BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Thesis ini menganalisis pelaksanaan program RASDA di Kabupaten Kulonprogo, Daerah Istimewa Yogyakarta, sebagai sebuah desain baru dalam sistem bantuan pangan pemerintah kepada masyarakat berpenghasilan rendah melalui Program RASKIN. Penelitian difokuskan untuk menemukan faktor-faktor yang menjadi penyebab program RASDA di Kabupaten Kulonprogo belum berjalan sesuai harapan, melalui penelusuran pada implementasi program tersebut. Analisis dilakukan berdasar data-data temuan di lapangan dengan didukung oleh data-data sekunder yang tersedia, sebagai bagian dari evaluasi pelaksanaan program. Isu pokok yang menjadi latar belakang penelitian ini adalah adanya berbagai persoalan yang tidak kunjung terselesaikan dalam pelaksanaan Program RASKIN. Sebagai salah satu program penanggulangan kemiskinan oleh pemerintah, keberhasilan Program RASKIN diukur dengan indikator 6 tepat (6T) yaitu tepat sasaran, tepat jumlah, tepat mutu, tepat waktu, tepat harga dan tepat administrasi. Pada kenyataannya, selama belasan tahun pelaksanaan Program RASKIN, keberhasilan program masih sulit untuk diwujudkan. Berbagai kajian menunjukan bahwa implementasi Program RASKIN dengan penyaluran beras ke Rumah Tangga Sasaran Penerima Manfaat (RTS-PM) di berbagai daerah banyak
1
terjadi penyimpangan yang mengakibatkan program RASKIN menjadi tidak efektif. Hasil penelitian Lembaga Penelitian SMERU (2012) menyimpulkan bahwa masih terdapat berbagai kelemahan pelaksanaan Program RASKIN sehingga indikator 6T sebagai acuan kinerja keberhasilan program masih belum tercapai. SMERU mengindikasikan beberapa persoalan yang ditemui yaitu: (a) RASKIN masih belum mencakup seluruh rumah tangga miskin yang ada, banyak rumah tangga yang tidak miskin dapat membelinya dan bahkan kerap dilakukan mekanisme bagi rata; (b) umumnya RTS-PM menerima beras dengan jumlah yang lebih kecil dari ketentuan karena RASKIN dibagi juga ke rumah tangga diluar kuota yang telah ditentukan; (c) umumnya RTS-PM membayar RASKIN dengan harga lebih tinggi dari ketentuan di titik distribusi karena menanggung biaya penyaluran; (d) penyaluran RASKIN tidak sesuai dengan frekuensi distribusi yang ditentukan, adanya praktek penggiliran, waktu penyaluran yang tidak pasti, keterbatasan
dana,
kurangnya
informasi
dan
kemungkinan
adanya
penyelewengan; (e) terdapat RASKIN yang kualitasnya tidak baik; dan (f) sistem pemantauan hanya sampai titik distrubusi dan tidak mampu menjangkau persoalan hingga beras diterima rumah tangga. Sementara itu, Komisi Penanggulangan Korupsi (KPK, 2013) juga menyampaikan hasil temuan lembaga tersebut terkait Program RASKIN ini. KPK menganggap program subsidi ini tidak dapat memenuhi 6T sebagai indikator
2
efektivitas program.1 Persoalan klasik yang ditemukan diantaranya adalah: terkait kesesuaian data penerima manfaat; sistem bagi rata yang menyebabkan beras yang diterima RTS-PM terdaftar menjadi lebih sedikit dari ketentuan; harga tebus yang lebih tinggi dari ketentuan; keterlambatan penyaluran; dan kualitas beras yang buruk. Disamping itu juga terdapat persoalan terkait lemahnya sistem pengawasan dan pengendalian program. Kesimpulannya kemudian adalah bahwa Program RASKIN yang dijalankan pemerintah tidak efektif sehingga perlu untuk dilakukan desain ulang pada program tersebut. Persoalan-persoalan pada Program RASKIN memunculkan isu terkait perlu tidaknya program tersebut dilanjutkan. Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (PMK), Puan Maharani, pada akhirnya memutuskan bahwa pemerintah akan melanjutkan program beras murah yang diperuntukkan untuk membantu rakyat miskin (raskin).2 Sementara itu, pemerintah akan terus mencari alternatif kebijakan lain, termasuk menjadikan RASDA sebagai sebuah desain baru dari Program RASKIN tersebut. Desain ulang yang dilakukan pada Program RASKIN ini menjadi bagian dari usaha pemerintah dalam proses merumuskan kebijakan yang efektif dan efisien bagi masyarakat. Program RASKIN pada awalnya merupakan program darurat sebagai bagian dari jaring pengaman sosial dalam membantu masyarakat
