BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan kualitas SDM sangat berkaitan erat dengan peningkatan kualitas hidup perempuan karena perempuanlah yang hamil, melahirkan dan menyusui anak sejak bayi sampai usia balita. Menurut Badan Pusat Statistik, pada data Susenas tahun 2010 ada beberapa provinsi yang menunjukkan masih banyak terjadi perempuan menikah pada usia yang relatif masih muda yaitu < 19 tahun (Ayu dan Soebijanto, 2011). Undang-Undang Perkawinan di Indonesia yaitu diatur dalam UU No. 1 Tahun 1974 dalam pasal 7 ayat (1) membolehkan wanita menikah pada usia 16 tahun dan pria pada usia 19 tahun, tetapi ternyata masih banyak orang tua yang merestui perkawinan anak perempuannya, (tetapi tidak dengan anak laki-laki) yang masih muda. Usia muda menurut
World Health
Organization (WHO) adalah usia 11 – 20 tahun, yang merupakan bagian masyarakat yang potensial sebagai sumber daya manusia muda yang sesungguhnya memiliki peran penting dalam proses penerus dan pelestarian cita-cita perjuangan bangsa Indonesia. Sehingga perkawinan usia muda atau kehamilan usia muda menjadi masalah sosial yang banyak mendapat perhatian disiplin ilmu termasuk bagian kebidanan, karena risiko kehamilan yang tinggi akan meningkatkan angka kematian ibu dan bayi. Bila masalah tersebut masih berjalan tentu sulit menciptakan suatu keluarga sesuai harapan dan cita-cita (Sarwono, 2004). Seorang perempuan yang telah memasuki jenjang pernikahan maka harus mempersiapkan diri untuk proses kehamilan dan melahirkan. Sementara itu jika wanita menikah pada usia di bawah 20 tahun, akan banyak risiko yang terjadi karena kondisi rahim dan panggul belum berkembang optimal. Hal ini dapat mengakibatkan risiko kesakitan dan kematian yang timbul selama proses kehamilan dan kelahiran bayi (BkkbN, 2010).
Universitas Sumatera Utara
Permasalahan kesehatan pada perempuan berawal dari masih tingginya usia perkawinan pertama di bawah 20 tahun (4,8% pada usia 10-14 tahun, 41,9% pada usia 15-19 tahun). Umur pertama menikah pada usia sangat muda (10-14 tahun) cenderung lebih tinggi di pedesaan (6,2%), kelompok perempuan yang tidak sekolah (9,5%), kelompok petani/nelayan/buruh (6,3%), serta status ekonomi terendah (6,0%) (Ninuk, 2010). Lebih dari 64 juta wanita di dunia menikah di bawah sebelum umur 18 tahun. Adapun faktor penyebabnya adalah keadaan sistem pencatatan sipil di negara tersebut yang belum memadai dengan mekanisme penegakan hukum dalam menanganin kasus perkawinan usia muda dan adanya adat dan hukum agama yang membenarkan praktek perkawinan usia muda (UNICEF, 2009). Berdasarkan Susenas 2010 yang dilakukan BPS, sebanyak 1,59% perempuan berumur 10-17 tahun di Indonesia berstatus kawin dan pernah kawin. Persentase terbesar berada di wilayah Kalimantan Tengah (3,32%) dan persentase terkecil di Sumatera Barat (0,33%). Seperti yang telah diduga, persentase perempuan 10-17 tahun yang telah kawin dan pernah kawin di pedesaan jumlahnya lebih banyak jika dibandingkan dengan perkotaan. Fenomena menikah dini di wilayah pedesaan pada 2010 mencapai 2,17%, sedangkan di perkotaan mencapai 0,98%. Faktor ekonomi, budaya, dan lainnya menjadi pemicu banyaknya fenomena pernikahan usia muda di perdesaan. Dengan dinikahkan, anak diharapkan bisa meringankan atau malah bisa membantu ekonomi orang tua. Adapun menikah terburu-buru dilakukan karena takut dikatakan perawan tua lantaran tidak laku-laku. Dari 1,59% perempuan yang menikah dini itu, 3,49% nya telah melakukan perceraian dengan status cerai hidup dan 0,22% berstatus cerai mati. Perkawinan usia muda sangat memengaruhi perkembangan anak, baik secara fisik maupun psikologis. Jika ditilik secara medis, ibu yang menikah di usia muda organ produksinya belum
Universitas Sumatera Utara
