BAB I
PENDAHULUAN 1.1
Latar Belakang Aceh Tamiang merupakan salah satu kabupaten yang ada di Provinsi Aceh.
Kabupaten ini termasuk kabupaten termuda di Provinsi Aceh, karena kabupaten ini adalah hasil pemekaran dari kabupaten Aceh Timur yang diresmikan pada tahun 2002 yang lalu. Kabupaten
ini terletak di perbatasan Aceh dengan
Sumatera Utara. Berada di jalur timur Sumatera yang strategis dan hanya berjarak lebih kurang 250 kilometer dari kota Medan. Masyarakat Aceh Tamiang terdiri dari beberapa suku (etnik) yang mendominasi kabupaten ini. Keseluruhan warga di Tamiang berjumlah 251.914 jiwa. Di antaranya: suku Melayu (60%), suku Jawa (20%), suku Aceh Rayeuk (15%), dan suku lainnya (5%).1 Selain bahasa persatuan Indonesia, bahasa yang paling sering digunakan adalah bahasa Tamiang. Sama seperti daerah lain, Aceh Tamiang memiliki ragam kesenian yang berbeda-beda. Ada beberapa kesenian yang berasal dari kabupaten Aceh Tamiang antara lain: seni tari, seni berpantun, seni bela diri, musik, dan lain-lainnya. Seni tari yang berasal dari Aceh Tamiang antara lain adalah Tari Ula-ula Lembing, Tari Sekapur Sirih, Tari Lindung Bulan, dan tarian-tarian lainnya. Namun dari beberapa tarian tersebut hanya tari Ula-ula Lembing yang merupakan tarian asli yang berasal dari Kabupaten Aceh Tamiang, dan dipandang sebagai ikon dari kebudayaan Aceh Tamiang.
1
Sumber persentase etnik ini berasal dari Kantor Kepala Desa Karang Baru, yang penulis peroleh pada bulan Februari 2015 yang lalu.
1 Universitas Sumatera Utara
Kata Tamiang berasal dari kata Da Miang yang berarti Melayu (Diman, 2003:3). Kata Melayu merupakan istilah yang meluas dan agak kabur. Istilah ini merangkai suku bangsa di Nusantara yang pada zaman dahulu di kenal oleh orang orang Eropa sebagai bahasa dan suku bangsa dalam perdagangan dan perniagaan. Masyarakat Melayu adalah orang orang terkenal dan mahir dalam ilmu pelayaran dan ikut dalam aktifitas perdagangan dan pertukuran barang dan kesenian dari berbagai wilayah didunia (Husein dalam Gea, 2014:2). Dalam buku yang berjudul Kebudayaan Suku Bangsa di Daerah Aceh terbitan tahun 1994 yang ditulis oleh Adnan Abdullah, dikisahkan bahwa nama Tamiang berasal dari julukan orang-orang Pasai terhadap daerah taklukannya, yaitu yang terletak di persimpangan Sungai Simpang Kanan dan Sungai Simpang Kiri. Jadi istilah ini berkait erat dengan eksistensi orang Tamiang dan hubungannya dengan kerajaan Pasai. Masyarakat Melayu di Indonesia menjangkau wilayah sepanjang pesisir timur Sumatera dari Tamiang (Aceh Timur), pesisir Sumatera Utara, Provinsi Riau dan pesisir Jambi serta di Kalimantan Barat. Jumlah Melayu pesisir di Sumatera Utara di tahun 1970 kira kira 1,5 Juta orang menurut (Tengku Lukman Sinar, 2012). Seeorang disebut Melayu apabila dia beragama Islam, dan berbahasa Melayu, dan beradat istiadat Melayu. Adapun adat istiadat Melayu itu adalah adat yang bersendikan syarak dan syarak bersendikan kitabullah. Orang Melayu. Secara kultural dan bukan keturunan (geologis). Secara antropologi masyarakat Mongoloid Melayu Asia Tenggara memiliki sebuah wilayah budaya yang lazim disebut sebagai wilayah budaya Melayu (Malay Culture Area). Wilayah budaya
2 Universitas Sumatera Utara
ini pada masa sekarang terdiri dari pecahan pecahan Negara Indonesia, Malaysia, Singapura, Brunei Darusallam, Thailand, Vietnam, dan Filipina (Tengku Lukman Sinar, 2012). Kelompok ras Melayu dapat digolongkan kepada kumpulan Melayu Polinesia atau ras berkulit coklat yang mendiami gugusan kepulauan Melayu, Polinesia, dan Madagaskar. Gathercole (1983) seorang pakar antropologi Inggris telah melihat bukti bukti arkeologi, linguistik, dan etnologi 2 yang menunjukan bahwa bangsa Melayu-Polinesia ialah golongan pelaut yang pernah menguasai kawasan perairan Pasifik dan Hindia, ia menggambarkan bahwa ras MelayuPolinesia sebagai kelompok penjajah yang dominan pada suatu masa dahulu yang meliputi kawasan yang luas di sebelah barat hingga Madagaskar, di sebelah timur hingga kepulauan Easter, di sebelah utara hingga ke Hawaii dan di sebalah selatan ke Selandia Baru. Demikianlah luasnya bentang budaya wilayah rumpun Melayu (www.melayupolinesia.com) Sejarah menunjukan tentang eksistensi wilayah Tamiang seperti prasasti Sriwijaya, kemudian ada riwayat dari negeri Tiongkok karya Wee Pei Shih yang mencatat keberadaan negeri Kan Pei Chiang (Tamiang), atau Tumihang dalam Kitab Nagarakretagama. 3 Daerah ini juga di kenal dengan nama Bumi Muda Sedia, sesuai dengan nama Raja Muda Sedia yang memerintah wilayah ini selama
2
Etnologi merupakan salah satu dari cabang ilmu antropologi, yang mempelajari tentang berbagai suku bangsa dan aspek kebudayaannya, serta hubungan antara suku bangsa dengan bangsa lainnya. Kata etnologi berasal dari kata etnis yang berarti suku. 3 Kitab Nagarakretagama berjudul asli Desawarnana ditulis oleh Mpu Prapanca adalah merupakan sumber sejarah terpercaya yang terpercaya, karena ditulis pada saat kerajaan Majapahit masih berdiri dibawah pemerintahan Sri Rajasanagara (Hayam Wuruk)
3 Universitas Sumatera Utara