1
disampaikan pimpinan KPK Busyro Muqoddas pada Kamis (3/4) di Gedung KPK, Jakarta, saat pemaparan Hasil Kajian RASKIN. Sumber: www.kpk.go.id,03/04/2014 2
Hal itu disampaikan Menko PMK Puan Maharani seusai memimpin rapat koordinasi bersama Menteri Koordinator Perekonomian Sofyan Djalil di Jakarta, Rabu, 14 Januari 2015. Hadir dalam rapat tersebut Menteri Sosial Khofifah Indar Parawansa dan Direktur Utama Perum Bulog Lenny Sugihati. Sumber: www.rmol.co
3
termiskin dalam memenuhi kebutuhan pangan. Namun pada perkembangan selama belasan tahun berjalan, program ini dimasukan sebagai bagian perlindungan sosial dan menjadi program rutin pemerintah untuk mengatasi kesulitan dalam pemenuhan kebutuhan pangan bagi masyarakat miskin.3 Kebijakan subsidi pangan ini bertujuan untuk mengurangi beban pengeluaran masyarakat miskin melalui pemenuhan sebagian kebutuhan pangan pokok dalam bentuk beras (Pedoman Umum RASKIN 2015). Disamping itu, program RASKIN ini juga dijalankan untuk menjaga stabilitas harga beras dan gabah serta bagian dari strategi pemerintah dalam mendorong peningkatan produksi padi. Dari hasil beberapa survey BPS dalam SUSENAS, jumlah sasaran Program RASKIN pada tahun 2002 adalah 15,16 jt Rumah Tangga Miskin (RTM) sasaran program sejumlah 9,79 juta RT atau 64,7% dari RTM. Kemudian di tahun 2008, jumlah RTM meningkat menjadi 19,10 juta dengan proporsi sasaran program sebesar 100% dari RTM terdata. Mulai tahun 2008 inilah pertama kali proporsi sarasan program mencapai 100% dari RTM, yang diikuti pada tahuntahun berikutnya. Selanjutnya dari tahun 2008 sampai dengan tahun 2014, jumlah sasaran program relatif mengalami penurunan seiring dengan penurunan jumlah RTM yang terdata di BPS. Meskipun begitu, jumlah penerima manfaat untuk seluruh Indonesia pada tahun 2014 masih berada pada angka 15,53 juta RTM. Data tersebut menunjukan bahwa jumlah sasaran Program RASKIN ini tidak
3
Program Raskin pertama kali dicetuskan sejak terjadi krisis 1998 dengan nama Operasi Pasar Khusus (OPK) yang dilatarbelakangi oleh melambungnya harga pangan waktu itu. Pada perkembangannya kemudian, program ini berubah nama dengan nama Program Beras Untuk Masyarakat Miskin (Raskin) sejak tahun 2002 . Sumber : www.bulog.co.id
4
mengalami penurunan yang signifikan dari awal implementasi program sampai dengan saat ini. Tabel 1.1: Sasaran Program RASKIN
Tahun
Jumlah RTM
Sasaran Program (RTS-PM)
% dr RTM
2002
15.135.361
9.790.000
64,7
2003
15.746.843
8.580.313
54,5
2004
15.746.843
8.590.804
54,6
2005
15.791.884
8.300.000
52,6
2006
15.503.295
10.830.000
69,9
2007
19.100.905
15.781.884
82,6
2008
19.100.905
15.746.843
100,0
2009
18.497.302
18.497.302
100,0
2010
17.488.007
17.488.007
100,0
2011
17.488.007
17.488.007
100,0
2012
17.488.007
17.488.007
100,0
2013
15.530.897
15.530.897
100,0
2014
15.530.897
15.530.897
100,0
Sumber: SUSENAS BPS dalam SMERU, 2012 diolah
Dalam pelaksanaan distribusi beras RASKIN, ketepatan sasaran penyaluran menjadi salah satu kendala serius. Data BPS dalam SUSENAS Triwulan I 2013 menunjukan bahwa subsidi beras dalam Program RASKIN dinikmati oleh 31,23 juta Rumah Tangga (RT) dari 15,5 juta RTS-PM yang terdaftar.4 Beras RASKIN sebenarnya hanya diperuntukan untuk dua golongan
4
disampaikan oleh Kepala BPS, Suryamin, di Jakarta, Kamis 2 Januari 2014. Sumber www.merdeka.com
5
