INDONESIA FOREST AND CLIMATE SUPPORT
RENCANA KONSERVASI BENTANG ALAM
KABUPATEN ACEH TENGGARA PROVINSI ACEH
SEPTEMBER 2014
Publikasi ini dibuat untuk dikaji ulang oleh United States Agency for International Development. Dipersiapkan oleh Forum Multi Pihak Mitigasi dan Adaptasi Perubahan Iklim, Kabupaten Aceh Tenggara Provinsi Aceh dengan bantuan teknis dan fasilitasi Proyek USAID-Indonesia Forest and Climate Support (IFACS)
Foto halaman depan: Landskap Aceh (P.Wibowo)
Dokumen Rencana Konservasi Bentang Alam ini merupakan dokumen yang bersifat dinamis (living document) yang dipersiapkan oleh Forum Multi Pihak (FMP) berdasarkan analisis data spasial yang ada. Dokumen ini disusun melalui serangkaian kegiatan lokakarya FMP dan serangkaian proses drafting. Dokumen ini meliputi masukan-masukan utama dari USAID IFACS ke dalam proses penyusunannya. Walaupun demikian, selama proyek berlangsung dukungan teknis akan terus dilakukan untuk penyempurnaan dokumen ini berdasarkan permintaan dari FMP.
Isi dari publikasi ini tidak mewakili pandangan USAID atau Pemerintah Amerika Serikat.
Dokumen ini dipersiapkan untuk the United States Agency for International Development, under USAID Contract Number EPP-I-00-06-0008, Order Number AID-497-TO-11-00002.
Diimplementasikan oleh: Tetra Tech 159 Bank Street, Suite 300 Burlington, VT 05401 USA Tel: (802) 658-3890
USAID IFACS Rencana Konservasi Bentang Alam Kabupaten Aceh Tenggara, Provinsi Aceh Hal | ii
INDONESIA FOREST AND CLIMATE SUPPORT (IFACS)
RENCANA KONSERVASI BENTANG ALAM KABUPATEN ACEH TENGGARA PROVINSI ACEH
September 2014
USAID IFACS Rencana Konservasi Bentang Alam Kabupaten Aceh Tenggara, Provinsi Aceh Hal | iii
KATA PENGANTAR Kabupaten Aceh Tenggara merupakan salah satu kabupaten yang memiliki potensi hutan dan keanekaragaman hayati yang tinggi di Indonesia. Sebagian besar wilayah kabupaten ini merupakan bagian dari Ekosistem Leuser dan Taman Nasional Gunung Leuser yang dikenal memiliki keanekaragaman hayati yang tinggi dan perlu dilestarikan. Seiring dengan kegiatan pembangunan Kabupaten Aceh Tenggara, pengelolaan secara lestari hutan dan sumber daya alam lainnya merupakan salah satu tantangan besar bagi kabupaten ini. Untuk mewujudkan pengelolaan hutan dan sumber daya alam secara lestari, Forum Multi Pihak yang peduli terhadap upaya konservasi di Kabupaten Aceh Tenggara berupaya meningkatkan transparansi dan tata kelola hutan dan sumber daya alam di Kabupaten Aceh Tenggara. Sebagai dasar perencanaan pengelolaan hutan di wilayah ini, Forum Multi Pihak telah menyusun Rencana Konservasi Bentang Alam (RKBA) yang bertujuan untuk memberikan gambaran menyeluruh menganai target-target konservasi pada tingkat bentang alam secara luas, dengan mempertimbangkan Nilai Konservasi Tinggi (NKT) yang terdapat di wilayah ini, kawasan dengan kandungan karbon tinggi, tipe habitat dan analisis ancaman terhadap target konservasi yang ada sehingga upaya pelestarian target konservasi dapat lebih tepat sasaran dan dapat berdampak untuk jangka panjang. RKBA ini dapat dijadikan perangkat utama bagi berbagai pihak,, baik pemerintah, swasta maupun LSM dalam mengembangkan tata ruang wilayah dan dalam merencanakan dan melaksanakan kegiatan-kegiatan pelestarian/konservasi. RKBA ini bersifat dinamis (living document) mengingat penyusunannya didasarkan pada perkembangan dan ketersediaan data/informasi spasial yang ada. Penyiapan dokumen ini dilaksanakan melalui serangkaian lokakarya yang diikuti oleh Forum Multi Pihak Aceh Tenggara dengan fasilitasi dan dukungan teknis dari proyek USAID IFACS. Pengembangan dokumen RKBA Aceh Tenggara selanjutnya akan dilakukan oleh Forum Multi Pihak seiring dengan pemutakhiran data spasial yang ada. Masukan dari banyak pihak sangat diharapkan untuk pengembangan dan penyempurnaan dokumen RKBA ini.
Tim Penyusun Forum Multi Pihak Mitigasi dan Adaptasi Perubahan Iklim
USAID IFACS Rencana Konservasi Bentang Alam Kabupaten Aceh Tenggara, Provinsi Aceh Hal | iv
PROFILE FORUM LEUSER ACEH TENGGARA (FOLAT) KABUPATEN ACEH TENGGARA Forum Multi Pihak Kabupaten Aceh Tenggara merupakan forum yang beranggotakan perwakilan dari pemerintah daerah dan masyarakat sipil. Forum ini dimaksudkan untuk memperkuat Kabupaten Aceh Tenggara dalam upaya-upaya konservasi yang menunjang pembangunan dan perbaikan tata kelola dan peningkatan perencanaan ruang yang akan berkontribusi pada penurunan emisi gas rumah kaca (GRK), deforestrasi, dan meningkatkan kesejahteraan mayarakat. Forum multi pihak ini diberi nama Forum Leuser Aceh Tenggara (FoLAT). Visi FoLAT adalah mewujudkan kebersamaan dalam tata kelola lingkungan yang berkeadilan, melindungi, dan memanfaatkan sumberdaya hutan secara lestari dan berkelanjutan. Tujuan forum didefinisikan dengan terwujudnya perubahan tatanan sosial, ekonomi, dan ekologi secara berimbang dan berkelanjutan. Kegiatan FoLAT dapat berbentuk penelitian, kajian kebijakan, pendidikan, perlindungan dan pemanfaatan kawasan, tata ruang, kampanye, pemberdayaan ekonomi sosial budaya, dan lainnya yang disesuikan dengan kebutuhan merespon isu pembangunan. Misi yang diusung forum ini adalah antara lain: • Memfasilitasi dan mendorong perbaikan dan pengembangan tata kelola kehutanan yang baik berdasarkan kebutuhan masyarakat dan dinamika yang berkembang. • Memfasilitasi dan mendorong adaptasi perubahan iklim dalam proses pembangunan daerah. • Mendorong dan memperkuat peran para pihak dalam pelestarian lingkungan hidup. • Mendorong dan memperkuat peran masyarakat adat/lokal dalam perlindungan dan pemanfaatan hutan secara lestari. • Menjadi wadah pemersatu dan kerjasama para pihak dalam proses-proses pembangunan yang mengedepankan azas konservasi dan pelestarian lingkungan. Dalam kegiatannya, forum ini berfokus pada isu-isu strategis antara lain yaitu: • Proses tata ruang dan alih fungsi lahan. • Sistem budidaya pertanian masyarakat agar beradaptasi dengan perubahan iklim. • meningkatkan peran para pihak (termasuk masyarakat adat) dalam pelestarian dan pengelolaan lingkungan hidup. Sebagai forum multipihak, FoLAT merangkul berbagai pihak seperti pemerintah kabupaten, perguruan tinggi, kelompok non-pemerintah, dan lain-lain. Instansi pemerintah Kabupaten seperti Dinas Kehutanan dan Perkebunan, Dinas Koperasi dan UKM, Dinas Pertanian dan Hortikultura, Badan Penanggulangan Bencana Daerah, Dinas Kebudayaan dan Pariwisata, DPRK, Badan Lingkungan Hidup dan Kebersihan dan Badan Pemberdayaan Masyarakat Desa. Perguruan Tinggi STKIP-Usman Safri, Balai Besar TNGL dan Kelompok organisasi
USAID IFACS Rencana Konservasi Bentang Alam Kabupaten Aceh Tenggara, Provinsi Aceh Hal | v
non-pemerintah juga menjadi bagian dari forum. Mereka adalah Ampehra Aceh Tenggara, Forum Kreatif Muda Lembah Alas, Mapala UGL, LSM Yelped, dan KNPI Aceh Tenggara.
Penyusunan Dokumen Rencana Konservasi Bentang Alam FoLAT mempersiapkan dokumen Rencana Konservasi Bentang Alam (RKBA) sebagai upaya untuk menerjemahkan visi, misi dan isu-isu stregis terkait dengan pelestarian bentang alam dan sumber daya alam yang ada di Kabupaten Aceh Tenggara. Dokumen RKBA ini juga menjadi bagian dari perencanaan bersama antara anggota FoLAT dalam melaksanakan kegiatan-kegiatan konservasi, khususnya di wilayah fokus yang telah dipilih dalam dokumen ini.
USAID IFACS Rencana Konservasi Bentang Alam Kabupaten Aceh Tenggara, Provinsi Aceh Hal | vi
RINGKASAN EKSEKUTIF Rencana Konservasi Bentang Alam Kabupaten Aceh Tenggara Forum Leuser Aceh Ternggara (FOLA) adalah Forum Multi Pihak (FMP) Kabupaten Aceh Tenggara yang terfokus pada isu-isu konservasi lingkungan di tingkat kabupaten. FOLAT beranggotakan perwakilan dari pemerintah daerah, masyarakat sipil dan sektor swasta. Forum ini akan memperkuat Kabupaten Aceh Tenggara dalam mempromosikan upayaupaya konservasi yang menunjang pembangunan ekonomi, di samping juga memperbaiki pengelolaan dan pemantauan tata ruang dan lingkungan. Dengan demikian FOLAT akan berkontribusi pada penurunan emisi gas rumah kaca (GRK), deforestrasi, dan meningkatkan kesejahteraan mayarakat. Untuk mencapai visinya, FOLAT telah mengembangkan Rencana Konservasi Bentang Alam (RKBA) untuk mengidentifikasi kegiatan-kegiatan konservasi bagi anggotanya, dan mengkaji kebijakan, rencana dan program lingkungan. RKBA ini merupakan dokumen yang dinamis yang dapat diperbaharui sejalan dengan ketersediaan informasi. Rencana Konservasi Bentang Alam (RKBA) dimaksudkan untuk memberikan gambaran menyeluruh mengenai target-target konservasi di wilayah kabupaten. Pada prinsipnya targettarget konservasi ini merupakan Nilai Konservasi Tinggi (NKT) yang ada, sebagaimana yang dijelaskan dalam Protokol NKT tahun 2008. Kawasan-kawasan tertentu di mana NKT berada dipetakan, berdasarkan kemampuan untuk bertahan lama dari setiap target konservasi serrta ancaman dari keberlanjutan target konservasi tersebut dalam jangka waktu lama (sedikitnya 100 tahun). Wilayah-wilayah fokus untuk konservasi juga diidentifikasi dalam RKBA ini. RKBA juga dapat memberikan referensi kritis bagi berbagai pihak ketika mengkaji ulang rencana tata ruang yang ada untuk melestarikan target konservasi serta memonitor implementasi rencana pembangunan yang ada. RKBA juga memberikan latar belakang dan konteks bagi FMP dalam mempersiapkan Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS). RKBA disusun berdasarkan visi, misi, dan tujuan strategis dari FOLAT dan merupakan hasil analisis data spasial target konservasi dan ancamannya. Untuk menentukan target konservasi berupa NKT, data geospasial dari tipe habitat digunakan sebagai pendekatan dan untuk mewakili (proxy) heterogenitas keanekaragaman hayati dan lingkungan. Pemilihan tema-tema spasial GIS sangat penting dalam proses ini mengingat keterbatasan informasi dari distribusi spesies, sistem ekologi, dan zona penyangga ekologis, daerah aliran sungai dsb. NKT diidentifikasi berdasarkan protokol NKT tahun 2008 (Anon 2008), yang meliputi: • NKT 1: Kawasan yang memiliki konsentrasi nilai keanekaragaman hayati seperti kawasan konservasi, distribusi orang utan dan wilayah penting bagi burung. • NKT 2: Kawasan dengan tingkat lanskap yang luas dan signifikan secara global, nasional dan regional, terdapat populasi spesies alami yang cukup dalam pola-pola distribusi dan kelimpahan alami.
