BAB I PENDAHULUAN 1.1.
Latar Belakang Masalah Kecamatan medan marelan merupakan salah satu dari 21 kecamatan yang
terletak di kota Medan. Kecamatan Medan Marelan merupakan satu-satunya Kecamatan yang memiliki Tempat Pengelolaan Akhir (TPA) Sampah terbesar setelah Tempat Pengelolaan Akhir (TPA) Sampah Pancur Batu. Lebih tepatnya Tempat Pengelolaan Akhir (TPA) Kec.Medan Marelan terletak di Kelurahan Terjun. Dimana setiap harinya TPA daerah Terjun ini didatangkan sampah kota baik itu dari sampah rumah tangga, sampah perkantoran, industri kecil, industri besar maupun limbah pabrik perusahaan. Kelurahan Terjun terletak berdampingan dengan Kelurahan Paya Pasir. Keberadaan Tempat Pengelolaan Akhir (TPA) di Kelurahan Terjun memiliki dampak untuk masyarakat sekitar baik yang sudah menetap lama di daerah sekitar TPA maupun masyarakat pendatang. Dampak sebagai respon tiap masyarakat berbeda, ada yang respon negatif dan ada juga respon positif yang ditimbulkan oleh keberadaan Tempat Pengelolaan Akhir (TPA) Kelurahan Terjun. Tetapi bagi para pemulung keberadaan TPA sampah merupakan tempat pengais rezeki untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka. Semenjak keberadaan Tempat Pengelolaan Akhir (TPA) di Kecamatan Medan Marelan ini, banyak masyarakat yang berdatangan untuk mencari bahan bekas yang dapat mereka jual kembali baik itu plastik, botol bekas maupun barang-barang rosokan lainnya. Masyarakat yang bertempat tinggal di sekitar TPA terutama lingkungan I Kelurahan Paya Pasir berjumah sebanyak 390 kepala keluarga dengan total laki1
Universitas Sumatera Utara
laki sebanyak 759 orang dan perempuan 737 orang, berdasarkan jenis pekerjaan dinyatakan sebanyak 21 orang bekerja sebagai petani, 10 orang sebagai nelayan, 2 orang BUMN, 658 orang wiraswasta, 54 orang pedagang dan sebanyak 45 orang bekerja pekerjaan lainnya (Data Demografi Penduduk Tahun 2015). Pemulung merupakan pekerjaan di sektor informal yang termasuk dalam kategori wiraswasta, karena pekerjaan pemulung ini merupakan pekerjaan yang membuka lapangan kerja sendiri. Sektor informal ini berperan sebagai penampung alternatif bagi peluang kerja dan pencari kerja. masa depan perkembangan sektor informal sangat ditentukan kemampuan sektor tersebut dengan kata lain mampu tidaknya sektor informal bersaing dengan sektor formal atau barang-barang infor , juga tergantung pada beberapa serius dan sifat serta bentuk dari kelemahankelemahan yang dimiliki sektor informal. Kelemahan sektor informal tercemin pada kendala-kendala yang dihadapi tersebut, diantaranya yang sering terjadi adalah keterbatasan modal (khusus modal kerja), kesulitan pemasaran, penyediaan bahan baku, keterbatasan sumber daya manusia, pengetahuan minim mengenai bisnis, dan kurangnya penguasaan tekhnologi (BPS,2001). Pemulung menurut Shalih (dalam jurnal Suhendri:2015) adalah orang yang memungut,mengambil,mengumpulkan dan mencari sampah baik perorangan maupun kelompok. Menjadi pemulung tidak memandang usia, karena jenis pekerjaan memulung bisa dilakukan oleh siapa saja baik itu anak-anak , orang dewasa maupun para lansia. Salah satunya kelompok lansia yang bekerja sebagai pemulung. Kelompok lansia ini berumur dari 55 tahun keatas. Mereka menjadi pemulung karena faktor ekonomi yang mendesak mereka untuk tetap bekerja. Kemunduran fisik tidak menjadi kendala besar para lansia ini untuk bekerja. 2
Universitas Sumatera Utara
