undangan Terkait Tindak Pidana Jual Beli Organ Tubuh Untuk Kepentingan Transplantasi Organ Ginjal (studi perbandingan antara Indonesia dan Filipina)”. Jurnal ilmiah ini diajukan oleh Frengky Andri Putra kepada Universitas Brawijaya dalam rangka memperoleh gelar kesarjanaan Ilmu
18
Christina Desy, Analisis Yuridis Terhadap Hukum Perjanjian Dalam Tindakan Kedokteran Berupa Transplantasi Donor Hidup di Indonesia, Universitas Indonesia, Depok, 2011, hlm. viii.
16
Hukum. Penulisan hukum ini berfokus pada transaksi jual beli organ tubuh antara pendonor dan resipien dan pada perbandingan peraturan perundang-undangan antara Indonesia dan Filipina19. Perbedaan antara penulisan hukum di atas dan penulisan hukum penulis ialah pada penulisan hukum di atas lebih menekankan pada tindakan jual beli organ tubuh untuk transplantasi organ ginjal. Sedangkan penulisan hukum penulis berfokus pada aspek perjanjian medis yang legal serta menilai bukan hanya terhadap transplantasi ginjal saja tetapi juga organ tubuh yang lain. Adapun penulisan hukum di atas berpusat pada perbandingan antara dua negara sedangkan penulisan hukum ini berfokus pada rumah sakit dr. Sardjito Yogyakarta saja. E. Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan mampu memberikan sumbangsih yang sebaik-baiknya untuk ilmu pengetahuan maupun pemerintah, yakni sebagai berikut: 1. Penulis berharap hasil penelitian dari penyusunan penulisan hukum ini dapat memberikan kontribusi bagi pengembangan ilmu pengetahuan pada umumnya dan ilmu hukum perdata di bidang kesehatan pada khususnya. 19
Frengky Andri Putra, Analisis Yuridis PerUndang-Undangan Terkait Tindak Pidana Jual Beli Organ Tubuh Untuk Kepentingan Transplantasi Organ Ginjal (studi perbandingan antara Indonesia dan Filipina), Universitas Brawijaya, Malang, 2013,hlm. 1.
17
2. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran
yang jelas mengenai konstruksi hukum dalam perjanjian Transplantasi Organ tubuh antara Pendonor, Resipien (pasien) dan Tenaga Medis di Rumah Sakit Umum Pusat Dr. Sardjito. Hal ini tentu sangat berguna dalam melihat hak dan kewajiban dari setiap pihak dalam perjanjian transplantasi tersebut dan pada akhirnya akan semakin memperjelas sampai sejauh mana para pihak bertanggungjawab dalam perjanjian ini.