USAID IFACS Rencana Konservasi Bentang Alam Kabupaten Aceh Tenggara, Provinsi Aceh Hal | vii
• NKT 3: Kawasan yang berada di dalam atau memiliki ekosistem yang langka, terancam atau hampir punah. • NKT 4: Kawasan yang menyediakan jasa ekosistem dasar dalam kondisi yang kritis atau dalam situasi yang sangat penting (sungai/ DAS, lahan basah, sekat bakar, dan kontrol erosi). • NKT 5: Kawasan yang fundamental untuk memenuhi kebutuhan dasar masyarakat lokal (misalnya: kebutuhan dasar masyarakat yang masih subsisten, kesehatan, dan lain-lain). • NKT 6: Kawasan yang sangat penting bagi identitas budaya tradisional masyarakat lokal (kawasan-kawasan yang memiliki nilai penting secara budaya, ekologi, ekonomi atau agama yang diidentifikasi bersama dengan masyarakat lokal). Tipe habitat, yang merupakan kombinasi antara tipe hutan dan karakteristik geologi, digunakan sebagai target konservasi kunci dalam RKBA ini. Hal ini disebabkan karena tipe habitat merupakan proxy yang cocok bagi NKT1, NKT2, dan NKT3. Informasi mengenai kawasan konservasi, distribusi Orangutan dan daerah penting bagi burung-burung berkontribusi dalam mengidentifikasi ke tiga NKT tersebut. NKT4 diidentifikasi oleh FOLAT dengan cara memilih DAS/Sub DAS penting sebagai target konservasi, sementara NKT5 dan NKT6 masih memerlukan survey lebih lanjut. Kawasan dengan kandungan karbon tinggi juga dipertimbangkan sebagai target konservasi. Di samping itu, semua kawasan konservasi dan kawasan lindung yang telah ditetapkan oleh pemerintah juga dianggap sebagai target konservasi. Sebanyak 14 tipe hábitat telah diidentifikasi sebagai target konservasi. Tipe hábitat yang paling luas adalah Hutan Sedimentary/Metamorphic Lower & Sub Montane (146,852 ha), Hutan Sedimentary/Metamorphic Lowland & Hill (75,508 ha) dan Hutan Sedimentary/ Metamorphic High Montane & SubAlpine (69,552 ha). RKBA ini juga tleah memetakan kawasan dengan kandungan karbon tinggi (terutama di atas permukaan tanah), sedang dan rendah. Kabupaten ini memiliki kandungan karbon sebanyak 82 juta ton Karbon. Dari 24 Sub DAS yang diidentifikasi, 11 di antaranya dipilih sebagai NKT4 karena status ekologi dan jasa lingkungan yang diberikannya. Beberapa dari Sub DAS penting ini termasuk dalam Wilayah Fokus untuk konservasi yang telah dipilih di bawah ini. FOLAT bertujuan melestarikan NKT dengan melakukan konservasi 100% dari tipe hábitat yang langka dan kurang dari 100% dari tipe hábitat yang lebih luas, sementara kawasan konservasi dan kawasan lindung yang ada perlu perlindungan 100%. Tipe-tipe habitat yang perlu dilestarikan di bawah 100% adalah: Hutan Limestone Lowland & Hill dan Hutan Volcanic Lowland & Hill (98%), Hutan Sedimentary/Metamorphic Lowland & Hill (95%), Hutan Sedimentary/Metamorphic Low Montane & Sub Montane (94%). FOLAT juga memilih beberapa wilayah fokus untuk kegiatan konservasi dalam RKBA ini. Prioritas diberikan pada wilayah yang memiliki beberapa NKT yang terancam namun di mana upaya konservasi dapat dilaksanakan dan tidak memerlukan biaya mahal, serta didukung oleh para pihak.Wilayah Fokus merefleksikan wilayah yang mengalami ancaman tinggi dan oleh karena itu diperlukan intervensi konservasi yang kuat. Wilayah-wilayah fokus yang dipilih adalah:
USAID IFACS Rencana Konservasi Bentang Alam Kabupaten Aceh Tenggara, Provinsi Aceh Hal | viii
Wilayah-wilayah fokus untuk prioritas intervensi konservasi yang telah dipilih adalah sbb: 1. Lawe Loning Aman (Sub Das Rutong/Desky), Kecamatan Lawe Sigala-Gala, merupakan bagian dari Sub DAS Rutong/Desky dalam DAS Alas, dengan luas wilayah fokus sekitar 1011 ha, dan merupakan wilayah perwakilan NKT 1 dan NKT 4. Isu lingkungan yang mengemuka di area ini adalah pembukaan lahan baru di wilayah hutan lindung yang berbatasan dengan desa, Kondisi topografi yang curam dimana terdapat banyak aliran sungai yang mengalir kearah desa membuat desa ini dan sekitarnya berada dalam zona rawan banjir. Permasalahan perambahan hutan ini sebagian besar karena kebutuhan lahan untuk bertani yang meningkat dan adaya ketidaktahuan masyarakat terhadap batas hutan lindung. FMP melihat bahwa desa ini sangat potensial sebagai basis aksi konservasi karena kesadaran konservasi oleh masyarakat sudah ada, terbukti dengan adanya Peraturan Desa termasuk pengaturan sumberdaya alam, dan juga RPJM Desa. 2. Lawe Mengkudu (Sub Das Lawe Srit/Meluak), Kecamatan Ketambe, dengan luas wilayah fokus sekitar 587 ha yang merupakan kawasan Areal Penggunaan Lain namun berbatasan langsung dengan hutan lindung. Dari sisi cakupan NKT wilayah ini merupakan area NKT 1 dan NKT 4. Ancaman yang paling tinggi pada wilayah fokus adalah perambahan hutan secara liar (illegal logging), dimana pembukaan lahan banyak dilakukan terutama oleh masyarakat dari luar desa Lawe Mengkudu. Kegiatan perambahan hutan ini mengakibatkan timbulnya bencana banjir dan longsor. 3. Peseluk Pesimbe (Sub Das Lawe Bulan), Kecamatan Deleng Pokhkisen merupakan bagian dari Sub DAS Lawe Bulan, yang penting sebagai sumber air bagi kehidupan masyarakat sekitar DAS tersebut. Luas wilayah fokus ini adalah 3937 Ha dan menjadi perwakilan NKT 4 dan sebagian kecil NKT 1. Ancaman deforestrasi merupakan hal yang paling penting dan mejadi isu utama di wilayah fokus, dimana hutan lindung disekitar desa dan desa tetangga telah dirambah, sehingga menimbulkan ancaman longsor dan banjir, selain itu mengakibatkan terhambatnya operasional PLTA karena adanya sedimentasi dan debit air yang kurang. Pada wilayah fokus ini rencana aksi ditujukan untuk meminimalkan bencana banjir dan longsor di Sub DAS Lawe Bulan, khususnya Desa Peseluk Pesimbe dan desa-desa sekitarnya. 4. Pulo Piku (Sub Das Lawe Nimber Dan Lawe Gulo), Kecamatan Darul Hasanah meliputi area sekitar 1282 Ha, terletak di Desa Pulo Piku, Kecamatan Darul Hasanah, dan secara hidrologis berada dalam DAS Lawe Nimber dan Lawe Gulo. Dari segi NKT wilayah fokus merupakan NKT 1 dan NKT 2. Seperti daerah lain di Lembah Alas, pada saat musim hujan air sangat banyak sehingga terjadi banjir akibat kondisi topografi yang cukup ekstrim, namun pada saat musim kemarau, air untuk mengaliri sawah tidak mencukupi. Masalah penebangan liar, baik untuk memanfaatkan kayu dan pembukaan lahan, bahkan perambahan ini terjadi pada kawasan hutan konservasi Taman Nasional Gunung Leuser Desa ini adalah model desa konservasi dengan adanya aturan pengeloaan sumberdaya alam dan pengaturan air, sehingga desa ini perlu dilakukan upaya peningkatan konservasi untuk melanjutkan program model konservasi tersebut. Melalui RKBA Kabupaten Aceh Tenggara ini, direkomendasikan beberapa hal antara lain:
USAID IFACS Rencana Konservasi Bentang Alam Kabupaten Aceh Tenggara, Provinsi Aceh Hal | ix
1. Melaksanakan studi/kajian mengenai NKT5 dan NKT6 di tingkat kabupaten untuk memberikan informasi spasial dari ke dua NKT ini dan dimasukkan dalam revisi RKBA. 2. Mengingat RKBA mencakup informasi pola ruang yang relevan dalam perencaan konservasi, RKBA ini perlu digunakan sebagai sumber informasi bagi kabupaten dan perencana tata ruang regional, termasuk dalam penyiapan Kajian Lingkungan Hidup Strategis. 3. Pemerintah kabupaten dan para pihak yang terkait perlu memprioritaskan dan melakukan koordinasi konservasi dalam proses kebijakan, perencanaan dan programnya. Wilayah Fokus dalam RKBA perlu dipertimbangkan dalam proses-proses tersebut
USAID IFACS Rencana Konservasi Bentang Alam Kabupaten Aceh Tenggara, Provinsi Aceh Hal | x
EXECUTIVE SUMMARY
Landscape Conservation Plan for South East Aceh District South East Aceh Leuser Forum (FOLAT) is a Multi Stakeholder Forum (MSF) that is mainly focused on District environmental conservation issues. The MSF consists of representatives from local government, civil society, and the private sector. This Forum will strengthen the District by promoting conservation measures that support economic development while improving both spatial planning and environmental management / monitoring. As such FOLAT will contribute to the reduction of both Greenhouse Gas (GHG) emissions, reduce deforestation, and improve community welfare. To achieve its vision, FOLAT has developed a landscape conservation plan (LCP) to identify conservation activities for its members, and review current government environmental policies, planning, and programs. This Plan is a ‘living’ document that will be revised as more information becomes available. The LCP is intended to provide a comprehensive overview of conservation targets for the District. These targets are principally High Conservation Value (HCV) resources, as defined and described by the 2008 Indonesian HCV Protocol. The specific areas of each target HCV are mapped, based on the viability of each target and the threats to their sustainability in the long-term (at least 100 years). Priority Focus Areas in the LCP are also identified. The LCP also provides a critical reference for various stakeholders when reviewing existing District spatial plans for their conservation content, implementation and monitoring and future development options. The LCP also provides relevant background and context from the Multi Stakeholder Forum on the preparation of the District Strategic Environmental Assessment (SEA), or Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS). The LCP is designed under the vision, mission, and strategic objectives of FOLAT and is the result of an analysis of spatial data on conservation targets and threats. To determine HCV targets, geospatial data on the type of habitat is used as a proxy for the heterogeneity of the biodiversity and environment. GIS spatial themes are highly important for this process given the lack of information currently available on the distribution of species, ecological systems, ecological buffer zones, watersheds, etc. The types of HCV in Anon (2008) are: • HCV 1: Areas containing high biodiversity values, such as conservation areas, orangutan populations, and important bird areas. • HCV 2: Areas containing globally, nationally, and regionally significant large landscapes, in which a viable population of natural species exists in natural patterns of distribution and abundance. • HCV 3: Areas that are in or contain rare, threatened, or endangered ecosystems.
USAID IFACS Rencana Konservasi Bentang Alam Kabupaten Aceh Tenggara, Provinsi Aceh Hal | xi
• HCV 4: Areas that provide basic ecosystem services in critical situations or in situations that are very important (such as rivers/watersheds, wetlands, fire breaks, and erosion control). • HCV 5: Areas fundamental to meeting the basic needs of the local communities (subsistence, health, etc). • HCV 6: Areas critical to local communities' traditional cultural identity (areas of cultural, ecological, economic, or religious significance identified in cooperation with the local communities). Habitat types, which are a combination of forest types and their underlying geology, are used as key conservation targets in this LCP. This is because they are considered to be suitable proxies for HCV1, HCV2 and HCV3. Information on conservation areas, orangutan distribution and important birds areas contributes to identification of these three HCVs. HCV4 is identified mainly through FOLAT members selecting critical watersheds from a list of watersheds that were ranked in importance as conservation targets based on a set of established criteria. HCV 5 and HCV 6 require further field surveys to identify. Areas with high carbon content were also considered as conservation targets. In addition, all gazetted conservation and protected areas are considered as conservation targets. A total of 14 habitat types are identified as conservation targets. The most extensive are Sedimentary/Metamorphic Lower & Sub Montane Forest (146,852 ha), Sedimentary/ Metamorphic Lowland & Hill forest (75,508 ha) and Sedimentary/Metamorphic High Montane & SubAlpine Forests (69,552 ha). The LCP also maps areas of high (mostly above ground), moderate and low Carbon storage. The District contains a total of 82 million tons of carbon. Of the identified and mapped 24 Sub watersheds a total of 11 were selected as critically important (HCV4) because of their ecological status and environmental services provided. Some of these critical Subwatersheds are represented in the Focal Areas selected below. The FOLAT aims to sustain these HCVs by conserving 100% of rarer habitat types, areas of high carbon storage and the critical watersheds - and lesser percentages of more extensive or matrix habitats, while noting that 100% of all protected areas are required to be conserved. Those habitat types where less than 100% were selected for conservation actions are as follows: Limestone Lowland & Hill Forests and Volcanic Lowland Forest & Hill Forest (98%), Sedimentary/Metamorphic Lowland & Hill Forests (95%), Sedimentary/Metamorphic Low Montane & Sub Montane Forests (94%). The FOLAT also selects priority Focus Areas for conservation activities in the LCP. Priority is given to areas which have several important HCVs that are threatened but where conservation measures are practical, not too expensive, and are supported by various stakeholders. The Focus Areas reflect mapped high threat areas and therefore need strong conservation interventions. The Focus Areas are: 1. Lawe Loning Aman, Lawe Sigala-Gala Subdistrict, is a part of in Alas Watershed / Rutong/Desky Subwatershed, with a total area of approximately 1011 ha. It contains HCV1 and HCV4. The major environmental issues in this area are i) illegal logging in the protected forest adjacent to the village arising from shirt supply of
USAID IFACS Rencana Konservasi Bentang Alam Kabupaten Aceh Tenggara, Provinsi Aceh Hal | xii
farm land and villagers ignorance the protected forest borders; and ii) the steep topography through which the river flows to the village results in areas surrounding the village to flood following heavy rains. FoLAT views this village as having a good awareness of the issues and a desire to mitigate these threats to conservation targets as evidenced by their establishment of several Village Regulation on the management of natural resources and it’s Village Development Plan (RPJM Desa). 2. Lawe Mengkudu, Ketambe Subdistrict, is an area of 590 ha containing HCV1 & HCV2 adjacent to the border of a protected forest. Its major threat is illegal logging from land clearing by the local Lawe Mengkudu village community - which causes floods and landslides. 3. Peseluk Pesimbe, Deleng Pokhkisen Subdistrict, is an area of 3937 ha that has HCV1 and HCV4. It is part of Lawe Bulan Subwatershed served by a spring that is crucial to the nearby community The main threat is deforestation from illegal logging which results in increasing floods and landslides. This deforestation has also limited the operation of the Hydroelectric Power Plant (PLTA) due to sedimentation and water loss. The conservation activities in this Focal Areas is to reduce flooding and landslides in the Peseluk Pesimbe and neighboring villages. 4. Pulo Piku, Darul Hasanah Subdistrict, is an area of 1282 ha located in Pulo Piku Village, Darul Hasanah Subdistrict within Lawe Nimber and Lawe Gulo watersheds which has HCV1 and HCV2. Threats are similar to other areas in Alas Valley and include flooding during the rainy season due to the steep slopes and high rate of water runoff. (However, there is insufficient water in the dry season to to irrigate the paddy fields.) Illegal logging occurs, both for timber and land clearing, including in the Gunung Leuser National Park. FoLAT views this village as having a good awareness of the issues and a desire to mitigate these threats to conservation targets as evidenced by their establishment of several Village Regulation on the management of natural resources and it’s Village Development Plan (RPJM Desa). Broad recommendations in this LCP are: 1. Conduct a study/review on HCV 5 and HCV 6 in the District to provide spatial information on these two HCVs and then incorporate this information into revisions of the LCP. 2. Given that the LCP includes information on spatial patterns relevant to conservation planning, it should be used as a resource by District and other regional spatial planners, including by those developing the District Strategic Environmental Assessment (SEA). 3. The District Government and relevant stakeholders need to prioritize and coordinate conservation activities during their development of policy, plans and programs. The LCP Focus Areas need to be considered during such processes. 4. The need to establish an umbrella law at the district level and a more detailed law at village level that set out the provisions on the management of the natural resources in South East Aceh District in general, and in focus areas, ensuring that the wealth of natural resources in South East Aceh provide ecological and economic benefits for the community of South East Aceh.