berfungsi secara normal. Dengan kata lain, risiko persalinan pada ibu terlalu muda semakin tinggi (Alimoeso, 2012). Data Riskesdas 2010 menunjukan bahwa prevalensi umur perkawinan pertama antara 1519 tahun sebanyak 41,9 %. Menurut SDKI tahun 2007, sebanyak 17 % wanita yang saat ini berumur 45-49 tahun menikah pada umur 15 tahun, sedangkan proporsi wanita yang menikah pada umur 15 tahun berkurang dari 9 % untuk umur 30-34 tahun menjadi 4 % untuk wanita umur 20-24 tahun. Menurut data Susenas tahun 2010, secara nasional rata-rata usia kawin pertama di Indonesia 19 tahun, rata-rata usia kawin di daerah perkotaan 20 tahun dan di daerah pedesaan 18 tahun, masih terdapat beberapa provinsi rata-rata umur kawin pertama perempuan di bawah angka nasional (Ayu dan Soebijanto, 2011). Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Puspitasari (2006) dan Hanggara (2010) sebelumnya menunjukkan bahwa terjadinya perkawinan usia muda disebabkan beberapa faktor pendorong antara lain faktor ekonomi, faktor orang tua, faktor pendidikan, faktor diri sendiri, faktor adat setempat, faktor sosial budaya, dan faktor sosial ekonomi. Salah-satu faktor pendorong terjadinya perkawinan usia muda adalah faktor pendidikan. Dari data perkawinan berdasarkan pendidikan yang ada di Kabupaten Deli Serdang menunjukkan bahwa masyarakat yang menikah dengan tingkat pendidikan tidak tamat SD sebanyak 9,03 %, tamat SD sampai SLTP sebanyak 46,04 %, tamat SLTA ke atas sebanyak 37,21 % dan yang tamat Akademi/ Perguruan Tinggi sebanyak 7,72 % (BkkbN, 2011). Penelitian yang dilakukan Pusat Penelitian dan Pengembangan di Provinsi Kalimantan Selatan, Provinsi Nusa Tenggara Barat dan Provinsi Banten, menunjukan bahwa usia kawin pertama perempuan di perkotaan sekitar 16-19 tahun, sedangkan di pedesaan sekitar 13-18 tahun. Pendidikan mereka SD, SLTP dan SLTA tidak tamat. Setelah putus sekolah mereka umumnya
Universitas Sumatera Utara
menganggur tidak mempunyai pekerjaan. Sebagai akibat dari mereka menganggur, orang tua menginginkan anaknya segera menikah dari pada menjadi beban keluarga. Orang tua ingin lepas tanggung jawab, takut dengan pergaulan bebas atau seks bebas. Faktor budaya yang mendorong terjadinya kawin muda (usia 14-16 tahun) adalah lingkungan, di lingkungan tersebut sudah biasa menikah pada usia 14-16 tahun, lebih tua dari 17 tahun dianggap perawan tua. Faktor ekonomi, orang tua berharap mendapat bantuan dari anak setelah menikah karena rendahnya ekonomi keluarga (BkkbN, 2011). Hal tersebut juga terjadi di Kabupaten Deli Serdang yaitu pada di Kelurahan Puji Mulyo. Dari hasil wawancara yang dilakukan, faktor budaya dan dorongan orang tua memengaruhi meningkatnya angka perkawinan usia muda. Faktor budaya di sini orang tua takut anaknya dikatakan perawan tua sehingga segera dikawinkan, didukung dengan lingkungan tempat tinggal sudah menjadi suatu kebiasaan masyarakatnya untuk mengawinkan anaknya pada usia muda. Sedangkan dorongan orang tua adalah usaha orang tua untuk memengaruhi anaknya agar mau melakukan perkawinan usia muda, misalnya dengan menjodohkan anaknya dengan kolega atau masyarakat yang berdomisili satu lingkungan. Berdasarkan data dari Kantor Urusan Agama Kecamatan Sunggal, jumlah remaja umur 12-19 tahun yang melakukan perkawinan di bawah usia 20 tahun
pada tahun 2010 yaitu
sebanyak 152 pasangan (8,06 %), sementara itu pada tahun 2011 yaitu sebanyak 273 pasangan (17,7 %). Dari data tersebut dapat diketahui bahwa terjadi peningkatan remaja yang melakukan perkawinan usia muda (KUA Sunggal, 2011). Jumlah remaja umur 12-19 tahun di Desa Puji Mulyo sebanyak 1.458 jiwa, yang terdiri dari 714 jiwa remaja putri dan 744 jiwa remaja putra. Pada tahun 2010, jumlah perkawinan usia muda di bawah 20 tahun di Desa Puji Mulyo Kecamatan Sunggal sebanyak 29 pasangan (3,9 %),