rumah tangga termiskin saja (golongan Q1 dan Q2) dengan jatah 15 kilogram. Dari sebanyak 12,5 juta RTS di golongan Q1 (termiskin) baru 9,41 juta RTS (75%) yang menerima dengan rata-rata bulanan 13,79 kg. Dari 12,68 juta RTS di golongan Q2 yang menerima 8,4 juta RTS (66,27 %) dengan jumlah rata-rata 13,31 kg. Sementara itu, masyarakat di golongan Q3, Q4 dan Q5 yang seharusnya tidak berhak menerima, justru menerima masing-masing: 6,8 juta RTS (54,25%) dari golongan Q3; 4,88 juta RTS (38,6%) dari dari golongan Q4; dan 1,71 juta (13,63%) dari golongan Q5. Akan tetapi, meskipun penyaluran beras RASKIN dianggap tidak tepat sasaran dan berpotensi menciptakan ketergantungan masyarakat, satu hal yang dapat dilihat bahwa kebijakan ini bermanfaat bagi masyarakat luas. Banyaknya persoalan yang timbul dalam implementasi Program RASKIN, berimplikasi pada terganggunya agenda pemerintah dalam mengatasi persoalan publik yang ada. Jika hal tersebut terus dibiarkan tentu saja akan menimbulkan kerugian yang semakin besar bagi masyarakat. Menurut Purwanto dan Sulistyastuti (2012:5), setidaknya ada 2 kerugian yang ditimbulkan dari terjadinya kegagalan implementasi kebijakan dan program, yaitu: (1). Kerugian secara finansial, dimana kegagalan ataupun penyimpangan implementasi kebijakan dan program yang telah menyerap dana publik, dan; (2). Kerugian akibat hilangnya kesempatan dalam mengimplementasikan kebijakan lain yang lebih bermanfaat bagi masyarakat. Disinilah kemudian penting untuk mencari alternatif kebijakan lain untuk mengatasi persoalan yang ada. Program RASDA, yang diinisiasi di Kabupaten Kulonprogo ini, menjadi salah satu alternatif desain 6
baru Program RASKIN, sekaligus sebagai jawaban solusi dari berbagai persoalan Program RASKIN yang sudah berjalan. Desain ulang Program RASKIN dalam program RASDA adalah dengan memodifikasi sistem program di sektor hulu, yaitu dalam pemenuhan pengadaan beras yang dipasok oleh petani lokal melalui Gapoktan. Program RASDA ini melibatkan berbagai stakeholder baik pemerintah, swasta dan Kelompok Masyarakat (Pokmas) serta Lembaga Sosial Masyarakat (LSM). Hal ini sejalan dengan konsep pemerintahan jaringan yang menjadi semakin populer akhir-akhir ini, seiring semakin meluasnya konsep good governance di dunia dalam mewujudkan jaringan tata pemerintahan yang baik. Taschereau dan Campos (1997; UNDP,1997 dalam Thoha, 2007) menyebutkan bahwa jaringan tata pemerintahan yang baik merupakan kondisi yang menjamin adanya proses kesejajaran, kesamaan, kohesi, dan keseimbangan peran serta, adanya saling kontrol yang dilakukan oleh tiga komponen, yaitu pemerintah (government), rakyat (citizen) atau civil society, usahawan (business) yang berada disektor swasta. Pemerintah tidak lagi sebagai aktor tunggal dalam proses kebijakan publik, seiring dengan semakin dilibatkannya masyarakat sebagai lembaga non pemerintah. Program RASDA ini diprakarsai oleh Institute for Promoting Suistainable Livelihood Aproach (InProSuLA), organisasi lokal (LSM) yang berfokus mendorong mata pencaharian berkelanjutan yang berbasis di Yogyakarta (Suara Pembaharuan, Kamis 12 Februari 2015 h.35). InProSuLA sebagai lembaga non pemerintah berkerjasama dengan Pemerintah Kabupaten Kulonprogo, 7
mengintregrasikan perbaikan pelaksanaan Program RASKIN di daerahnya dengan semangat gerakan pembangunan daerah yaitu “Bela Beli Kulonprogo", yang mulai dicanangkan dari tahun 2013. Pemenuhan kebutuhan beras untuk program RASKIN di Kulonprogo dipasok oleh Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan) dari beras yang diproduksi petani lokal. Hal tersebut diharapkan dapat menjawab kebutuhan pangan masyarakat miskin, sekaligus juga meningkatkan kesejahteraan petani lokal yang sebagian juga menjadi bagian dari keluarga miskin. Program RASDA diharapkan tidak saja menjadi solusi dalam mengatasi permasalahpermasalah Program RASKIN yang sudah berjalan, tetapi juga untuk memberdayakan petani-petani lokal dan mendorong terwujudnya kemandirian dan kedaulatan pangan daerah. Keuntungan penggunaan beras yang dihasilkan petani lokal sebagai beras Program RASKIN, antara lain: (a) meningkatkan akses pasar dan pendapatan petani; (b) mendinamisir perekonomian desa dan daerah; (c) menghemat biaya transportasi dan energi serta mengurangi pencemaran; (d) meningkatkan kualitas beras (lebih baik dan segar/baru); dan (e) mengurangi dampak ketergantungan RASKIN yang kontraproduktif dengan pemberdayaan masyarakat.5 Dari sisi petani lokal, pengadaan beras dari produksi petani lokal oleh BULOG akan lebih menjamin akses pasar petani dan juga berpengaruh terhadap kestabilan harga serta mendororong kesejahteraan para petani. Petani juga tidak was-was harga produk mereka anjlok ketika musim panen karena produk mereka dibeli dengan harga