6 tahun (1330-1336). Aspek kultural dan sejarah ini berkait erat dengan Tari Ulaula Lembing. Tarian ini menceritakan tentang seorang pangeran dari Kerajaan Tamiang Hilir yang memiliki kisah cinta yang ditentang orang tua mereka dan pada akhirnya sang pangeran memberanikan diri menyamar jadi seekor ular hanya untuk bertemu dengan sang putri kerajaan Tamiang Hulu. Tarian ini pun menjadi tarian yang paling sering di tampilkan di berbagai acara khusunya Kabupaten Aceh Tamiang. Dari kisah rakyat tentang tari Ula-ula Lembing seperti terurai di atas, penulis tertarik untuk mengambil judul penelitian secara etnomusikologis, tentang tarian Ula-ula Lembing ini. Tarian ini meggambarkan tekad seorang pemuda dalam mengatasi semua halangan untuk menggapai cita-citanya menemui dan mendapatkan kekasih idaman hati dalam membentuk rumah tangga. Di samping itu, digambarkan pula seseorang akan membangun kehidupan baru, harus mampu menempuh halangan dan rintangan, serta mendapatkan restu dari orang tua dan masyarakat. Kesemuanya ini akan tergambar dalam gerak tari Ula- Ula Lembing. Struktur gerak Tari Ula-ula Lembing berdasarkan pengamatan awal penulis di lapangan adalah berurutan menggunakan tujuh ragam gerak sebagai berikut. 1. Gerak silat 2. Niti batang (enjut-enjut kedidi) 3. Tunda-tunda beting 4. Pungku-pungku pangka 5. Endap-endap bincah 6. Gerak silat rebas terbang
4 Universitas Sumatera Utara
7. Salam penutup. Selain itu penari dan penyair (penyanyi) tarian ini dapat diuraikan sebagai berikut. (1) Dua orang penyair yang menyanyikan pantun, dan (2) Sebaiknya terdiri dari 10 orang penari (boleh perempuan, laki-laki atau campuran perempuan dan laki-laki). Penari berpakaian adat suku perkauman Tamiang untuk wanita secara lengkap yang terdiri dari dua kelompok warna yang berbeda misalnya 5 penari berwarna merah dan 5 penari berwarna hijau. Musik tarian ini adalah: (a) musik pengiring terdiri dari gendang, biola, gong dan suling, (b) pantun yang dinyanyikan secara berbalasan. Berdasarkan fenomena kebudayaan tari seperti terurai di atas, maka penulis tertarik mengangkat judul tulisan skripsi dalam rangkaian kuliah di Departemen Etnomusikologi, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Sumatera Utara, yaitu Deskripsi Struktur Gerak dan Musik Pengiring Tari Ula-ula Lembing oleh Sanggar Meuligee Lindung Bulan di Aceh Tamiang. Topik ini sangat relevan dengan disiplin ilmu etnomusikologi dan dibantu dengan disiplin etnokoreologi. Seperti yang penulis ketahui dari pakar etnomusikologi yaitu Merriam yang dimaksud etnomusikologi adalah sebagai berikut.
Ethnomusicology carries within itself the seeds of its own division, for it has always been compounded of two distinct parts, the musicological and the ethnological, and perhaps its major problem is the blending of the two in a unique fashion which emphasizes neither but takes into account both. This dual nature of the field is marked by its literature, for where one scholar writes technically upon the structure of music sound as a system in itself, another chooses to treat music as a functioning part of human culture and as 5 Universitas Sumatera Utara
an integral part of a wider whole. At approximately the same time, other scholars, influenced in considerable part by American anthropology, which tended to assume an aura of intense reaction against the evolutionary and diffusionist schools, began to study music in its ethnologic context. Here the emphasis was placed not so much upon the structural components of music sound as upon the part music plays in culture and its functions in the wider social and cultural organization of man. It has been tentatively suggested by Nettl (1956:26-39) that it is possible to characterize German and American "schools" of ethnomusicology, but the designations do not seem quite apt. The distinction to be made is not so much one of geography as it is one of theory, method, approach, and emphasis, for many provocative studies were made by early German scholars in problems not at all concerned with music structure, while many American studies heve been devoted to technical analysis of music sound (Merriam 1964:3-4).4 Menurut pendapat Merriam seperti kutipan di atas, para ahli etnomusikologi membawa dirinya sendiri kepada benih-benih pembagian ilmu, untuk itu selalu dilakukan percampuran dua bagian
keilmuan yang
terpisah,
yaitu
musikologi dan etnologi [antropologi]. Selanjutnya menimbulkan kemungkinankemungkinan masalah besar dalam rangka mencampur kedua disiplin itu dengan cara yang unik, dengan penekanan pada salah satu bidangnya, tetapi tetap mengandung kedua disiplin tersebut. Sifat dualisme lapangan studi etnomusikologi ini, dapat ditandai dari bahanbahan bacaan yang dihasilkannya. Katakanlah seorang sarjana etnomusikologi menulis secara teknis tentang struktur suara musik sebagai suatu sistem tersendiri. Di lain sisi, sedangkan sarjana lain memilih untuk memperlakukan musik sebagai suatu bagian dari fungsi kebudayaan manusia, dan sebagai bagian yang integral dari keseluruhan kebudayaan. Di dalam masa yang sama, 4
Dalam konteks pendidikan tinggi disiplin etnomusikologi di Indonesia, sebuah buku yang terus populer di kalangan etnomusikologi dunia sampai sekarang ini, dalam realitasnya menjadi “bacaan wajib ” bagi para pelajar dan mahasiswa etnomusikologi seluruh dunia, dengan pendekatan kebudayan, fungsionalisme, strukturalisme, sosiologis, dan lain-lainnya. Buku yang diterbitkan tahun 1964 oleh North Western University di Chicago Amerika Serikat ini, menjadi semacam “karya utama” di antara karya-karya yang bersifat etnomusikologis.