USAID IFACS Rencana Konservasi Bentang Alam Kabupaten Aceh Tenggara, Provinsi Aceh Hal | xiii
DAFTAR ISI KATA PENGANTAR .............................................................................................................. iv PROFILE FORUM LEUSER ACEH TENGGARA (FoLAT) .................................................... v RINGKASAN EKSEKUTIF .................................................................................................... vii EXECUTIVE SUMMARY ........................................................................................................ xi DAFTAR ISI .......................................................................................................................... xiv DAFTAR GAMBAR DAN PETA .......................................................................................... xvi DAFTAR TABEL ................................................................................................................. xvii BAB I. LATAR BELAKANG ................................................................................................. 18 1.1. Latar Belakang .......................................................................................................... 18 1.1.1. Kabupaten Aceh Tenggara dan Isu Konservasi ............................................... 18 1.1.2. Rencana Konservasi Bentang Alam ................................................................ 19 1.1.3. Konsep Nilai Konservasi Tinggi ....................................................................... 20 1.1.4. Visi, Misi dan Tujuan Strategis Forum Multi Pihak ........................................... 20 1.2. Tujuan Umum dan Tujuan Khusus .......................................................................... 21 1.3. Cakupan ..................................................................................................................... 21 BAB II. PROSES DAN TAHAPAN PENGEMBANGAN KAJIAN BENTANG ALAM ........... 23 2.1. Pendahuluan .............................................................................................................. 23 2.2. Proses Penyiapan Rencana Konservasi Bentang Alam ........................................ 24 BAB III. IDENTIFIKASI TARGET KONSERVASI ................................................................. 26 3.1. Pendahuluan .............................................................................................................. 26 3.2. Target Konservasi di Kabupaten Aceh Tenggara .................................................. 26 3.2.1. Kawasan dengan Nilai Konservasi Tinggi di Bentang Alam Kabupaten Aceh Tenggara ........................................................................................................... 26 3.2.2. Kawasan Konservasi dan Kawasan Lindung yang Ditetapkan Pemerintah ..... 26 3.2.3. Tipe Habitat ...................................................................................................... 27 3.2.4. Ekosistem Unik DAS dan Sub-DAS Penting .................................................... 29 3.2.5. Kawasan dengan Kandungan Karbon Tinggi ................................................... 29 BAB IV. PENENTUAN PERSENTASE TARGET KONSERVASI YANG DIPERLUKAN DI KABUPATEN ACEH TENGGARA ....................................................................................... 36 4.1. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Persentase Target dan Panduan dalam Menentukan Persentase .................................................................................................. 36 4.2. Persentase Target Konservasi ................................................................................. 37 BAB V. VIABILITAS PETAK TARGET KONSERVASI DI KABUPATEN ACEH TENGGARA .......................................................................................................................... 40 5.1. Proses Pemilihan Petak-Petak Target Konservasi ................................................ 40 5.2. Ancaman terhadap Target Konservasi ................................................................... 41 5.3. Target Konservasi Prioritas di Kabupaten Aceh Tenggara. ................................. 45 BAB VI. WILAYAH FOKUS UNTUK PRIORITAS KONSERVASI ....................................... 47
USAID IFACS Rencana Konservasi Bentang Alam Kabupaten Aceh Tenggara, Provinsi Aceh Hal | xiv
6.1. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pemilihan Wilayah Fokus Prioritas untuk Konservasi ........................................................................................................................ 47 6.2. Prioritas Wilayah Fokus yang Dipilih di Kabupaten Aceh Tenggara ................... 47 BAB VII. KESIMPULAN DAN REKOMENDASI ................................................................... 58 7.1. Kesimpulan ................................................................................................................ 58 7.2. Rekomendasi ............................................................................................................. 59 DAFTAR PUSTAKA .............................................................................................................. 60 DAFTAR DATA GIS YANG DIGUNAKAN ........................................................................... 61
USAID IFACS Rencana Konservasi Bentang Alam Kabupaten Aceh Tenggara, Provinsi Aceh Hal | xv
DAFTAR GAMBAR DAN PETA Gambar 1. Proses Penyusunan Rencana Konservasi Bentang Alam. .................................. 25 Gambar 2. Pembagian Formasi Vegetasi Berdasarkan Ketinggian di Sumatera (Laumonier 1977) ...................................................................................................................................... 27 Gambar 3. Elemen Penyusun Tipe Habitat di Aceh Tenggara .............................................. 28 Gambar 4. Peta NKT di Kabupaten Aceh Tenggara ............................................................. 31 Gambar 5. Peta Tipe Habitat di Kabupaten Aceh Tenggara ................................................. 32 Gambar 6. Peta DAS/Sub DAS Penting di Kabupaten Aceh Tenggara ................................ 33 Gambar 7. Peta Status Hutan di Kabupaten Aceh Tenggara ................................................ 34 Gambar 8. Peta Kandungan Karbon di Atas Permukaan Tanah di Kabupaten Aceh Tenggara ............................................................................................................................................... 35 Gambar 9. Peta Tingkat Ancaman di Kabupaten Aceh Tenggara ......................................... 44 Gambar 10. Peta Potensi Hilangnya Tipe Habitat berdasarkan Tingkat Ancaman ............... 46 Gambar 11. Peta Wilayah-Wilayah Fokus untuk Rencana Aksi Konservasi FMP ................ 48 Gambar 12. Citra Satelit (SPOT 5, 2010) di Wilayah Fokus Aceh Tenggara ........................ 49 Gambar 13. Peta Status Kawasan dan Usulan Perubahannya di Wilayah Fokus Aceh Tenggara ............................................................................................................................... 50 Gambar 14. Peta Target Konservasi Berdasarkan Tipe Habitat dan Wilayah Fokus di Aceh Tenggara ............................................................................................................................... 57
USAID IFACS Rencana Konservasi Bentang Alam Kabupaten Aceh Tenggara, Provinsi Aceh Hal | xvi
DAFTAR TABEL Tabel 1. Data spasial yang digunakan untuk NKT ................................................................. 26 Tabel 2. Struktur tipe habitat utama di tiap zona ketinggian di Kabupaten Aceh Tenggara dimodifikasi dari Laumonier (1997) ........................................................................................ 27 Tabel 3. Panduan untuk menentukan Target Konservasi berdasarkan keanekaragaman dan petak target konservasi (lihat The Nature Conservancy ’s Designing a Geography of Hope ............................................................................................................................................... 37 Tabel 4. Persentase yang dipilih dari ekosistem dan tipe habitat sebagai target konservasi di Kabupaten Aceh Tenggara. ................................................................................................... 38 Tabel 5. Kawasan Konservasi dan Lindung di setiap tipe habitat di Kabupaten Aceh Tenggara. .............................................................................................................................. 39 Tabel 6. Klasifikasi ancaman ................................................................................................. 41 Tabel 7. Sembilan tingkat kepentingan di dalam aplikasi AHP .............................................. 43 Tabel 8. Tipe habitat yang berpotensi hilang berdasarkan penetapan persentase target ..... 45
USAID IFACS Rencana Konservasi Bentang Alam Kabupaten Aceh Tenggara, Provinsi Aceh Hal | xvii
BAB I. LATAR BELAKANG 1.1. Latar Belakang 1.1.1. Kabupaten Aceh Tenggara dan Isu Konservasi Kabupaten Aceh Tenggara merupakan salah satu kabupaten di Provinsi Aceh, Indonesia yang secara geografis berada pada 3°55’ 23” - 4°16’ 37” LU dan 96°43’23” - 98°10’32” BT. Kabupaten Aceh Tenggara dengan Kutacane sebagai ibu kota kabupaten, memiliki luas wilayah sekitar 4.231,41 Km2. Kabupaten Aceh Tenggara berbatasan: • Di sebelah Utara dengan Kabupaten Gayo Lues • Di sebelah Selatan dengan Kabupaten Aceh Selatan dan Kota Subulussalam • Di sebelah Barat dengan Kabupaten Aceh Selatan • Di sebelah Timur dengan Kabupaten Aceh Timur dan Kabupaten Langkat, Karo dan Dairi di Sumatera Utara Kabupaten Aceh Tenggara secara administratif dibagi menjadi 16 kecamatan, 51 mukim dan 385 desa, dan memiliki populasi sekitar 184.150 jiwa pada tahun 2012. Kecamatan yang memiliki jumlah penduduk terbanyak adalah Kecamatan Babussalam sebanyak 25.742 jiwa, sementara jumlah penduduk paling sedikit terdapat di Kecamatan Tanoh Alas sebanyak 3.679 jiwa. Sebagian penduduk terpusat di sepanjang jalan raya di Lembah Alas dan pinggiran sungai. Penduduk Aceh Tenggara adalah masyarakat agraris dengan komoditi pertanian utama padi, kemiri dan jagung, serta akhir-akhir ini mulai banyak membudidayakan kelapa sawit dan coklat. Kabupaten Aceh Tenggara terletak pada ketinggian 400 sampai 3.400 meter di atas permukaan laut (mdpl), dan sebagian besar wilayahnya merupakan daerah perbukitan dan pegunungan. Kabupaten Aceh Tenggara merupakan areal yang tepat untuk dijadikan daerah konservasi dan penelitian flora maupun fauna, dan terdapat satu stasiun penelitian di Ketambe. Kabupaten ini berada di gugusan pegunungan Bukit Barisan, sebagian besar wilayahnya merupakan area Taman Nasional Gunung Leuser yang telah dicanangkan sebagai warisan dunia dan juga masuk dalam Kawasan Ekosistem Leuser yang merupakan Kawasan Strategis Nasional sebagaimana yang terdapat dalam PP No. 28 tahun 2007 tentang Rencana Tata Ruang Nasional. Berdasarkan Pergub Aceh No. 19 tahun 1999, dan SK Menhut No.172/Kpts-II/Menhut/2002 bahwa hutan Aceh Tenggara terdiri dari Taman Nasional Gunung Leuser (TNGL) seluas 281.574,62 Ha, Hutan Lindung seluas 96.327,20 Ha, dan Areal Penggunaan Lain (APL) hanya seluas 38.767,25 Ha. Dengan kata lain, 91 % dari luas wilayah merupakan kawasan lindung. Sementara itu keberadaan hutan Aceh Tenggara mempunyai potensi dan peranan yang sangat besar, antara lain terdapat keanekaragaman hayati yang tinggi, baik flora maupun fauna terutama menjadi rumah bagi satwa langka yaitu Orangutan Sumatra dan beberapa satwa kunci lain, yaitu harimau dan Badak Sumatra. Juga terdapat sejumlah DAS penting terutama Sungai Alas yang mengalir melewati Aceh Tenggara dan bermuara ke Aceh Singkil dan Aceh Selatan. Selain itu, masih banyak potensi alam lainnya.
USAID IFACS Rencana Konservasi Bentang Alam Kabupaten Aceh Tenggara Provinsi Aceh Hal | 18
Kabupaten Aceh Tenggara memiliki peran penting dalam upaya pelestarian bentang alam hutan Aceh yang kaya akan keanekaragaman hayati sekaligus keragaman jasa lingkungan dan penting dalam kontribusi untuk target penurunan emisi karbon Indonesia sebesar 26% pada 2020, mengingat bahwa sekitar 406.648 ha atau 71% luas wilayah Kabupaten Aceh Tenggara adalah kawasan hutan. Sebagian besar wilayah Kabupaten Aceh Tenggara berhutan, dan merupakan bagian dari Ekosistem Leuser yang kaya akan keanekaragaman hayati dan memiliki fungsi ekosistem yang penting. Berdasarkan lokakarya Forum Multi Pihak Aceh Tenggara, telah diidentifikasi beberapa isu konservasi utama di kabupaten ini, antara lain: 1. Sebagian besar Kabupaten Aceh Tenggara adalah Kawasan Ekosistem Leuser dan juga Taman Nasional Gunung Leuser menjadikan kabupaten ini adalah kabupaten konservasi dengan pengelolaan terbatas sekaligus menjadi rentan terhadap bencana alam. 2. Kegiatan penebangan dan perambahan liar merupakan ancaman serius bagi kelestarian dan perlindungan lingkungan. 3. DAS Alas dan sub-sub DAS yang berisi sungai-sungai membentuk sistem hidrologis yang penting bagi penyangga sistem kehidupan di pemukiman sekitar Lembah Alas sehingga upaya pelestarian hutan di sekitar DAS sangat penting. 4. Tata batas wilayah administratif desa dan hutan yang sering tumpang tindih dan berpotensi menimbulkan konflik dan perambahan, sehingga diperlukan penataan batas desa dan tata ruang desa. 5. Peruntukan untuk kawasan budidaya sangat kritis karena kebanyakan ruang Kabupaten Aceh Tengggara adalah kawasan lindung, oleh karena itu sangat penting mengintegrasikan dan mensinergikan kegiatan ekonomi masyarakat dengan upaya konservasi. 6. Peningkatan kapasitas perangkat desa dan lembaga-lembaga desa penting untuk meningkatkan tata kelola lingkungan yang baik.
1.1.2. Rencana Konservasi Bentang Alam Berbagai tujuan rencana konservasi secara umum adalah untuk memastikan tidak terjadinya kehilangan keanekaragaman hayati. Keterwakilan, kemudian, merupakan prinsip mendasar dalam perencanaan konservasi dan mengacu pada seberapa baik keanekaragaman hayati (genetik, spesies, komunitas) terwakili dalam konservasi (Watson et al. 2011). Ilmu tentang perencanaan konservasi yang sistematis sangat peduli dengan aplikasi optimal dari aksi pengelolaan konservasi yang bersifat keruangan yang mendukung keberadaan keanekaragaman hayati itu sendiri atau kondisi alam secara in-situ (Margules & Pressey, 2000; Margules & Sarkar, 2007). Rencana konservasi melibatkan proses transparan dalam menentukan tujuan konservasi, dan perencanaan aksi konservsi untuk mencapai tujuan tersebut (Bottrill & Pressey, 2009). Suatu ciri mendasar dalam perencanaan konservasi adalah prinsip saling melengkapi (complementarity) (Kirkpatrick, 1983) yang mengidentifikasi sistem dari kawasan-kawasan konservasi yang saling melengkapi satu dengan yang lainnya untuk mencapai tujuan.
USAID IFACS Rencana Konservasi Bentang Alam Kabupaten Aceh Tenggara Provinsi Aceh Hal | 19
Dalam dokumen RKBA ini, tujuan konservasi sebagian besar adalah kawasan dengan Nilai Konservasi Tinggi (NKT) yang telah diidentifikasi pada tingkat kabupaten. Sebagai salah satu bagiannya adalah Wilayah Fokus yang telah diidentifikasi oleh Forum Multi Pihak untuk aksi konservasi prioritas.
1.1.3. Konsep Nilai Konservasi Tinggi Nilai Konservasi Tinggi (NKT) didefinisikan sebagai nilai biologi, ekologi, sosial atau budaya yang dianggap sangat penting pada skala nasional, regional maupun global. Walaupun pada awalnya konsep NKT didasarkan pada kebutuhan sertifikasi unit pengelola hutan, NKT telah digunakan untuk keperluan yang lebih luas, mengingat NKT meringkas atribut-atribut kritis dari hutan termasuk nilai-nilai ekologi dan sosial yang ada. NKT juga telah banyak digunakan untuk keperluan perencanaan konservasi dan pemanfaatan lahan. Beberapa panduan dalam melakukan pemilihan wilayah prioritas tinggi untuk pelestarian keanekaragaman hayati telah tersedia pada Protokol untuk Indonesia guna mengidentifikasi Nilai Konservasi Tinggi (NKT) (Toolkit 2008). Awalnya protokol ini menekankan pada identifikasi spesies secara aktual, namun dalam pelaksanaanya lebih terfokus pada identifikasi pendekatan keanekaragaman hayati, seperti tipe habitat, juga pada pengelompokkan hewan dan tumbuh-tumbuhan ketimbang hanya spesies tunggal. Protokol NKT menekankan pada identifikasi konsentrasi keberadaan nilai-nilai keanekaragaman hayati yang penting, yaitu kehadiran spesies langka, spesies yang kritis hampir punah (critically endangered), hampir punah (endangered) dan rentan (vulnerable) dalam daftar spesies IUCN; kawasan konservasi yang dilindungi; ekosistem yang langka atau hampir punah; hutan kritis yang penting sebagai penyedia sumber air bagi masyarakat; perlindungan DAS dari erosi dan melindungi nilai-nilai budaya lokal serta kesehatan masyarakat. Protokol ini juga mengenalkan betapa pentingnya sumbangan daerah target (konservasi) kepada fungsi ekologi pada skala bentang alam.
1.1.4. Visi, Misi dan Tujuan Strategis Forum Multi Pihak Forum Multipihak Mitigasi dan Adaptasi Perubahan Iklim Para pemangku kepentingan di Aceh Tenggara membentuk sebuah Forum Multi Pihak (FMP), yakni sebuah forum yang menjadi sarana para pemangku kepentingan baik dari pemerintahan, kelompok masyarakat sipil, akademisi, maupun pihak swasta yang memiliki minat dan ketertarikan dalam isu perubahan iklim, kehutanan, tata ruang berkelanjutan, dan pembangunan rendah emisi di suatu daerah tertentu. Forum ini menjadi sarana koordinasi dan komunikasi semua pihak dalam pengelolaan sumber daya alam yang lestari dan berkelanjutan. Forum ini bernama FoLAT (Forum Leuser Aceh Tenggara). Visi dan Misi Visi: Mewujudkan kebersamaan dalam tata kelola lingkungan yang berkeadilan, melindungi,dan memanfaatkan sumberdaya hutan secara lestari dan berkelanjutan.
USAID IFACS Rencana Konservasi Bentang Alam Kabupaten Aceh Tenggara Provinsi Aceh Hal | 20
Misi: a) Memfasilitasi dan mendorong perbaikan dan pengembangan tata kelola kehutanan yang baik berdasarkan kebutuhan masyarakat dan dinamika yang berkembang. b) Memfasilitasi dan mendorong adaptasi perubahan iklim dalam proses pembangunan daerah. c) Mendorong dan memperkuat peran para pihak dalam pelestarian lingkungan hidup. d) Mendorong dan memperkuat peran masyarakat adat/lokal dalam perlindungan dan pemanfaatan hutan secara lestari. e) Menjadi wadah pemersatu dan kerjasama para pihak dalam proses-proses pembangunan yang mengedepankan asas konservasi dan pelestarian lingkungan. Isu – Isu Strategis a) Proses tata ruang dan alih fungsi lahan yang belum selesai. b) Sistem budidaya pertanian masyarakat yang belum beradaptasi dengan perubahan iklim dan proses pembangunan daerah. c) Masih lemahnya peran para pihak dalam pelestarian lingkungan hidup. d) Masih kurangnya peran masyarakat adat/lokal dalam pengelolaan hutan. e) Memperkuat Forum Leuser Aceh Tenggara dalam mengawal dan membantu proses pembangunan yang berwawasan lingkungan.
