1
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Ketenagakerjaan khususnya tenaga kerja alih daya (outsourcing) merupakan sesuatu yang menarik, menarik dalam arti konsep tersebut memenuhi kebutuhan kedua belah pihak yakni para pencari kerja dan perusahaan. Para pencari kerja mendapatkan pekerjaan, di sisi lain perusahaan mendapatkan karyawan yang tidak terlalu membebani perusahaan terutama dari sisi pekerjaan administrasi. Ada beberapa pengertian tentang alihdaya (outsourcing) sebagai berikut : Outsourcing atau alihdaya adalah merupakan proses pemindahan tanggung jawab tenaga kerja dari perusahaan induk ke perusahaan lain di luar perusahaan induk. Perusahaan di luar perusahaan induk bisa berupa vendor, koperasi ataupun instansi lain yang diatur dalam suatu kesepakatan tertentu1 Outsourcing adalah pemindahan atau pendelegasian beberapa proses bisnis kepada suatu badan penyedia jasa, dimana badan penyedia jasa tersebut melakukan proses administrasi dan manajemen berdasarkan definisi serta kriteria yang telah disepakati oleh para pihak2 Dari pengertian tersebut dapat disarikan adanya beberapa faktor penting dalam suatu proses outsourcing yaitu : 1. Adanya suatu pekerjaan ; 2. Pemindahan tanggungjawab yang mengerjakan ; 3. Kesepakatan antara para pihak.
1
Prijambada Komang dan Maharta Agus Eka, 2008, Outsourcing Versus Serikat Pekerja? (An Introduction To Outsourcing), Alihdaya Media Network, Jakarta
2
Yasar Irtida, 2009, Merancang Perjanjian Outsourcing, Penerbit PPM, Jakarta
2
Dalam tata hukum di Indonesia perihal alihdaya (outsourcing) ditaur dalam Undang-Undang Ketenagakerjaan Nomor 13 Tahun 2003 Pasal 64, 65 dan 66. Pasal 64 mengandung dasar diperbolehkannya kegiatan alihdaya (outsourcing) dikatakan dalam pasal 64 ini bahwa Perusahaan dapat menyerahkan sebagian pelaksanaan
pekerjaan
kepada
perusahaan
lainnya
melalui
perjanjian
pemborongan pekerjaan atau penyediaan jasa / buruh yang dibuat secara tertulis. Sedangkan dalam Pasal 65 memuat beberapa hal antara lain: a.
Ayat (1) menyebutkan penyerahan sebagaian pekerjaan kepada perusahaan lain dilaskanakan melalui perjanjian pemborongan pekerjaan yang dibuat secara tertulis ;
b.
Ayat (2) menyebutkan bahwa pekerjaan yang diserahkan kepada pihak lain, sebagaimana dimaskud dalam ayat (1) harus memenuhi syaratsyarat sebagai berikut : 1.
Dilakukan secara terpisah dari kegiatan utama;
2.
Dilakukan dengan perintah langsung atau tidak langsung dari pemberi pekerjaan;
c.
3.
Merupakan kegiatan penunjang perusahaan secara keseluruhan;
4.
Tidak menghambat proses produksi secara langsung.
Ayat (3) Perusahaan yang menerima pekerjaan harus berbentuk Badan Hukum
d.
Ayat (4) perlindungan kerja dan syarat-syarat pada perusahaan lain sama dengan perlindungan kerja dan syarat-syarat kerja pada perusahaan perundangan
pemberi
pekerjaan
atau
sesuai
dengan
peraturan
3
e.
Ayat (6) hubungan kerja dalam pelaksanaan pekerjaan diatur dalam perjanjian
tertulis
antara
perusahaan
lain
dan
pekerja
yang
dipekerjakannya f.
Ayat (7) hubungan kerja antara perusahaan lain dengan pekerja/buruh dapat didasarkan pada perjanjian kerja waktu tertentu atau perjanjian kerja waktu tidak tertentu
g.
