BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Penelitian Keberhasilan pembangunan olahraga dapat dilihat melalui beberapa indikator atau tolak ukur, antara lain tingkat partisipasi olahraga, kesadaran masyarakat akan manfaat olahraga, derajat kesehatan masyarakat, dan prestasi olahraga.
Keseluruhan indikator tersebut merupakan indikator positif yang
menunjukkan hubungan positif terhadap keberhasilan pembangunan olahraga. Pertumbuhan nilai-nilai indikator yang positif merupakan indikasi keberhasilan pembangunan olahraga.
Sebaliknya, penurunan nilai-nilai indikator tersebut
merupakan indikasi pembangunan olahraga belum mencapai target/sasaran yang diharapkan (Badan Pusat Statistik dan Direktorat Jendral Olahraga Departemen Pendidikan Nasional, 2002:31). Dari keseluruhan indikator keberhasilan pembangunan olahraga, prestasi olahraga merupakan satu-satunya indikator olahraga yang dapat digunakan secara langsung untuk melihat status atau tingkat pencapaian dan perkembangan pembangunan serta pembinaan olahraga (Badan Pusat Statistik dan Direktorat Jendral Olahraga Departemen Pendidikan Nasional, Indikator Olahraga Indonesia 2002:31).
Prestasi olahraga sebagai suatu indikator juga banyak memiliki
kelebihan dibandingkan dengan indikator olahraga lainnya, antara lain pengukurannya relatif mudah dan sederhana serta mempunyai skala pengukuran yang tetap dan baku. Sejalan dengan itu, prestasi olahraga merupakan indikator
1
2
yang sangat mudah untuk diperbandingkan antar waktu.
Faktor inilah yang
menimbulkan
masyarakat
kecenderungan
pada
sebagian
besar
untuk
memanfaatkan prestasi olahraga sebagai satu-satunya indikator untuk melihat keberhasilan pembangunan olahraga. Indikator prestasi olahraga pada umumnya diukur berdasarkan kualitas dan kuantitas medali atau peringkat yang diperoleh dalam suatu event perlombaan olahraga. Selain itu, indikator prestasi olahraga dapat juga diukur berdasarkan jumlah rekor yang berhasil dipecahkan atau dilampaui oleh para atlet.
Pada
pengukuran prestasi olahraga berdasarkan kuantitas dan kualitas medali, kualitas medali pada umumnya dibedakan atas medali emas, perak, dan perunggu. Karena keterbatasan data, analisis mengenai indikator prestasi olahraga pada bagian ini dibatasi pada indikator berupa jumlah medali dan peringkat pada beberapa event olahraga nasional dan internasional. Sejalan dengan perkembangan prestasi olahraga nasional yang cenderung statis. Selama dekade 1900-2000 prestasi para atlet olahraga Indonesia dalam event-event olahraga internasional juga menunjukkan gejala yang sama bahkan cenderung semakin menurun. Penurunan prestasi tersebut tidak hanya terjadi pada event-event untuk tingkat Asia, bahkan juga pada event untuk tingkat Asia Tenggara. Pada pesta Olahraga Asia Tenggara (SEA Games) ke XIV tahun 1987 yang diselenggarakan di Jakarta, Indonesia merebut gelar juara umum dengan jumlah medali emas, perak, dan perunggu masing-masing sebanyak 185, 136, dan 84. Dua tahun berikutnya, dalam SEA Games XV di Kuala Lumpur, Indonesia juga merebut gelar juara umum dengan perolehan medali emas, perak dan
3
perunggu masing-masing 102, 78, dan 70. Satu dekade berikutnya, dalam SEA Games ke XX di Brunei Darussalam, Indonesia hanya menduduki posisi ke tiga setelah Thailand dan Malaysia. Jumlah medali yang diperoleh juga menyusut yaitu hanya sebanyak 44 emas, 43 perak dan 58 perunggu. Diagram 1.1 Prestasi Olahraga Indonesia Pada Sea Games 1977 – 2009 250 200 150 100 50 0 77 79 81 83 85 87 89 91 93 95 97 99 01 03 05 07 09 Emas