5
Disampaikan oleh tim advokasi InProSuLa dalam workshop policy brief hari Rabu 19 November 2014. Sumber: dipertahut.kulonprogokab.go.id
8
yang bagus. Harga beras di pasaran juga dapat dikendalikan dengan pengaturan tata niaga dengan memotong rantai perdagangan. Program RASDA pada akhirnya diangggap sebagai program unggulan untuk memperbaiki Program RASKIN yang sudah berjalan lama. Desentralisasi memungkinkan pemerintahan di tingkat terbawah dapat mengambil keputusan yang tepat sesuai dengan kondisi sebenarnya di daerah masingmasing. Dalam Program RASKIN ini validitas data di tingkat desa merupakan strategi untuk mengatasi masalah data yang kurang valid. Program RASDA juga memungkinkan masyarakat yang tidak terdaftar dalam RTS-PM, tetapi dalam kondisi sebenarnya layak untuk menerima, dapat ditanggung. Dengan beras lokal ini diharapkan dapat menjadi solusi permasalahan rendahnya mutu beras untuk RASKIN. Pasokan beras dari petani lokal menjamin RTS-PM menerima beras yang lebih baik dan lebih segar daripada beras stok lama yang berasal dari sumber tidak jelas bahkan dari beras impor. Jarak antara hulu dan hilir yang dekat menjadikan biaya distribusi dapat ditekan. Kedekatan jarak tersebut juga memungkinkan pelaksanaan penyaluran beras lebih tepat waktu. Inisiasi pertama dilakukan di Kabupaten Kulonprogo tahun 2013 untuk pelaksanaan di tahun 2014 melalui penandatanganan MoU Nomor 501/7496/ dan 01/12000/XII/2013 tentang kerjasama dalam rangka pengadaan beras program beras miskin Kabupaten Kulonprogo dari produksi petani Kulonprogo melalui Gapoktan. MoU tersebut berisi komitment bersama dalam menyukseskan Program RASDA dan penunjukan Gapoktan lokal sebagai penyedia beras. Akan tetapi dalam pelaksanaanya ternyata, pasokan beras dari Gapoktan belum 9
memenuhi jumlah yang diharapkan untuk mendukung program RASDA ini. Untuk tahun 2014, Gapoktan di Kulonprogo sebagai suplayer beras RASDA sepakat untuk memasok sebanyak 3.600 ton dari total kebutuhan untuk sebanyak 7.700 ton lebih (bkpp.jogjaprov.go.id). Angka tersebut menunjukan bahwa pemenuhan beras untuk RASDA baru sekitar 46,5% dari kebutuhan. Disamping itu, pada awal program re-desain ini dilaksanakan, Gapoktan yang ditunjuk ternyata baru bisa memenuhi kebutuhan beras sebanyak 4.000 ton/bulan sedangkan kebutuhan BULOG untuk Kulonprogo sebanyak 6.600 ton/bulan (berita.suaramerdeka.com, 25/9/2014). Hal itu mengakibatkan 43.000 rumah tangga miskin di Kulonprogo, belum seluruhnya mendapat distribusi RASDA (www.rri.co.id, 26/9/2014). Menjadi penyedia beras untuk RASDA ini menjadi tantangan yang tidak ringan bagi Gapoktan, mengingat pengalaman yang terjadi sebelumnya dalam program penyediaan beras oleh Gapoktan untuk PNS di lingkungan Pemkab Kulonprogo dimana ternyata ada keluhkan pada kualitas berasnya yang kurang baik. Padahal dengan harga yang cukup pantas untuk mendapatkan beras yang baik. Di samping itu juga ada rumor dari masyarakat yang mengindikasikan bahwa tidak semua beras yang diadakan oleh Gapoktan adalah berasal dari daerah Kulonprogo tetapi sebagian berasal dari luar daerah Kulonprogo yang disediakan oleh pedagang. (www.regional.kompasiana.com,14/11/13). Apabila hal tersebut terjadi maka tujuan Program RASDA untuk mengangkat kesejahteraan petani Kulonprogo dikhawatirkan akan sulit terwujud.