Ayat (8) jika beberapa syarat tidak terpenuhi, antara lain, syarat-syarat mengenai pekerjaan yang diserahkan kepada pihak lain, dan syarat yang menentukan bahwa perusahaan lain itu harus berbadan hukum, maka hubungan kerja antara pekerja/buruh dengan perusahaan penyedia jasa tenaga kerja beralih menjadi hubungan kerja antara pekerja/buruh dengan perusahaan pemberi kerja.
h.
Hubungan langsung dan masalah perijinan bagi perusahaan penyedia jasanya diatur dalam Keputusan Mentri Tenaga Kerja Republik Indonesia No. Kep.101/Men/VI/2004 Tentang Tata Cara Perijinan Perusahaan Penyedia Jasa Pekerja/Buruh.
Pasal 66 mengatur bahwa pekerja/buruh dari perusahaan penyedia jasa tenaga kerja tidak boleh digunakan oleh pemberi kerja untuk melaksanakan kegiatan pokok atau kegiatan yang berhubungan langsung dengan proses produksi, kecuali untuk kegiatan jasa penunjang yang tidak berhubungan langsung dengan proses produksi Outsourcing menjadi hal sangat penting manakala dilihat dari iklim persaingan usaha yng sangat ketat. Faktor biaya menjadi faktor yang sangat menentukan kelangsungan hidup suatu perusahaan, perusahaan yang bisa menjaga pengeluaran biaya pada titik yang wajarlah yang akan bertahan hidup.
4
Salahsatu yang cukup berpengaruh dalam komponen biaya suatu perusahaan adalah biaya tenaga kerja (BTK), sederhananya jika perusahaan tidak harus mengurusi SDM tertentu maka perusahaan dapat berhemat pada beberapa komponen biaya sehingga BTK secara langsung akan berkurang. Apalagi bagi perusahaan yang sudah terbuka, angka-angka rasio yang mengarah kepada efisiensi biaya akan sangat diperhatikan investor. Namun demikian praktek outsourcing tersebut tidak bisa dilihat dalam jangka pendek, karena jika kita perhatikan malah akan ada pengeluaran biaya tambahan dengan melakukan outsourcing tersebut, yakni adanya kewajiban membayar apa yang disebut dengan Management Fee kepada perusahaan penyedia jasa tenaga kerja yang dipakai. Jika dalam jangka panjang dan dalam perspektif yang lebih luas maka akan terlihat sisi efisiensinya yakni dari sisi pengelolaan SDM dengan jumlah yang sedikit maka akan diperlukan tenaga yang lebih sedikit pula untuk mengelola SDM dari sisi ini akan ada penghematan SDM, dari sisi organisasi dengan berkurangnya SDM yang ada maka organisasi akan lebih ramping sehingga hemat dalam proses operasional, dan yang palin utama adalah dengan melakukan alih daya tenaga kerja yang bukan tenaga kerja bisnis inti maka perusahaan akan lebih fokus dalam menjalankan bisnisnya sehingga dapat berkompetisi dengan perusahaan pesaing. Perusahaan membutuhkan karyawan guna menjalankan roda Perusahaan, namun berkenaan dengan kemampuan daya saing perusahaan serta eksistensi kelangsungan suatu badan usaha (perusahaan) mempunyai keterkaitan dengan kebijakan pemerintah yang dituangkan dalam bentuk peraturan perundang-undangan yang melingkupi dan atau mengatur kegiatan usaha dari perusahaan dimaksud.
