1
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Ternak babi merupakan salah satu bagian penting dalam menunjang perekonomian banyak negara. Populasi babi terus meningkat dari tahun ke tahun terkait meningkatnya konsumsi masyarakat akan daging babi. Khusus di Bali, ternak babi merupakan komoditi unggulan dimasyarakat. Hampir sebagian besar masyarakat Bali memelihara ternak babi sebagai usaha pokok maupun sampingan. Dinas Peternakan Provinsi Bali melaporkan hasil cacah jiwa ternak, populasi babi pada tahun 2011 mencapai 924.297 ekor. Itupun masih sangat berpotensi untuk bertambah seiring perkembangan peternakan babi yang terus meningkat dari tahun ketahun (Sumantra, 2011). Babi mempunyai peranan penting bagi masyarakat baik sebagai penyedia sumber protein hewani, pendapatan, lapangan pekerjaan, tabungan serta penghasil pupuk (Disnak, 1999). Babi memiliki banyak keunggulan dibandingkan ternak lain yaitu laju pertumbuhan yang cepat, mudah dikembangbiakkan, mudah mencari sumber pakan serta nilai karkas cukup tinggi sebagai penyedia protein hewani bagi manusia (Nugroho dan Whendrato, 1990). Babi merupakan salah satu ternak yang banyak dipelihara dan tidak dapat lepas dari kehidupan sebagian besar masyarakat di Bali. Ternak babi di Bali memegang peranan penting terutama dalam hubungannya dengan kebiasaan konsumsi masyarakat serta adat istiadat di Bali.
2
Dalam kaitannya dengan usaha beternak babi, masyarakat di Bali pada umumnya masih menerapkan sistem pemeliharaan secara tradisional hingga semi intensif. Seperti contohnya pakan yang diberikan kurang begitu memperhatikan nilai gizi dan faktor higienis, ternak babi yang dikandangakan tetapi lebih sering dilepas dengan sistem perkandangan tradisional serta lantai kandang yang jarang dibersihkan sehingga tampak kotor dan becek. Selain itu, pola pemasaran anak babi di Bali ada beberapa cara yaitu dijual langsung dimana pembeli langsung datang ke peternak atau dijual di pasar tradisioanal. Pembeli yang datang ke pasar tradisional untuk membeli anak babi umumnya mereka yang memelihara babi secara tradisional dan semi intensif. Cara pemeliharaan serta pemasaran ternak babi seperti di atas inilah yang masih rentan terhadap infeksi dari berbagai macam penyakit dan juga meningkatkan potensi penyebaran penyakit babi dari satu daerah ke daerah lain, yang ada di Bali. Penyakit cacing khususnya dari kelas nematoda saluran pencernaan merupakan salah satu jenis penyakit yang dapat menginfeksi babi contohnya seperti infeksi
dari
Ascaris
suum,
Strongyloides
ransomi,
cacing
tipe
Strongyl
(Globocephalus urosubulatus, Oesophagostomum dentatum dan Hyostrongylus rubidus), Trichuris suis dan Gnathostoma hispidum (Kaufmann, 1996). Dampak yang ditimbulkan dari infeksi nematoda tersebut bagi ternak babi bervariasi diantaranya seperti terjadinya diare pada babi, gastritis, peritonitis akibat infeksi, anoreksia, penurunan berat badan, kekurusan bahkan pada kasus berat dapat mengakibatkan kematian pada ternak babi (Soulsby, 1982). Menurut Yasa dan Guntoro (2004) dalam penelitiannya di desa Sulahan, Kabupaten Bangli – Bali, ditemukan prevalensi Ascaris sp. (39 %), Trichuris sp. (39
3
%) dan Strongyloides sp. (13 %). Kemudian menurut Suratma (2009) dalam penelitiannya di kota Denpasar, ditemukan prevalensi jenis cacing Trichuris suis yaitu dengan prevalensi 52,70 % pada kandang tanah dan 26, 11% pada kandang semen. Sedangkan Agustina (2013) dalam penelitiannya yang dilakukan di peternakan babi yang tersebar diseluruh wilayah provinsi Bali menemukan jenis cacing tipe strongyl yang terdiri dari dua jenis cacing yaitu Hyostrongylus rubidus dan Oesophagostomum dentatumum dengan prevalensi masing-masing 41,25% dan 47,5%. Melihat hasil penelitian cacing nematoda saluran pencernaan yang banyak dilaporkan umumnya pada babi umur dewasa dan masih jarang pada anak babi yang dijual di pasar tradisional di wilayah Bali, perlu diadakannya penelitian yang lebih mendalam tentang prevalensi infeksi nematoda saluran pencernaan pada anak babi yang di pasarkan di pasar tradisional di Bali.
