1
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Rumah sakit adalah sebuah industri jasa yang mempunyai beragam masalah ketenagakerjaan, antara lain masalah keselamatan dan kesehatan kerja. Tenaga Kerja di rumah sakit berisiko terkena penyakit akibat kerja dan kecelakaan kerja sesuai jenis pekerjaannya (Wichaksana, 2002). Bahaya potensial di rumah sakit yang disebabkan oleh faktor biologi, faktor kimia, faktor ergonomi, faktor fisik, faktor psikososial dapat mengakibatkan penyakit dan kecelakaan kerja bagi pekerja, pengunjung, pasien dan masyarakat di lingkungan sekitarnya dan pekerja rumah sakit juga mempunyai risiko yang tinggi terjadi Penyakit Akibat Kerja (PAK) dan Kecelakaan Akibat Kerja (KAK) sehingga perlu adanya standar perlindungan bagi pekerja yang ada di rumah sakit (Kemenkes RI, 2010). Pekerja di rumah sakit sangat bervariasi dari segi jenis maupun jumlahnya dalam melaksanakan tugasnya selalu berhubungan dengan berbagai bahaya potensial, bila tidak diantisipasi dengan baik dan benar dapat menimbulkan dampak negatif keselamatan dan kesehatannya, yang pada akhirnya dapat mempengaruhi produktivitas kerjanya. Produktivitas kerja yang rendah pada akhirnya berdampak pula terhadap pelayanan kesehatan yang diberikan oleh rumah sakit. Melihat kondisi tersebut sudah sewajarnya masyarakat pekerja rumah sakit menjadi sasaran prioritas program Kesehatan dan Keselamatan Kerja (Hamurwono, 2002). Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) merupakan suatu upaya perlindungan kepada tenaga kerja dan orang lain yang memasuki tempat kerja terhadap bahaya
1
2
dari akibat kecelakaan kerja (Tarwaka, 2008). Tujuan Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) adalah mencegah, mengurangi bahkan menihilkan risiko penyakit dan kecelakaan akibat kerja (KAK) serta meningkatkan derajat kesehatan pekerja sehingga produktivitas kerja meningkat (Suardi, 2007). Data dari Massachussetts Departement of Public Health (MDPH) USA pada Maret 2012, dari 98 rumah sakit yang dilakukan surveilans periode Januari sampai Desember 2010, terdapat 2.947 orang pekerja rumah sakit mengalami cedera terkena benda tajam termasuk jarum suntik. Sebanyak 1.060 orang tenaga perawat, 1.078 orang tenaga dokter, 511 orang tenaga teknisi phlebotomi dan sisanya 1119 orang tenaga pelayanan pendukung lainnya, (Davis, 2012). Menurut Center for Desease Control and Prevention (CDC) memperkirakan setiap tahun terjadi 385.000 kejadian luka tusuk akibat jarum suntik dan benda tajam pada tenaga kesehatan di rumah sakit Amerika. Pekerja kesehatan berisiko terpajan darah dan cairan tubuh yang terinfeksi (bloodborne pathogen) dapat menimbulkan infeksi HBV (hepatitis B Virus), HCV (Hepatitis C Virus) dan HIV (Human Immnunodeficiency Virus) yang salah satunya melalui luka tusuk jarum suntik yang dikenal dengan Needlestick Injury (NSI) (CDC, 2008). Dalam laporan Bureau Labor Statistics USA (2009) bahwa tingkat kejadian hilang hari kerja di rumah sakit akibat cedera terpeleset (slip), tersandung (trip) dan terjatuh (fall) (STF) adalah 38,2 per 10.000 karyawan rumah sakit. Dalam aktivitas pekerjaannya, tenaga kesehatan di rumah sakit yang mengalami STF sering terjadi cedera yang serius hingga berakibat : hari kerja hilang, produktivitas berkurang,
3
klaim kompensasi yang mahal dan kemampuan berkurang dalam merawat pasien (NIOSH, 2010). Menurut laporan National Institute for Occupational Safety and Health (NIOSH) 1974-1976 dalam Nasri (2002), hasil survei nasional terhadap lebih 2.600 rumah sakit di USA bahwa setiap rumah sakit terdapat rerata 68 pekerja mengalami cedera dan 6 orang sakit. Cedera yang paling sering terjadi yaitu terkilir (sprain), ketegangan otot (strain), luka tusuk, abrasi, kontusio, cedera punggung, luka bakar dan patah tulang. Sakit yang paling sering adalah gangguan pernapasan, infeksi, dermatitis