1.2. Tujuan Umum dan Tujuan Khusus Tujuan umum dipersiapkannya dokumen RKBA Kabupaten Aceh Tenggara adalah untuk memberikan gambaran menyeluruh menganai target-target konservasi pada tingkat bentang alam dengan mempertimbangkan Nilai Konservasi Tinggi (NKT) yang ada, kawasan dengan kandungan karbon tinggi, daerah aliran sungai penting, tipe habitat dan analisis ancaman terhadap target-target konservasi, sehingga upaya pelestarian kawasan dapat lebih tepat sasaran dan dapat berdampak untuk jangka panjang. Secara khusus, dokumen ini bertujuan memberikan masukan dalam penyusunan Kajian Lingkungan Hidup Strategis Kabupaten Aceh Tenggara, serta memberikan arahan bagi Forum Multi Pihak dalam melaksanakan rencana aksi konservasi pada wilayah-wilayah fokus yang telah dipilih.
1.3. Cakupan RKBA ini mencakup informasi mengenai: • Latar belakang dan pentingnya RKBA. • Identifikasi target-target konservasi yang diperlukan. • Persentase setiap target untuk dilestarikan di tingkat bentang alam.
USAID IFACS Rencana Konservasi Bentang Alam Kabupaten Aceh Tenggara Provinsi Aceh Hal | 21
• Pemilihan petak-petak target konservasi berupa tipe habitat hutan yang dapat bertahan lama, termasuk analisis ancaman yang ada maupun ancaman yang potensial. • Identifikasi wilayah-wilayah fokus dan isu-isu konservasi utama secara ringkas pada wilayah fokus, serta rencana aksi konservasinya. Dokumen ini juga menyajikan peta-peta tematik GIS, termasuk target konservasi untuk perencanaan dan wilayah fokus, yang dikelompokkan dalam target konservasi yang dilihat sebagai prioritas bagi aksi konservasi oleh Forum Multi Pihak.
USAID IFACS Rencana Konservasi Bentang Alam Kabupaten Aceh Tenggara Provinsi Aceh Hal | 22
BAB II. PROSES DAN TAHAPAN PENGEMBANGAN KAJIAN BENTANG ALAM 2.1. Pendahuluan Perencanaan dan pengelolaan konservasi pada wilayah yang luas selalu menghadapi masalah skala kawasan ketika menyusun strategi konservasi untuk wilayah tersebut. Namun demikian, perencanaan di tingkat bentang alam dapat memberikan gambaran menyeluruh mengenai keberlanjutan target-target konservasi pada jangka waktu yang lama. Pemilihan wilayah-wilayah fokus atau prioritas juga perlu dilakukan sehingga kegiatan konservasi mampu difokuskan pada kawasan-kawasan strategis, yang kemungkinan tercapainya tujuan konservasi akan lebih besar. Perencanaan konservasi di tingkatan bentang alam terfokus pada tujuan konservasi atau ’target’ ketimbang isu konservasi semata seperti kebakaran hutan, penebangan liar, dll. RKBA mengadopsi tujuan ini berdasarkan pendekatan perencanaan yang dikembangkan oleh The Nature Conservancy ’s Conservation By Design The Basics: Key Analytical Methods’ (http://www.nature.org/ourscience/ conservationbydesign/ key-analyticalmethods.xml) dan dokumen-dokumen yang terkait- khususnya ‘Designing a Geography of Hope’(http://www.denix.osd.mil/nr/ upload/Design_geo_hope.pdf) dan Watson et al. 2011. ‘Systematic Conservation Planning Past Present and Future’ (http://www.academia.edu/ 1160247/) dan Lehtomaki and Moilanen 2013. ‘Methods and workflow for spatial conservation prioritization using Zonation’ - https://tuhat.halvi.helsinki.fi/ portal/files/ 27982502/Lehtom_ki_Moilanen 2013.pdf). Dalam mempersiapkan Rencana Konservasi Bentang Alam di tingkat kabupaten, adalah penting untuk mengidentifikasi target-target konservasi kunci. Pendekatan yang digunakan dalam dokumen ini didasarkan pada pemahaman bahwa target-target ini dapat dibandingkan dengan kombinasi dari NKT dan areal yang memiliki kandungan karbon tinggi. Alasan dari pendekatan ini adalah NKT telah mendapatkan perhatian khusus secara internasional, dan di Indonesia telah menjadi dasar dalam mengidentifikasi wilayah penting untuk konservasi oleh pemerintah, swasta, dan organisasi sipil lainnya, di samping itu juga terdapat protokol untuk identifikasi NKT yang telah didokumentasikan dengan baik di tahun 2008 di Indonesia. Sayangnya, di kabupaten sangat terbatas mengenai data dan informasi distribusi keanekaragaman hayati, termasuk spesies-spesies endemik, terancam dan yang dilindungi. RKBA ini mengidentifikasi hampir semua NKT 1-4 berdasarkan protokol NKT tahun 2008, dengan menggunakan proxy yang didasarkan pada hubungan antara kombinasi atribut biotik dan abiotik, serta ketinggian – dalam hal ini berupa ‘tipe habitat’ - yang telah dipetakan. Sebagai contoh, beberapa faktor abiotik seperti jenis batuan dan tipe tanah; faktor biotik seperti tipe vegetasi atau hutan, kerapatan vegetasi; dan ketinggian/elevasi memiliki tautan yang kuat terhadap keanekaragaman hayati yang ada pada tipe habitat tersebut. Suatu pendekatan terpadu, dibantu dengan Sistem Informasi Geografis, sangat cocok dalam mengidentifikiasi target konservasi penting, memetakan ancaman dan menentukan prioritas wilayah fokus untuk konservasi. Protokol NKT Indonesia 2008 terfokus pada identifikasi: nilai keanekaragaman penting, sebagai contoh, kehadiran spesies langka, terancam, dan yang memiliki status khusus; areal
USAID IFACS Rencana Konservasi Bentang Alam Kabupaten Aceh Tenggara Provinsi Aceh Hal | 23
konservasi dan kawasan lindung; ekosistem yang langka dan terancam; hutan-hutan yang penting untuk memberikan sumber air bagi masyarakat; daerah aliran sungai yang memerlukan pengelolaan untuk menghindari erosi, banjir dsb; dan perlindungan nilai-nilai budaya dan kesehatan publik.
2.2. Proses Penyiapan Rencana Konservasi Bentang Alam Perisapan RKBA ini dilaksanakan melalui proses analisis data spasial menggunakan GIS yang didasarkan pada visi, misi dan tujuan strategis Forum Multi Pihak – di samping juga sebagai hasil dari diskusi kelompok dari anggota forum. Tahapan-tahapannya adalah sbb: i.
Identifikasi dan pemetaan target-target konservasi, termasuk proxy dari NKT 1 - 6. Pemetaan ini ini meliputi pengembangan tema-tema GIS mengenai tipe habitat, DAS dan Sub DAS, ekosistem unik, dan zona penyangga. Target konservasi yang terdapat dalam tujuan strategis Forum juga dipertimbangkan.
ii.
Penentuan persentase (%) setiap target konservasi yang diperlukan untuk melestarikan NKT dalam jangka waktu lama (100 tahun). Tahapan ini menggunakan panduan matriks sebagai referensi untuk menentukan persentasenya.
iii.
Memetakan areal atau petak-petak hutan yang paling dapat bertahan lama pada setiap target konservasi untuk memastikan kelestariannya (viability). Tahapan ini meliputi analisis ancaman yang ada di dalam target konservasi. Hanya petak-petak yang paling mampu bertahan lama saja yang persentase targetnya ditetapkan.
iv.
Menentukan wilayah fokus untuk rencana aksi konservasi. Wilayah fokus ini diidentifikasi oleh Forum Multi Pihak mengingat wilayah tersebut penting atau memiliki target konservasi yang beragam yang mengalami ancaman. Secara ringkas, deskripsi lokasi serta target-target konservasi yang ada, permasalahan, isu konservasi dan ancaman, serta kebijakan dan kapasitas pengelolaan diterangkan sebagai basis rencana aksi konservasi yang diperlukan di wilayah fokus tersebut.
v.
Menyusun kesimpulan dan rekomendasi.
Gambar 1 berikut merupakan gambaran tahapan penyusunan Rencana Konservasi Bentang Alam.
USAID IFACS Rencana Konservasi Bentang Alam Kabupaten Aceh Tenggara Provinsi Aceh Hal | 24
Gambar 1. Proses Penyusunan Rencana Konservasi Bentang Alam.
Visi, Misi dan Tujuan Strategis FMP
Peta tematik GIS NKT -‐ -‐ -‐ -‐ -‐
-‐
Target-target konservasi: Tipe habitat DAS Koridor satwa Distribusi spesies Areal yang diperlukan oleh masyarakat Areal budaya
Peta tematik GIS Stok Karbon Tinggi -‐
Lahan gambut dengan kedalaman >3m
-‐ -‐
NKT 1-6 Kawasan dengan kandungan karbon tinggi Peta tematik GIS Ancaman (threats)
Analisis Ancaman dan karakteristik petak target konservasi (bentuk, ukuran, isolasi)
-‐ -‐ -‐ -‐ -‐ -‐ -‐ -‐ -‐ -‐
Deforestasi Pemukiman Jalan Areal tambang Areal HPH Areal HTI Areal perkebunan Status hutan Areal moratorium Kesesuaian lahan
Pemilihan petak-petak target konservasi yang dapat bertahan lama
Pemilihan wilayah fokus (focus area) untuk rencana aksi konservasi FMP
Peta Rencana Konservasi Bentang Alam
USAID IFACS Rencana Konservasi Bentang Alam Kabupaten Aceh Tenggara Provinsi Aceh Hal | 25
BAB III. IDENTIFIKASI TARGET KONSERVASI 3.1. Pendahuluan Target-target konservasi yang diidentifikasi di RKBA meliputi NKT 1 sampai 6, dan digabungkan dengan areal dengan stok karbon tinggi. Seperti telah dikemukakan sebelumnya, pemetaan target-target konservasi bergantung pada pemetaan proxy yang ada. Proxy tersebut berupa variabel abiotik seperti sistem lahan, dan jenis batuan; target biotik berskala besar, seperti tipe struktur vegetasi, kawasan lindung, dan areal keanekaragaman hayati penting; serta ketinggian/elevasi. Data lain seperti desa/pemukiman, lokasi budaya, pemanfaatan lahan lokal seperti kebun dan pertanian, atau jalan, digunakan untuk mengembangkan zona penyangga di sekitar NKT. Zona penyangga ini kemudian dipertimbangkan sebagai bagian dari target konservasi. Penggunaan proxy merupakan praktek umum ketika informasi yang lebih detil tentang NKT tidak ditemukan.
3.2. Target Konservasi di Kabupaten Aceh Tenggara 3.2.1. Kawasan dengan Nilai Konservasi Tinggi di Bentang Alam Kabupaten Aceh Tenggara Pada Rencana Koservasi Bentang Alam, informasi spasial mengenai NKT diproses berdasarkan data yang tersedia, yang secara umum berhubungan dengan NKT 1–6 sebagaimana dikemukakan dalam tabel berikut dan dalam Peta NKT Kabupaten Aceh Tenggara. Tabel 1. Data spasial yang digunakan untuk NKT NKT NKT 1
Data yang digunakan Kawasan Lindung Important Bird Areas (IBAs) Kesesuaian Habitat Orangutan
NKT 2
Tipe Habitat Zona Penyangga Habitat
NKT 3
Ekosistem Unik, langka atau punah (riparian forests)
NKT 4
Daerah Aliran Sungai Daerah potensi erosi Wilayah sekat bakar
NKT 5
Sumber air penting Pemanfaatan lahan lokal
NKT 6
Lokasi situs budaya tradisional
3.2.2. Kawasan Konservasi dan Kawasan Lindung yang Ditetapkan Pemerintah Bentang alam Kabupaten Aceh Tenggara memiliki sejumlah kawasan konservasi dan kawasan lindung yang telah ditetapkan pemerintah, seperti Taman Nasional Gunung Leuser dan hutan lindung. Pada umumnya kawasan-kawasan ini memiliki Nilai Konservasi Tinggi,
USAID IFACS Rencana Konservasi Bentang Alam Kabupaten Aceh Tenggara Provinsi Aceh Hal | 26
baik dari segi keanekaragaman spesies maupun ekosistem, dan memberikan sejumlah jasa lingkungan bagi wilayah sekitarnya. Kawasan-kawasan konservasi dan kawasan lindung ini, secara langsung ditetapkan menjadi target konservasi dalam RKBA.
3.2.3. Tipe Habitat Pemetaan NKT sebagai target konservasi tergantung pada identifikasi tipe habitat sebagai proxy utama di wilayah kabupaten ini. Setiap tipe habitat yang merupakan perpaduan data dari jenis batuan/geologi, tipe vegetasi, kerapatan, dan ketinggian memiliki keanekaragaman hayati yang unik dan dapat dipandang sebagai target konservasi. Tipe habitat diidentifikasi dari kombinasi tipe struktur vegetasi utama serta tipe geologi dari peta sistem lahan (RePPPRot 1990) dan ketinggian. Tipe struktural habitat utama telah dipetakan, dan didasarkan pada kawasan yang berhutan menjadi tipe hutan yang diketahui memiliki zonasi ketinggian di Sumatera (lihat Tabel 2 dan Gambar 2 di bawah ini). Tabel 2. Struktur tipe habitat utama di tiap zona ketinggian di Kabupaten Aceh Tenggara dimodifikasi dari Laumonier (1997) Tipe Formasi Vegetasi A.1. Lowlands & Low Elevation Hill Forest
Reklasifikasi Formasi Vegetasi Low land & Hill Forest
A.2. Medium Elevation Hill Forest A.3. Sub Montane Forest A.4. Lower Montane Forest A.5. Montane Forest A.6. Sub-Alpine Forest
Ketinggian 0 - 500 m 500 – 800 m
Lower & Sub Montane Forest
800 – 1300 m
Montane & Sub-Alpine Forest
1800 – 2400 m
1300 – 1800 m
>2400 m
Gambar 2. Pembagian Formasi Vegetasi Berdasarkan Ketinggian di Sumatera (Laumonier 1977)
USAID IFACS Rencana Konservasi Bentang Alam Kabupaten Aceh Tenggara Provinsi Aceh Hal | 27
Peta tipe Geologi dimodifikasi dari peta RePPProt (1990) dengan mengelompokkannya ke dalam kategori yang lebih sedikit, yaitu 1) Alluvial, 2) Floodplain, 3) Limestone, 4) Sedimentary/Metamorphic, 5) Acid Igneous, 6) Volcanic. Berdasarkan kondisi geologis tersebut, dan 3 formasi vegetasi yang telah direklasifikasi, serta tutupan hutan terakhir maka diidentifikasi 14 tipe habitat seperti terlihat pada tabel berikut (lihat juga Peta Tipe Habitat). Gambar 3. Elemen Penyusun Tipe Habitat di Aceh Tenggara
Geologi Induk 1. Acid Igneous 2. Alluvial 3. Floodplain 4. Limestone
Tipe Habitat: 1.
Acid Igneous Lowland & Hill
2.
Acid Igneous Lower & Sub Montane
3.
Acid Igneous High Montane & Sub-Alpine
4.
Alluvial Lowland & Hill
5.
Floodplain Lowland & Hill
6.
Limestone Lowland & Hill
7.
