1
BAB I PENDAHULUAN A.
Latar belakang
Akhir-akhir ini di bundaran HI Jakarta Pusat marak dengan aksi demo yang dilakukan para buruh yang meminta pemerintah mencabut ketentuan masalah pelaksanaan outsourcing (= alih daya) di Indonesia. Bahkan aksi ini disambut aksi serupa di beberapa wilayah di Indonesia.1 Demo penolakan sistem alih daya (‘outsourcing’) telah melumpuhkan sebagian besar kawasan industri. Tak terhitung kerugian akibat demo ini. Dalam demo 3 Oktober tahuin 2014 yang lalu, penyisiran dan pemaksaan pekerja agar ikut demo masih terjadi. Padahal, sudah ada larangan dan jaminan dari Kapolri. Salah satu petinggi Serikat Pekerja yang memimpin demo mengatakan akan terus menggerebek pabrik-pabrik yang tidak mau demo. Bahkan, tanpa rasa bersalah ia berkata hanya sedikit pagar pabrik yang dirubuhkan. Polisi yang diharapkan menjaga keamanan dan menghormati pekerja yang tidak mau ikut demo, mendiamkan saja aksi penyisiran dan pemaksaan kehendak.2
Ada apa dengan tenaga alih daya ini? Banyak orang tidak memahami apa yang menjadi akar permasalahan tenaga alih daya ini. Bahkan masyarakat umum lebih mengenal istilah outsourcing daripada tenaga alih daya mengingat mereka mengetahui hal ini dari maraknya demo buruh yang menuntut dihapuskannya tenaga outsourcing. Hal ini
Aji Hoesodo, “Seputar masalah tenaga kerja outsourcing http://www.ajihoesodo.com, diakses pada tanggal 15 Nopember 2014 1
di
Indonesia”
dikutip
dari
Sofyan Wanandi (Ketua Umum DPN APINDO), “Solusi sistem alih daya” dikutip dari http://apindo.or.id, diakses pada tanggal 15 Nopember 2014 2
2
dapat mengakibatkan aksi-aksi demo buruh yang sekarang terjadi sangat rawan sekali untuk ditunggangi oleh kelompok-kelompok tertentu yang tidak bertanggung jawab.
Untuk memahami permasalahan ini maka ada baiknya kita perlu mendalami peraturan-peraturan yang ada yang memuat tentang ketentuan tenaga alih daya..
Pengaturan hukum outsourcing (Alih Daya) di Indonesia diatur dalam UndangUndang Ketenagakerjaan Nomor 13 tahun 2003 khususnya Pasal 64, Pasal 65 (terdiri dari 9 ayat), dan Pasal 66 (terdiri dari 4 ayat).
Pasal 64 adalah dasar dibolehkannya outsourcing. Dalam Pasal 64 dinyatakan bahwa: Perusahaan dapat menyerahkan sebagian pelaksanaan pekerjaan kepada perusahaan lainnya melalui perjanjian pemborongan pekerjaan atau penyediaan jasa pekerja/buruh yang dibuat secara tertulis.
Pasal 65 memuat beberapa ketentuan diantaranya adalah: 1.
penyerahan sebagian pelaksanaan pekerjaan kepada perusahaan lain dilaksanakan melalui perjanjian pemborongan pekerjaan yang dibuat secara tertulis (ayat (1));
2.
pekerjaan yang diserahkan pada pihak lain, seperti yang dimaksud dalam ayat (1) harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut: a.
dilakukan secara terpisah dari kegiatan utama;
b.
dilakukan dengan perintah langsung atau tidak langsung dari pemberi pekerjaan;
c.
merupakan kegiatan penunjang perusahaan secara keseluruhan;
d.
tidak menghambat proses produksi secara langsung. (ayat (2));
3
3.
perusahaan lain (yang diserahkan pekerjaan) harus berbentuk badan hukum (ayat (3));
4.
perlindungan kerja dan syarat-syarat kerja pada perusahaan lain sama dengan perlindungan kerja dan syarat-syarat kerja pada perusahaan pemberi pekerjaan atau sesuai dengan peraturan perundangan (ayat (4));
5.
perubahan atau penambahan syarat-syarat tersebut diatas diatur lebih lanjut dalam keputusan menteri (ayat (5));
6.
hubungan kerja dalam pelaksanaan pekerjaan diatur dalam perjanjian tertulis antara perusahaan lain dan pekerja yang dipekerjakannya (ayat (6))
7.
hubungan kerja antara perusahaan lain dengan pekerja/buruh dapat didasarkan pada perjanjian kerja waktu tertentu atau perjanjian kerja waktu tidak tertentu (ayat (7));
8.
bila beberapa syarat tidak terpenuhi, antara lain, syarat-syarat mengenai pekerjaan yang diserahkan pada pihak lain, dan syarat yang menentukan bahwa perusahaan lain itu harus berbadan hukum, maka hubungan kerja antara pekerja/buruh dengan perusahaan penyedia jasa tenaga kerja beralih menjadi hubungan kerja antara pekerja/buruh dengan perusahaan pemberi pekerjaan (ayat (8)).