62 92 85 64 62 18 10 92 88 77 19 44 72 55 49 55 43
Ranking 1
1
1
1
2
1
1
1
1
2
1
3
3
3
5
4
3
Pada tingkat Asia dengan tingkat persaingan yang semakin tinggi, prestasi para atlet olahraga Indonesia juga semakin terpuruk. Pada Asian Games ke X tahun 1986 di Seoul, Indonesia menduduki posisi ke 9 dengan raihan 1 medali emas, 5 perak dan 14 perunggu. Pada Asian Games ke XI di Beijing tahun 1990, Indonesia berhasil menduduki posisi ke 7 dengan 3 medali emas, 12 perak dan 11 perunggu, namun pada Asian Games berikutnya, pada tahun 1994, 1998, dan 2002, posisi Indonesia terlempar dari sepuluh besar ke urutan ke-11. Dari data-data di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa prestasi olahraga di Indonesia pada umumnya nampak makin sukar untuk mengejar laju percepatan
4
dan peningkatan prestasi olahraga di tingkat internasional, bahkan di Asia sekalipun. Lebih dari itu, prestasi olahraga di Indonesia nampak mulai mendekati titik kejenuhan. Kalau tidak segera dilakukan usaha-usaha yang professional dalam penanganannya, maka prestasi olahraga di Indonesia akan semakin jauh tertinggal dari prestasi olahraga di negara-negara lain. Harus dilakukan upayaupaya untuk meningkatkan prestasi olahraga Indonesia, sesuatu yang konseptual, ilmiah, dan didukung oleh sistem pendanaan yang menjamin pembinaan berkelanjutan selama 10 tahun, suatu waktu yang dibutuhkan untuk mencetak juara. Berbagai konsep, kebijakan dan strategi sudah dikeluarkan untuk mendongkrak prestasi olahraga bangsa Indonesia, seperti diungkapkan dalam Proyek Garuda Emas, Rencana Induk Pengembangan Olahraga Prestasi di Indonesia 1997-2007, (1998:4): Pemikiran dan konsep Proyek Garuda Emas telah dimulai sejak tahun 1992 yang dituangkan dalam buku Proyek Pembinaan Prestasi Olahraga “Garuda Emas” Menuju Tahun 2002. Pemikiran dan konsep ini belum sempat dituangkan dalam suatu rencana pelaksanaan yang rinci beserta dengan dukungan biaya yang diperlukan karena sumber dana SDSB yang diharapkan tidak ada lagi. Pada tahun 1994 Kantor Menpora telah mengeluarkan Kebijaksanaan dan Strategi Pembinaan dan Pengembangan Keolahragaan Nasioal PELITA VI (1994/1995-1998/1999) yang telah menjadi pedoman kantor Menpora, instansi pemerintah yang berhubungan dengan pembinaan dan pengembangan olahraga, serta KONI dan yayasan/lembaga-lembaga olahraga lainnya di pusat dan di daerah. Tujuannya adalah merumuskan dan merencanakan pelaksanaan kebijaksanaan dalam rangka penyusunan program, serta mengkoordinasikan kegiatan dalam jangka waktu Pelita VI.
Kemudian dalam tahun yang sama KONI Pusat telah mengeluarkan Rencana Strategi Pembinaan Prestasi Olahraga tahun 1995 – 2002 – Proyek
5
Garuda Emas yang merupakan penyempurnaan dari rencana yang telah dibuat pada tahun 1992.
Rencana ini pun, karena satu dan lainnya belum sempat
dilaksanakan. Dalam Proyek Garuda Emas, Rencana Induk Pengembangan Olahraga Prestasi di Indonesia 1997-2007 (KONI Pusat 1998:6) dikemukakan bahwa secara makro sistem atau jaringan pembinaan olahraga prestasi di Indonesia dapat dikelompokkan sebagai berikut: (1) berbasiskan pembinaan induk organisasi olahraga tanpa atau dengan fasilitas pusdiklat atau padepokan, (2) memanfaatkan Pusat Pendidikan dan Latihan Olahraga Pelajar (PPLP) dan sekolah khusus SMU Ragunan, (3) memanfaatkan Pelatnas jangka panjang yang dilaksanakan oleh KONI Pusat mengingat bahwa setiap tahun akan selalu ada multievent yang diikuti oleh Indonesia, dan (4) memanfaatkan atlet/pelajar/mahasiswa yang berlatih di luar negeri sambil sekolah.