dan hepatitis. Tahun 1978, California State Department of Industrial Relations dalam Nasri (2002) melaporkan work injury rate di rumah sakit sebesar 16,8 hari kerja hilang per 100 pekerja, disebabkan strain, jatuh dan tergelincir, luka bakar, tertumbuk benda, terpajan zat beracun. Pekerja yang mengalami cedera dan sakit, antara lain perawat, pekerja dapur, maintenance, laundry, cleaning service dan teknisi. Data dari PT. Jaminan Sosial Tenaga Kerja (Jamsostek) pada tahun 2009 menunjukkan, terjadi 3.015 kasus fatal dari sekitar sekitar 8.44 juta jiwa yang aktif tercatat sebagai peserta Jamsostek. Ini berarti pada tahun itu sedikitnya 35 orang per 100.000 tenaga kerja meninggal karena kecelakaan maupun mengalami penyakit akibat kerja (PAK), 145 orang per 100.000 tenaga kerja mengalami cacat menetap, dan 1.145 orang per 100.000 tenaga kerja mengalami kecelakaan (Kurniawidjaja, 2010). Menurut Riyadina (2007) berdasarkan data dari Dewan Keselamatan dan Kesehatan Kerja Nasional (DK3N) menunjukkan bahwa kecenderungan kejadian
4
kecelakaan kerja meningkat dari tahun ke tahun yaitu 82.456 dari kasus di tahun 1999 meningkat menjadi 98.905 kasus di tahun 2000, dan naik lagi mencapai 104.774 kasus pada tahun 2001. Dari kasus-kasus kecelakaan kerja 9,5 % diantaranya (5.476 tenaga kerja) mendapat cacat permanen. Ini berarti setiap hari kerja ada 39 orang pekerja yang mendapat cacat baru atau rerata 17 orang meninggal karena kecelakaan kerja. Undang-Undang No.36 tahun 2009 tentang Kesehatan, khususnya pasal 165 : pengelola tempat kerja wajib melakukan segala bentuk upaya kesehatan melalui upaya pencegahan, peningkatan, pengobatan dan pemulihan bagi tenaga kerja. Berdasarkan pasal diatas maka pengelola tempat kerja di Rumah Sakit mempunyai kewajiban untuk menyehatkan tenaga kerjanya. Salah satunya adalah melalui upaya kesehatan kerja disamping keselamatan kerja. Undang-Undang No 36 tahun 2014 pasal 11 huruf d juga disebutkan bahwa tenaga kesehatan dalam menjalankan praktiknya memperoleh perlindungan atas keselamatan dan kesehatan kerja. Salah satunya adalah melalui upaya kesehatan kerja disamping keselamatan kerja. Rumah Sakit harus menjamin kesehatan dan keselamatan baik terhadap pasien, penyedia layanan atau pekerja maupun masyarakat sekitar dari berbagai potensi bahaya, oleh karena itu
rumah sakit dituntut untuk melaksanakan upaya Kesehatan dan
Keselamatan Kerja (K3) yang dilaksanakan secara terintegrasi dan menyeluruh sehingga risiko terjadinya Penyakit Akibat Kerja (PAK) dan Kecelakaan Akibat Kerja (KAK) di rumah sakit dapat dihindari (Kemenkes RI, 2010). Potensi bahaya di rumah sakit, selain penyakit-penyakit infeksi juga ada potensi bahaya-bahaya lain yang mempengaruhi situasi dan kondisi di rumah sakit,
5
yaitu kecelakaan (peledakan, kebakaran, bencana gempa bumi, kecelakaan yang berhubungan dengan instalasi listrik, dan sumber-sumber cedera lainnya), radiasi, bahan kimia yang berbahaya, gas anestesi, gangguan psikososial dan ergonomi. Semua potensi bahaya tersebut di atas mengancam jiwa dan kehidupan bagi karyawan di rumah sakit, para pasien maupun pengunjung yang ada di lingkungan rumah sakit (Depkes, 2007). Beberapa komponen pelayanan kesehatan di rumah sakit, perawat adalah salah satu tenaga pelayanan kesehatan yang berinteraksi dengan pasien yang intensitasnya paling tinggi dibandingkan komponen lainnya. Perawat sebagai anggota inti tenaga kesehatan yang jumlahnya terbesar di rumah sakit (40-60%) dan dimana pelayanan keperawatan yang diberikan merupakan bagian integral dari pelayanan kesehatan memliki peran kunci dalam mewujudkan Kesehatan dan Keselamatan Kerja di rumah sakit (Depkes, 2003). Salah satu faktor yang bisa membuat pelaksanaan Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) dikelola dengan baik adalah adanya keterlibatan karyawan tentang K3. Keterlibatan menggambarkan persepsi dan sikap yang berhubungan dengan K3 yaitu sejauh mana memandang K3 merupakan hal penting terhadap keberhasilan suatu perusahaan (Setyawati, 2003) Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Wates merupakan Rumah Sakit yang berada di Kabupaten Kulon Progo Propinsi Daerah Istimewa Jogjakarta. Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor: 720/Menkes/SK/VI/2010 tentang Peningkatan Kelas Rumah Sakit Umum Daerah Wates milik Pemerintah Daerah Kabupaten Kulon Progo ditetapkan sebagai RSUD Kelas B Non Pendidikan pada