Limestone Lower & Sub Montane
8.
Limestone High Montane & Sub-Alpine
9.
Sedimentary/Metamorphic Lowland & Hill
5. Sedimentary/ Metamorphic 6. Volcanic
Formasi Vegetasi 1. Hutan Dataran Rendah dan Perbukitan /Low Land & Hill (0 – 800 m) 2. Hutan Sub Montane dan Montane rendah/ Lower & Sub Montane (800 – 1800 m) 3. Hutan Montane tinggi & Puncak/ High Montane & Sub-Alpine (> 1800 m)
10. Sedimentary/Metamorphic Lower & Sub Montane 11. Sedimentary/Metamorphic High Montane & Sub-Alpine 12. Volcanic Lowland & Hill 13. Volcanic Lower & Sub Montane 14. Volcanic High Montane & Sub-Alpine
USAID IFACS Rencana Konservasi Bentang Alam Kabupaten Aceh Tenggara Provinsi Aceh Hal | 28
3.2.4. Ekosistem Unik DAS dan Sub-DAS Penting Ekosistem Unik Ekosistem unik yang diidentifikasi adalah hutan pegunungan atas yang sudah masuk dalam tipe habitat sub-alpin, yang di dalamnya terdapat hutan lumut dan herba. DAS dan Sub DAS Sungai dan DAS memiliki keanekaragaman hayati yang unik, berbentuk fauna air (ikan air tawar, crustacea, moluska, dsb) dan flora. Kedua hal ini juga berkaitan erat dengan ekologi hutan riparian (pinggiran sungai), serta biota yang keberlanjutannya tergantung kepada jalur ekologi riparian dan kualitas air sungai. Sungai secara umum dapat dibagi dua. Pertama, sungai yang berhulu dari punggungan dan airnya mengalir hingga ke laut (sungai/daerah aliran sungai utama) dan kedua, sungai yang berakhir di dataran rendah sebelum mencapai laut (sungai/daerah aliran sungai kecil). Beberapa diantaranya juga mungkin memiliki jalur yang kaya rumput selama musim hujan, yang menarik kumpulan binatang dan tumbuhan, baik sebagai tempat reproduksi in situ sementara, atau karena dipakai sebagai bagian dari perjalanan migrasi lokal. Sistem sungai juga sangat mempengaruhi keanekaragaman baik ekologi maupun hayati di bentang alam di mana sungai itu berada. Kerapatan sungai, jaringan sungai, besar arus, hidrologi, sedimentasi, dll semua dapat mempengaruhi pola dan distribusi vegetasi dan kumpulan biota terkait. Semakin panjang sungai akan semakin banyak habitat spesifik riparian. Semakin kompleks pertemuan atau perpotongan sungai akan semakin kompleks pula habitat air yang disebabkan oleh tingginya pertukaran oksigen di dalam air. Ancaman utama untuk sistem sungai adalah pencemaran (erosi tanah, sedimentasi, pupuk kimiawi, limbah ternak, limbah pabrik dan rumah tangga), pengerusan diakibatkan pertanian padi, pengambilan batu dan kerikil dari sungai dan penurunan debit air akibat kerusakan daerah tangkapan air. Dalam menentukan DAS/Sub DAS prioritas digunakan kriteria-kriteria fisik, antara lain: • Flow Direction (Arah Aliran), pemetaan DAS yang dimodelkan menggunakan elevasi dari data DEM, yang hasilnya menunjukkan arah aliran air keluar. • Flow Accumulation, hasil analisis flow accumulation ini menyerupai peta alur sungai, semakin putih warnanya menunjukkan semakin besar akumulasi air di titik tersebut. Flow accumulation menggambarkan bobot air yang terakumulasi di satu titik berdasarkan jumlah piksel yang mengarah kepadanya. • Titik Outlet, titik dimana tempat pertemuan antar sungai. Single Watershed adalah DAS tunggal dimana aliran di bagian hulu langsung jatuh di laut. Parameter ini merupakan parameter yang paling penting.
3.2.5. Kawasan dengan Kandungan Karbon Tinggi Kawasan dengan kandungan karbon tinggi merupakan salah satu target konservasi yang perlu dilestarikan. Di Kabupaten Aceh Tenggara tidak terdapat tipe lahan gambut, sehingga kawasan dengan kandungan karbon tinggi hanya terdapat di hutan lahan mineral yang cukup
USAID IFACS Rencana Konservasi Bentang Alam Kabupaten Aceh Tenggara Provinsi Aceh Hal | 29
luas karena hampir sebagian wilayah administrasi Aceh Tenggara masuk dalam kawasan Taman Nasional Gunung Leuser yang relatif masih bagus kondisi tutupan hutannya. Hasil perhitungan kandungan karbon di atas permukaan tanah berdasarkan tutupan lahan yang ada mencapai sekitar 67,4 juta ton Karbon.
USAID IFACS Rencana Konservasi Bentang Alam Kabupaten Aceh Tenggara Provinsi Aceh Hal | 30
Gambar 4. Peta NKT di Kabupaten Aceh Tenggara
USAID IFACS Rencana Konservasi Bentang Alam Kabupaten Aceh Tenggara Provinsi Aceh Hal | 31
Gambar 5. Peta Tipe Habitat di Kabupaten Aceh Tenggara
USAID IFACS Rencana Konservasi Bentang Alam Kabupaten Aceh Tenggara Provinsi Aceh Hal | 32
Gambar 6. Peta DAS/Sub DAS Penting di Kabupaten Aceh Tenggara
USAID IFACS Rencana Konservasi Bentang Alam Kabupaten Aceh Tenggara Provinsi Aceh Hal | 33
Gambar 7. Peta Status Hutan di Kabupaten Aceh Tenggara
USAID IFACS Rencana Konservasi Bentang Alam Kabupaten Aceh Tenggara Provinsi Aceh Hal | 34
Gambar 8. Peta Kandungan Karbon di Atas Permukaan Tanah di Kabupaten Aceh Tenggara
USAID IFACS Rencana Konservasi Bentang Alam Kabupaten Aceh Tenggara Provinsi Aceh Hal | 35
BAB IV. PENENTUAN PERSENTASE TARGET KONSERVASI YANG DIPERLUKAN DI KABUPATEN ACEH TENGGARA 4.1. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Persentase Target dan Panduan dalam Menentukan Persentase Persentase (%) dari target konservasi yang diperlukan untuk melestarikan NKT yang ada di kabupaten dipilih oleh Forum Multi Pihak. Terdapat sejumlah faktor dalam menentukan persentase tersebut, termasuk di dalamnya: 1. Karakteristik keanekaragaman hayati, yang meliputi keunikan spesies dan pola umum distribusi, baik di dalam kabupaten dan di bentang alam sekitarnya, khususnya pada target konservasi yang terkait dengan NKT 1-4. 2. Karakteristik tiap petak target konservasi, termasuk di dalamnya ukuran dan distribusi (tersebar atau terkonsentrasi). 3. Kondisi fisik target konservasi (contoh tutupan hutan, kedalaman gambut). 4. Proporsi target konservasi asli dengan yang tersisa. 5. Proporsi target yang dapat dimanfatkan karena sebagian berada dalam kawasan konservasi atau kawasan lindung yang dilindungi oleh pemerintah. Penentuan persentase target konservasi pada prakteknya juga dipengaruhi oleh kebijakan pembangunan yang ada di pemerintah daerah, mengingat pembangunan memerlukan lahan dari bentang alam yang ada. Sebagai contoh, wilayah kabupaten pemekaran yang baru yang memiliki 70% hutan cenderung mengalokasikan hutan menjadi kawasan pembangunan. Terdapat data empiris yang terbatas yang dapat menentukan persentase target konservasi. Pengalaman menunjukkan bahwa target konservasi merupakan kelompok matriks yang besar, sebagai contoh, Hutan Sedimentary/Metamorphic Lowland & Hill yang memiliki spesies endemik dapat diberikan target 15-30% dari kawasan yang tersisa. Sementara Hutan Volcanic High Montane & Sub Alpine yang terdapat di puncak gunung yang memiliki proporsi spesies endemik yang tinggi, harus memiliki target 100%. Target di antara kedua contoh di atas didasarkan pada distribusi dan endemisitas persentase dari kedua nilai tersebut. Tabel di bawah ini memberikan gambaran kasar yang digunakan dalam kajian bentang alam ini untuk menentukan % target konservasi. Forum Multi Pihak menentukan % ini juga melalui diskusi dan kesepakatan.
USAID IFACS Rencana Konservasi Bentang Alam Kabupaten Aceh Tenggara Provinsi Aceh Hal | 36
Tabel 3. Panduan untuk menentukan Target Konservasi berdasarkan keanekaragaman dan petak target konservasi (lihat The Nature Conservancy ’s Designing a Geography of Hope (http://www.denix.osd.mil/nr/upload/Design_geo_hope.pdf). Karakteristik keragaman-hayati (keunikan dan distribusi) Spesies unik/ menyatu Spesies unik/ tersebar Spesies tidak unik/menyatu
Karakteristik Pecahan Hutan (luasan dan distribusi) Luas tersebar (matriks)
Luas menyatu
Sedang tersebar
Sedang menyatu
Kecil tersebar
Kecil menyatu
50
60
70
80
90
100
40
50
60
70
80
90
30
40
50
60
70
80
20
30
40
50
60
70
Spesies tidak unik/ menyebar
Persentase target konservasi akan mempengaruhi total kawasan target konservasi yang dilestarikan. Walaupun demikian, distribusi dari berbagai petak dari tiap target yang diperlukan untuk mencapai total kawasan ditentukan melalui kajian viabilitas tiap petak.
4.2. Persentase Target Konservasi MSF FoLAT (Forum Leuser Aceh Tenggara) telah menentukan tujuan strategis konservasi di Kabupaten Aceh Tenggara, yaitu: memastikan tata kelola lingkungan dan kehutanan yang berkelanjutan dalam bentuk rencana konservasi yang terintegrasi dalam tata ruang Aceh Tenggara, secara partisipatif dan transparan untuk kesejahteraan masyarakat Aceh Tenggara. MSF juga ingin menyelamatkan wilayah hutan yang memiliki target konservasi yang cukup penting dimana mencakup tipe habitat hutan yang langka serta melihat karakteristik wilayah hutannya: apakah hutan tersebut juga memiliki ancaman yang tinggi atau tidak. Misalkan saja, jika tipe habitat yang cukup luas dan memiliki ancaman tinggi (terutama disebabkan oleh adanya konsesi/ijin pengolahan lahan, seperti pertambangan), maka keberadaan dari tipe habitat hutan tersebut akan berpotensi berkurang atau hilang seiring dengan adanya ancaman dari pembukaan lahan untuk perkebunan sawit, sehingga ancaman itu akan mempengaruhi persentase target konservasi. Sebagian besar tutupan hutan di Aceh Tenggara memiliki tutupan kanopi lebih dari 70%, atau tutupan hutan primer dan sekunder lama. Tutupan hutan berkanopi kurang dari 70% hanya terjadi pada daerah hutan yang terdegradasi yaitu hutan yang berubah dari hutan primer menjadi hutan sekunder (Degraded Forest). Perubahan tutupan hutan yang terjadi pada umumnya adalah hutan primer menjadi bukan hutan (Primary Forest Loss) dan hutan sekunder menjadi bukan hutan (Secondary Forest Loss). Berdasarkan data Kementerian Kehutanan, untuk wilayah Aceh Tenggara sejak tahun 2000 sampai 2011 tidak ada perubahan tutupan hutan dari primer menjadi sekunder, karena tidak ada konsesi atau HPH yang beroperasi di wilayah Aceh Tenggara pada khususnya dan Provinsi Aceh pada
USAID IFACS Rencana Konservasi Bentang Alam Kabupaten Aceh Tenggara Provinsi Aceh Hal | 37
umumnya, kemungkinan kecil terjadi yaitu illegal logging, namun itu tidak luas dan terpencar sehingga tidak terpetakan di dalam data Kementerian Kehutanan. Tabel 4. Persentase yang dipilih dari ekosistem dan tipe habitat sebagai target konservasi di Kabupaten Aceh Tenggara. No
Tipe Habitat Hutan
Luas (Ha)
Persentase
1.971,92
100
442,18
100
6.300,32
100
1
Acid Igneous High Montane & SubAlpine
2
Acid Igneous Lowland & Hill
3
Acid Igneous Lower / SubMontane
4
Alluvial LowlLand & Hill
203,90
100
5
Floodplain Lowland & Hill
165,67
100
6
Limestone High Montane & SubAlpine
1.339,34
100
7
Limestone Lowland & Hill
8.952,04
98
8
Limestone Lower & SubMontane
21.364,20
100
9
Sedimentary/Metamorphic High Montane & SubAlpine
69.551,92
100
10
Sedimentary/Metamorphic Lowland & Hill
75.508,19
95
11
Sedimentary/Metamorphic Lower & Sub Montane
146.852,14
94
12
Volcanic High Montane & SubAlpine
6.550,34
100
13
Volcanic Lowland & Hill
9.983,06
98
14
Volcanic Lower & SubMontane
5.294,58
100
Total
354.479,80
Luas Kabupaten Aceh Tenggara
424.615,80
Tutupan Hutan
80%
Sumber: Analisa SIG (Sistem Lahan, Geologi, Tutupan Hutan/Lahan,Elevasi)-RePPProt, DEM, MoF
Dari tabel di atas terlihat bahwa tipe habitat yang langka dan sedikit luasannya tetap ingin dijaga kelestariannya. Forum memandang tipe-tipe habitat ini adalah khas di Aceh Tenggara dan memberikan persentase target 100% yang artinya tipe habitat tersebut dipertahankan tetap untuk jangka waktu panjang (100 tahun), sedangkan untuk tipe habitat yang cukup luas seperti pada tipe habitat Sedimentary/Metamorphic Lowland & SubMontane Forest, Sedimentary/Metamorphic Lowland & Hill Forest,Volcanic Lowland & Hill Forest dan Limestone Lowland & SubMontane Forest memiliki persentase kurang dari 100 % sehingga sebagian tipe habitat tersebut yang ”diperbolehkan” untuk dimanfaatkan atau berubah fungsi penggunaan lahan untuk wilayah pengembangan budidaya. Dengan mempertimbangkan kawasan konservasi yang ada sebagai bagian dari target konservasi, beberapa kawasan lindung di bawah ini secara otomatis menjadi target konservasi dengan persentase 100%, sebagaimana disajikan dalam Tabel 5.
USAID IFACS Rencana Konservasi Bentang Alam Kabupaten Aceh Tenggara Provinsi Aceh Hal | 38
Tabel 5. Kawasan Konservasi dan Lindung di setiap tipe habitat di Kabupaten Aceh Tenggara. Moratorium PIPIB (Ha) Tipe Habitat Hutan
Di Luar Kawasan Lindung (Ha)
Total
HL & KSPA
Hutan Primer
Gambut
1.971,92
0
0
0,00
1.971,92
442,18
0
0
0,00
442,18
Acid Igneous Lower & SubMontane
6.300.32
0
0
0,00
6.300,32
Alluvial Lowland & Hill
196,37
7,53
0
0,00
203,90
Floodplain LowLand & Hill
165,67
0
0
0,00
165,67
Limestone High Montane & SubAlpine
1.339,34
0
0
0,00
1.339,34
Limestone Lowland & Hill
7.313,24
0
0
1.638,80
8.952,04
Limestone Lower & SubMontane
21.292,84
0
0
71,36
21.364,20
Sedimentary/Metamorphic High Montane & SubAlpine
69.522,21
22,98
0
6,73
69.551,92
Sedimentary/Metamorphic Lowland & Hill
73.023,97
268,19
0
2.216,03
75.508,19
Sedimentary/Metamorphic Lower & Sub Montane
146.688,43
0,34
0
163,37
146.852,14
VolcanicHigh Montane & SubAlpine
6.548,08
2,26
0
0,00
6.550,34
Volcanic Lowland & Hill
9.638,98
6,73
0
337,34
9.983,06
Volcanic Lower & SubMontane
5.237,75
0,00
0
56,83
5.294,58
381.612,19
308,03
731.293,8
616,07
Acid Igneous High Montane & SubAlpine Acid Igneous Lowland & Hill
Di luar habitat hutan Total
381.920,22 0,00
4.490,47
736.400,02
Sumber : PIPIB Moratorium revisi ke-4 (updated) - SK.2796/Menhut-VII/IPSDH/2013
USAID IFACS Rencana Konservasi Bentang Alam Kabupaten Aceh Tenggara Provinsi Aceh Hal | 39
BAB V. VIABILITAS PETAK TARGET KONSERVASI DI KABUPATEN ACEH TENGGARA 5.1. Proses Pemilihan Petak-Petak Target Konservasi Teori umum Biogeografi Pulau (MacArthur and Wilson 1967) didasarkan pada pemahaman desain bentang alam di kawasan konservasi, yang menitikberatkan pada hal-hal sbb: i.