Pasal 66 ayat (1) UU Nomor 13 tahun 2003 mengatur bahwa pekerja/buruh dari perusahaan penyedia jasa tenaga kerja tidak boleh digunakan oleh pemberi kerja untuk melaksanakan kegiatan pokok atau kegiatan yang berhubungan langsung dengan proses produksi, kecuali untuk kegiatan jasa penunjang yang tidak berhubungan langsung dengan proses produksi.
Penjelasan Pasal 66 ayat (1) menyatakan bahwa yang dimaksud kegiatan jasa penunjang atau kegiatan yang tidak berhubungan langsung dengan proses produksi adalah
4
kegiatan yang berhubungan di luar usaha pokok (core business) suatu perusahaan. Kegiatan tersebut antara lain: usaha pelayanan kebersihan (cleaning service), usaha penyediaan makanan bagi pekerja/buruh catering, usaha tenaga pengaman (security /satuan pengamanan), usaha jasa penunjang di pertambangan dan perminyakan, serta usaha penyediaan angkutan pekerja/buruh. Kata antara lain pada kalimat “kegiatan tersebut antara lain …..” ini menunjukkan contoh kegiatan usaha yang termasuk kegiatan jasa penunjang.
Pasal 66 ayat (2) menyatakan bahwa perusahaan penyedia jasa untuk tenaga kerja yang tidak berhubungan langsung dengan proses produksi juga harus memenuhi beberapa persyaratan, antara lain: 1.
adanya hubungan kerja antara pekerja dengan perusahaan penyedia jasa tenaga kerja;
2.
perjanjian kerja yang berlaku antara pekerja dan perusahaan penyedia jasa tenaga kerja adalah perjanjian kerja untuk waktu tertentu atau tidak tertentu yang dibuat secara tertulis dan ditandatangani kedua belah pihak;
3.
perlindungan upah, kesejahteraan, syarat-syarat kerja serta perselisihan yang timbul menjadi tanggung jawab perusahaan penyedia jasa pekerja/buruh;
4.
perjanjian antara perusahaan pengguna jasa pekerja/buruh dan perusahaan penyedia jasa pekerja/buruh dibuat secara tertulis.
Penyedia jasa pekerja/buruh merupakan bentuk usaha yang berbadan hukum dan memiliki izin dari instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan.(ayat (3)) Dalam hal syarat-syarat diatas tidak terpenuhi (kecuali mengenai ketentuan perlindungan kesejahteraan), maka demi hukum status hubungan kerja antara pekerja/buruh dan
5
perusahaan penyedia jasa pekerja/buruh beralih menjadi hubungan kerja antara pekerja/buruh dan perusahaan pemberi pekerjaan (ayat (4)).
Dengan demikian inti dari ketiga pasal UU Nomor 13 tahun 2003 diatas menyatakan bahwa: pemberian sebagian pekerjaan yang merupakan kegiatan jasa penunjang yang tidak berhubungan langsung dengan proses produksi oleh suatu perusahaan kepada perusahaan berbentuk badan hukum yang dilakukan melalui perjanjian pemborongan pekerjaan atau perjanjian penyediaan jasa pekerja.
Dilain pihak ada peraturan pemerintah yang melarang bisnis tenaga alih daya untuk pekerjaan di luar jasa keamanan, katering, jasa kebersihan, transportasi, dan jasa pertambangan migas. Peraturan tersebut dikeluarkan menteri taneaga kerja dan transmigrasi dengan Nomor 19 Tahun 2012 pada tanggal 19 Nopember 2012.
Hal ini memang jelas membuat kejutan bagi kalangan industri karena didalam praktek banyak tenaga-tenaga alih daya yang digunakan untuk kegiatan penunjang diluar jasa keamanan, kebersihan, transportasi dan jasa pertambangan migas, seperti di PT. Hutama Harapan Gemilang (PT. "H")
PT. "H" menggunakan tenaga alih daya untuk kegiatan administrasi dikarenakan keluarnya tenaga administrasi perusahaan tersebut secara tiba-tiba tanpa ada pemberitahuan sebelumnya. Hal ini terjadi karena adanya restrukturisasi yang dilakukan perusahaan untuk meningkatkan kinerja Ini adalah salah satu contoh adanya kebutuhan adanya tenaga alih daya untuk kegiatan jasa penunjang diluar jasa keamanan, kebersihan, transportasi dan jasa pertambangan migas.