KARYAWAN DAN ABRI
KLUB SEKOLAH
PPLP/ PPLM
SEKOLAH KHUSUS OR WAN
SENTRA-SENTRA OLAHRAGA
TIMNAS
PELATNAS
KEJURNAS/ PON
USIA DINI/YUNIOR/SENIOR
Bagan 1.2 Sistem Penjenjangan Pembinaan Prestasi Olahraga
6
Akan tetapi secara umum proses yang ada ini masih belum memadai mengingat banyaknya kendala yang harus diatasi, seperti terungkap dalam Proyek Garuda Emas, Rencana Induk Pengembangan Olahraga Prestasi di Indonesia 1997-2007 (1998:7), bahwa “Proses pembinaan belum melalui jenjang yang bertahap dan kontinyu, belum sepenuhnya berbasiskan IPTEK olahraga, terbatasnya tenaga pengurus dan pelatih, dan dana yang selalu menjadi kendala.” Sebagaimana telah dikemukakan, Pusat Pendidikan dan Latihan Olahraga Pelajar (PPLP) adalah merupakan bagian dari sub sistem dalam Sistem Pembinaan Olahraga Nasional, yang memiliki peran strategis untuk menghasilkan olahragawan yang berprestasi baik di bidang akademik maupun olahraga. Melalui PPLP dilakukan penjaringan pelajar yang berbakat diberbagai cabang olahraga, untuk selanjutnya dibina secara berjenjang dan berkesinambungan menuju prestasi puncak pada tingkat nasional dan bahkan internasional. Secara lebih rinci maksud pembentukan PPLP adalah: 1) menampung, menyalurkan dan membina pendidikan maupun prestasi olahraga berbakat, 2) menyamakan presepsi tentang pendidikan dan pelatihan olahraga pelajar, 3) mengembangkan standar penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan olahraga pelajar. Sedangkan tujuan Pusat Pendidikan dan Latihan Olahraga Pelajar (PPLP) adalah: 1) menyiapkan olahragawan berbakat untuk dibina, ditingkatkan dan dikembangkan guna menunjang prestasi olahraga nasional, 2) mempersiapkan bibit-bibit olahragawan pelajar berbakat untuk kegiatan-kegiatan olahraga pelajar baik nasional maupun internasional, 3) memupuk serta meningkatkan kemampuan teknik dan keterampilan olahragawan pelajar berbakat, berdasarkan seleksi
7
dengan menanamkan kemampuan teknik dan kesiapan mental serta fisik yang memadai, 4) menghasilkan olahragawan usia dini yang mempunyai dedikasi, disiplin serta inisiatif di dalam mengharumkan nama dan martabat bangsa, dan 5) mencapai prestasi optimal pada perlombaan/pertandingan tingkat nasional dan internasional. Dengan konsep pembinaan berkelanjutan selama 10 tahun, suatu waktu yang dibutuhkan untuk mencetak juara yang berlatih sejak dini, PPLP seharusnya sudah memberikan sumbangan yang besar dalam upaya mencetak atlet-atlet yang berprestasi tinggi di tingkat regional maupun internasional. Seperti diungkapkan dalam Proyek Garuda Emas, Rencana Induk Pengembangan Olahraga Prestasi di Indonesia 1997-2007 (KONI Pusat, 1998:24): Secara rata-rata atlet top dunia telah mulai berlatih sejak usia dini, 8 – 10 tahun (bangku sekolah dasar) dan mencapai prestasi puncak pada umur 18 – 20 tahun (bangku perguruan tinggi), berlatih selama 10 tahun secara berjenjang dan berkelanjutan, dengan program latihan yang konseptual ilmiah yang mencakup sistem latihan dan kompetisi yang ditunjang penuh oleh iptek keolahragaan melalui pelatih yang handal, dengan menggunakan sarana yang memadai.
Konsep yang sama tentang pembinaan berkelanjutan dengan The 10-years Rule juga terungkap jelas pada Long-term Athlete Development Plan for Rowing dalam www.rowingcanada.org (2005:8): Scientific research has identified that it takes at least 10 years and 10,000 hours of training for a talented athlete to reach elite levels. For example, the United States Olympic Committee found that, on average, it took 13 years for an athlete to make the Olympic team and 15 years to win an Olympic medal. Athlete development is not a short-term process. Short-term performance goals must not be allowed to undermine long-term athlete development.