6 Universitas Sumatera Utara
beberapa sarjana dipengaruhi secara luas oleh para pakar antropologi Amerika, yang cenderung untuk mengasumsikan kembali suatu reaksi terhadap aliranaliran yang mengajarkan teori-teori evolusioner difusi, dimulai melakukan studi musik
dalam
dengan
konteks etnologisnya. Di dalam kerja yang
seperti ini, penekanan etnologis yang dilakukan para sarjana ini lebih luas dibanding dengan kajian struktur komponen suara musik sebagai suatu bagian dari permainan musik dalam kebudayaan, dan fungsi-fungsinya dalam organisasi sosial dan kebudayaan manusia yang lebih luas. Hal tersebut telah disarankan secara tentatif oleh Bruno Nettl yaitu terdapat kemungkinan karakteristik "aliran-aliran" etnomusikologi di Jerman dan Amerika, yang sebenarnya tidak persis sama. Mereka melakukan studi etnomusikologi ini, tidak begitu berbeda, baik dalam geografi, teori, metode, pendekatan, atau penekanannya. Beberapa studi provokatif awalnya dilakukan oleh para sarjana Jerman. Mereka memecahkan masalah-masalah yang bukan hanya pada semua hal yang berkaitan dengan struktur musik saja. Para sarjana Amerika telah mempersembahkan teknik analisis suara musik. Dari kutipan di atas tergambar dengan jelas bahwa etnomusikologi dibentuk dari dua disiplin ilmu dasar yaitu antropologi dan musikologi. Walaupun terdapat variasi penekanan bidang yang berbeda dari masing-masing ahlinya. Namun terdapat persamaan bahwa mereka sama-sama berangkat dari musik dalam konteks kebudayaannya. Khusus
mengenai
beberapa
definisi
tentang
etnomusikologi
telah
dikemukakan dan dianalisis oleh para pakar etnomusikologi. Pada tulisan edisi berbahasa Indonesia, Rizaldi Siagian dari Universitas Sumatera Utara (USU)
7 Universitas Sumatera Utara
Medan, dan Santosa dari Sekolah Tinggi Seni Indonesia (STSI) Surakarta, telah mengalihbahasakan berbagai definisi etnomusikologi, yang terangkum dalam buku yang bertajuk Etnomusikologi, tahun 1995, yang diedit oleh Rahayu Supanggah, terbitan Masyarakat Seni Pertunjukan Indonesia, yang berkantor pusat di Surakarta. Dalam buku ini, Alan P. Merriam mengemukakan 42 definisi etnomusikologi dari beberapa pakar, menurut kronologi sejarah dimulai oleh Guido Adler 1885 sampai Elizabeth Hesler tahun 1976.5 Seterusnya untuk mengkaji struktur Tari Ula-ula Lembing yang terdapat dalam kebudayaan masyarakat melayu Aceh Tamiang, yang merupakan media seni gerak yang distilisasi, penulis menggunakan disiplin ilmu yang disebut etnokoreologi. Lebih rinci, yang dimaksud dengan etnokoreologi adalah sebagai berikut.
Ethnochoreology (also dance ethnology, dance anthropology) is the study of dance through the application of a number of disciplines such as anthropology, musicology (ethnomusicology), ethnography, etc. The word, itself, is relatively recent and means, literally, “the study of folk dance”, as opposed to, say, the formalized entertainment of classical ballet. Thus, ethnochoreology reflects the relatively recent 5
Secara rinci buku ini diedit oleh R. Supanggah, diterbitkan tahun 1995, dengan tajuk Etnomusikologi. Diterbitkan di Surakarta oleh Yayasan bentang Budaya, Masyarakat Seni Pertunjukan Indonesia. Buku ini merupakan kumpulan enam tulisan oleh empat pakar etnomusikologi (Barat) seperti: Barbara Krader, George List, Alan P. Merriam, dan K.A. Gourlay; yang dialihbahasakan oleh Santosa dan Rizaldi Siagian. Dalam buku ini Alan P. Merriam menulis tiga artikel, yaitu: (a) “Beberapa Definisi tentang ‘Musikologi Komparatif’ dan ‘Etnomusikologi’: Sebuah Pandangan Historis-Teoretis,” (b) “Meninjau Kembali Disiplin Etnomusikologi,” (c) “Metode dan Teknik Penelitian dalam Etnomusikologi.” Sementara Barbara Krader menulis artikel yang bertajuk “Etnomusikologi.” Selanjutnya George List menulis artikel “Etnomusikologi: Definisi dalam Disiplinnya.” Pada akhir tulisan ini K.A. Gourlay menulis artikel yang berjudul “Perumusan Kembali Peran Etnomusikolog di dalam Penelitian.” Buku ini barulah sebagai alihbahasa terhadap tulisan-tulisan etnomusikolog (Barat). Ke depan, dalam konteks Indonesia diperlukan buku-buku panduan tentang etnomusikologi terutama yang ditulis oleh anak negeri, untuk kepentingan perkembangan disiplin ini. Dalam ilmu antropologi telah dilakukan penulisan buku seperti Pengantar Ilmu Antropologi yang ditulis antropolog Koentjaraningrat, diikuti oleh berbagai buku antropologi lainnya oleh para pakar generasi berikut seperti James Dananjaya, Topi Omas Ihromi, Parsudi Suparlan, Budi Santoso, dan lain-lainnya.