5
Berangkat dari pemikiran tersebut di atas, maka penulis berasumsi bahwa terdapat korelasi pengaruh antara kebijakan yang dikeluarkan pemerintah dalam bentuk peraturan perundang-undangan dengan kemampuan daya saing perusahaan, termasuk diantaranya adalah perusahaan-perusahaan yang sebagian sahamnya dimiliki oleh Negara Republik Indonesia atau Badan Usaha Milik Negara. Badan Usaha Milik Negara (BUMN) adalah badan usaha yang seluruh atau sebagian besar modalnya dimiliki oleh Negara melalui penyertaan secara langsung yang berasal dari kekayaan negara yang dipisahkan. Bentuk BUMN terdiri atas perusahaan perseroaan (persero) dan perusahaan umum (perum). Perusahaan perseroaan yang merupakan BUMN adalah perusahaan yang berbentuk perseroaan terbatas yang modalnya terbagi dalam saham yang seluruh atau paling sedikit 51 % sahamnya dimiliki oleh Negara Republik Indonesia yang tujuan utamanya mengejar keuntungan. Maksud dan tujuan pendirian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) sebagaimana dinyatakan dalam Pasal 2 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 adalah: 1. Memberikan sumbangan bagi perkembangan perekonomian nasional pada umumnya dan penerimaan Negara pada khususnya. 2. Mengejar keuntungan. 3. Menyelenggarakan kemanfaatan umum berupa penyediaan barang dan/atau jasa yang bermutu tinggi dan memadai bagi pemenuhan hajat hidup orang banyak 4. Perintis kegiatan-kegiatan usaha yang belum dilaksanakan oleh sektor swasta dan Koperasi
6
5. Turut aktif memberikan bimbingan dan bantuan kepada pengusaha golongan ekonomi lemah, Koperasi, dan masyarakat.
PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk. , (selanjutnya disebut PT. BRI), sebagai BUMN tentunya tidak terlepas dari maksud dan tujuan didirikannya BUMN. Dengan pertimbangan antara lain penataan struktur kepegawaian maka dan dengan mengacu kepada Undang-Undang Ketenagakerjaan N0. 13 tahun 2003 PT BRI mulai tahun 1999 menerapkan system outsourcing dalam memenuhi kebutuhan pekerjanya dengan suatu harapan akan lebih mudah dalam mengelola administrasi secara keseluruhan mengingat bahwa dengan system outsourcing maka PT BRI akan terlepas dari kewajiban-kewajiban administrasi pekerja karena pekerja ouitsourcing segala urusan administrasinya tidak dikelola oleh PT BRI tapi dikelola oleh perusahaan-perusahaan yang merupakan vendor penyedia tenaga kerja maupun pemborong pekerjaan dari BRI. Dengan demikian secara struktur kepegawaian menjadi lebih bagus karena secara jumlah cukup banyak pekerjaan yang dialihdayakan dan dari sisi biaya pun akan menjadi lebih baik karena BTK menjadi tereduksi. Namun demikian ternyata dalam prakteknya kondisi tersebut tidak bisa berjalan secara ideal, pada masa-masa awal menjalankan sistem tersebut boleh dikatakan pegawai yang mengerjakan pekerjaan yang dialihdayakan tersebut hanya beralih status saja segala kerepotan adminitrasi masih dirasakan oleh PT BRI. Hal tersebut bisa dimaklumi mengingat kedua belah pihak yakni PT BRI maupun vendor masih baru dalam menjalankan praktek tersebut, belum lagi masalah lainnya seperti penggajian, pendidikan dan karir yang pada akhirnya merepotkan PT BRI selaku penerima jasa. Cara pandang terhadap outsourcing terutama dari
7