Universitas Sumatera Utara
sedangkan pada tahun 2011 yaitu sebanyak 49 pasangan (6,7 %). Dari survei awal yang dilakukan di Desa Puji Mulyo, dari 13 remaja yang melakukan perkawinan usia muda mereka mengatakan bahwa mereka tidak tahu dampak perkawinan usia muda yaitu sebanyak 8 orang (62%), mereka kawin muda karena tidak melanjut ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi, yang berpendidikan SMP sebanyak 2 orang (15,3%) dan yang berpendidikan SMA sebanyak 11 orang (84,7%), sedangkan pendidikan orang tua remaja sendiri yaitu yang berpendidikan SD yaitu sebanyak 3 orang (23%), yang berpendidikan SMP yaitu sebanyak 8 orang (61,5%), yang berpendidikan SMA yaitu sebanyak 2 orang (15,3%). Ditambah adanya budaya masyarakat yang menikahkan anaknya dengan kolega atau masyarakat yang berdomisili satu wilayah pada usia muda yaitu sebanyak 1 orang (7,7%), karena takut anaknya terjerumus dalam pergulan bebas. Hal ini disebabkan karena adanya remaja yang hamil di luar nikah yaitu sebanyak 2 orang (15,4%). Melihat hal tersebut di atas maka perlu dilakukan penelitian untuk mengetahui faktor apa saja yang berhubungan dengan perkawinan usia muda pada penduduk kelompok umur 12-19 tahun di Desa Puji Mulyo Kecamatan Sunggal Kabupaten Deli Serdang tahun 2013, dengan membatasi faktor-faktor tersebut pada variabel pengetahuan, pendidikan, pendidikan ayah, pendidikan ibu, pergaulan bebas, dan budaya. 1.2 Perumusan Masalah Berdasarkan dari latar belakang di atas, maka yang jadi perumusan masalah dalam penelitian ini adalah tingginya angka perkawinan usia muda pada penduduk kelompok umur 1219 tahun dan belum adanya informasi mengenai faktor-faktor yang berhubungan dengan perkawinan usia muda di Desa Puji Mulyo Kecamatan Sunggal Kabupaten Deli Serdang tahun 2013.
Universitas Sumatera Utara
1.3 Tujuan Penelitian 1.3.1 Tujuan Umum Untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan perkawinan usia muda pada penduduk kelompok umur 12-19 tahun di Kelurahan Puji Mulyo Kecamatan Sunggal Kabupaten Deli Serdang tahun 2013. 1.3.2 Tujuan Khusus 1.
Untuk mengetahui hubungan pengetahuan tentang
dampak perkawinan usia muda
dengan perkawinan usia muda pada penduduk kelompok umur 12-19 tahun di Desa Puji Mulyo Kecamatan Sunggal Kabupaten Deli Serdang tahun 2013. 2.
Untuk mengetahui hubungan pendidikan dengan perkawinan usia muda pada penduduk kelompok umur 12-19 tahun di Desa Puji Mulyo Kecamatan Sunggal Kabupaten Deli Serdang tahun 2013.
3.
Untuk mengetahui hubungan pendidikan ayah dengan perkawinan usia muda pada penduduk kelompok umur 12-19 tahun di Desa Puji Mulyo Kecamatan Sunggal Kabupaten Deli Serdang tahun 2013.
4.
Untuk mengetahui hubungan pendidikan ibu dengan perkawinan usia muda pada penduduk kelompok umur 12-19 tahun di Desa Puji Mulyo Kecamatan Sunggal Kabupaten Deli Serdang tahun 2013
5.
Untuk mengetahui hubungan pergaulan bebas dengan perkawinan usia muda pada penduduk kelompok umur 12-19 tahun di Desa Puji Mulyo Kecamatan Sunggal Kabupaten Deli Serdang tahun 2013.
Universitas Sumatera Utara
6.
Untuk mengetahui hubungan budaya dengan perkawinan usia muda pada penduduk kelompok umur 12-19 tahun di Desa Puji Mulyo Kecamatan Sunggal Kabupaten Deli Serdang tahun 2013.
1.4
Manfaat Penelitian
1.4.1 Sebagai bahan masukan bagi pemerintah di Desa Puji Mulyo Kecamatan Sunggal Kabupaten Deli Serdang, dan bekerjasama dengan pihak sekolah atau KUA Kecamatan Sunggal dalam memberikan konseling yang berhubungan dengan perkawinan. 1.4.2 Sebagai sumber referensi bagi peneliti selanjutnya, agar dapat mengkaji hal-hal yang lebih dalam lagi, terutama yang berhubungan dengan perkawinan usia muda.
Universitas Sumatera Utara