8 Universitas Sumatera Utara
attempt to apply academic thought to why people dance and what it means. It is not just the study or cataloging of the thousands of external forms of dances—the dance moves, music, costumes, etc.— in various parts of the world, but the attempt to come to grips with dance as existing within the social events of a given community as well as within the cultural history of a community. Dance is not just a static representation of history, not just a repository of meaning, but a producer of meaning each time it is produced—not just a living mirror of a culture, but a shaping part of culture, a power within the culture. The power of dance rests in acts of performance by dancers and spectators alike, in the process of making sense of dance… and in linking dance experience to other sets of ideas and social experiences. Ethnologic dance is native to a particular ethnic group. They are performed by dancers associated with national and cultural groups. Religious rituals (ethnic dances) are designed as hymns of praise to a god, or to bring in good fortune in peace or war (Blacking, 1984).
Dari kutipan di atas, dapat diartikan bahwa yang dimaksud etnokoreologi (juga disebut dengan etnologi tari dan antropologi tari) adalah studi tari melalui penerapan
sejumlah
disiplin
ilmu
seperti
antropologi,
musikologi
(etnomusikologi), etnografi, dan lain-lain. Istilah itu sendiri, adalah relatif baru, yang secara harfiah berarti studi tentang tarian rakyat (sebagai lawan dari tari hiburan yang diformalkan dalam bentuk balet klasik). Dengan demikian, etnokoreologi
mencerminkan upaya yang relatif baru dalam dunia akademis
untuk mengkaji mengapa orang menari dan apa artinya. Dalam konteks tersebut para ilmuwan etnokoreologi tidak hanya belajar ribuan tarian yang mencakup gerak, musik iringan, kostum, dan hal-hal sejenis, di berbagai belahan dunia ini, tetapi juga meneliti tarian dalam kegiatan sosial dari suatu masyarakat, serta sejarah budaya tari dari suatu komunitas. Tari bukan hanya representasi statis sejarah, bukan hanya repositori makna, namun menghasilkan makna setiap kali tari itu dihasilkan. Tari bukan hanya cermin hidup suatu budaya, tetapi merupakan bagian yang membentuk budaya, sebagai kekuatan dalam budaya. Kekuatan tari 9 Universitas Sumatera Utara
terletak pada tindakan penampilan penari dan penonton, dalam proses pembentukan rasa dalam tari, dan menghubungkan pengalaman gagasan tari dan wujud sosialnya. Tari juga berkait dengan kelompok etnik tertentu. Tarian ini dilakukan oleh penari yang berhubungan dengan kelompok bangsa
dan
budayanya. Tarian etnik dirancang sebagai himne pujian untuk Tuhan, atau untuk membawa keberuntungan dalam damai atau perang. Hal-hal ini terjadi pula di dalam Tari Ula-ula Lembing dalam kebudayaan masyaraklat Melayu Aceh Tamiang, yang menjadi fokus kajian penulis di dalam skripsi ini.
1.2
Pokok Permasalahan Berdasarkan uraian pada latar belakang di atas maka penulis memutuskan
dua pokok permasalahan yaitu sebagai berikut: 1. Bagaimana struktur gerak Tari Ula-ula Lembing oleh Sanggar Meuligee Lindung Bulan di Aceh Tamiang? 2. Bagaimana struktur melodi dan teks musik pengiring Tari Ula-ula Lembing oleh Sanggar Meuligee Lindung Bulan di Aceh Tamiang?
1.3
Tujuan dan Manfaat Penelitian
1.3.1 Tujuan Penelitian Penelitian sendiri berarti Jelas, Jadi secara umum penelitian bertujuan untuk mengetahui atau menggalih informasi dari objek yang di teliti. Menemukan suatu kesimpulan yang menjadi pemecahan dari suatu masalah yang diteliti anatara lain: 1. Untuk mengetahui bagaimana struktur gerak pada tari Ula-ula Lermbing, pokok ,masalah ini akan melibatkan deskripsi tentang pola
10 Universitas Sumatera Utara
lantai, motif gerak, busana tari, properti tari, dan hal hal sejenisnya yang berkaitan. 2. Untuk mengetahui struktur melodi dan teks musik yang mengiringi tari Ula-ula Lembing. Dalam hal ini akan dikaji melodi utama yang bakan disajikan. Juga syair yang terdapat musik tari Ula-ula Lembing. Untuk melodi akan dikaji mengenai aspek: tangga nada wilayah nada, nada dasar, interval, formula, dan jumlah nada.
1.3.2 Manfaat Penelitian Manfaat yang akan di wujudkan dari pembahasan tentang skripsi ini adalah sebagai berikut: 1. Menambah informasi tentang salah satu kesenian yang ada di aceh yang bernuansa Melayu yang sangat kental. 2. Sebagai bahan informasi bagi pembaca dan masyarakat mengenai kesenian tari Ula-ula Lembing yang berasal dari Provinsi Aceh Kabupaten Aceh Tamiang. 3. Dapat memberikan pemikiran kepada masyarakat bagaimana cara mendeskripsikan tentang seni tari secara jelas.