Kawasan yang secara relatif tidak terganggu.
ii.
Terdapat di bentang alam yang memiliki nilai perlindungan. Yang paling penting adalah bahwa target konservasi tidak secara umum berubah akibat dari dampak kegiatan manusia, atau sedikitnya dapat dikelola dan dikonservasi.
iii.
Cukup luas untuk mengakomodasi keberlanjutan populasi satwa dan tumbuhan dan sebagai zona penyangga terhadap ancaman yang ada.
iv.
Memiliki bentuk yang kompak dan tidak terlalu tidak beraturan. Bentuk yang tidak beraturan akan lebih sulit untuk dikelola, akibat wilayah inti yang akan terlalu dekat dengan batas yang ada dan akan mudah terpengaruh oleh ancaman dari luar.
v.
Memiliki hubungan dengan kawasan di sekitarnya, tidak terisolasi, sehingga memungkinkan terjadinya perpindahan genetis spesies di wilayah ini.
Walaupun demikian, pendekatan yang lebih terkini dari the Nature Conservancy, Margules and Pressey (2000) dan Watson et al. (2011) menekankan pada perlunya menerapkan prinsip-prinsip sbb: i.
Keterwakilan – mengacu pada seberapa baik jaringan konservasi di kabupaten memiliki keterwakilan dari genetik, spesies, dan keanekaragaman komunitas.
ii.
Komplementer – identifikasi sistem kawasan konserasi yang komplementer satu dengan lainnya dalam hal pencapaian tujuan konservasi.
iii.
Ketahanan (kecukupan) –kawasan konservasi yang didisain untuk memaksimalkan ketahanan keanekaragaman hayati di kabupaten tersebut.
iv.
Efisiensi – tujuan keanekaragaman hayati dicapai dengan biaya yang paling murah dalam melaksanakan dan mengelola nilai konservasi yang ada. ‘Biaya’ dapat memperlihatkan biaya finansial dalam melaksanakan dan mengelola nilai konservasi atau biaya hilangnya kesempatan-kesempatan bagi pembangunan ekonomi. Juga dapat meliputi pertimbangan sosial ekonomi dalam mengelola konservasi, dengan harapan bahwa akan lebih efisien dari segi biaya untuk mengkonservasi dimana masyarakat berniat untuk melaksanakannya.
v.
Fleksibilitas – suatu rencana yang fleksibel memberikan cakupan resolusi yang masuk akal dalam hal konflik sumberdaya/pemanfaatan.
Ketahanan dari tiap petak target konservasi dapat ditentukan oleh kombinasi indikatorindikator yang merefleksikan kesehatan ekologi secara umum dan keberlanjutan keanekaragaman hayati. Sebagai contoh, kawasan hutan mangrove yang luas, yang masih utuh, dan terletak dekat dengan kawasan mangrove lainnya, akan memiliki kondisi ekologi yang relatif baik.
USAID IFACS Rencana Konservasi Bentang Alam Kabupaten Aceh Tenggara Provinsi Aceh Hal | 40
Keberlanjutan petak target konservasi juga perlu dikaji dengan menumpangsusunkan dengan peta ancaman yang ada (lihat Bagian 1.2. Analisis Ancaman). Secara umum, kawasan target konservasi yang memiliki ancaman yang tinggi tidak diseleksi dalam kajian bentang alam ini. Bila memungkinkan, penentuan petak juga mewakili setiap target konservasi. Pengetahuan ekologis dari kelompok lingkungan mengenai ukuran populasi, pola reproduksi dan pola pergerakan spesies penting juga dipertimbangkan. Beberapa informasi tidak tersedia dalam kajian ini, antara lain keterwakilan, komplementer dan efisiensi.
5.2. Ancaman terhadap Target Konservasi Analisis ancaman yang dikembangkan bertujuan untuk dua hal: Pertama, untuk mengidentifikasi prioritas intervensi konservasi. Sebagai contoh, jika di suatu area terdapat NKT tapi saat ini tidak mengalami ancaman, maka mereka menjadi prioritas yang rendah dibandingkan dengan kawasan dengan ancaman yang tinggi. Juga jika suatu kawasan memiliki ancaman yang tinggi yang tidak dapat dikurangi oleh intervensi konservasi, maka mereka dikesampingkan mengingat efisiensi biaya. Kedua, analisis ancaman membantu dalam mengidentifasi petak-petak yang viable untuk target konservasi. Ancaman terhadap target konservasi dapat dijabarkan sebagai segala sesuatu yang mengurangi atau merusak target konservasi. Ancaman dapat bersifat langsung, tak langsung ataupun keduanya. i.
Ancaman langsung merupakan aktifitas yang berdampak secara negatif terhadap target konservasi. Sebagai contoh: penebangan liar, perburuan, pembukaan lahan, bencana alam, erosi, kebakaran hutan.
ii.
Ancaman tidak langsung juga berpengaruh negatif pada target konservasi secara tidak langsung. Kebijakan yang buruk, perencanaan dan pengelolaan yang buruk merupakan contohnya.
Beberapa faktor seperti perubahan iklim dan jalan dapat bersifat sebagai ancaman langsung maupun tak langsung. Sebagai ancaman langsung yang berdampak langsung, memiliki faktor penentu yang lebih tinggi dibanding yang tidak langsung. Ancaman-ancaman utama dikombinasikan menjadi peta tunggal dengan menggunakan software Multi Criteria Evaluation/Decision (Mce/D) dengan mengintegrasikannya dengan Analytical Hierarchy Process (AHP) - lihat Saaty, 1980. Hirarki ancaman dapat diklasifikasikan dengan menggunakan faktor penentu yang ditentukan oleh AHP. Dengan menggunakan asumsi dan alasan yang kuat di setiap faktor, kita dapat mengklasifikasikan dalam urutan tingkat besar ancamannya. Berikut adalah tabel yang telah disusun untuk mengkelaskan ancaman: Tabel 6. Klasifikasi ancaman No
Tipe Ancaman
1
Deforestrasi
Sub Kategori Ancaman
Faktor penentu
Hutan yang telah dikonversi
3
Bukan hutan, tidak
2
Catatan dan Asumsi
Kecenderungan Deforestasi berlanjut di
USAID IFACS Rencana Konservasi Bentang Alam Kabupaten Aceh Tenggara Provinsi Aceh Hal | 41
No
Tipe Ancaman
Sub Kategori Ancaman
Faktor penentu
dikonversi
2
3
4
5
6
7
Pemukiman
Jaringan Jalan
batas yang terbuka
Hutan
1
Di dalam pemukiman radius 0 – 1 km dari batas pemukiman
3
Radius buffer 1 - 2 km dari pemukiman
2
Radius buffer > 2 km dari batas pemukiman
1
Radius buffer 0 – 500 m dari jaringan jalan
3
Radius buffer 500 – 1000 m dari jaringan jalan
2
Radius buffer > 1000 m dari jaringan jalan
1
Di dalam wilayah konsesi
3
Radius buffer 0 – 1000 m dari wilayah konsesi
2
Radius buffer > 1000 m dari wilayah konsesi
1
Di dalam blok konsesi
3
Radius buffer 0 – 1000 m dari batas blok konsesi
2
Radius buffer > 1000 m dari batas blok konsesi
1
APL (Others uses)
3
HPT,HP, HK (Hutan Produksi)
2
HSA,HL (Hutan Konservasi dan hutan lindung)
1
Sering
3
Jarang
2
Tambang
Perkebunan Sawit
Status Hutan
Kebakaran Hutan
Catatan dan Asumsi
Pemukiman tergantung pada akses ke hutan, dan ancaman semakin berkurang semakin jauh dari pemukiman.
Jalan merupakan akses utama ke hutan. Dan ancaman semakin berkurang semakin jauh dari jaringan jalan.
Wilayah konsesi (CoW) pertambangan dimungkinkan dilakuan pertambangan dan ekplorasi serta eksploitasi, walaupun tidak di blok keseluruhan. Dan ancaman semakin rendah ketika menjauhi blok. Blok konsesi dimungkinkan untuk melakukan pembukaan lahan. Dan ancaman semakin kecil ketika menjauhi blok.
Semakin dilindungi oleh pemerintah, semakin kecil ancamannya
Kebakaran adalah ancaman bencana bagi
USAID IFACS Rencana Konservasi Bentang Alam Kabupaten Aceh Tenggara Provinsi Aceh Hal | 42
No
Tipe Ancaman
Moratorium izin hutan
8
Kesesuaian lahan
9
Sub Kategori Ancaman
Faktor penentu
Catatan dan Asumsi
Tidak pernah
1
ekosistem hutan
Di luar kawasan moratorium
3
Di dalam kawasan moratorium
1
Semakin dilindungi oleh pemerintah, semakin kecil ancamannya
Di dalam lahan yang sesuai untuk komoditas
3
Di luar lahan yang sesuai untuk komoditas
1
Semakin sesuai lahan, semakin besar ancamannya.
Tabel 7. Sembilan tingkat kepentingan di dalam aplikasi AHP Nilai
Deskriptor
1
Sama-sama penting
2
Antara 1 dan 3
3
Prevalensi sedikit
4
Antara 2 dan 4
5
Prevalensi sedang
6
Antara 5 dan 7
7
Prevalensi kuat
8
Antara 7 dan 9
9
Prevalensi ekstrim
Jumlah ancaman utama dapat meningkat ketika data yang ada semakin tersedia – seperti data bencana alam selain akibat kebakaran hutan dan lahan, seperti banjir, longsor, dan lainnya. Hasil analisis ancaman dengan menggunakan MCE ini akan berupa peta ancaman yang menggambarkan tingkat ancaman. Tingkat ancaman sedapat mungkin diperlebar klasifikasinya antara 5 – 9 kelas. Hal ini untuk memudahkan dalam mengintegrasikan dengan target konservasi yang telah ditetapkan. Pada Gambar 9 di tampilkan Peta Multi-Ancaman di Kabupaten Aceh Tenggara. Peta Multi-Ancaman memperlihatkan wilayah yang memiliki ancaman paling besar yaitu di sekitar daerah permukiman yang tersebar di sepanjang jalan raya, baik itu level jalan negara, jalan provinsi maupun kabupaten. Selain itu status hutan juga mempengaruhi tingkat ancaman, dimana kawasan areal penggunaan lain sangat tinggi ancamannya. Secara spasial diketahui bahwa untuk Kabupaten Aceh Tenggara tingkat ancaman tertinggi tersebar di sekitar Lembah Alas.
USAID IFACS Rencana Konservasi Bentang Alam Kabupaten Aceh Tenggara Provinsi Aceh Hal | 43
Gambar 9. Peta Tingkat Ancaman di Kabupaten Aceh Tenggara
USAID IFACS Rencana Konservasi Bentang Alam Kabupaten Aceh Tenggara Provinsi Aceh Hal | 44
5.3. Target Konservasi Prioritas di Kabupaten Aceh Tenggara. Dari Tabel 4. pada Bab sebelumnya yang berisikan daftar persentase yang dipilih dari ekosistem dan tipe habitat sebagai target konservasi di Kabupaten Aceh Tenggara, terdapat 4 tipe habitat yaitu Sedimentary/Metamorphic Lower & Submontane Forest, Sedimentary/ Metamorphic Lowland & Hill Forest, Volcanic Lowland & Hill Forest dan Limestone Lower & Submontane Forest yang memiliki persentase kurang dari 100 %, sehingga sebagian tipe habitat tersebut berpotensi hilang menjadi penggunaan lain termasuk untuk pengembangan kawasan budidaya. Proyeksi sebaran atau wilayah dari bagian habitat yang berpotensi hilang dapat diketahui dengan menumpangsusunkan tipe habitat tersebut dengan peta multiancaman. Semakin besar ancaman, maka kemungkinan tipe habitat hutan tersebut hilang juga besar,sehingga akan muncul wilayah mana yang prioritas berubah fungsi. Tabel 8. Tipe habitat yang berpotensi hilang berdasarkan penetapan persentase target Persentase hilang
Luas wilayah yang berpotensi hilang (Ha)
No
Tipe Habitat Hutan
Luas (Ha)
Persen target
1
Limestone Lowland & Hill
8.952,04
98%
2%
179,04
2
Sedimentary/Metamorphic Lowland & Hill
75.508,19
95%
5%
3.775,41
3
Sedimentary/Metamorphic Lower & SubMontane
146.852,14
94%
7%
10.279,65
4
Volcanic Lowland & Hill
9.983,06
98%
2%
199,66
Sebaran wilayah tipe habitat Limestone Lowland & Hill Forest yang berpotensi hilang terdapat di pinggiran kawasan Taman Nasional Gunung Leuser dan berada di sekitar pemukiman dan lahan perkebunan masyarakat. Tipe Sedimentary/Metamorphic Lowland & Hill Forest banyak terdapat di Kecamatan Babul Rahman dan Kecamatan Badar, namun yang berpotensi hilang berada di Kecamatan Badar dan di sekitarnya banyak pemukiman dan telah terjadi perambahan hutan lindung. Untuk tipe habitat Sedimentary/Metamorphic Lower & Sub Montane Forest tersebar di bagian atas tipe habitat sebelumnya. Tipe ini merupakan bagian terbesar penyebarannya di Aceh Tenggara, dan sebagian kecil sudah dibuka untuk pertanian, sedangkan tipe Volcanic Lowland & Hill Forest terdapat di sekitar Desa Darul Makmur,Kecamatan Ketambe dan daerah sekitar Bambel dan Lawe Sigala-gala. Peta Potensi Hilangnya Tipe Habitat di Kabupaten Aceh Tenggara memperlihatkan sebaran bagian dari tipe habitat yang memiliki persentase kurang dari 100% sebagaimana ditunjukkan pada Gambar 10.
USAID IFACS Rencana Konservasi Bentang Alam Kabupaten Aceh Tenggara Provinsi Aceh Hal | 45
Gambar 10. Peta Potensi Hilangnya Tipe Habitat berdasarkan Tingkat Ancaman
USAID IFACS Rencana Konservasi Bentang Alam Kabupaten Aceh Tenggara Provinsi Aceh Hal | 46
BAB VI. WILAYAH FOKUS UNTUK PRIORITAS KONSERVASI 6.1. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pemilihan Wilayah Fokus Prioritas untuk Konservasi Pemilihan wilayah fokus untuk prioritas intervensi konservasi didasarkan pada beberapa faktor, meliputi: i.
Areal yang memiliki satu atau lebih target konservasi penting.
ii.
Khususnya pada target-target yang memiliki fungsi penting dalam menjaga viabilitas ekosistem secara berkelanjutan. Sebagai contoh, suatu blok hutan dapat dilestarikan karena hutan tersebut memberikan jasa lingkungan yang diperlukan oleh komunitas di sekitarnya, sebagai contoh: mendukung skenario konservasi bentang alam, seperti unit pengelolaan hutan KPH, mendukung hutan masyarakat dan hutan desa, dan menjaga kualitas dan kuantitas air, melindungi dari erosi dan mencegah kebakaran hutan. Suatu kawasan dapat menjadi prioritas apabila memiliki target ekosistem yang unik yang tidak dapat ditemukan di daerah lain.
iii.