8
INPUT Calon Atlet Usia 10-14 thn
Memenuhi Karakteristik: •Anthropometris •Fisiologis •Psikologis
PROSES PEMBINAAN
ATLET ELIT
(8-10 Tahun)
Kualitas Internasional
SCIENTIFIC APPROACH
Standar Kompetensi Pelatih* Standar Pelatihan Standar Nutrisi & Gizi Standar Prasarana & Sarana Standar Management ** Kontrol Kualitas
Penghargaan, Kesejahteraan & Jaminan Masa Depan
Bagan 1.3 Pembinaan Prestasi dengan Pendekatan IPTEK
Pusat Pendidikan dan Latihan Pelajar (PPLP) cabang olahraga dayung sudah berlangsung selama 6 – 20 tahun di berbagai daerah. Menurut data yang terdapat pada Rencana Induk Pengembangan Olahraga Prestasi di Indonesia 19972007, PPLP cabang olahraga dayung sudah dimulai sejak tahun 1984 di Sulawesi Tenggara, tahun 1990 di Kalimantan Tengah, 1995 di Maluku, 1996 di Palu Sulawesi Tengah, serta 1997 di Sulawesi Selatan dan DKI Jakarta. Sampai tahun 2008 telah berdiri 13 PPLP cabang olahraga dayung yang tersebar di Sumatera, Jawa, Kalimantan, Sulawesi, Maluku, dan Papua, dengan sumber dana dari APBN dan APBD. Dari program PPLP itulah, sebagian besar skuad atlet nasional yang mengikuti berbagai event regional maupun internasional sekarang berasal. Gambaran tersebut bisa terlihat pada komposisi skuad nasional cabang olahraga dayung pada Sea Games XXIV tahun 2007 di Thailand, yakni dari 55 atlet dayung
9
Indonesia , 36 diantaranya berasal atau alumni dari Pusat Pendidikan dan Latihan Olahraga Pelajar (PPLP). Akan tetapi apabila diamati lebih lanjut, ternyata prestasi olahraga dayung itu sendiri di berbagai event olahraga yang diikuti, seperti halnya prestasi olahraga nasional secara keseluruhan, belum sesuai dengan yang diharapkan, bahkan cenderung menurun. Pada Sea Games 1997 sewaktu Indonesia menjadi tuan rumah penyelenggara, dari 31 nomor yang diperlombakan, Indonesia meraih 25 medali emas, 4 medali perak, dan 1 medali perunggu atau setara dengan raihan 80.6% raihan
medali dari
total
medali cabang olahraga dayung yang
diperebutkan. Prosentase raihan medali ini terus menurun menjadi 44.44% pada Sea Games 2003 serta 27.22% Sea Games 2005 dan 2007. Diagram 1.4 Prosentase Raihan Medali Emas SEA Games Cabor Dayung Tahun 1998 – 2007 120 100 80 60 40 20 0 1987 1989 1991 1993 1995 1997 1999 2001 2003 2005 2007 Prosentase 96
100 100
75
100 80,6 100 62,5 44,4 27,2 27,2
Dari uraian dan data-data di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa efektivitas pembinaan pada program-program yang diluncurkan, masih jauh dari
10
harapan, tidak banyak menunjang pada pembentukan skuad nasional senior yang akan dipersiapkan pada berbagai multievent regional maupun internasional. Khususnya Pusat Pendidikan dan Latihan Olahraga Pelajar (PPLP) yang merupakan bagian dari sub sistem dalam Sistem Pembinaan Olahraga Nasional yang memiliki peran strategis untuk menghasilkan olahragawan berprestasi di bidang olahraga. Kondisi inilah yang memunculkan pertanyaan seperti apa gambaran atau profil efektivitas pembinaan pada Pusat Pendidikan dan Latihan Olahraga Pelajar (PPLP) cabang olahraga dayung rowing? Pengamatan yang dilakukan peneliti di lapangan selama kurun waktu 2001-2008 dengan cara melakukan kunjungan langsung ke PPLP di daerahdaerah, khususnya pada saat kejuaraan nasional PPLP yang rutin terselenggara setiap tahun. Melakukan wawancara dengan atlet, pelatih, dan pembina yang terlibat langsung dalam proses pembinaan di PPLP cabang olahraga dayung, serta dari beberapa acara workshop, seminar maupun lokakarya yang diikuti oleh peneliti, didapatkan beberap informasi yang bisa dijadikan landasan untuk menjawab pertanyaan di atas, yakni sebagai berikut: a. Terdapat beberapa kelemahan yang seharusnya tidak terdapat pada pelatih yang menangani program pembinaan yang sudah tertata dengan baik. Kelemahan tersebut adalah minimnya pengetahuan dan kemampuan pelatih dalam menentukan tujuan latihan, membuat program latihan, penguasaan materi latihan, pengelolaan kegiatan latihan dan penggunaan teknik evaluasi. Terbitnya buku pada tahun 2005 berkaitan dengan pedoman penyusunan program dan evaluasi pelatihan untuk PPLP adalah salah satu cara yang
11
dilakukan oleh Kementrian Pemuda dan Olahraga untuk terus berupaya meningkatkan kualitas para pelatih PPLP. b. Kualitas teknik dasar maupun kualitas fisik atlet PPLP, yang seharusnya menjadi fokus pembinaan pada atlet usia dini jauh dari harapan. Long Term Development Program (tahapan program pembinaan jangka panjang) yang seharusnya menjadi rujukan dalam proses tahapan pembinaan secara berjenjang dan berkelanjutan belum dilaksanakan sepenuhnya.