1.4
Konsep dan Teori
1.4.1 Konsep Konsep atau pengertian, merupakan unsur pokok dari suatu penelitian. R. Merton mendefinisikan sebagai berikut: “konsep merupakan definisi dari apa yang perlu diamati. Seterusnya, konsep menetukan anatara variabel-variabel yang mana
11 Universitas Sumatera Utara
kita ingin menetukan hubungan empiris” (Merton dalam Gea, 1963:83). Kata deskrptif berarti pencarian fakta dengan interpretasi yang tepat (Whitney, 1960:160) Dalam bahasa Indonesia kata tari ini memiliki pengertian sebagai berikut. Tari adalah gerakan badan (tangan dan sebagainya) yang berirama, biasanya diiringi bunyi bunyian (musik, gamelan, dan sebagai nya). Berbagai jenis gendre tari di antara nya adalah tari bedaya, yaitu tari yang di tunjukan oleh wanita pada zaman dahulu, biasanya di istana raja. Kemudian ada pula tari bondan yaitu tari yang ditunjukan oleh seorang penari wanita dengan menginjak kendi. Seterusnya ada tari ekperimental, yaitu tari yang di garap tidak lagi mengunakan pola dan ramuan. Seterusnya ada tari cokek, gambus, inai, kejang, keris, kipas, payung, pencak silat, pendet, piring, rangkas, topeng dan lain lainnya (Kamus Umum Bahasa Indonesia, 2000). Contoh-contoh tari dalam kamus tersebut adalah tari dalam budaya jawa, Melayu, modern, dan kontenporer. Dalam tulisan ini yang penulis maksud dengan tari Ula-ula Lembing adalah salah satu tari kebudayaan Melayu yang berada di Provinsi Aceh yang dipertunjukan bebas untuk acara apa saja. Tarian ini adalah tarian hiburan rakyat yang mengandung unsur mendidik dan agama. Tarian ini mengambarkan tekad putera puteri Tamiang untuk menjalani hidup di Bumi Muda Sedia. Tarian ini di ciptakan dan di beri nama Tarian Ula-ula Lembing yang mempunyai arti Ular itu panjang tapi harus tegar (keras) seperti lembing sehingga sanggup berjalan menyusup sampai tempat tujuan. Syair lagunya dalam bahasa Tamiang Hilir dan terdiri dari pantun pantun rakyat. Penari Ula-ula Lembing memakai pakaian adat Tamiang yang beraneka jenis. Harus dibawakan dengan penjiwaan yang lincah
12 Universitas Sumatera Utara
dan ceria. Tarian ini ditarikan antara 10 sampai dengan 12 orang penari, boleh pria maupun wanita. Menurut Goldsworthy tarian Melayu di dasarkan kepada adat istiadat, dan dibatasi oleh pandangan adat. Para penari wanita di sarankan untuk menjaga kehormatan dan harga dirinya, mereka tidak diperkenankan mengangkat tangan melibihi bahunya, dan tidak diperkenankan menampakan giginya pada saat menari. Mereka tidak boleh mengoyang goyangkan pinggulnya, para penari wanita sebagian besar mengutamakan sopan santun, tidak menantang pandangan penari mitra prianya. Penari wanita mengekspresikan jinak-jinak merpati atau malu malu kucing. Penari wanita gerak gerak nya menghindari penari pria (Goldsworthy, 1979:343) Sejalan
dengan
pendapat
Goldsworthy,
Mohd
Anis
Md
Noor
mengemukakan bahwa salah satu aspek penting dalam mengekspresikan gerak dalam tari tradisional Melayu, adalah berdasarkan kepada kehalusan budi orang orang Melayu. Sebagaimana etnik lain di dunia, tari Melayu juga berdasar kepada estetika masyarakat pendukungnya. Dinamika gerak tari Melayu pada umumnya mengikuti gemulai langkah kaki dan tangan. Pada budaya tari Melayu terdapat pisahan peran ekspresi berdasarkan jenis kelamin. Seorang penari pria mempunyai tata gerak yang berbeda dengan seorang penari wanita. Keaanggunan wanita yang diekspresikan melalui gerak gemulainya dalam tari Melayu, akan lebih alamiah apabila didamping oleh ekspresi sikap gagah penari pria. Dalam tarian berpasangan, gerak gerak yang diekspresikan penari pria adalah melindungi penari wanita. Pada waktu menari berpasangan, penari pria mengitari penari wanita, sebagai ekspresi menjaga penari wanita dari gangguan orang lain. Penari
13 Universitas Sumatera Utara
wanita tidak diperkenankan melangkah terlalu lebar dan lebih menonjol gerakannya di banding penari pria. Penari wanita melakukan gerakan-gerakan yang mengekspresikan kelembutan, yaitu gerak halus sedikit malu-malu. Pinggul penari wanita tidak boleh digoyangkan dengan sesuka hati, sehingga menimbulkan rangsangan erotis bagi yang melihatnya. Hinjut kaki seorang penari wanita tidak boleh terlalu keras dan kuat, sedangkan penari laki-laki melangkah dengan mantap dan pasti. Begitulah sifat tari Melayu darri zaman ke zaman (Mohd Anis Md Noor, 1990:30-32). Tengku Lah Husni (1986) dari Sumatera Utara, mengemukakan secara taksonomis,, tari Melayu Pesisir Timur Sumatera Utara, dapat diklasifikasikan ke dalam tiga konsep gerak: (1) tari, yaitu gerak yang dilakukan oleh lengan dan jari tangan; (2) tandak, yaitu gerak yang dilakukan oleh wajah, leher, lengan, jari tangan, dan kaki; dan (3) lenggang yang berupa gerakan lenggok atau liuk pinggang dan badan yang disertai ayunan tangan dan jari. Bentuk musik pengiring tari disesuaikan dengan dari mana asal tarian tersebut tumbuh dan berkembang, Tari Ula-ula Lembing adalah tarian Melayu, biasanya tarian Melayu hanya menggunakan alat musik pengiring berupa akordion, gendang dan biola Melayu.