6
tanggal 15 Juni 2010. Pada 19 Januari 2015 RSUD Wates ditetapkan menjadi RSUD Tipe B Pendidikan dari Kementerian RI. RSUD Wates memiliki 12 pelayanan : 1) Administrasi; 2) Pelayanan Instalasi Bedah Sentral; 3) Pelayanan Instalasi Farmasi; 4) Pelayanan Gizi; 5) Pelayanan Laboratorium Klinik 24 jam; 6) Pelayanan Radiologi; 7) Pelayanan Fisioterapi; 8) Pelayanan Haemodialisa; 9) Pelayanan Tread Mill; 10) Pelayanan Gawat Darurat; 11) Pelayanan Rekam Medik; 12) Pelayanan Medis (RSUD Wates, 2012). RSUD Wates dengan berbagai macam bentuk pelayanannya memiliki berbagai macam masalah Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3), potensi bahaya tersebut bahaya biologi seperti penularan penyakit virus HIV, Hepatitis, TBC. Bahaya kimia dari obat farmasi. Bahaya radiasi sinar X-Ray, bahaya fisik lingkungan kerja, benda tajam, terjatuh, shift kerja, kelelahan, back pain, kecelakaan kerja, ergonomi, kebakaran, gempa dan lainnya. Kecelakaan kerja pada perawat di RSUD Wates merupakan salah satu bentuk masalah K3 yang perlu diupayakan pencegahan dan penanggulangannya. Pengetahuan, sikap dan keterlibatan perawat dalam bidang K3 bagian dari bentuk perilaku berperan dalam pelaksanaan K3 terutama upaya pencegahan dan penanggulangan kecelakaan kerja. Hasil pengamatan awal bulan Juni 2012 dan Desember 2013 pada perawat RSUD Wates ditemukan beberapa hal yaitu adanya 2 orang perawat yang pernah mengalami kejadian terpeleset dan tersandung pada saat bekerja. 2 orang pernah mengaku tertusuk jarum saat bekerja menyuntik pasien. 1 orang perawat yang mengaku belum pernah mengikuti pelatihan K3. Berdasarkan data laporan kecelakaan kerja RSUD tahun 2011, 2012 terdapat 2 orang perawat terpeleset, 1
7
orang perawat terkena jarum suntik, 1 orang pegawai administrasi jatuh terpeleset, 1 orang keluarga pasien ruang Melati tertusuk jarum suntik, dan 1 orang perawat UGD tertusuk jarum suntik (RSUD Wates, 2012). Selama kurun waktu 2013 belum ada laporan kejadian kecelakaan kerja. Tahun 2014 terdapat 1 orang tertusuk jarum yang belum terkontaminasi dengan orang. Berdasarkan survei awal di RSUD Wates dengan melalui proses wawancara kepada 4 orang tenaga perawat diperoleh informasi bahwa diantaranya tenaga perawat belum tahu tentang Kesehatan dan Keselamatan Kerja Rumah Sakit (K3RS), tidak mengetahui tentang prosedur pelaporan kecelakaan kerja dan belum pernah mengikuti kegiatan atau pelatihan yang berkaitan dengan K3RS. Berdasarkan hal tersebut penulis tertarik untuk meneliti mengenai hubungan pengetahuan, sikap, keterlibatan dalam K3 dengan kecelakaan kerja di tempat kerja pada tenaga perawat di RSUD Wates. B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan di atas, maka dirumuskan masalah penelitian adalah sebagai berikut “Adakah hubungan antara pengetahuan, sikap, keterlibatan dalam Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) dengan kecelakaan kerja di tempat kerja pada tenaga perawat di RSUD Wates secara sendiri-sendiri maupun bersama-sama? ”
8
C. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah: “Mengetahui ada tidaknya hubungan antara pengetahuan, sikap, keterlibatan dalam Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) dengan kecelakaan kerja di tempat kerja pada tenaga perawat di RSUD Wates secara sendiri-sendiri maupun bersama-sama.”