Areal yang menghubungkan atau sebagai penyangga bagi target-target konservasi.
iv.
Areal yang memiliki ancaman yang tinggi tapi dapat dikelola. Target konservasi yang memiliki ancaman yang tinggi dapat diberikan prioritas untuk perhatian tertentu, khususnya jika akan mengalami degradasi ketika tidak terdapat intervensi konservasi (lihat Bab 4 & 5).
v.
Kapasitas FMP untuk aksi konservasi. Kegiatan konservasi harus didukung oleh sumberdaya dan kapasitas FMP untuk mengelola dan melindungi target konservasi. Oleh karena itu, adalah penting untuk mempertimbangkan aktor-aktor yang akan terlibat di dalam pelestarian kawasan, seperti pemerintah daerah, LSM, sektor swasta, dan masyarakat. Setiap pihak memiliki fungsi dan kapasitas yang berbeda di wilayah fokus.
6.2. Prioritas Wilayah Fokus yang Dipilih di Kabupaten Aceh Tenggara FMP telah menentukan wilayah-wilayah fokus untuk upaya intervesi konservasi. Wilayah-wilayah ini muncul dari isu-isu yang berkembang saat ini terkait permasalahan lingkungan dan pengelolaan sumber daya alam. FMP telah menentukan 4 wilayah fokus, yaitu : 1) Lawe Loning Aman (Sub DAS Rutong/Desky) di Kecamatan Lawe Sigala-gala; 2) Lawe Mengkudu (Sub-DAS Lawe Srit-Meluak) di Kecamatan Ketambe; 3) Peseluk Pesimbe (Sub DAS Lawe Bulan) di Kecamatan Deleng Pokhkisen; dan 4) Pulo Piku (Sub DAS Lawe Nimber dan Lawe Gulo) di Kecamatan Darul Hasanah. Adapun sebaran wilayah fokus tersebut dapat dilihat pada peta di bawah ini.
USAID IFACS Rencana Konservasi Bentang Alam Kabupaten Aceh Tenggara Provinsi Aceh Hal | 47
Gambar 11. Peta Wilayah-Wilayah Fokus untuk Rencana Aksi Konservasi FMP
USAID IFACS Rencana Konservasi Bentang Alam Kabupaten Aceh Tenggara Provinsi Aceh Hal | 48
Berikut adalah peta-peta yang mencakup keempat wilayah fokus yang ditumpangsusunkan dengan citra satelit untuk memperoleh gambaran tutupan lahan dan berbagai kondisi ancaman dari konsesi yang eksis, dan juga overlay wilayah fokus dengan status kawasan hutan untuk mengetahui masuk dalam kewenangan siapa pengelolaan kawasan tersebut. Gambar 12. Citra Satelit (SPOT 5, 2010) di Wilayah Fokus Aceh Tenggara
USAID IFACS Rencana Konservasi Bentang Alam Kabupaten Aceh Tenggara Provinsi Aceh Hal | 49
Gambar 13. Peta Status Kawasan dan Usulan Perubahannya di Wilayah Fokus Aceh Tenggara
USAID IFACS Rencana Konservasi Bentang Alam Kabupaten Aceh Tenggara Provinsi Aceh Hal | 50
Selanjutnya gambaran detail dari wilayah fokus yang telah dideskripsikan termasuk isu lingkungan yang berkembang sampai rencana aksi konservasi yang akan diambil oleh FMP pada setiap wilayah fokus disajikan di bawah ini. 1. LAWE LONING AMAN (Sub DAS Rutong/Desky), KECAMATAN LAWE SIGALA-GALA Deskripsi Umum dan Permasalahannya Lawe Loning terdapat di Lembah Alas dan merupakan bagian dari Sub DAS Rutong/Desky dalam DAS Alas, dengan luas wilayah fokus sekitar 1.011 ha. Desa ini merupakan salah satu desa binaan kabupaten dan provinsi. Desa ini dan beberapa desa di sekitarnya selalu mengalami banjir atau merupakan daerah rawan bencana. Dari segi tipe habitat, wilayah fokus ini sebagian besar adalah sedimentary lowland hill forest yang mencirikan daerah hilir dataran perbukitan rendah, dan merupakan wilayah perwakilan NKT 1 dan NKT 4. Meskipun secara umum kondisi tutupan hutan masih relatif bagus terutama pada bagian hulu, namun isu lingkungan yang mengemuka di area ini adalah pembukaan lahan baru di wilayah hutan lindung yang berbatasan dengan desa, dimana banyak jalan-jalan kecil dibangun sebagai akses untuk membuka hutan. Arah pembukaan hutan berawal dari sekitar pemukiman/desa dan pada jaringan jalan yang tersedia selanjutnya melebar ke dalam hutan lindung. Kondisi topografi yang curam dimana terdapat banyak aliran sungai yang mengalir ke arah desa membuat desa ini dan sekitarnya berada dalam zona rawan banjir. Permasalahan perambahan hutan ini sebagian besar karena kebutuhan lahan untuk bertani yang meningkat dan adanya ketidaktahuan masyarakat terhadap batas hutan lindung. FMP melihat bahwa desa ini sangat potensial sebagai basis aksi konservasi karena kesadaran konservasi oleh masyarakat sudah ada, terbukti dengan adanya Peraturan Desa termasuk pengaturan sumberdaya alam, dan juga RPJM Desa. Perambahan hutan yang terjadi lebih karena ulah masyarakat dari desa lain di sekitarnya. FMP memandang bahwa fokus area ini penting untuk memulai kesadaran konservasi dan perlindungan hutan bagi empat desa di sekitarnya dalam rangka upaya menghindari bahaya bencana banjir yang parah. Tujuan Konservasi Melindungi kawasan hutan di sekitar desa sebagai upaya perlindungan dari bencana alam banjir. Hasil yang Diharapkan 1. Adanya aturan di tingkat desa yang baku dan bermutu yang mengikat pelaksanaan pengelolaan sumberdaya alam, termasuk tata ruang desa yang di dalamnya disertai sanksi bila melanggar peruntukkan ruangnya. 2. Mencegah atau mengurangi terjadinya banjir dengan melakukan reboisasi pada hutan lindung yang dirambah/terbuka. 3. Integrasi upaya konservasi dengan upaya peningkatan pendapatan masyarakat dengan usaha ekonomi produktif yang berwawasan lingkungan. 4. Meningkatnya kapasitas masyarakat dan perangkat desa untuk pengelolaan SDA/lingkungan.
USAID IFACS Rencana Konservasi Bentang Alam Kabupaten Aceh Tenggara Provinsi Aceh Hal | 51
Rencana Aksi Konservasi 1. Membuat Perdes tentang lingkungan. Saat ini sudah ada lokakarya, dan rancangan Perdes sudah selesai, untuk selanjutnya akan dilengkapi dengan kajian akademis. 2. Usulan pembuatan tata ruang/batas desa, pemetaan partisipatif. 3. Reboisasi dan penghijauan (sedang berjalan). 4. Community Conservation and Livelihood Agreement di Desa Lawe Loning Aman. 5. Penguatan kapasitas perangkat desa dalam hal perencanaan dan pengelolaan SDA/lingkungan. 6. Pembangunan hutan desa. 7. Identifikasi NKT di wilayah fokus. Para Pihak 1. Masyarakat, perangkat desa dan lembaga desa di Lawe Loning Aman, Lawe Loning Hakhapen, Lawe Loning Gabungan, Lawe Loning Satu. 2. SKPD DISHUTBUN. 3. Pemkab (bagian tata pemerintahan, bagian hukum). 4. DPRK (badan legislatif). 5. BLH/Bapedalda. 6. BP DAS Sei Wampu – Ular. 7. FoLAT. 8. BBTNGL.
2. LAWE MENGKUDU (sub DAS Lawe Srit/Meluak), KECAMATAN KETAMBE Deskripsi Umum dan Permasalahan Desa Lawe Mengkudu terletak di muara sub DAS Lawe Srit/Meluak dengan luas wilayah fokus sekitar 587 ha. Secara status kawasan hutan merupakan Areal Penggunaan Lain (APL) yang berbatasan dengan hutan lindung. Sub DAS Lawe Srit/Meluak termasuk salah satu sub DAS yang penting pada kelas medium. Secara geografi dan hidrologis, fokus area merupakan bagian hulu dari DAS Alas, dengan bentuk morfologi berbukit-bukit hingga curam, sehingga sangat rawan terjadi longsor terutama pada saat musim hujan. Bencana longsor selanjutnya menimbulkan bencana banjir, sebagaimana yang dialami oleh desa-desa lain di sekitar Lembah Alas. Dari sisi cakupan NKT, wilayah ini merupakan area NKT 1 dan NKT 4, semetara tipe habitatnya kebanyakan adalah Volcanic Lowland Hill Forest dan Sedimentary Metamorphic Lowland Forest and Hill Forest, dengan tingkat ancaman tinggi hingga sedang. Ancaman yang paling tinggi adalah perambahan hutan secara liar (illegal logging), dimana pembukaan lahan banyak dilakukan dari luar Desa Lawe Mengkudu. Berdasarkan citra satelit SPOT 5 diperoleh informasi bahwa pembukaan lahan/hutan justru terjadi tepat di bagian hulu Sungai Lawe
USAID IFACS Rencana Konservasi Bentang Alam Kabupaten Aceh Tenggara Provinsi Aceh Hal | 52
Srit yang sungainya langsung mengalir ke Desa Lawe Mengkudu. Selain itu, adanya kegiatan penambangan timah hitam di daerah Aunan secara liar juga dipandang dapat meluas hingga ke desa ini dan sekitarnya, yang akan didasari oleh spekulasi adanya kandungan timah hitam di sekitar Aunan, termasuk di Desa Lawe Mengkudu. Tujuan Konservasi: Meminimalkan potensi bahaya banjir dan longsor. Hasil yang Diharapkan 1. Adanya peraturan desa untuk memastikan pengelolaan dan penataan kawasan budidaya, termasuk tata ruang desa yang juga mencakup sanksi pelanggaran peruntukkan kawasan. 2. Terlindunginya desa dan sekitarnya dari ancaman bahaya longsor dan banjir dengan perlindungan hutan. 3. Integrasi upaya konservasi dengan upaya peningkatan pendapatan masyarakat dengan usaha ekonomi produktif yang berwawasan lingkungan. 4. Meningkatnya kapasitas masyarakat dan perangkat desa untuk pengelolaan SDA/lingkungan. Rencana Aksi Konservasi 1. Pembuatan Perdes lingkungan (tentang penataan budidaya). 2. Penanaman/rehabilitasi lahan. 3. Usulan pembuatan tata ruang/batas desa, pemetaan partisipatif. 4. Identifikasi NKT di wilayah fokus (khususnya NKT 5-6) dan selanjutnya merumuskan upaya rencana pengelolaan konservasinya. 5. Community Conservation and Livelihood Agreement di Desa Lawe Mengkudu. 6. Penguatan kapasitas perangkat desa dalam hal perencanaan dan pengelolaan SDA/lingkungan. 7. Pelatihan pengarusutamaan isu pengelolaan lingkungan ke dalam rencana program desa (musrenbang RPJM Desa, RKT Desa, RTR Desa). 8. Pembangunan hutan desa. Para Pihak 1. Masyarakat dan perangkat lembaga desa di Desa Lawe Mengkudu, Lawe Beringin, Kati Maju, Kuning Abadi. 2. SKPD Dishutbun. 3. Pemkab (bagian tata pemerintahan, bagian hukum). 4. DPRK (Badan legislatif). 5. FOLAT.
USAID IFACS Rencana Konservasi Bentang Alam Kabupaten Aceh Tenggara Provinsi Aceh Hal | 53
6. BBTNGL. 7. BP DAS Sei Wampu – Ular. 8. BLH.
3.
PESELUK PESIMBE (Sub DAS Lawe Bulan), KECAMATAN DELENG POKHKISEN Deskripsi Umum dan Permasalahan Desa Peseluk Pesimbe secara administratif berada di Kecamatan Deleng Pokhkisen dan merupakan bagian dari Sub DAS Lawe Bulan, yang penting sebagai sumber air bagi kehidupan masyarakat sekitar DAS tersebut. Luas wilayah fokus ini adalah 3.937 Ha. Berdasarkan sebaran NKT, daerah ini merupakan area NKT 4 dan sebagian kecil NKT 1, sedangkan tipe habitatnya terdiri dari Sedimentary/Metamorphic, baik di formasi hutan Lowland maupun Submontane. Sesuai dengan analisa ancaman, maka desa ini sangat tinggi ancaman deforestrasi dimana hutan lindung di sekitar desa dan desa tetangga telah dirambah, sehingga menimbulkan ancaman longsor dan banjir. Berdasarkan citra satelit banyak terdapat jalan-jalan kecil ke arah hutan lindung, dan ini mengakibatkan bencana banjir yang tidak hanya merugikan masyarakat namun juga terhambatnya operasional PLTA karena adanya sedimentasi dan debit air yang kurang. Tujuan Konservasi Meminimalkan bencana banjir dan longsor di Sub DAS Lawe Bulan, khususnya Desa Peseluk Pesimbe dan desa-desa sekitarnya. Hasil yang Diharapkan 1. Adanya aturan di tingkat desa yang baku dan bermutu yang mengikat pelaksanaan pengelolaan sumber daya alam, termasuk tata ruang desa yang jelas, yang di dalamnya disertai sanksi bila terjadi pelanggaran peruntukkan ruang. 2. Mencegah atau mengurangi terjadinya banjir dengan melakukan reboisasi pada hutan lindung yang dirambah/terbuka. 3. Integrasi upaya konservasi dengan upaya peningkatan pendapatan masyarakat dengan usaha ekonomi produktif yang berwawasan lingkungan. 4. Meningkatnya kapasitas masyarakat dan perangkat desa untuk pengelolaan SDA/lingkungan. Rencana Aksi Konservasi 1. Pembuatan Perdes lingkungan (tentang penataan budidaya). 2. Penanaman/rehabilitasi lahan. 3. Usulan pembuatan tata ruang/batas desa, pemetaan partisipatif. 4. Community Conservation and Livelihood Agreement di Desa Peseluk Pesimbe. 5. Penguatan kapasitas perangkat desa dalam hal perencanaan dan pengelolaan SDA/lingkungan.
USAID IFACS Rencana Konservasi Bentang Alam Kabupaten Aceh Tenggara Provinsi Aceh Hal | 54
6. Pembangunan hutan desa. 7. Identifikasi NKT di wilayah fokus (khususnya NKT 5-6). Para Pihak 1. Masyarakat dan perangkat lembaga Desa Peseluk Pesimbe, Kati Jeroh, Lembah Alas, Kane Lot, dan Tanoh Khukahen. 2. SKPD Dishutbun. 3. Pemkab (bagian tata pemerintahan, bagian hukum). 4. DPRK (Badan legislatif). 5. BP DAS Sei Wampu – Ular. 6. FOLAT. 7. PLN.
4.