10
Permasalahan yang sama juga ditemui pada kualitas beras yang disalurkan di tahun 2015. Tim Koordinasi RASKIN dan Tenaga Kesejahteraan Sosial Kecamatan menemukan setidaknya sebanyak 20% dari sampel beras yang disalurkan ke masyarakat masih berwarna kuning dan remuk, ditemukan di sebagian wilayah di Kulonprogo (tribun.news.com, 9/4/2015). Hal tersebut menunjukan bahwa di awal penerapan RASDA ini ditemui berbagai kendala yang menyebabkan harapan yang besar dalam perbaikan sistem Program RASKIN belum terlihat. Tantangan berat juga dihadapi berkaitan dengan upaya mempertahankan ataupun meningkatkan jumlah produksi beras di Kulonprogo. Persoalan lahan pertanian yang semakin berkurang, hama tanaman yang sering menyerang dan iklim yang sekarang tidak stabil menjadi ancaman tersendiri dari kelangsungan program RASDA ini. Tren penurunan jumlah produksi pertaniain khususnya padi terjadi dari tahun ketahun dan belum mendapatkan solusi yang tepat. Dari data BPS, pada tahun 2013, produksi padi di Kulonprogo tercatat sebanyak 114.702 ton atau mengalami penurunan produksi sebesar 5,18 persen dibandingkan tahun 2012 yang mencapai 135.238 ton (kulonprogokab.bps.go.id). Pelaksanaan RASDA di Kabupaten Kulonprogo yang sampai sekarang masih belum optimal dengan tantangan yang tidak mudah. Hal tersebut menjadi menarik untuk diteliti. Harapan yang besar Program RASDA ini menjadi program yang nantinya akan menggantikan Program RASKIN untuk menjawab kebutuhan pangan masyarakat miskin di Indonesia. Kabupaten Kulonprogo yang akan menjadi pilot project program ini tentu saja akan menjadi acuan pelaksanaan di 11
daerah lain. Keberhasilan RASDA memperbaiki sistem Program RASKIN menjadi harapan bagi lebih dari 15,5 juta keluarga terdaftar penerima program RASKIN di seluruh Indonesia dan keluarga lain yang selama ini terbantu dengan program beras murah dari pemerintah tersebut. 1.2. Rumusan Masalah Berangkat dari latar belakang masalah diatas, penelitian ini menganalisa lebih dalam tentang Program RASDA sebagai upaya re-desain Program RASKIN di Kabupaten Kulonprogo dan pemberdayaan petani lokal. Pertanyaan pokok yang menjadi rumusan masalah dalam penelitian ini yaitu:
“Mengapa Program RASDA di Kulonprogo masih belum optimal?”
Rumusan masalah tersebut kemudian dirinci dalam dua pertanyaan turunan, yaitu: a. Bagaimana pelaksanaan Program RASDA yang ada di Kabupaten Kulonprogo? b. Faktor-faktor apa saja yang menjadi sebab belum optimalnya Program RASDA di Kulonprogo? 1.3. Tujuan Penelitian Penelitian ini akan mencoba mencari jawaban dari rumusan masalah diatas dengan menelaah substansi kebijakan dan lingkungan kebijakan program redesain RASKIN di Kulonprogo. Hal ini dilakukan dengan tujuan: 12
1.