Dengan kondisi fisik yang sudah menurun para pemulung lansia ini tetap mau bekerja supaya mendapatkan uang untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka. Dengan berbagai cara yang diupayakan untuk memenuhi kebutuhan mereka ada strategi mereka untuk bertahan hidup berupa strategi aktif mereka yaitu dengan memanfaatkan potensi yang mereka miliki sebagai contoh melakukan aktifitas sendiri, memperpanjang jam kerja dan melakukan pekerjaan lain untuk menambah penghasilan. Kedua, strategi pasif berupa meminimalisir pengeluaran keluarga dengan contoh berhemat dalam kebutuhan sandang dan pangan. Ketiga, strategi jaringan yang dilakukan oleh pemulung lansia yang memanfaatkan jaringan sosial dengan contoh menjali relasi baik formal maupunon formal dengan lingkungan sosialnya sehingga pemulung lansia bisa meminta bantuan seperti bantuan hutang kepada sanak sadara, tetangga maupun sektor formal dan informal ketika mereka mengalami kesulitan. Kondisi sosial pemulung lansia ini sangat memperhatinkan mereka yang bertempat tinggal di area TPA memiliki kesan hidup tidak sehat karena mereka terkena efek negatif langsung dari TPA seperti bau, kabut serta asap-asap akibat truk-truk yang mondar mandir tiap harinya membawa sampah ke TPA. Pemulung lansia yang bertempat tinggal disekitar TPA masih melakukan pekerjaan sebagai pemulung, mereka masih mengumpulkan barang-barang bekas dari pembuangan sampah yang ada di sekitar TPA , menolong anak-anak mereka serta sanak saudara untuk membersihkan plastik-plastik yang sudah dikumpulkan. Dengan adanya keterbatasan fisik yang mereka miliki mereka terus berusaha untuk memenuhi kebutuhan mereka. Pemulung lansia ini tetap gigih bekerja supaya kebutuhan dirinya bisa tercukupi karena keluarga mereka juga tidak bisa 3
Universitas Sumatera Utara
memenuhi kebutuhan mereka ini. Dengan penghasilan tidak menentu sebesar Rp.15.000,00 sampai dengan Rp.40.000,00 perhari bagi mereka tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka. Karena, ada saatnya mereka tidak mendapatkan uang seperti sering sakit-sakitan
sehingga mereka tidak dapat
bekerja mencari barang bekas yang dapat dijual. Tempat tinggal mereka berada disekitar TPA, ada yang tinggal bersama anak-anak mereka dan ada pula yang tinggal dirumah sendirian. Status rumah mereka milik keluarga serta sewa atau ngontrak walaupun ada beberapa lansia yang memiliki rumah pribadi dengan ukuran yang sangat kecil serta bangunannya masih semi permanen. Dengan keadaan sekitar rumah yang banyak sampah, mereka sudah merasa nyaman tinggal dilingkungan sekitar TPA karena terbiasa. Padahal ketika pada masa usia lanjut ini, seseorang membutuhkan rasa ketentraman lahir dan batin, tidak hanya seperti kebutuhan untuk hidup saja seperti makan, minum dll melainkan keselamatan jiwa serta kenyamanan juga merupakan kebutuhan lansia agar dia tetap bertahan Pada umumnya pemulung lansia yang bekerja di TPA Kecamatan Medan Marelan sebagai pemulung tidak memiliki keahlian yang memadai. Hal ini disebabkan oleh pendidikan mereka yang sangat rendah yaitu umumnya tamatan SD. Pada akhirnya pilihan mereka hanyalah bekerja di sektor informal seperti buruh, pedagang asongan, pemulung dan lain-lainnya seperti yang terjadi oleh pemulung lansia. Di TPA Kelurahan paya pasir Pada tahun 2015 ada sekitar 8 orang pemulung lansia yang dari awal mereka bekerja sebagai pemulung sampai mereka berumur lanjut, sedangkan pada saat ini tahun 2016 hanya ada sekitar 6 orang yang masih bekerja sebagai pemulung. Selain dengan alasan tidak memiliki 4
Universitas Sumatera Utara
keahlian yang memadai mereka para pemulung lansia ini menyatakan bahwa bekerja sebagai pemulung merupakan pekerjaan yang tidak membutuhkan modal banyak sehingga mereka bertahan menjadi pemulung sampai berumur lanjut. Bekerjanya lansia sebagai pemulung merupakan permasalahan sosial ekonomi. Keterbatasan keahlian yang mereka miliki menyebabkan mereka harus bekerja sampai usia tuanya, bahkan keluarga mereka sendiri juga tidak mampu menghidupi dirinya diakibatkan rendahnya pendapatan keluarga mereka sehingga para lansia ini juga ikut memulung. Pemulung lansia ini sangat sering mengalami kesulitan-kesulitan baik dalam hal sosial maupun ekonomi. Masalah-masalah yang dihadapi oleh pemulung lansia ini sering melibatkan bantuan sanak saudara, tetangga maupun masyarakat sekitar untuk mengurangi permasalahan mereka. Pemulung lansia dapat dikatakan miskin karena Menurut World Bank kemiskinan merupakan kondisi dimana seseorang tidak dapat menikmati segala macam pilihan dan kesempatan dalam pemenuhan kebutuhan dasarnya seperti tidak dapat memenuhi kesehatan, standar hidup layak, kebebasan, harga diri, dan rasa dihormati seperti orang lain atau dengan kata lain kehilangan kesejahteraan (deprivation o well being). Kemiskinan disebabkan ketiadaan akses serta adanya ketidak adilan maupun ketimpangan yang terjadi dalam masyarakat. Pemulung dikatakan miskin ketika mereka tidak mampu untuk memenuhi kebutuhan mereka, baik itu pangan, sandang, papan yang tidak layak untuk hidup lansia. Pemulung yang kehidupannya relatif miskin, apalagi pemulung lansia yang mengalami kemunduran fisik, mereka tetap menjalani kehidupannya dari waktu ke waktu. Sebagaimana mereka akan melakukan upaya apa saja untuk memenuhi kebutuhan hidup sampai mereka berumur lanjut. Berdasarkan hal-hal 5
Universitas Sumatera Utara
yang sudah diuraikan pada latar belakang diatas, penulis tertarik untuk meneliti lebih dalam bagaimana kondisi sosial ekonomi para pemulung lansia ini yang berkaitkan dengan stategi untuk mempertahankan hidup mereka serta strategi adaptasi mereka dalam menjalani hidup mereka yang kemudian dituangkan pada penelitian dengan judul: “Pemulung Lansia di Kota Medan’’.
1.2
Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang di atas maka yang menjadi perumusan masalah
dalam penelitian ini sebagai berikut : 1. Faktor apa saja yang mempengaruhi para lanjut usia ( Lansia) tetap bekerja sebagai pemulung ? 2. Bagaimana kondisi sosial ekonomi mereka? 3. Bagaimana strategi bertahan hidup mereka dalam memenuhi kebutuhan hidupnya ? 1.3 Tujuan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah diatas maka yang menjadi tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui 1. Ingin mengetahui faktor apa yang mempengaruhi para lanjut usia
(
Lansia) tetap bekerja sebagai pemulung. 2. Ingin mengetahui Bagaimana kondisi sosial ekonomi mereka. 3. Ingin mengetahui Strategi yang dilakukan mereka dalam memenuhi kebutuhan hidupnya.
6
Universitas Sumatera Utara
1.4
Manfaat Penelitian Adapun manfaat yang dapat diperoleh dari hasil penelitian ini adalah : 1. Penelitian ini diharapkan mampu menambah wawasan pengetahuan dan memperluas penelitian Sosiologi serta pengalaman khususnya bagi mahasiswa Dapertemen Sosiologi FISIP USU. 2.
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi baik secara langsung ataupun tidak langsung bagi perpustakaan Departemen Sosiologi.
3.
Bagi penulis, penelitian ini digunakan sebagai salah satu syarat kelulusan untuk jenjang pendidikan sarjana (S1). Disamping itu untuk menuangkan minat penulis yang ingin mengungkap mengenai” Pemulung Lansia Di Kota Medan. Serta diharapkan dapat memberi sumbangan
bagi
pemerintah
daerah
untuk
dapat
meningkatkan
kesejahteraan masyarakat khususnya masyarakat pemulung lansia agar lebih sejahtera. 1.5
Definisi Konsep Dalam sebuah penelitian ilmiah, definisi konsep sangat diperlukan untuk
memfokuskan penelitian sehingga memudahkan penelitian. Konsep adalah definisi, abstraksi mengenai gejala atau realita ataupun suatu pengertian yang nantinya akan menjelaskan suatu gejala (moleong, 2006 : 67). Disamping berfungsi untuk memfokuskan dan mempermudah suatu penelitian, konsep juga berfungsi sebagai panduan yang nantinya digunakan peneliti untuk menindak lanjuti sebuah kasus yang diteliti dan menghindari terjadinya kekacauan akibat kesalahan penafsiran dalam sebuah penelitian. 7
Universitas Sumatera Utara
Adapun konsep yang digunakan sesuai dengan kontek penelitian ini, antara lain adalah : 1. Pemulung : Pemulung dalam penelitian ini adalah sekumpulan individu yang memenuhi suatu wilayah yang memiliki tujuan bersama untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Adapun jenis-jenis pemulung antara lain : a. pemulung lepas, yang bekerja sebagai swausaha. Pemulung ini bekerja sendiri tanpa tergantung pada orang lain, mereka mencari barangbarang bekas baik itu di TPA maupun jalan-jalan atau tempat keramaian lainnya. b. pemulung yang tergantung pada seorang bandar yang meminjamkan uang ke mereka dan memotong uang pinjaman tersebut saat membeli barang dari pemulung. Pemulung berbandar hanya boleh menjual barangnya ke bandar. Tidak jarang bandar memberi pemondokan kepada pemulung, biasanya di atas tanah yang didiami bandar, atau di mana terletak tempat penampungan barangnya. 2. Lansia dalam penelitian ini adalah individu yang memiliki kemunduran fisik serta tenaga yang berkurang untuk melakukan suatu usaha. pembagian lansia, antara lain : menurut Depkes RI, WHO yaitu : a. Departemen Kesehatan RI membagi lansia sebagai berikut : kelompok menjelang usia lanjut (45-54 tahun) sebagai masa vibrilitas, kelompok usia lanjut (55-64 tahun) sebagai presenium, kelompok usia lanjut (lebih dari 65 tahun) sebagai senium.
8
Universitas Sumatera Utara
b. Organisasi kesehatan dunia (WHO), usia lanjut dibagi menjadi empat kriteria berikut : usia pertengahan (middle age) ialah kelompok usia 45 sampai 59 tahun, usia lanjut (elderly) antara 60-74 tahun, usia tua (old) antara 75-90 tahun, usia sangat tua (very old) di atas 90 tahun.
3. Strategi adalah prosedur yang mempunyai alternatif-alternatif pada berbagai tahapan atau langkah. Jadi bila strategi dihubungkan dengan kelangsungan hidup maka konsep ini berkaitan dengan bagaimana seseorang menghadapi keadaan sulit dengan berbagai tantangan dan bagaimana alternatif terhadap langkah-langkah pemecahan untuk keluar dari tantangan yang dihadapi tersebut agar dapat bertahan hidup. Strategi bertahan hidup dalam penelitian ini adalah suatu cara atau langkah yang diambil dan dilakukan oleh kelompok pemulung lansia untuk mempertahankan kelangsungan hidupnya. Seperti : a. Melibatkan bantuan anggota keluarga. b. Berhemat dalam bentuk konsumsi. c. Menabung. d. Menambah jam kerja. e. Meminjam uang kepada orang lain. 4. Kondisi sosial ekonomi dalam penelitian ini adalah gambaran secara umum mengenai pendidikan, kesehatan serta hubungan – hubungan yang terjadi untuk mendukung kehidupan mereka mengenai modal sosial yang mereka miliki. Kehidupan sosial ekonomi harus dipandang sebagai suatu
9
Universitas Sumatera Utara
sistem ( sistem sosial ) yaitu suatu keseluruhan bagian bagian atau unsurunsur yang saling berhubungan dalam satu kesatuan.
10
Universitas Sumatera Utara