sisi pegawai memberi andil dalam pengelolaan outsourcing selanjutnya. Cara pandang dimaksud adalah para pegawai terutama pegawai yang mengerjakan pekerjaan administrasi pada awalnya mengetahui tentang status sebagai pegawai outsourcing namun seiring dengan berjalannya waktu mereka mulai menuntut supaya bisa diterima sebagai pegawai kontrak langsung dibawah BRI sebagai pintu masuk untuk menjadi pegawai tetap, kondisi ini tentu diluar harapan BRI di awal pada saat mulai menerapkan system outsourcing dan ini menjadi masalah berkepanjangan karena pada saat tuntutan tersebut tidak dipenuhi itu menjadi alas an pgawai tersebut untuk mengundurkan diri sehingga cukup mengganggu. Dari sisi kesiapan kerja juga menjadi masalah karena hampir tidak ada vendor yang bisa menyiapkan pegawai yang siap bekerja, BRI harus mendidik mereka terlebih dahulu sebelum mereka ditempatkan dimasing-masing unit kerja. Menjadi hal yang dilematis manakala pegawai tersebut sudah dididik dan bisa bekerja dengan baik dan terampil ketika ada tawaran lebih bagus dari perusahaan lain mereka dengan mudah untuk keluar yang pada gilirannya BRI harus kembali mendidik pegawai baru pengganti supaya pekerjaan bisa diselesaikan dengan baik. Terjadinya hal-hal tersebut mendorong BRI untuk mengatur secara lebih serius tentang pengelolaan pegawai outsourcing terlebih lagi dengan dikeluarkannya Peraturan Bank Indonesia (PBI) No. 13/25/PBI/2011 yang berlaku mulai 9 Desember 2011 yang mengatur lebih rinci lagi pekerjaan-pekerjaan apa saja yang bisa diisi oleh pegawai outsourcing semakin meneguhkan BRI untuk membentuk satu unit kerja khusus selevel divisi yang mengurus segala sesuatu yang berhubungan dengan pegawai kontrak dan outsourcing karena BI merupakan regulator dalam bidang perbankan maka BRI tentunya harus patuh terhadap
8
ketentuan tersebut. Berdasarkan PBI tersebut bank hanya dapat melakukan alih daya (outsourcing) atas pekerjaan penunjang pada alur kegiatan pendukung usaha bank yang merupakan kegiatan-kegiatan yang menunjang operasional usaha. Pemberlakuan ketentuan dalam PBI ini mengharuskan BRI mengalihkan kurang lebih 36.000 pegawai outsourcing pada jabatan frontliner (CS dan Teller) dari semula pegawai outsourcing menjadi pegawai kontrak BRI dengan segala implikasinya. Hal tersebut menunjukkan betapa pentingnya pegawai outsourcing didalam tata kelola kepegawaian BRI. Untuk itu, penelitian ini akan mengkaji permasalahan yang berkenaan dengan diberlakukannya UU No. 13/2003 Tentang Ketenagakerjaan khususnya pasal 64, 65 dan 66 serta Peraturan Bank Indonesia No. 13/125/PBI/2011 Tentang Prinsip kehati-hatian bagi Bank Umum yang mengalihkan sebagain pekerjaannya kepada pihak ketiga di perbankan khususnya di PT BRI (Persero) Tbk. B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, maka dapat dirumuskan permasalahan yang akan dijadikan obyek penelitian sebagai berikut :
a. Bagaimana
implikasi
diberlakukannya
UU
No.
13/2003
Tentang
Ketenagakerjaan khususnya Pasal 64,65 dan 66 serta Peraturan Bank Indonesia No. 13/125/PBI/2011 Tentang Prinsip Kehati-hatian bagi Bank Umum yang mengalihkan sebagian pekerjaannya kepada pihak ketiga khususnya di PT. BRI (Persero) Tbk. Terhadap kebijakan pengelolaan pegawainya? b. Apakah ketentuan Pasal 64, 65 dan 66 UU No. 13/2003 Tentang Ketenagakerjaan dan Peraturan Bank Indonesia No. 13/125/PBI/2011
9
merupakan suatu kebijakan yang memenuhi rasa keadilan dan kemanfaatan bagi stakeholder? c. Dapatkah pegawai outsourcing berubah status menjadi pegawai tetap (organik) BRI berdasarkan dua ketentuan diatas?
C. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian adalah dalam untuk memperoleh informasi dan fakta yuridis atas hal-hal sebagaimana tersebut di bawah ini, yaitu: 1. Mendapatkan dan mengetahui impilikasi ketentuan UU No. 13/2003 Tentang Ketenagakerjaan khususnya pasal 64, 65 dan 66 serta Peraturan Bank Indonesia No. 13/125/PBI/2011 Tentang Prinsip kehati-hatian bagi Bank Umum yang mengalihkan sebagain pekerjaannya kepada pihak ketiga di perbankan khususnya di PT BRI (Persero) Tbk. Terhadap kebijakan pengelolaan pegawainya. 2. Mengetahui apakah Ketentuan pasal 64, 65 dan 66 UU No. 13/2003 Tentang Ketenagakerjaan dan Peraturan Bank Indonesia No. 13/125/PBI/2011 merupakan suatu kebijakan yang memenuhi rasa keadilan dan kemanfaatan bagi stakeholder ? 3. Kapan pegawai outsourcing berubah status menjadi pegawai tetap (organik) BRI berdasarkan dua ketentuan diatas?
D. Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan memberikan manfaat sebagai berikut : 1. Manfaat teoritis, sebagai sumbangan pemikiran dalam bidang ilmu hukum khususnyabidang ketenagakerjaan, sehingga diharapkan dapat menjadi
10
salahsatu referensibagi para peneliti lainatau pemerhati masalah hukum ketenagakerjaandan perbankan untuk dapat dikembangkan lebiih lanjut. 2. Manfaat praktis, sebagai masukan bagi pembuat kebijakan hukum maupun praktisi hukum dan perbankan, untuk pemahaman dan pengembangan kedepan. E. Keaslian Penelitian F. Sistimatika Penulisan Dalam penulisan hasil penelitian tesis ini, akan disajikan dan diuraikan dengan sistematika sebagai berikut: Bab I Merupakan Bab Pendahuluan yang menjelaskan tentang Latar Belakang Permasalahan, Perumusan Masalah, Tujuan Penelitian, Manfaat Penelitian, Metode Penelitian dan Sistematika Penulisan. Bab II Merupakan Bab Tinjauan Pustaka yang berisi tentang teori-teori dan konsepkonsep mengenai ketenagakerjaan, alih daya pekerjaan serta aspek-aspek hukum yang berkaitan dengan ketenagakerjaan khususnya masalah outsourcing (alih daya pekerjaan). Teori-teori dan konsepsi-konsepsi yang diuraikan pada bab ini, mendasari pembahasan hasil penelitian yang diperoleh dari riset di lapangan yang mengacu pada pokok permasalahan yang diuraikan dalam Bab I. Teori-teori dan konsepsikonsepsi tersebut diperoleh dari buku-buku dan literatur hukum serta buku atau literatur lain yang berkaitan dengan pokok pembahasan tesis ini. Bab III
11
Merupakan Bab Hasil Penelitian dan Analisis. Bab ini berisi hasil penelitian yang berhubungan dengan permasalahan yaitu: 1. Tentang konsep outsourcing (alih daya pekerjaan) dan prakteknya di lingkungan Kanwil BRI Jakarta 2 dan kemudian membandingkan dengan ketentuan yang telah dikeluarkan oleh pihak regulator, sehingga diharapkan mendapat gambaran yang konkret mengenai konsep dan perbedaan diantara keduanya. 2.
Menjelaskan mengenai proses pelaksanaan outsourcing (alih daya pekerjaan) beserta dengan aspek hukum yang berkenaan yang telah berjalan di lingkungan Kanwil BRI Jakarta 2 dan kemudian membandingkan dengan teori hukum dan ketentuan yang berlaku dalam hukum positif.
3. Bab IV Merupakan Bab Penutup dari tesis ini, berisi kesimpulan dan saran-saran. kesimpulan merupakan tujuan akhir dari penelitian tesis ini dan kesimpulan merupakan landasan untuk mengembangkan saran-saran.