4
1.2 Rumusan Masalah Permasalahan yang dapat dirumuskan adalah sebagai berikut: 1.
Jenis nematoda apa saja yang menginfeksi saluran pencernaan anak babi yang dijual di pasar tradisional di wilayah Bali?
2.
Berapa besar prevalensi infeksi namatoda saluran pencernaan anak babi yang dijual di pasar tradisional di wilayah Bali?
1.3 Tujuan Penelitian Adapun tujuan dari diadakannya penelitian ini yaitu: 1.
Mengetahui jenis nematoda yang menginfeksi saluran pencernaan anak babi yang dijual di pasar tradisional di wilayah Bali.
2.
Untuk mengetahui besarnya prevalensi infeksi namatoda saluran pencernaan anak babi yang dijual di pasar tradisional di wilayah Bali.
1.4 Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai jenis dan prevalensi infeksi nematoda yang menginfeksi saluran pencernaan anak babi yang dijual di pasar tradisional di wilayah Bali. Sehingga nantinya dapat dijadikan acuan dalam upaya pencegahan dan penanggulangan penyakit yang disebabkan oleh nematoda pada saluran pencernaan, khususnya pada anak babi yang ada di Bali.
5
1.5 Kerangka Konsep Babi merupakan komoditas unggulan bidang peternakan daerah Bali setelah sapi Bali. Tujuan utama dari beternak babi adalah mengusahakan agar diperoleh keuntungan maksimal yang dapat diperoleh dari penjualan anak babi, babi sapihan, babi potong atau hasil daging dan pupuk dari pengolahan limbah babi (Dirjen. Peternakan, 2003). Selain itu, babi memiliki banyak keunggulan dibandingkan ternak lain yaitu laju pertumbuhan yang cepat, mudah dikembangbiakkan, mudah mencari sumber pakan serta nilai karkas cukup tinggi sebagai penyedia protein hewani bagi manusia (Nugroho dan Whendrato, 1990). Di daerah pedesaan di Bali pemeliharaan babi cenderung masih sebagai kegiatan sambilan sehingga termasuk dalam tipe pemeliharaan secara tradisional hingga semi intensif. Dimana dalam pemeliharaan tradisional dan semi intensif manajemen pemeliharaannya belum begitu diperhatikan seperti kondisi sanitasi kandang, jenis pakan yang diberikan serta tidak adanya pemberian vitamin tambahan ataupun perawatan yang lebih spesifik lagi. Kematian anak babi dapat disebabkan oleh berbagai faktor, diantaranya infeksi oleh virus, bakteri, jamur dan parasit (Sosroamidjojo, 1981). Cacing merupakan salah satu parasit yang dapat menginfeksi saluran pencernaan anak babi. Beberapa jenis penyakit pada babi khususnya penyakit parasiter oleh cacing masih banyak ditemukan di lapangan antara lain Nematodiosis. Penyakit ini disebabkan oleh cacing dari kelas nematoda atau cacing gilig (Tauria, 2004). Penyakit cacing khususnya dari kelas nematoda merupakan salah satu jenis
6
penyakit yang dapat menginfeksi babi contohnya seperti infeksi dari Ascaris suum, Strongyloides ransomi, cacing type Strongyl (Globocephalus urosubulatus, Oesophagostomum dentatum dan Hyostrongylus rubidus), Trichuris suis dan Gnathostoma hispidum (Kaufmann, 1996). Timbulnya penyakit pada ternak merupakan proses yang berjalan secara dinamis dan merupakan hasil interaksi tiga faktor, yaitu ternak, agen penyakit dan lingkungan. Lingkungan memegang peran yang sangat penting dalam menentukan pengaruh positif atau negatif terhadap hubungan antara ternak dengan agen penyakit (Rahayu, 2000). Penularan cacing yang berpredileksi pada saluran pencernaan terjadi melalui kontaminasi pakan dan air minum. Selain itu kondisi kandang seperti: kelembaban udara, suhu sinar matahari, dan pH yang mendukung akan sangat mendukung penyebaran cacing. Pemeliharaan ternak babi di daerah pedesaan di Bali masih menggunakan sistem tradisional hingga semi intensif, dimana sistem ini kurang baik untuk diterapkan karena dengan mudah terjadi kontaminasi pakan oleh beberapa jenis cacing.