Untuk mengetahui bagaimana pelaksanaan dari Program RASDA di Kabupaten Kulonprogo.
2.
Untuk mengetahui tantangan yang dihadapi Pemerintah dalam Implementasi Program RASDA tersebut.
3.
Untuk mengidentifikasi dan menganalisis faktor-faktor apa saja yang menjadi sebab belum optimalnya Program RASDA di Kulonprogo.
4.
Untuk memberikan masukan langkah-langkah yang tepat dalam upaya optimalisasi Program RASDA sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai.
1.4. Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan nantinya dapat membawa manfaat : 1. Memberi informasi kepada masyarakat tentang adanya program pemerintah dalam menjawab kebutuhan pangan dan pemberdayaan petani lokal. 2. Memberi gambaran dan dorongan kepada aparat pemerintah untuk berinovasi sebagai wujud dari pelaksanaan semangat memajukan masyarakat dalam kerangka desentralisasi. 3. Sebagai bahan masukan kepada stakeholder dalam pengambilann kebijakan terutama kebijakan program RASDA yang direncanakan akan dilaksanakan di daerah-daerah lain di Indonesia. 4. Sebagai bahan masukan kepada praktisi di lapangan yang berhubungan secara langsung maupun tidak langsung dengan Program RASDA. 5. Meningkatkan khasanah keilmuan terutama berkaitan dengan Kebijakan Publik yang dapat dikembangkan lebih lanjut di kemudian hari. 13
1.5. Metode Penelitian 1.5.1
Jenis Penelitian
Jenis Penelitian yang digunakan dalam penelitian ini yaitu penelitian kualitatif dengan metode deskriptif dan dilengkapi dengan analisis data-data sekunder. Penelitian kualitatif sendiri merupakan prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis maupun lisan dari orang dan perilaku yang dapat diamati. Seperti apa yang disampaikan Moleong (2004:6), bahwa penelitian kualitatif adalah penelitian yang bermaksud untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh subyek penelitian secara holistik dan secara deskriptif dalam bentuk kata-kata dan bahasa, pada suatu konteks khusus yang alamiah dengan memanfaatkan beberapa metode alamiah. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan pendekatan kualitatif dalam mendeskripsikan hasil eksplorasi dan klarifikasi pelaksanaan Program RASDA di Kabupaten Kulonprogo. Penelitian ini juga menggambarkan secara rinci dan mendalam mengenai kondisi yang sebenarnya terjadi berdasar fakta di lapangan dengan sejumlah kerangka proses dalam menjawab persoalan yang ada melalui pemaparan, penuturan, penafsiran dan analisis pelaksanaan program tersebut. Sementara itu menurut Nawawi (2003:63), metode deskriptif dapat diartikan sebagai prosedur pemecahan masalah yang diselidiki dengan menggambarkan/melukiskan keadaan subyek/obyek penelitian pada saat sekarang berdasar fakta-fakta yang tampak sebagaimana adanya. Metode deskriptif merupakan representasi obyektif tentang gejala-gejala yang terdapat dalam masalah, diwujudkan dengan membandingkan persamaan dan perbedaan gejala 14
yang ditemukan, mengukur dimensi suatu gejala, mengadakan klasifikasi gejala, menilai gejala, menetapkan standar, menetapkan hubungan antar gejala-gejala yang ditemukan dan lain-lain. Dengan begitu, diperoleh informasi yang lebih dalam yang penting sebagai bahan analisis dalam penelitian ini. 1.5.2
Lokasi Penelitian Pengambilan lolasi penelitian dilakukan dengan menggunakan prinsip
purposive dimana lokasi yang diambil disesuaikan dengan kebutuhan yang ada. Lokasi yang dipilih adalah Kabupaten Kulonprogo, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Hal ini didasarkan pada beberapa pertimbangan sebagai berikut: 1. Kabupaten Kulonprogo merupakan tempat inisiasi pertama kali dalam mendesain ulang Program RASKIN menjadi RASDA Kulonprogo ini. 2. Kabupaten Kulonprogo diajukan sebagai pilot project re-desain Program RASKIN Nasional melalui Program RASDA ini. 3. Pemerintah
Kabupaten
Kulonprogo
berkomitmen
kuat
dalam
pemberdayaan masyarakat lokal dan pengentasan kemiskinan sesuai dengan semangat gerakan “Bela Beli Kulonprogo” yang dicanangkan. 4. Kabupaten Kulonprogo merupakan satu dari sekian daerah yang mampu mempertahankan surplus produksi beras. 5. Kabupaten Kulonprogo memiliki penduduk yang sebagian besar bergantung pada sektor pertanian. 6. Sebagian penerima manfaat Program Raskin di Kabupaten Kulonprogo adalah petani.