PULO PIKU (Sub DAS Lawe Nimber dan Lawe Gulo), KECAMATAN DARUL HASANAH Deskripsi Umum dan Permasalahan Fokus area Pulo Piku meliputi area sekitar 1.282 Ha, terletak di Desa Pulo Piku, Kecamatan Darul Hasanah, dan secara hidrologis berada dalam DAS Lawe Nimber dan Lawe Gulo. Tipe habitat terdiri dari Limestone Lower and Sub-montane Forest yang memiliki karakter tanah yang rentan longsor, dan sedikit tipe Sedimentary Metamorphic. Dari segi NKT, wilayah fokus merupakan NKT 1 dan NKT 2. Desa Pulo Piku dan sekitarnya merupakan daerah persawahan yang sangat memerlukan sumber air yang cukup. Seperti daerah lain di Lembah Alas, pada saat musim hujan air sangat banyak sehingga terjadi banjir akibat kondisi topografi yang cukup ekstrim, namun pada saat musim kemarau, air untuk mengaliri sawah tidak mencukupi. Hal ini diduga karena hutan-hutan yang ada di bagian hulu sudah banyak yang dibuka dan kondisi rusak. Masalah penebangan liar, baik untuk memanfaatkan kayu dan pembukaan lahan, bahkan perambahan ini terjadi pada kawasan hutan konservasi Taman Nasional Gunung Leuser sebagaimana terlihat dalam citra satelit. Sesungguhnya desa ini adalah model desa konservasi yang dikembangkan oleh sebuah lembaga konservasi bekerjasama dengan pemerintah, sehingga FMP memandang desa ini perlu dilakukan upaya peningkatan konservasi untuk melanjutkan program model konservasi tersebut. Beberapa aturan tak tertulis sudah ada untuk mengatur pengelolaan sumber daya alam khususnya masalah pengaturan air, tapi belum ada aturan mengenai penebangan hutan khususnya sanksi bagi yang melakukan penebangan dan perambahan hutan. Tujuan Konservasi Pelestarian kawasan di sekitar TNGL melalui pembentukan peraturan dan pembinaan desa.
USAID IFACS Rencana Konservasi Bentang Alam Kabupaten Aceh Tenggara Provinsi Aceh Hal | 55
Hasil yang Diharapkan 1. Terwujudnya model desa konservasi melalui peningkatan kapasitas desa dan peraturan yang menaunginya. 2. Terlindunginya dan terjaganya hutan-hutan di bagian hulu DAS untuk kepentingan sumberdaya air dan pencegahan bencana. 3. Integrasi upaya konservasi dengan upaya peningkatan pendapatan masyarakat dengan usaha ekonomi produktif yang berwawasan lingkungan. 4. Terbentuknya sebuah gugus tugas yang berasal dari swadaya masyarakat untuk menjaga hutan yang dikuatkan dengan peraturan dan wewenang sanksi bagi perambah hutan. Rencana Aksi Konservasi 1. Peningkatan kapasitas desa. 2. Model desa konservasi untuk Pulo Piku. 3. TN akan mengintegrasikan rencana aksi konservasi untuk menangani perambahan hutan di dalam kawasan TN. 4. CCLA – Perdes. 5. Reboisasi. 6. Perdes mengenai larangan perambahan hutan dan penguatan satgas untuk masalah penanggulangan perambahan hutan. Para Pihak 1. FoLAT 2. SKPD Dishutbun 3. Pemkab (bagian tata pemerintahan, bagian hukum) 4. DPRK (Badan legislatif) 5. BBTNGL Peta target konservasi berdasarkan tipe habitat yang dipilih FMP serta posisi wilayah fokus yang ditetapkan FMP dapat dilihat pada Gambar 14.
USAID IFACS Rencana Konservasi Bentang Alam Kabupaten Aceh Tenggara Provinsi Aceh Hal | 56
Gambar 14. Peta Target Konservasi Berdasarkan Tipe Habitat dan Wilayah Fokus di Aceh Tenggara
USAID IFACS Rencana Konservasi Bentang Alam Kabupaten Aceh Tenggara Provinsi Aceh Hal | 57
BAB VII. KESIMPULAN DAN REKOMENDASI 7.1. Kesimpulan 1. RKBA Kabupaten Aceh Tenggara lebih banyak terkait dengan NKT 1-4 (terkait dengan keanekaragaman hayati spesies, populasi dan ekosistem), namun belum banyak data mengenai NKT terkait dengan kondisi sosial ekonomi dan budaya (NKT 5-6). 2. RKBA di Aceh Tenggara mencakup target-target konservasi secara menyeluruh termasuk 14 tipe habitat dengan mempertimbangkan tingkat ancaman dan kepentingan setiap tipe habitat. 3. Secara keseluruhan kandungan karbon di atas permukaan di wilayah Aceh Tenggara mencapai sekitar 67,4 juta ton Karbon. 4. Wilayah-wilayah fokus untuk Rencana Aksi Konservasi di bentang alam Kabupaten Aceh Tenggara meliputi: • Lawe Loning Aman (Sub Das Rutong/Desky), Kecamatan Lawe Sigala-Gala, seluas 1.011 Ha yang merupakan bagian dari Sub DAS Rutong/Desky dan merupakan wilayah perwakilan NKT 1 dan NKT 4. Perambahan hutan lindung di perbatasan desa dan pembukaan lahan baru merupakan isu lingkungan yang menjadi perhatian yang memerlukan upaya konservasi, karena kondisi alam yang berbukit-bukit dan yang curam dimana terdapat banyak aliran sungai yang mengalir ke arah desa membuat desa ini dan sekitarnya berada dalam zona rawan banjir. Di wilayah fokus ini telah ada Peraturan Desa termasuk pengaturan sumberdaya alam dan RPJM Desa. • Lawe Mengkudu (Sub Das Lawe Srit/Meluak), Kecamatan Ketambe, dengan luas wilayah fokus sekitar 587 ha yang merupakan kawasan Areal Penggunaan Lain (APL) namun berbatasan langsung dengan hutan lindung. Dari sisi area NKT, wilayah ini merupakan area NKT 1 dan NKT 4. Ancaman yang paling tinggi pada wilayah fokus adalah perambahan hutan secara liar (illegal logging), dimana pembukaan lahan banyak dilakukan terutama oleh masyarakat dari luar Desa Lawe Mengkudu. Kegiatan perambahan hutan ini mengakibatkan timbulnya bencana banjir dan longsor. • Peseluk Pesimbe (Sub Das Lawe Bulan), Kecamatan Deleng Pokhkisen seluas 3.937 Ha merupakan bagian dari Sub DAS Lawe Bulan, yang penting sebagai sumber air bagi kehidupan masyarakat sekitar DAS tersebut, dan merupakan perwakilan NKT 4 dan sebagian kecil NKT 1. Ancaman deforestrasi merupakan hal yang paling penting dan mejadi isu utama di wilayah fokus, dimana hutan lindung di sekitar desa dan desa tetangga telah dirambah, sehingga menimbulkan ancaman longsor dan banjir, selain itu mengakibatkan terhambatnya operasional PLTA karena adanya sedimentasi dan debit air yang kurang.
USAID IFACS Rencana Konservasi Bentang Alam Kabupaten Aceh Tenggara Provinsi Aceh Hal | 58
• Pulo Piku (Sub Das Lawe Nimber Dan Lawe Gulo), Kecamatan Darul Hasanah meliputi area sekitar 1.282 Ha, merupakan bagian dari DAS Lawe Nimber dan Lawe Gulo. Dari segi NKT, area fokus merupakan NKT 1 dan NKT 2. Seperti daerah lain di Lembah Alas, pada saat musim hujan air sangat banyak sehingga terjadi banjir akibat kondisi topografi yang cukup ekstrim, namun pada saat musim kemarau, air untuk mengaliri sawah tidak mencukupi. Masalah penebangan liar, baik untuk memanfaatkan kayu dan pembukaan lahan, bahkan perambahan ini terjadi pada kawasan hutan konservasi Taman Nasional Gunung Leuser. Desa ini adalah model desa konservasi dengan adanya aturan pengeloaan sumberdaya alam dan pengaturan air, sehingga di desa ini perlu dilakukan upaya peningkatan konservasi untuk melanjutkan program model konservasi tersebut.
7.2. Rekomendasi Berdasarkan analisis data spasial yang ada yang tercakup dalam Rencana Konservasi Bentang Alam Kabupaten Aceh Tenggara dan tujuan strategis FMP, berikut merupakan beberapa poin rekomendasi FMP terhadap upaya konservasi bentang alam di Aceh Tenggara: 1. Perlunya payung hukum di tingkat kabupaten dan secara detil di tingkat desa yang menaungi upaya pengelolaan sumber daya alam di Kabupaten Aceh Tenggara umumnya dan secara khusus pada wilayah fokus, agar kekayaan sumber daya alam di Aceh Tenggara terus memberi manfaat ekologis dan ekonomis bagi seluruh rakyat Aceh Tenggara. 2. Karena keterbatasan data spasial mengenai NKT, khususnya NKT 5 dan 6 pada Rencana Konservasi Bentang Alam, maka perlu dilakukan studi/kajian mengenai NKT 5 dan 6 di tingkat bentang alam untuk memperkaya informasi spasial target konservasi yang ada. 3. Mengingat RKBA mencakup informasi mengenai pola ruang yang memfokuskan pada kepentingan konservasi, maka RKBA ini perlu dijadikan bahan pertimbangan dalam perencanaan tata ruang daerah. 4. Pemerintah daerah dan para pihak terkait perlu mendukung aspek-aspek konservasi dalam perencanaan dan pengelolaan kawasan di Wilayah Fokus konservasi. 5. Para pihak yang terlibat dalam pembangunan di Kabupaten Aceh Tenggara perlu melakukan koordinasi untuk melaksanakan aksi konservasi pada Wilayah Fokus untuk konservasi. 6. RKBA Kabupaten Aceh Tenggara dapat dijadikan bahan masukan mengenai target-target konservasi dan wilayah-wilayah yang perlu menjadi perhatian dari sisi konservasi untuk mempersiapkan Kajian Lingkungan Hidup Strategis.
USAID IFACS Rencana Konservasi Bentang Alam Kabupaten Aceh Tenggara Provinsi Aceh Hal | 59
DAFTAR PUSTAKA Anon (2008). Toolkit for identification of high conservation values in Indonesia (Consortium to revise the toolkit, Jakarta). Pressey, R. L. and Bottrill, M. C. (2009). Approaches to landscape and seascape - scale conservation planning: Convergence, contrasts and challenges. Oryx 43(4): 464-475 MacArthur, R.H., and Wilson, E.O. (1967). The Theory of Island Biogeography. University Press, Princeton, N.J.).
(Princeton
Margules, C. R. and Pressey, R. L. (2000). Systematic conservation planning. Nature 405: 243-253. Margules, C. & Sarkar, S. (2007). Systematic conservation planning. (Cambridge University Press, Cambridge, UK). LAMOUNIER, Y. (1997). The vegetation and physiography of Sumatra. Kluwer Academic Publishers, Dordrecht. Lehtomaki and Moilanen. (2013). ‘Methods and workflow for spatial conservation prioritization using Zonation’ - https://tuhat.halvi.helsinki.fi/ portal/files/27982502/Lehtom_ki_ Moilanen 2013.pdf) RePPProT. (1990). The Land Resources of Indonesia: A National Overview. Final report. (London: Land Resources Department of the Overseas Development Administration, Government of UK, and Jakarta: Ministry of Transmigration, Government of Indonesia). RePPProT. (1990b). “Atlas.” In Government of the Republic of Indonesia Ministry of Transmigration (Directorate General of Settlement Preparation, Land Resources Department, ODNRI & ODA, Jakarta. The Nature Conservancy (TNC) (2000). Designing a Geography of Hope: A Practitioner’s Handbook to Ecoregional Conservation Planning ( The Nature Conservancy). The Nature Conservancy ’s Conservation By Design The Basics: Key Analytical Methods’ Akses ke (http://www.nature.org/ourscience/conservationbydesign/key-analyticalmethods.xml). pada 2013. Thomas L. Saaty. (1980). The Analytic Hierarchy Process: Planning, Priority Setting, Resource Allocation. McGraw-Hill. Watson. E. M; Grantham, H.S; Wilson, K. A and Possingham, H. P. (2011). Systematic Conservation Planning: Past, Present and Future. (University of Queensland Press, Brisbane, Australia). Whitmore, T.C. (1984). Tropical rain forests of the Far East 2nd Ed (Clarendon Press, Oxford). Whitten, T. and Damanik, S (200). The Ecology of Sumatra. Periplus (HK), North Clarendon, VT: Distributors, Tuttle Pub. Boston.
USAID IFACS Rencana Konservasi Bentang Alam Kabupaten Aceh Tenggara Provinsi Aceh Hal | 60
DAFTAR DATA GIS YANG DIGUNAKAN Citra Penginderaan Jauh: 1. Landsat ETM SLC Off Path 129 Row 57, perekaman 27 Januari 2006 2. Landsat ETM SLC Off Path 129 Row 57, perekaman 4 Februari 2006 3. Landsat ETM SLC Off Path 129 Row 58, perekaman 4 Februari 2006 4. Landsat ETM SLC Off Path 129 Row 58, perekaman 5 Desember 2006 5. Landsat ETM SLC Off Path 130 Row 57, perekaman 3 Juni 2006 6. Landsat ETM SLC Off Path 130 Row 57, perekaman 9 Oktober 2006 7. Landsat ETM SLC Off Path 130 Row 58, perekaman 3 Juni 2006 8. Landsat ETM SLC Off Path 130 Row 58, perekaman 9 Oktober 2006 9. Landsat Mosaik perekaman Tahun 2000an 10. SPOT 5 perekaman Tahun 2010 Data Ketinggian: 1. NASA SRTM Digital Elevation Model (DEM) resolusi 90 meter 2. Garis kontur dari peta Topografi / RBI skala 1 : 50.000 Data GIS format vektor: 1. Tutupan lahan dan hutan tahun 2011 2. Tutupan lahan dan hutan tahun 2006 3. Peta zonasi hutan tahun 2011 overlay tutupan hutan 2006 dan interval ketinggian 4. DAS dan Sub DAS (diturunkan dari data DEM SRTM resolusi 90 meter) 5. Peta digital dan hardcopy Geologi skala 1 : 250.000 (Dirjen Geologi, Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral), editing beberapa kesalahan atribut dan data vektor. 6. Peta digital RePPROT (Regional Phisical Planning Project for Transmigration), Landsystem. 7. Peta digital Status Kawasan Hutan SK Menhut 170 tahun 2000 (BPKH wilayah I Medan, Badan Planologi Departemen Kehutanan). 8. Peta Moratorium PIPIB Revisi IV, 2013 9. Peta digital Perubahan Fungsi Kawasan Hutan Provinsi Aceh tahun 2013 (Kementerian Kehutanan)
USAID IFACS Rencana Konservasi Bentang Alam Kabupaten Aceh Tenggara Provinsi Aceh Hal | 61
10. Peta digital Batas Taman Nasional Gunung Leuser 11. Peta Jaringan sungai (peta topografi / RBI skala 1 : 50.000) 12. Peta Jaringan jalan (peta topografi / RBI skala 1 : 50.000) 13. Peta konsesi pertambangan, BRR 2008 14. Peta konsesi perkebunan, BRR 2008 15. Peta sebaran Hotspot, FIRM 16. Peta batas Zoogeographic (peta Ekologi Sumatera) 17. Peta batas sector Ekofloristik (peta Ekologi Sumatera) 18. Peta Biogeografi (kombinasi peta zoogeographic dan Ekofloristik) 19. Pantai berpasir (didigitasi dari peta topografi/ RBI skala 1 : 50.000 dan mosaic citra landsat. 20. Daerah Prioritas Konservasi di Sumatera (KBA – Conservation International) 21. Peta Distribusi Orangutan (PHVA-Population Habitat Viability Analysis, 2004), dipertegas dengan panduan ahli orangutan (Dr. Sri Suci Utami) dan ditapis dengan kesesuaian orangutan berdasarkan ketinggian.
USAID IFACS Rencana Konservasi Bentang Alam Kabupaten Aceh Tenggara Provinsi Aceh Hal | 62
INDONESIA FOREST AND CLIMATE SUPPORT (USAID IFACS) Wisma GKBI, 12th Floor, # 1210 Jl. Jend. Sudirman No.28, Jakarta 10210, Indonesia Phone: +62-21 574 0565
Fax: +62-21 574 0566
Email:
[email protected]