Wawasan
pelatih masih rendah mengenai ruang lingkup sasaran pembinaan, masih terbatas hanya pada proses pembinaan agar atlet bisa jadi juara di POPNAS atau Kejurnas PPLP. c. Rekrutmen dan proses seleksi calon atlet PPLP tidak mengikuti kaidah dan parameter yang telah ditentukan, cenderung untuk hanya mengisi kuota yang sudah ditentukan. Berdasarkan study literature dari atlet-atlet top dunia yang dilakukan Altenburg (1999: 3), terungkap bahwa apabila prestasi optimal ingin dicapai tinggi pedayung putra dan putri minimum 190 cm dan 176 cm. Kenyataan di lapangan, tinggi pedayung yang bergabung pada Pusat Pendidikan dan Latihan Olahraga Pelajar (PPLP) cabang olahraga dayung berkisar 175cm – 180cm untuk putra dan 160 - 168 cm untuk putri. d. Kemampuan pelatih dalam berkomunikasi dan bekerja sama dengan teman sejawat dan masyarakat sekitar sangat kurang.
Teramati di lapangan,
komunikasi dan kerjasama pelatih dengan manajemen PPLP, Pengurus Daerah dan Pengurus Cabang seringkali tersendat karena komunikasi kurang berjalan lancar.
Kasus yang sangat ironis bagi proses pembinaan adalah
tidak
12
diberikannya atlet yang bergabung dalam PPLP untuk diikutsertakan oleh Pengurus Daerahnya
pada kejuaraan nasional junior atau event lainnya.
Contoh kasus yang terjadi pada atlet PPLP dari Sulawesi Tenggara dan Kalimantan Tengah yang tidak diikutsertakan pada Kejurnas Junior tahun 1997 di Jatiluhur dan PON XV tahun 2000 di Surabaya. e. Pada beberapa kesempatan Deputy V Kantor Kementrian Pemuda dan Olahraga mengungkapkan bahwa masih ada nepotisme dalam rekrutmen calon atlet yang akan bergabung di PPLP, yang berakibat ada beberapa atlet yang ketika Kejurda, prestasinya kalah oleh atlet di luar program PPLP. f. Toho Cholik Mutohir dalam presentasinya pada acara workshop di hadapan pelatih-pelatih Program Atlet Andalan Kemenegpora RI pada tahun 2008 di Gunung Geulis Bogor mengatakan bahwa: Dewasa ini pembinaan dan pengembangan olahraga berciri sebagai berikut: 1) bersifat adhoc dan jangka pendek, 2) belum menunjukkan adanya penjenjangan dan keberlanjutan, 3) belum memperhatikan tahap pertumbuhan dan perkembangan anak, 4) sistem kompetisi belum tertata secara sistematik, dan 5) pelatihan olahragawan yunior belum ditangani secara serius.
g. Proyek Garuda Emas, Rencana Induk Pengembangan Olahraga Prestasi di Indonesia 1997-2007(1998:24), menjelaskan, “Secara umum sistem dan mekanisme pemanduan bakat yang ada belum sepenuhnya berbasiskan IPTEK olahraga seperti anthropometri, biomekanika, ilmu psikologi, atau parameter medic yang harus dipenuhi bagi cabang olahraga tertentu.” Konsekuensi dari makna pelatihan adalah bahwa program pelatihan harus direncanakan sebaik-baiknya sehingga tercapai tarap efektivitas dan efisiensi
13
yang memadai. Dalam proses melatih, dua orang bekerjasama untuk meningkatkan kualitas prestasi. Kedua orang tersebut adalah atlet dan pelatih. Atlet adalah seorang profesional yang tugasnya adalah berlatih agar performanya meningkat, sedangkan pelatih adalah seorang profesional yang tugasnya membantu atlet dan tim dalam memperbaiki penampilan olahraganya. Sukses tidaknya sebuah kerja sama ini tentunya ditentukan oleh persyaratan-persyaratan tertentu yang dituntut dari masing-masing pihak. Pelatih harus selalu membina dirinya dan memperkaya perbendaharaan pengetahuannya dari sumber-sumber yang paling mutakhir. Karena kompetisi olahraga sudah berskala antar bangsa, maka pelatih juga harus memiliki wawasan yang bersifat global. Menurut Rusli Lutan, dkk (1999: 3) kehadiran seorang atlet untuk mengikuti program pelatihan mengandung dua makna penting yang perlu dihayati secara mendalam oleh para pembina/pelatih yaitu: Pertama, penyerahan diri dari pihak atlet atas dasar rasa percaya kepada para pelatih bahwa yang bersangkutan akan memperoleh kemajuan atau perubahan ke arah yang lebih baik. Kedua, penyerahan diri itu menuntut tanggung jawab dan jaminan dari pihak pembina bahwa segala bentuk pengorbanan atlet itu tidak akan sia-sia, melainkan mendatangkan manfaat baik bagi perkembangan karier olahraganya maupun bagi kesejahtraan hidupnya Namun perkembangan tersebut tidak akan terjadi dengan sendirinya, melainkan harus dibina berlandaskan prinsip-prinsip pembinaan. Artinya, pelatih harus menyadari, apa tujuan yang ingin dicapai dan apa tugas-tugas latihan yang harus dikerjakan atlet dan kemudian bagaimana menyampaikan tugas itu sehingga menimbulkan hasil dan dampak yang optimal.
