BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Program kesehatan di Indonesia adalah pemberantasan penyakit menular dan penyakit tidak menular. Penyakit menular masih merupakan masalah utama kesehatan masyarakat Indonesia, disamping mulai meningkatnya masalah penyakit tidak menular. Penyakit menular tidak mengenal batas – batas daerah administratif, sehingga pemberantasan penyakit menular memerlukan kerja sama antar daerah (Suroso, T, 2003). Salah satu penyakit menular adalah Demam Berdarah Dengue (DBD). Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat penting di Indonesia dan sering menimbulkan Kejadian Luar Biasa (KLB) dengan kematian yang besar. Selama periode Januari – 9 Februari 2007 di seluruh Indonesia terdapat 15.005 kasus dan menyebabkan 252 orang meninggal dunia. Kasus terbanyak pada Januari 2007 adalah Jawa Barat, Sumatera Selatan, Lampung, DKI Jakarta, Jawa Timur, Jawa Tengah, Kalimantan Timur, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara, Banten dan DI Yogyakarta (Dinkes DI Yogyakarta, 2007). Jumlah penderita penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) di Provinsi D.I Yogyakarta pada tahun 2007 sebanyak 2.400 penderita dengan jumlah penderita yang meninggal sebanyak 26 orang, sedangkan pada periode Januari -
November tahun 2008 sebanyak 1.898 penderita DBD dengan jumlah penderita yang meninggal sebanyak 18 orang. Kasus terbanyak ditemukan di Kabupaten Kota Yogyakarta sebesar 688 kasus, terbesar kedua di temukan di Kabupaten Sleman sebanyak 566 penderita dan terbesar ketiga ditemukan di Kabupaten Bantul dengan jumlah kasus sebesar 372 kasus dengan angka kematian 4 orang. Kabupaten Gunung Kidul sebanyak 182 kasu. Kabupaten Kulon Progo sebanyak 90 kasus. Diketahui pula Angka Bebas Jentik (ABJ) di Bantul juga hanya 75%, jauh dari angka ideal 95%. Rendahnya ABJ adalah indikator program PSN belum optimal (Dinkes Bantul, 2008). Dalam QS. An-Nahl : 80, