BAB 1 PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang Tingginya angka pertumbuhan pasar ritel Indonesia, yang membuat Indonesia
banyak diminati baik oleh peritel asing, maupun peritel lokal. Mengingat potensi yang dimiliki oleh Indonesia dengan jumlah penduduk 257 juta jiwa, yang 65% adalah anak muda usia produktif membuat para peritel pun tidak akan kesusahan dalam mencari target market dan sumber daya manusia yang berkualitas. Pertumbuhan sektor ritel Indonesia berpusat di kota-kota besar, seperti Jakarta, Yogyakarta, Bandung, Surabaya, dan lain-lain (www.swa.co.id). Aktivitas yang padat dan tuntutan kerja yang tinggi, membuat kebutuhan masyarakat kota besar akan tempat hiburan pun meningkat. Hal ini juga dikarenakan aktivitas lain yang mempunyai tekanan, tingkat stres, dan kebosanan yang tinggi. Kebanyakan responden membutuhkan tempat hiburan yang nyaman, dan dapat menghibur didukung dengan fasilitas yang memadai sehingga orang dapat melupakan sejenak beban pikirannya. Selain itu juga tempat hiburan dapat digunakan sebagai momen untuk menghabiskan waktu bersama keluarga, teman, pasangan, dan rekan bisnis.
1
Aneka tempat hiburan pun terus bermunculan setiap tahunnya, mulai dari tempat hiburan seperti taman bermain, kebun binatang, bioskop dan lain – lain. Tetapi sarana hiburan yang masih menjadi pilihan utama sebagian besar orang ialah bioskop.Dimana bioskop biasanya terletak di dalam sebuah mall dan sebagian besar konsumen yang menonton di bioskop biasanya juga menghabiskan waktu untuk berkeliling di dalam mall, baik untuk sekedar melihat – lihat, mencari barang kebutuhan, makan, atau pun bersosialisasi (konsumen yang bergaya hidup leisure). Industri ritel bioskop di Indonesia, masih terus berkembang. Telah terdapat 264 unit bioskop pada periode 2002, kemudian pada periode 2007 tercatat sudah 483 unit bioskop di seluruh Indonesia, tetapi industri ritel bioskop hanya berkembang dikota – kota besar. Bioskop yang sudah ada baru sekedar memenuhi kebutuhan pasar film Indonesia di lapisan menengah ke atas, yang hanya berjumlah sekitar 25% dari jumlah penonton di Indonesia. Peluang ini yang kemudian dilihat oleh Cineplex 21 Group, sebuah jaringan besar bioskop di Indonesia. Jaringannya sudah ada di kota – kota besar Indonesia, seperti di Yogyakarta. CINEMA 21, merupakan kelompok bioskop terbesar di Indonesia yang memulai kiprahnya di industri hiburan sejak tahun 1987.Lebih dari 27 tahun, CINEMA 21 berkomitmen untuk senantiasa memberikan pengalaman dan kenikmatan nonton terbaik untuk masyarakat Indonesia. Sampai dengan bulan November tahun ini, CINEMA 21 memiliki total 744 layar yang tersebar di 143 lokasi di 33 kota di seluruh Indonesia. Selain menyajikan film-film hasil karya anak bangsa, CINEMA 21 juga menayangkan film-film berkelas dunia. 2
Cineplex 21 Group melihat kota Yogyakarta, yang merupakan kota terbesar sebagai salah satu potential market. Bertemu ditempat hiburan, bertransaksi di pusat – pusat perbelanjaan atau sekedar menikmati fasilitas menonton dibioskop merupakan salah satu kegiatan yang dilakukan oleh masyarakat dikota Yogyakarta dalam meluangkan waktu terlepas dari aktivitas yang padat dan tuntutan kerja yang tinggi. Untuk mendapatkan pelayanan jasa menonton di Cinema 21 pelanggan dikenakan biaya sebesar Rp 35.000 dengan fasilitas standar seperti sofa yang empuk. Bagi konsumen yang ingin menikmati suasana menonton yang lebih eksklusif dan berkelas premium kini telah hadir di Yogyakarta bertempat di Jogja City Mall XXI dan Plaza Ambarukmo, dimana CINEMA 21 kini sudah menyediakan studio The Premiere di bioskop yang berlokasi di Jl, Magelang Km 6 No.18 dan di Jl. Adisucipto km 6 Yogyakarta. Ini adalah studio The Premiere pertama yang hadir di Kota Yogyakarta. Untuk dapat menikmati tontonan yang lebih eksklusif di Jogja City Premiere, konsumen dikenakan biaya sebesar Rp.50,000,- (Senin s/d Kamis), Rp.60,000,- (Jumat), dan Rp.75,000,- (Sabtu/Minggu/Libur). Dengan perbedaan harga tersebut sangat terlihat jelas bahwa konsumen bisa mendapatkan fasilitas dan layanan yang lebih ekslusif dibandingkan dengan bioskop biasa dengan harga yang masih sangat terjangkau. Cineplex 21 Group membuat 3 brand bioskop yaitu Cinema 21, Cinema XXI, dan The Premiere dengan kelas, segmen dan target yang berbeda. Perbedaan terbesarnya terletak pada sisi jasa atau layanan yang diberikan, karena untuk sebuah bioskop strategi service quality merupakan strategi yang efektif, mengingat produk 3
(film) yang ditawarkan hampir serupa. Seperti yang diterapkan oleh pihak Cineplex 21 Group, dimana Cinema 21 yang menyasar segmen menengah ke bawah tidak terlalu memperhatikan kualitas layanan seperti kursi penonton yang nyaman, dan karyawan atau pelayan yang selalu standby untuk mengantarkan makanan yang dipesan. Perbedaan antara The Premiere yang menyasar segmen menengah ke atas dengan Cinema 21 adalah pada service yang diberikan (adanya selimut, fast respond waitress, studio yang exclusive, dan kursi penonton yang nyaman merupakan bentuk layanan yang ada di The Premiere). Bioskop sendiri tergolong kedalam usaha ritel yang sangat ditunjang oleh pelayanan atau jasa yang diberikan, karena produk (film) dari bioskop bersifat intangible. Sebuah bioskop tidak hanya harus menawarkan sesuatu yang berbeda tetapi juga layanan yang dapat memuaskan konsumennya. Pelayanan konsumen yang baik dan memuaskan harus merupakan misi utama bagi sebuah bioskop dimana kepuasan pelanggan menjadi sorotan utama bagi sebuah usaha jasa dalam memutuskan strategi untuk memenangkan persaingan. Kualitas pelayanan serta produk yang ditawarkan dengan harga terjangkau didukung fasilitas juga menjadi modal utama sebuah bioskop untuk menarik minat konsumen. Parasuraman
et
al.
(1998),
menjelaskan
bahwa
kualitas
layanan
mengidentifikasikan upaya pemenuhan kebutuhan dan keinginan konsumen serta ketepatan penyampaiannya dalam mengimbangi harapan konsumen. Kualitas layanan dapat diketahui dengan cara membandingkan persepsi para konsumen atas pelayanan
4
yang nyata-nyata mereka terima atau peroleh dengan pelayanan yang sesungguhnya mereka terima atau mereka harapkan terhadap atribut-atribut pelayanan suatu perusahaan. Parasuraman et al. (1988) menyebutkan ada lima faktor penentu untuk menilai kualitas layanan yaitu, reliabilitas, daya tanggap, jaminan, empati, dan bukti fisik. Kelima faktor tersebut harus dimiliki oleh penyedia bisnis jasa dalam hal ini adalah The Premiere XXI Yogyakarta. Kelima faktor penentu tersebut harus diberikan The Premiere XXI Yogyakarta kepada pelanggan untuk memperoleh kepuasan sehingga muncul niat beli ulang. Jika salah satu dari lima faktor penentu tersebut kurang diperhatikan sehingga menimbulkan ketidakpuasan dari pelanggan maka hal tersebut akan berdampak buruk bagi pihak The Premiere XXI Yogyakarta. Seperti halnya pada dimensi responsivenesss atau daya tanggap, pihak The Premiere XXI Yogyakarta harus sigap untuk meminimalisir masalah yang terjadi, contohnya seperti ada gangguan bayangan yang muncul di layar proyektor yang dapat mengganggu penonton pada waktu menikmati film yang sedang diputar. Apabila itu terbukti disengaja maupun tidak disengaja pihak penyedia layanan harus segera mengatasi masalah tersebut. Berdasarkan hasil uji empiris mengenai pengaruh dimensi kualitas jasa (SERVQUAL) yang dapat dilihat tabel 1.1, tidak semua dimensi kualitas jasa memiliki kontribusi pada kepuasan pelanggan dan loyalitas atau niat beli ulang pelanggan. Bahkan penelitian yang dilakukan oleh Jamal dan Anastasiadou (2009) dan Zhou (2004), yang menggunakan seting perusahaan perbankan di negara yang
5
berbeda menunjukkan adanya perbedaan dimensi kualitas jasa yang mempengaruhi kepuasan pelanggan. Tabel 1.1. Studi Empiris Pengaruh Kualitas Jasa yang Dipersepsikan Penulis
Variabel Independen
Jamal dan Anastasiadou (2009)
Reliability, Responsiveness, Assurance, Empathy, Tangible.
Bloemer et al. (1999)
Reliability, Responsiveness, Assurance, Empathy, Tangible.
Wong dan Sohal (2003)
Reliability, Responsiveness, Assurance, Empathy, Tangible.
Boshoff dan Gray (2004)
Reliability, Responsiveness, Assurance, Empathy, Tangible.
Hasil
Obyek Penelitian
Hanya reliability, tangible, empathy yang berpengaruh secara signifikan pada kepuasan pelanggan. Reliability, tangible, responsiveness, berpengaruh pada loyalitas pelanggan.
Perbankan diperancis
Assurance, empathy, tangible berpengaruh pada loyalitas ke karyawan dan loyalitas keperusahaan, sedangkan reliability hanya berpengaruh pada loyalitas keperusaan. Empathy dan assurance berpengaruh pada kepuasan. Empathy, assurance dan tangible berpengaruh pada loyalitas.
Department store di Australia
Taman Hiburan di Belgia.
Rumah sakit di Afrika Selatan.
Sumber : beberapa penelitian terdahulu.
6
Berdasarkan tabel di atas lima faktor tersebut tidak seluruhnya berpengaruh yang menjadikan hal tersebut sebagai faktor pembeda dari penelitian ini dan penelitian terdahulu. Menurut Lovelock (1983), perusahaan jasa memiliki karakteristik pemasaran yang berbeda–beda, sehingga dimensi kualitas jasa pada perusahaan jasa yang berbeda dapat memberikan pengaruh yang berbeda pula pada kepuasan pelanggan dan niat beli ulang pelanggan. Begitu juga tingkat kepentingan dimensi kualitas jasa yang berpengaruh pada pelanggan berbeda tergantung jenis jasanya. Banyak penelitian di dalam literatur jasa yang terbukti secara empiris mampu menunjukkan bahwa kulitas jasa yang dipersepsikan berpengaruh pada kepuasan pelanggan dan niat beli ulang pelanggan (Bei dan Chiao, 2001 ; Brady dan Cronin, 2001 ; Blery et al., 2009). Tetapi hanya sedikit penelitian yang menguji pengaruh dimensi kualitas jasa pada kepuasan pelanggan dan niat beli ulang konsumen. Berdasarkan hal tersebut, penelitian ini difokuskan untuk menguji pengaruh dimensi kualitas jasa (SERVQUAL) pada kepuasan pelanggan dan niat beli ulang konsumen jasa ritel bioskop premium “The Premiere XXI” Yogyakarta.Penulis juga ingin mengkonfirmasi pengaruh kepuasan pelanggan pada niat beli ulang (Repurchase intention) konsumen.
1.2.
Rumusan Masalah Persaingan yang semakin meningkat antar perusahaan jasa mengharuskan
manajemen untuk mengelola kualitas jasa agar memberikan kepuasan dan niat beli
7
ulang pada pelanggan. Tetapi apakah semua dimensi dari kualitas jasa yang dipersepsikan akan berdampak bagi pelanggan, ataukah hanya dimensi tertentu saja yang memiliki dampak atau pengaruh bagi pelanggan? Hal tersebut tentu saja menjadi pertanyaan pihak bioskop The Premiere XXI, terutama apabila mereka memiliki dana terbatas dan harus memprioritaskan pilihan pengelolaan dimensi kualitas jasa yang memberikan dampak terbesar bagi pelanggannya. Permasalahan teoritis, seperti dikemukakan dalam latar belakang, yaitu tingkat kepentingan dimensi kualitas jasa yang berpengaruh pada pelanggan berbedabeda tergantung pada spesifikasi jasanya.Sementara itu penelitian mengenai pengaruh dimensi kualitas jasa yang dipersepsikan pada kepuasan pelanggan dan niat beli ulang konsumen belum banyak dilakukan, terutama dalam perusahaan jasa yang menawarkan hiburan seperti bioskop premium The Premiere XXI di Yogyakarta.Oleh karena itu peneliti ingin menguji apakah dimensi kualitas jasa (SERVQUAL) tersebut berperan pada seting penelitian yang penulis pilih.Dari rumusan masalah tersebut, maka muncul pertanyaan penelitian sebagai berikut: a. Apakah dimensi kulitas jasa (reliability, responsiveness, assurance, empathy, tangible) berpengaruh secara positif pada kepuasan pelanggan. b. Apakah kepuasan pelanggan berpengaruh secara positif pada niat beli ulang (repurchase intention). c. Manakah dari ke lima dimensi kualitas jasa yang memiliki dampak paling besar pengaruhnya pada kepuasan pelanggan.
8
1.3.
Tujuan Penelitian
1. Menguji pengaruh dimensi service quality (reliability, responsiveness, assurance, empathy, dan tangible) terhadap kepuasaan pelanggan pada bioskop The Premiere XXI. 2. Menguji pengaruh kepuasan pelanggan terhadap niat beli ulang pelanggan pada bioskop The Premiere XXI. 3. Menguji dimensi service quality (reliability, responsiveness, assurance, emphaty dan tangible) yang memiliki dampak paling besar terhadap niat beli ulang pelanggan pada bioskop The Premiere XXI.
1.4.
Lingkup Penelitian Agar penelitian ini berfokus pada objek permasalahan yang diteliti, maka
lingkup dari penelitian ini adalah sebagai berikut: a. Subjek penelitian Subjek penelitian adalah para pelanggan yang pernah berkunjung dan menikmati layanan di bioskop The Premiere XXI.
b. Lokasi penelitian Lokasi penelitian ini dilakukan di Yogyakarta. Hal ini berdasarkan pertimbangan kemudahan dalam pengumpulan data.Selain itu, subjek
9
penelitianmayoritas tinggal dan pernah mengunjungi serta menikmati kualitas layanan yang ditawarkan pada bioskop The Premiere XXI. c. Waktu penelitian Penelitian ini bersifat cross-sectional study, yaitu penelitian yang dilakukan dengan data yang didapat hanya satu kali, selama periode hari atauminggu atau bulan, untuk menjawab pertanyaan penelitian (Sekaran, 2006). Penelitian ini dilaksanakan dalam kurun waktu 2 bulan yaitu pada bulan Juni hingga Juli 2015.
1.5.
Manfaat Penelitian Dalam penelitian ini dibutuhkan manfaat penelitian. Manfaat hasil dari
penelitian ini di harapkan berguna untuk berbagai pihak, baik untuk para akademisi maupun untuk perusahaan, diantaranya sebagai berikut: 1.5.1. Untuk para akademisi
Penelitian ini memberikan manfaat akademisi pengembangan literatur dalam topik kualitas jasa dan kepuasan pelanggan pada niat beli ulang jasa ritel bioskop premium pada tipe konsumen yang unik yaitu konsumen premium. 1.5.2. Untuk perusahaan Penelitian ini diharapakan dapat digunakan oleh bioskop The Premiere XXI dalam
meningkatkan
pelayanan
terhadap
konsumen.Penerapan
kulitas
jasa
10
diharapkan dapat membuat bisnis bioskop The Premiere berjalan dengan lebih efektif dan efisien dengan adanya pembelian berkelanjutan oleh konsumen.
1.6. Sistematika Penulisan Untuk memberikan gambaran yang jelas mengenai penelitian yang dilakukan, maka disusun sistematika penulisan yang berisi tentang informasi mengenai materi yang memberikan gambaran jelas dari pokok permasalahan dan hal yang dibahas dalam tiap – tiap bab, adapun sistematika penulisan penelitian ini adalah sebagai berikut: Bab I merupakan bab pendahuluan yang menjelaskan tentang latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, serta sistematika penulisan. Bab II adalah Landasan Teori, yang berisi uraian tentang gambaran umum topik yang dibahas, serta pembahasan mengenai pengembangan hipotesis. Bab III adalah bab metode penelitian yang memuat tentang kerangka pemikiran, hipotesis, sumber data, definisi variabel, teknik pengumpulan data, teknik pengambilan sampel dan teknik analisis data. Bab IV adalah bab analisis data dan pembahasan yang berisi uraian tentang analisis hasil penelitian dan pengujian hipotesis yang didukung oleh bab - bab sebelumnya. Bab V adalah bab penutup yang menyajikan kesimpulan hasil penelitian dan pembahasan, serta memuat beberapa saran bagi pihak yang berkepentingan untuk pengembangan penelitian lebih lanjut.
11