Selanjutnya Rusli Lutan, dkk. (1999:4) mengemukakan bahwa sasaran pembinaan atlet tertuju pada 5 aspek penting yang harus dimiliki oleh seorang atlet juara, yakni:
14
1. Sikap mental terhadap pelaksanaan pelatihan, meliputi (1) kesediaan untuk melaksanakan kerja keras sebagai syarat mutlak untuk sukses, (2) kesiapan menerima kepemimpinan pelatih dan (3) kesiapan untuk menjalin kerja sama dalam sebuah tim. 2. Kualitas mental, mencakup (1) kemampuan memikul dan mengatasi stress, (2) kemampuan memotivasi diri, (3) pengendalian diri, (4) ketekunan dan ketabahan, dan (5) kecepatan dan kejernihan pikiran dalam membuat putusan. 3. Efektivitas teknik yang mencakup penguasaan keterampilan dalam cabang olahraga dayung yang didukung oleh koordinasi yang halus. 4. Efektivitas keterampilan taktis, mencakup kemampuan untuk menerapkan teknik yang sesuai dengan keadaan yang berubah-ubah.
Berdasarkan latar belakang permasalahan bahwa Pusat Pendidikan dan Latihan Olahraga Pelajar (PPLP) yang belum banyak menunjang pada pembentukan skuad nasional senior elit yang akan dipersiapkan pada berbagai multievent regional maupun internasional dan performa atlet tersebut merupakan hasil dari suatu proses pembinaan dari dua orang yang bekerjasama untuk meningkatkan kualitas
prestasi
yaitu
atlet dan pelatih, maka peneliti
mengemukakan judul: “Profil efektivitas pembinaan pada Pusat Pendidikan dan Latihan Olahraga Pelajar (PPLP) cabang olahraga dayung serta kompetensi kepemimpinan dan kepelatihan Pelatih.”
Penelitian ditujukan untuk mencari
gambaran atau pofil performa atlet dayung rowing yang berkaitan dengan fisik, teknik, keadaan mood, dan aspek penentu prestasi serta kompetensi kepelatihan dan kepemimpinan pelatih pada Pusat Pendidikan dan Latihan Olahraga Pelajar (PPLP) cabang olahraga dayung rowing. Dengan demikian akan terdapat profil atau gambaran efektivitas pembinaan pada Pusat Pendidikan dan Latihan Olahraga Pelajar (PPLP) cabang olahraga dayung rowing yang dilakukan oleh pelatih serta kompetensi kepemimpinan dan kepelatihan pelatihnya itu sendiri.
15
B. Rumusan Masalah Esensi pembinaan yang dilakukan oleh pelatih adalah membantu atlet dalam mengembangkan kemampuan dasar yang paling pokok, yakni kemampuan fisik, kemampuan teknik, kemampuan taktis, dan kualitas mental. Kemampuan atlet tersebut tercermin dalam kualitas kinerja yang ditampilkannya dalam perlombaan/pertandingan.
Dengan demikian pembinaan oleh pelatih dapat
dikatakan efektif, apabila mampu meningkatkan kualitas kinerja atlet-atletnya. Hasil pengamatan peneliti di beberapa Pusat Pendidikan dan Latihan Olahraga Pelajar (PPLP) cabang olahraga dayung, ditemukan kasus yang sama, yaitu jumlah atlet yang mampu promosi ke jenjang yang lebih tinggi sangat kecil, bahkan ada beberapa Pusat Pendidikan dan Latihan Olahraga Pelajar (PPLP) yang sudah berusia di atas lima tahun
belum mampu mengangkat prestasi
atletnya ke jenjang kejuaraan nasional junior sekalipun, yang seharusnya menjadi jenjang menuju prestasi tertinggi. Pada sisi yang lain, para pembina olahraga dayung di tingkat daerah dan nasional sangat berharap banyak munculnya atletatlet usia dini berpromosi ke jenjang yang lebih tinggi lewat jalur Pusat Pendidikan dan Latihan Olahraga Pelajar (PPLP). Penelitian ini difokuskan pada masalah bagaimana profil atau gambaran efektivitas pembinaan yang tercermin dalam performa fisik, teknik, profil keadaan mood, dan aspek penentu prestasi pada Pusat Pendidikan dan Latihan Olahraga Pelajar (PPLP) cabang olahraga dayung rowing serta kompetensi kepelatihan dan kepemimpinan pelatih.