15
1.5.3
Teknik Pemilihan Sumber Data Data yang digunakan dalam penelitian ini merupakan gabungan dari data
primer dan data sekunder. Data primer didapat secara langsung dari lapangan memalui observasi, wawancara langsung dengan informan. Sedangkan data sekunder bersumber dari dokumen-dokumen yang relevan dengan kebutuhan penelitian ini. Untuk mendapatkan data-data tersebut, peneliti menentukan sumber berdasarkan prinsip purposive, untuk menentukan fihak-fihak sebagai titik awal penentuan informan, berangkat dari aktor-aktor yang terkait dan berkepentingan dalam Program RASKIN dan inisiasi Program RASDA. Kemudian, dalam pemilihan informan selanjutnya, peneliti menggunakan teknik snowball dimana informan sebelumnya diminta menunjukan sumber-sumber lain yang relevan untuk dapat memberikan informasinya. Titik awal dimulai dari: 1. Pemerintah yang terdiri dari Dinas Pertanian dan Kehutanan Kulonprogo,
Dinas
Sosial
Tenaga
Kerja
dan
Transmigrasi
Kulonprogo, dan Badan Pemberdayaan Perempuan dan Masyarakat DIY. 2. Perum BULOG Divisi Regional D.I. Yogyakarta. 3. Asosisasi Gapoktan Kulonprogo. 4. InProSuLa, sebagai LSM yang mengawal kebijakan desain ulang Program RASKIN. 5. Petani lokal, baik sebagai RTS-PM maupun tidak. 6. Rumah Tangga Miskin (RTM), baik yang terdaftar maupun tidak. 16
1.5.4
Teknik Pengumpulan Data Dalam penelitian ini, pengumpulan data dari sumber data menggunakan
teknik sebagai berikut: 1. Observasi Langsung Obsevasi langsung dilakukan dengan mengamati dan mencatat peristiwa–peristiwa terkait yang tampak baik secara sistematik atau non sistematik di tempat terjadinya peristiwa tersebut. Observasi dilakukan di Kabupaten Kulonprogo dan di Provinsi DIY, khususnya di lokasi-lokasi yang berhubungan dengan pelaksanaan Program RASDA. Observasi juga dilakukan untuk mengamati bekerjanya sistem baru program RASKIN yang dibangun. Observasi yang dilakukan antara lain mengikuti rapat-rapat koordinasi, pemantauan penyaluran Beras di Titik Distribusi (TD) dan Titik Bagi (TB), proses pengadaan beras di Gapoktan, observasi asal beras, dan pemantauan-pemantauan kegiatan lain yang terkait. Hasil observasi berupa catatan-catatan dan dokumentasi gambar yang relevan sebagai bahan analisis. 2. Wawancara mendalam Wawancara dilakukan untuk menggali informasi dari informan yang ditemui, dengan bertanya langsung baik secara bertatap muka dalam wawancara mendalam, maupun menggunakan sarana teknologi yang ada berupa penggunaan saluran telefon untuk menggali informasiinformasi pendukung yang bersifat konfirmasi. Data-data yang 17
didapat berupa informasi lisan yang meliputi pengalaman dan kelakuan informan termasuk sikap, pandangan, pendapat dan harapan-harapanya. Dalam wawancara, peneliti menggunakan tenik terstruktur maupun tidak terstuktur. Teknik terstruktur disini yaitu dimana peneliti telah menyiapkan daftar informasi yang akan digali dari informan yang akan dituju sebelum melakukan wawancara. Sementara teknik tidak terstruktur dilakukan dengan spontanitas pada saat bertemu dengan fihak-fihak yang dirasa mempunyai informasi penting bagi penelitian terutama untuk melakukan uji validitas data dari informasi yang telah diperoleh sebelumnya. Wawancara terstuktur dilakukan dengan beberapa informan yang sudah ditentukan sebelum wawancara berlangsung, sehingga peneliti dapat mempersiapkan poin-poin minimal informasi yang akan digali. Akan tetapi dalam wawancara, komunikasi dilakukan dengan sealamiah mungkin seperti layaknya obrolan biasa. Disini peneliti juga melakukan pengamatan terkait gaya bahasa, intonasi dan gestur untuk mengetahui lebih dalam makna informasi yang disampaikan sebelum melakukan validasi informasi dengan sumber yang lain. Dari wawancara yang dilakukan, peneliti mendapatkan 12 orang informan kunci dari berbagai fihak, yaitu informan yang lebih mengetahui banyak tentang informasi yang dibutuhkan dimana informasi tersebut mempunyai tingkat kebenaran yang tinggi setelah 18