1.4.2 Teori Teori merupakan landasan atau kerangka berfikir dalam membahas permasalahan
Sumantri
(1993:143)
mengatakan,
teori
juga
merupakan
penegetahuan ilmiah yang mencakup penjelasan mengenai suatu fakta tertentu dari sebuah disiplin keilmuan. Tanpa teori hanya ada pengetahuan tentang
14 Universitas Sumatera Utara
serangkaian fakta saja, tetapi tidak akan ada ilmu pengetahuan (Koentjaraningrat, 1973:10). Dalam meneliti gerak tari, peneliti akan menganalisis bagaimana gerakangerakan yang terdapat dalam tari Ula-ula Lembing tersebut. Penyusunan gerak dalam seni tari, gerak dari masing-masing penari maupun dari kelompok penari bersama. Ditambah dengan penyesuaian ruang, sinar, warna dan seni sastranya. Semuanya merupakan suatu pengorganisasian seni tari yang disebut koreografi (Djelantik, 1990:23). Dalam hal ini yang dimaksud koreografi adalah gerakangerakan yang dilakukan para penari pada pertunjukan tari Ula-ula Lembing, yang memiliki ciri-ciri khas tertentu dari bentuk tarian etnik lain yang dapat dilihat dan dinikmati oleh pelaku atau penontonnya. Gerakan terpola di dalamnya aturanaturan dan nilai keindahan setempat yang dilakukan secara simbolis. Dalam meneliti gerak tari terdapat teori kinesiologi yang membahas penulisan tari dalam bentuk tulisan. Musik dan tarian merupakan fenomena yang berbeda. Musik hanya sebagai pengiringnya tetapi dapat bergabung apabila terdapat aspek yang sama mengkoordinasikannya. Menurut Priggobroto, musik adalah rangkaian ritmis nada sedangkan tarian adalah rangkaian ritmis dan pola gerak tubuh (Wimbrayardi, 1988:13-14). Musik merupakan audio atau bunyi yang tidak terlihat, dan tari merupakan fenomena audio atau bunyi yang tidak terdengar. Baik musik dan tari bergerak di ruang dan waktu (Sachs, 1993:1-4 dan Blacking 1974:64-74 serta dapat dirasakan melalui getaran yang dihasilkannya. Aspek dasar yang menghubungkan keduanya adalah waktu yaitu gerak ritmis (musik dan tari) dan tempo.
15 Universitas Sumatera Utara
Untuk mengkaji struktur tari Ula-ula Lembing ini penulis menggunakan teori kinesiologi. Dalam ilmu-ilmu tari, perkembangan kinesiologi terjadi hampir bersamaan dengan perkembangan ilmu induknya yaitu anatomi. Pada tahun 384-322 SM. dimulailah penulisan tentang bekerjanya otot-otot yang diarahkan pada analisis geometrik. Orang yang pertama-tama melakukan penyelidikan adalah Aristoteles yang sekarang dikenal sebagai bapak kinesiologi. Observasi yang dilakukannya menghasilkan ingatan, bahwa hewan yang bergerak mengadakan perubahan letak dengan jalan menekan kakinya pada apa yang diinjak, Ia pula yang pertama-tama mengkaji dan menulis tentang adanya proses yang begitu kompleks pada cara jalan manusia, yang ternyata terdiri atas gerakan berputar (rotasi) yang selanjutnya dirobah menjadi gerak lurus (translatasi). Peranan gayaberat (gravitasi), hukum gerakan dan pengertian tentang pengumpil mulai dibicarakan. Dari urian di atas dapat dilihat adanya kenyataan, bahwa seorang pelompat jauh akan dapat melompat lebih jauh lagi dengan membawa beban pada kedua tangannya bila dibandingkan dengan yang tanpa membawa beban. Seorang pelari akan lebih cepat larinya, bila ia mengayunkan lengannya, karena dengan demikian terjadi extensi lengan yang sakan-akan dapat menjadi sandaran terhadap tangan dan pergelangannya. Pada tahun itu pula Archimedes memberikan andilnya dengan prinsip hidrostatikanya. yang sampai sekarang masih dipakai dalam kinesiologi renang dan perjalanan ruang angkasa. Setelah itu Galen dalam karangannya “De Motu Musculorum” mengajukan pengertian tentang adanya otot-otot agonis dan antagonis dan mulai pula dipakai kata-kata “diarthrosis” dan “sinarthrosis” pada sistem persendian.