16
Untuk memberikan gambaran tentang profil efektivitas pembinaan yang dilakukan oleh pelatih pada Pusat Pembinaan dan Latihan Pelajar cabang olahraga dayung serta kompetensi kepelatihan dan kepemimpinan pelatih, diperlukan acuan penelitian yang akan dibahas secara rinci, dalam bentuk paradigma penelitian di bawah ini.
PELATIH
KOMPETENSI KEPEMIMPINAN
KOMPETENSI KEPELATIHAN
PROSES
PERFORMANCE
ATLET PROFIL FISIK
PROFIL TEKNIK
PROFIL KEADAAN MOOD
PROFIL FAKTOR PENENTU PRESTASI
Bagan 1.5 Paradigma Penelitian Untuk itu maka rumusan masalah dari penelitian ini dapat dirumuskan dalam bentuk pertanyaan penelitian yaitu sebagai berikut: a. Bagaimana profil efektivitas pembinaan yang tercermin dalam performa fisik, teknik, profil keadaan mood, dan aspek penentu prestasi atlet putra yang bergabung pada Pusat Pendidikan dan Latihan Olahraga Pelajar (PPLP) cabang olahraga dayung rowing?
17
b. Bagaimana profil efektivitas pembinaan yang tercermin dalam performa fisik, teknik, profil keadaan mood, dan aspek penentu prestasi atlet putri yang bergabung pada Pusat Pendidikan dan Latihan Olahraga Pelajar (PPLP) cabang olahraga dayung rowing? c. Bagaimana profil kompetensi kepemimpinan pelatih dayung rowing yang bergabung pada Pusat Pendidikan dan Latihan Olahraga Pelajar (PPLP) cabang olahraga dayung rowing? d. Bagaimana profil kompetensi kepelatihan pelatih dayung rowing yang bergabung pada Pusat Pendidikan dan Latihan Olahraga Pelajar (PPLP) cabang olahraga dayung rowing? e. Bagaimana profil efektivitas pembinaan yang tercermin dalam performa fisik, teknik, profil keadaan mood, dan aspek penentu prestasi atlet putra serta kompetensi kepemimpinan pelatih pada Pusat Pendidikan dan Latihan Olahraga Pelajar (PPLP) cabang olahraga dayung rowing? f. Bagaimana profil efektivitas pembinaan yang tercermin dalam performa fisik, teknik, profil keadaan mood, dan aspek penentu prestasi atlet putri serta kompetensi kepemimpinan pelatih pada Pusat Pendidikan dan Latihan Olahraga Pelajar (PPLP) cabang olahraga dayung rowing? g. Bagaimana profil efektivitas pembinaan yang tercermin dalam performa fisik, teknik, profil keadaan mood, dan aspek penentu prestasi atlet putra serta kompetensi kepelatihan pelatih pada Pusat Pendidikan dan Latihan Olahraga Pelajar (PPLP) cabang olahraga dayung rowing?
18
h. Bagaimana profil efektivitas pembinaan yang tercermin dalam performa fisik, teknik, profil keadaan mood, dan aspek penentu prestasi atlet putri serta kompetensi kepelatihan pelatih pada Pusat Pendidikan dan Latihan Olahraga Pelajar (PPLP) cabang olahraga dayung rowing?
C. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah untuk mendapat gambaran yang lebih jelas mengenai profil performa atlet dayung rowing menyangkut performa fisik, teknik, keadaan mood, dan aspek penentu prestasi serta kompetensi kepemimpinan dan kepelatihan pelatih pada Pusat Pendidikan dan Latihan Olahraga Pelajar (PPLP) cabang olahraga dayung rowing. Dengan demikian akan terdapat gambaran profil efektivitas pembinaan yang dilakukan pelatih dengan kompetensi yang dimilikinya pada atlet yang tergabung dalam Pusat Pendidikan dan Latihan Olahraga Pelajar (PPLP) cabang olahraga dayung. Tujuan penelitian ini dapat diuraikan lebih rinci ke dalam tujuan-tujuan sebagai berikut: a. Untuk mengetahui profil efektivitas pembinaan yang tercermin dalam performa fisik, teknik, profil keadaan mood, dan aspek penentu prestasi atlet putra yang bergabung pada Pusat Pendidikan dan Latihan Olahraga Pelajar (PPLP) cabang olahraga dayung rowing. b. Untuk mengetahui profil efektivitas pembinaan yang tercermin dalam performa fisik, teknik, profil keadaan mood, dan aspek penentu prestasi atlet putri yang bergabung pada Pusat Pendidikan dan Latihan Olahraga Pelajar (PPLP) cabang olahraga dayung rowing.