dilakukan validasi. Sementara informan yang didapat dari teknik tidak terstruktur berjumlah 31 informan, diluar informan kunci yang disebut diatas. 3. Dokumentasi Teknik ini dilakukan dengan menelaah dan memanfaatkann dokumen-dokumen berupa literatur, gambar, foto, laporan hasil penelitian, arsip, berita media, dan lain-lain yang relevan, baik berupa hardcopy maupun softcopy dari sumber yang kredibel. Dokumen-dokumen tersebut diperoleh instansi-instansi pemerintah maupun dari informan lain yang ditemui di lapangan antara lain berasal dari Dinas Pertanian dan Kehutanan, Dinas Sosnakertran, Perum BULOG, BPS dan melalui telusur data-data yang relevan di media / internet. 1.5.5
Waktu Penelitian Penelitian dilakukan pada Bulan November 2015 sampai dengan Bulan
Januari 2016. Program RASDA sendiri di Kabupaten Kulonprogo telah berjalan 2 (dua) tahun, yaitu mulai dilaksankan pada Januari 2014. 1.5.6
Uji Validitas Data Untuk menjamin validitas data yang didapat, peneliti melakukan uji
validitas dengan menggunakan teknik triangulasi. Cara yang digugunakan antara lain: 1. Melakukan wawancara secara mendalam dalam waktu dan kesempatan berbeda pada beberapa informan baik secara langsung maupun 19
mengunakan saluran telefon untuk memastikan konsistensi informasi yang diberikan oleh informan bersangkutan. 2. Melakukan uji silang informasi dari seorang informan dengan informan yang lain yang relevan sesuai dengan informasi yang ingin digali. Teknik ini dilakukan untuk memastikan bahwa informasi yang diperoleh merupakan informasi obyektif yang didasarkan pada fakta yang sebenarnya, bukan merupakan opini sefihak dari informan yang bersangkutan. 3. Mencari informasi tambahan melalui observasi langsung dan dokumentasi serta pengumpulan data-data sekunder guna memperkuat validitas data yang didapat dan untuk memastikan kesesuaian antara informasi yang didapat dengan apa yang terjadi dilapangan. 1.5.7
Teknik Analisa Data Dalam mengolah dan menganalisasa data, penulis menggunakan analisis
interaktif, berdasar langkah menurut Sutopo H.B. ( 2002:96), yang terdiri dari: 1. Reduksi Data, dimana penulis melakukan seleksi, pemfokusan, penyederhanaan dan abstraksi data yang bertujuan untuk mempertegas, menyederhanakan dan memfokuskan data serta menyeleksi data-data yang diperlukan. Dalam pengambilan data di lapangan, terkadang peneliti menemukan data dan fakta-fakta menarik untuk ditelusuri lebih jauh seputar obyek penelitian. Tetapi, data-data tersebut tidak semua relevan terhadap tujuan penelitian. Disini pentingnya peneliti melakukan reduksi data 20
untuk memilah data sesuai dengan misi dari penelitian yang dilakukan yaitu untuk menjawab pertanyaan penelitian yang telah dirumuskan. Pemilihan juga dilakukan pada data-data yang dirasa penting untuk dilakukan validasi dan penelusuran lebih lanjut berdasar analisaanalsisa data yang dilakukan selama proses penelitian. 2. Display data, merupakan proses penyajian data yang dilakukan ke dalam bentuk yang sistematis. Mencari benang merah antara data-data yang telah direduksi, sehingga dapat dipahami keterkaitan informasi yang diperoleh dalam penelitian di lapangan sebagai bahan analisis yang dilakukan. Untuk memudahkan dalam memahami data yang ada, peneliti juga menggunakan bantuan tabel dan skema serta gambargambar yang relevan. 3. Verifikasi data, merupakan teknik untuk menarik kesimpulan melalui penafsiran-penafsiran data hasil penelitaian.
21