16 Universitas Sumatera Utara
Sesudah Galen perkembangan kinesiologi menjadi statis dan baru pada tahun 1452-1519 Leonardo da Vinci membangkitkan kembali dengan memberikan perhatiannya pada struktur tubuh manusia yang dihubungkan dengan penampilan atau peragaannya, dan hubungan antara pusat gravitasi dan keseimbangan tubuh serta pusat tumpuannya. Alfonco Borelli pada tahun 1608--1679 mulai menggunakan formula matematika untuk memecahkan problema gerakan otot dan mulai mengadakan pembedaan antara berbagai macam kontraksi otot serta mengemukakan dasardasar innervasi resiprok. Karena pengkajiannya yang mendalam tentang problema gerakan tadi, maka Feindler (ahli kinesiologi masa kini) menyebutnya sebagai “bapak kinesiologi modern dalam sistem lokomotor.” Konsep Borelli ini dikembangkan oleh Webers pada tahun 1836. Uraiannya didasarkan atas adanya observasi yang menyatakan bahwa sikap tegak tubuh disebabkan oleh adanya tegangan pada ligament dan hanya sedikit saja atau tidak adanya kerja otot sedangkan pada berjalan atau lari maka gerakan ke depan dari tungkai merupakan ayunan bandul yang disebabkan oleh adanya gravitasi. Keadaan ini menyebabkan gerakan jatuh ke depan dari badan yang selanjutnya disalurkan ke tungkai. Webers pula yang menyatakan, bahwa panjang otot akan berkurang pada waktu kontraksi dan tulang berperan sebagai pengumpil. Isaac Newton pada tahun 1642--1727 memberikan dasar-dasar dinamika modern yang ternyata sangat penting artinya bagi perkembangan Kinesiologi. Dasar ini tertuang dalam “Hukum Newton.” Mulai tahun 1861--1917 dengan adanya perkembangan teknik fotografi Otto Fischer mengadakan studi
17 Universitas Sumatera Utara
eksperimental tentang cara manusia berjalan. Rudolf A.Fick sekitar tahun itu pula meneliti tentang sikap (postur) manusia dan mekanik gerakan sendi. Kari Culmann 1821--1S81 seorang insinyur Jerman mengadakan analisa yang menghasilkan teori trakyektori untuk arsitektur tulang. Sejalan dengan kemajuan
teknologi,
maka
sejak
tahun
1912
telah
dipakai
alat-alat
elektromyograf. cinematograf dan sekarang dengan elektronik stroboskop yang dapat mengambil gambaran dengan kecepatan l juta sekon yang merupakan alat pada dewasa ini yang sewajarnya dipakai dalam pendidikan olahraga. Selain pemakaian alat-alat baru tersebut diatas ternyata terjadi pula perubahan dalam pemikiran tentang bergeraknya manusia. Teori stimulus-respons yang dianut sebelumnya telah ditinggalkan dan diganti dengan mekanisme servo maupun mekanisme umpan-balik (feedback). Pada beberapa tahun sesudah Perang Dunia II berakhir, kecuali terlihat adanya perkembangan teknologi mulai terjadi pula adanya pendekatan-pendekatan secara multidisipliner antara ahli-ahli faal. anatomi, psikolog, teknik, seni tari, seni musik, dan lain-lainnya, yang pada akhirnya berhasil membuahkan suatu ilmu baru yang sebetulnya merupakan saudara kembar dari kinesiologi. Untuk musik iringan tari Ula-ula Lembing. Khususnya struktur melodi akordion yang berfungsi secara musical sebagai pembawa melodi utama. Penulis menggunakan teori bobot tangga nada (weighted scale), yang ditawarkan oleh William P. Malm (1977:8). Ia menawarkan 8 parameter untuk mendeskripsikan melodi, yaitu (1) tangga nada, (2) wilayah nada, (3) nada dasar, (4) interval, (5) distribusi nada, (6) formula melodi, dan (7) pola kadensa Dalam hal ini penulis juga akan membuat transkip musik pengiring tari ula-lembing dengan
18 Universitas Sumatera Utara
menggunakan teori Nettl (1964:98). Yang memberikan 2 pendekatan yaitu: (1) kita dapat menguraikan dan menganalisis apa yang kita dengar, (2) kita dapat menulis apa yang kita dengar tersebut diatas kertas dan kita dapat menganalisa apa yang kita lihat tersebut.
1.5
Metode Penelitian Metode penelitian adalah cara kerja untuk dapat memahami objek yang
menjadi sasaran ilmu yang bersangkutan. Dalam suatu kegiatan penelitian ilmiah membutuhkan suatu metode penelitian agar pekerjaan dapat diselesaikan dengan baik dan sistematis. Hal ini sesuai dengan apa yang disampaikan oleh koentjaraningrat (1985:7). Yang mengatakan bahwa, metode adalah cara atau jalan. Untuk meneliti tari Ula-ula lembing penulis menggunakan metode penilitian deskriptif dengan pendekatan kualitatif, sesuai dengan apa yang dikemukan oleh Kirk Miller dalam Moleong (1990:3) yang mengatakan: “penelitian kualitatif adalah tradisi tertentu dalam ilmu pengetahuan social yang secara fundamental bergantung pada
pengamatan manusia
dalam
kawasannya
sendiri dan
berhubungan dengan orang-orang dalam bahasa dan peristilahannya.
1.5.1 Studi Kepustakaan Dalam tahapan ini penulis menghimpun informasi yang relavan dengan topik masalah yang akan atau sedang diteliti. Informasi itu dapat diperoleh dari buku-buku ilmiah, laporan penelitian, karangan ilmiah, tesis dan disertai peraturan-peraturan, ketetapan-ketetapan, buku tahunan, ensiklopedi, dan sumber tertulis baik tercetak atau elektronik.