6
B.
Rumusan Masalah Dalam penelitian ini perumusan masalah dibatasi pada analisis Pasal 64 – 66 UU
No. 13 tahun 2003 dan Permenakertrans Nomor 19 tahun 2012 dengan studi kasus pada PT. "H". Permasalahan yang diteliti dalam penelitian ini adalah:
1.
Bagaimana mekanisme penggunaan tenaga administrasi alih daya antara perusahaan tenaga alih daya dengan pengguna (user)?
2.
Hambatan-hambatan apa saja yang ditemui oleh pengguna (user) dalam menyelesaikan masalah ketenagakerjaan dalam hal perusahaan menggunakan tenaga alih daya?
3.
Upaya hukum apakah yang dapat dilakukan oleh perusahaan sebagai pihak yang berkepentingan agar penyelesaian masalah ketenagakerjaan dapat dilakukan tanpa bertentangan dengan Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi No. 19 tahun 2012?
C.
Tujuan Penelitian 1.
Tujuan Objektif Penelitian ini dilakukan dengan tujuan, sebagai berikut: a.
Mengkaji dan mengetahui mekanisme penggunaan tenaga administrasi alih daya antara perusahaan tenaga alih daya dengan pengguna (user)
b.
Mengkaji dan mengetahui hambatan-hambatan yang ditemukan oleh pengguna (user) dalam menyelesaikan masalah ketenagakerjaan dalam hal perusahaan menggunakan tenaga alih daya.
c.
Mengkaji dan mengetahui upaya hukum yang dapat dilakukan oleh perusahaan sebagai pihak yang berkepentingan agar penyelesaian
7
masalah ketenagakerjaan dapat dilakukan tanpa bertentangan dengan Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi No. 19 tahun 2012.
2.
Tujuan Subjektif Penelitian ini selain dapat menambah pengetahuan dalam bidang tenaga alih daya juga untuk menyelesaikan tugas akhir sebagai salah satu syarat dalam memperoleh gelas Magister Hukum pada program Magister Hukum, Kosentrasi Hukum Bisnis, Universitas Gadjah Mada Yogyakarta.
D.
Manfaat Penelitian 1.
Manfaat Teoritis
Dari segi teoritis, penelitian ini berusaha untuk menganalisa dan menjelaskan kesesuaian antara UU ketenagakerjaan yang berlaku khususnya tentang tenaga alih daya dengan peraturan perundangan dibawahnya yang pada akhirnya dapat memberikan masukan dalam mensinkronisasikan peraturan perundangan tenaga alih daya yang berlaku.
2.
Manfaat Praktis Secara praktis, penelitian ini diharapkan dapat: a)
Memberikan bahan masukan bagi Pemerintah selaku pihak yang mengeluarkan kebijakan dan peraturan dalam upaya menerapkan prinsip keadilan bagi semua pihak.
b)
Menjadi referensi dalam melakukan pekerjaan alih daya yang sesuai dengan perundangan yang berlaku untuk dunia usaha selaku user (pengguna) tenaga alih daya dan perusahaan alih daya (outsourcing)
8
E.
Keaslian Penelitian
Berdasarkan hasil penelusuran kepustakaan diperpustakaan pada berbagai universitas sudah ditemukan beberapa penulisan terkalit alih daya (outsourcing) diantaranya:
1.
Tesis dengan judul “Pelaksanaan Perlindungan Hukum bagi Pekerja Di Perusahaan outsourcing Pasca Putusan MK No. 27/PUU-IX/2011”, ditulis oleh Hans Benardi, S2 Magister Hukum UGM (Yogyakarta), 2013. Esensi penelitian adalah mengenai perlindungan hukum bagi para pekerja di perusahaan outsourcing.
2.
Tesis dengan judul “Analisis Yuridis terhadap Perjanjian Kerjasama antara Perusahaan Penyedia Tenaga Kerja (outsourcing) dengan perusahaan pengguna tenaga kerja”, ditulis oleh Tati Yuliati, S2 Magister Kenotariatan UGM (Yogyakarta), 2009. Penelitian mengambil tema tentang pelaksanaan kontrak kerjasama outsourcing dan perlindungan hukum terhadap pekerja yang di-outsource.
Perbedaan penelitian ini dengan penelitian lainnya, yaitu penelitian ini secara khusus menkaji tentang perlindungan hukum terhadap perusahaan pengguna (user) tenaga alih daya terkait dengan pelaksanaan Permenakertrans Nomor 19 tahun 2012.
Dengan demikian dapat dikatakan bahwa penelitian ini telah memenuhi keaslian penelitian.