19
c. Untuk mengetahui profil kompetensi kepemimpinan pelatih dayung rowing yang bergabung pada Pusat Pendidikan dan Latihan Olahraga Pelajar (PPLP) cabang olahraga dayung rowing. d. Untuk mengetahui profil kompetensi kepelatihan pelatih dayung rowing yang bergabung pada Pusat Pendidikan dan Latihan Olahraga Pelajar (PPLP) cabang olahraga dayung rowing. e. Untuk mengetahui profil efektivitas pembinaan yang tercermin dalam performa fisik, teknik, profil keadaan mood, dan aspek penentu prestasi atlet putra serta kompetensi kepemimpinan pelatih pada Pusat Pendidikan dan Latihan Olahraga Pelajar (PPLP) cabang olahraga dayung rowing. f. Untuk mengetahui profil efektivitas pembinaan yang tercermin dalam performa fisik, teknik, profil keadaan mood, dan aspek penentu prestasi atlet putri serta kompetensi kepemimpinan pelatih pada Pusat Pendidikan dan Latihan Olahraga Pelajar (PPLP) cabang olahraga dayung rowing. g. Untuk mengetahui profil efektivitas pembinaan yang tercermin dalam performa fisik, teknik, profil keadaan mood, dan aspek penentu prestasi atlet putra serta kompetensi kepelatihan pelatih pada Pusat Pendidikan dan Latihan Olahraga Pelajar (PPLP) cabang olahraga dayung rowing. h. Untuk mengetahui profil efektivitas pembinaan yang tercermin dalam performa fisik, teknik, profil keadaan mood, dan aspek penentu prestasi atlet putri serta kompetensi kepelatihan pelatih pada Pusat Pendidikan dan Latihan Olahraga Pelajar (PPLP) cabang olahraga dayung rowing.
20
D. Metode Penelitian Penelitian ini berusaha mengungkapkan profil efektivitas pembinaan pada Pusat Pembinaan dan latihan Pelajar (PPLP) cabang olahraga dayung serta profil kompetensi kepemimpinan dan kepelatihan pelatih. Profil efektivitas pembinaan tersebut dapat tergambarkan dari kemampuan dan keterampilan yang dicapai oleh atlet yang berlatih, menyangkut performa fisik, teknik, keadaan mood, dan aspek penentu prestasi. Kemudian profil kepemimpinan pelatih tergambarkan aspek manajemen diri, memimpin orang lain, manajemen tugas, inovasi, dan tanggung jawab social. Sedangkan profil kepelatihan tergambarkan dalam aspek kepemimpinan, program manajemen, analisis performa, rencana dan desain latihan, desain program, dukungan latihan, dan dukungan pertandingan. Selanjutnya untuk memperoleh profil efektivitas pembinaan pada Pusat Pembinaan dan latihan Pelajar (PPLP) cabang olahraga dayung serta profil kompetensi kepemimpinan dan kepelatihan pelatih, digunakan metode deskriptif. Pada dasarnya, penelitian deskriptif memusatkan perhatian kepada masalahmasalah aktual pada saat penelitian dilaksanakan, kemudian menganalisis datadata yang berhasil dikumpulkan dari responden.
E. Lokasi dan Sampel Penelitian Untuk menyusun sampai dengan menganalisis data sehingga mendapatkan gambaran yang sesuai dengan apa yang diharapkan dalam penelitian ini diperlukan sumber data. Pada umumnya sumber data dalam penelitian disebut populasi dan sampel penelitian. Populasi adalah sekumpulan unsur yang akan
21
diteliti, seperti sekumpulan individu, sekumpulan keluarga, dan sekumpulan unsur lainnya. Dari sekumpulan unsur tersebut diharapkan akan memperoleh informasi yang berguna untuk memecahkan masalah penelitian. Populasi penelitian ini meliputi keseluruhan aspek pelaksanaan pembinaan pelatih dan atlet Pusat Pendidikan dan Latihan Olahraga Pelajar (PPLP) cabang olahraga dayung Rowing di Indonesia. Dengan demikian yang menjadi anggota populasi adalah 10 pelatih, 14 atlet putri dan 20 atlet putra yang tersebar diseluruh Pusat Pendidikan dan Latihan Olahraga Pelajar (PPLP) yang ada di Indonesia. Sampel dalam penelitian ini menggunakan teknik total sampling.