19 Universitas Sumatera Utara
Studi kepustakaan merupakan suatu kegiatan yang tidak bisa dipisahkan dari suatu penelitian, teori-teori yang mendasari masalah dan bidang yang akan diteliti dapat ditemukan dengan menggunakan studi kepustakaan. Selain itu seorang peneliti dapat memperoleh informasi tentang pemikiran-pemikiran yang relavan dengan penelitiannya untuk melakukan studi kepustakaan, perpustakaan merupakan suatu tempat yang tepat guna memperoleh bahan-bahan dan informasi yang relavan untuk dikumpulkan, dibaca dan dikaji, dicatat dan dimanfaatkan (Roth:1986). Seorang peneliti hendaknya mengenal atau tidak merasa asing dilingkungan perpustakaan sebab dengan mengenal situasi perpustakaan, peneliti akan dengan mudah menemukan apa yang diperlukan, untuk mendapatkan informasi yang diperlukan peneliti mengetahui sumber sumber informasi tersebut, misalnya kartu katalog, referensi umum dan khusus, buku buku pedoman, buku petujuk, laporan laporan penelitian, tesis, disertasi, jurnal, enskilopedia, dan surat kabar, dengan demikian penelitian akan memperoleh informasi dan sumber yang tepat dalam waktu yang singkat. Beberapa buku yang menjadi bahan penulis untuk menunjang penelitian adalah: Buku Tamiang Dalam Lintasan Sejarah (2003) oleh Ir. Muntasir Wan Diman. Begitu juga dengan Buku Narasi Budaya Kabupaten Aceh Tamiang (2014) oleh Dinas Kebudayaan Pariwisata Pemuda dan Olah Raga. Selain itu ada pula skripsi Tari Inai dalam Konteks Upacara Perkawinan Adat Melayu Di Batang Kuis: Deskripsi Gerak, Musik Iringan, dan Fungsi (2013) oleh Syarifah Aini Nasution.
20 Universitas Sumatera Utara
1.5.2 Penelitian Lapangan Merupakan salah satu metode pengumpulan data dalam penelitian kualitatif yang tidak memerlukan pengetahuan mendalam akan literatur yang digunakan dan kemampuan tertentu dari pihak penulis. Penelitian lapangan biasa dilakukan untuk memutuskan kea rah mana penelitiannya berdasarkan konteks. Dalam penelitian Lapangan sedapat mungkin peneliti atau outsider itu menjadi insider terlebih dahulu. Sebagai acuan dalam mengumpulkan data di lapangan penulis mengambil tulisan dari Harsja W. Bachtiar dan Koentjaraningrat dalam buku Metode Metode Penelitian Masyarakat. Dalam buku ini tersebut dikatakan, bahwa mengumpulkan data dilakukan melalui kerja lapangan (field work) dengan menggunakan: (1) Observasi (pengamatan) dalam hal ini penulis mengadakan pengamatan langsung, hal ini sesuai dengan pendapat Harja W. Bachtiar (1990:114–115). Bahwa seorang peneliti harus melihat langsung akan kegiatan kegiatan dari sasaran menelitiannya dalam mendapatkan data data dilapangan, maka pengamat menghadapi persoalan bagaimana cara dia dapat mengumpulkan keterangan yang diperlukan tanpa harus bersembunyi, tetapi juga tidak mengakibatkan perubahan oleh kehadirannya pada kegiatan kegiatan yang diamatinya. Sesuai dengan teori di atas penulis mengumpulkan keterangan yang di perluksn dengan cara mengamati sasaran penelitisan, misalnya tentang bagaimana gerak tari Ula-ula Lembing, sarana yang dipergunakan, pelaku, dan masalah masalah lain yang relevan dengan pokok permasalahan, dan dalam pengamatan penulis juga melakukan mencatatan data yang sudah diteliti di lapangan sebagai laporan hasil
pengamatan penulis. Dalam hal ini penulis terlebih dahulu
21 Universitas Sumatera Utara
mendapat ijin dari pemimpin sanggar selaku peempin. (2) Wawancara dalam sebuah penelitian yang bertujuan mengumpulkan keterangan tentang kehidupan manusia dalam suatu masyarakat serta berpendirian, merupakan suatu pembantu utama dari metode observasi. Wawancara ini bertujuan untuk mengumpulkan data dan informasi secara lisan dari para informan. Untuk itu penulis mengacu pada pendapat Koentjaraningrat (1990:129-155) yang membagi tiga kegiatan wawancara yaitu: persiapan wawancara, teknik wawancara, dan pencatatan data wawancara. Sedangkan wawancara terdiri dari wawancara terfokus, wawancara bebas, dan wawancara sambil lalu. Dalam wawancara terfokus, pertanyaan tidak mempunyai struktur tertentu tetapi selalu terousat kepada pokok permasalahan lain. Wawancara sambil lalu, sifatnya hanya untuk menambah data yang lain. Dalam mengumpulkan data, penulis menggunakan ketiga macam wawancara ini serta terlebih dahulu membuat daftar pertanyaan dan mencatat secara langsung data-data yang diperlukan. Dalam wawancara yang akan berlangsung, ditetapkan ibu Elisa Suhery sebagai infoman kunci ibu Safinah sebagai informan pangkal. (3) Perekaman, dalam hal ini penulis melakukan perekaman di saat acara pergeleran seni di adakan, untuk mendapatkan dokumentasi dalam bentuk gambar.
1.5.3 Kerja Laboratorium Kerja laboratorium merupakan proses penganalisisan data-data yang telah didapat dari lapangan. Setelah semua data yang diperoleh dari lapangan maupun bahan dari studi kepustakaan terkumpul. Selanjutnya dilakukan pembahasan dan penyusunan tulisan. Pada akhirnya hasil dari pengolahan data dan penganalisisan
22 Universitas Sumatera Utara
disusun secara sistematis dengan mengikuti kerangka penulisan. Permasalahannya di sini jika data yang dirasa masih kurang lengkap, maka penulis melengkapinya dengan bertemu dengan informan kunci atau informan lain dan hal ini harus di lakukan secara berulang ulang.
1.6 Lokasi Penelitian Sebagai lokasi penelitian, penulis memilih Kabupaten Aceh Tamiang sebagai lokasi Penelitian. Hal ini dikarenakan tari Ula-ula Lembing hanya satu-satunya terdapat di kabupaten tersebut. Jarak dari Kota Medan ke Kota Kualasimpang dapat ditempuh sekitar 3 jam dengan menggunakan transportasi darat karena wilayah Aceh Tamiang adalah lintas Sumatera.
23 Universitas Sumatera Utara