D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoretis Bagi ilmu pengetahuan, dari hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan di bidang pendidikan bagi kemajuan ilmu K3, dan sebagai referensi untuk melaksanakan berikutnya, serta memperkaya khasanah ilmu pengetahuan di bidang ilmu kesehatan kerja. 2. Manfaat Praktis Bagi pihak manajemen RSUD Wates, penelitian ini diharapkan dapat meningkatkan kesadaran tentang pentingnya penerapan K3 Rumah Sakit, dalam upaya mencegah terjadinya kecelakaan kerja dan Penyakit Akibat Kerja (PAK) sehingga dapat tercapai efisiensi dan produktivitas yang tinggi. a. Bagi Rumah Sakit Hasil Penelitian ini diharapkan dapat menjadi pertimbangan bagi rumah sakit untuk menentukan langkah-langkah selanjutnya dan dapat dijadikan
9
sebagai acuan pengambilan keputusan khususnya mengenai Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) dalam upaya pencegahan kecelakaan kerja. b. Bagi Penulis Penelitian ini bagi penulis dapat sebagi sarana pembanding antara teori dan praktek yang diterapkan RSUD Wates dan sebagai bahan pembelajaran dalam pelaksanaan Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) khususnya dalam hal kecelakaan kerja. c. Bagi Program Studi Kesehatan Kerja Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan bahan tambahan perbendaharaan perpustakaan yang ada di program Magister Ilmu Kesehatan Kerja dan dapat dijadikan pertimbangan untuk penelitian lebih lanjut dimasa yang akan datang.
10
E. Keaslian Penelitian Tabel 1.1 : Keaslian Penelitian
Peneliti
Tujuan
Jenis Penelitian Variabel Bebas Variabel Terikat
Hasil
Saerang (2012)
Salawati (2009)
Siagian (2009)
Mengetahui tentang perilaku, manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) dengan terjadinya kecelakaan kerja
Mengetahui tentang kepemimpinan, motivasi K3, komitmen manajemen serta keterlibatan tenaga kerja dengan pelaksanaan manajemen K3RS
Cross Sectional
Cross Sectional
Cross Sectional
Pengetahuan umum K3, Sikap penggunaan APD
Perilaku, Manajemen K3
Kecelakaan kerja di tempat kerja Terdapat hubungan antara pengetahuan umum K3, sikap penggunaan APD dengan kejadian kecelakaan kerja di RSUD X Kupang
Kecelakaan kerja
Kepemimpinan, motivasi K3, komitmen manajemen, keterlibatan tenaga kerja Pelaksanaan manajemen K3RS Terdapat hubungan positif yang signifikan antara kepemimpinan, motivasi K3, komitmen manajemen, dan keterlibatan tenaga kerja dengan pelaksanaan manajemen K3RS Keterlibatan Tenaga Kerja
Mengetahui hubungan antara pengetahuan umum K3 dan sikap penggunaan Alat Pelindung Diri (APD) dengan kejadian kecelakaan kerja di tempat kerja.
Persamaan Pengetahuan umum K3 Penelitian
Perbedaan Penelitian
Variabel bebas: Sikap penggunaan APD, Variabel terikat: kecelakaan kerja perawat di RSUD X Kupang, penelitian ini variabel bebas: pengetahuan, sikap, keterlibatan K3 dan variabel terikat kecelakaan kerja perawat RSUD Wates
Adanya hubungan antara perilaku pekerja dengan terjadinya kecelakaan kerja di Laboratorium Patologi Klinik RSU Dr. Zainoel Abidin Aceh Kecelakaan Kerja Variabel bebas: Perilaku pekerja. Variabel terikat: lokasi penelitian Laboratorium Patologi Klinik RSU Dr. Zainoel Abidin Aceh, penelitian ini variable bebas: pengetahuan, sikap, keterlibatan K3, variabel terikat: lokasi RSUD Wates
Variabel bebas: Kepemimpinan, motivasi K3, komitmen manajemen. Variabel terikat: pelaksanaan manajemen K3RS, penelitian ini variabel bebas: pengetahuan, sikap, keterlibatan K3, variabel terikat: kecelakaan kerja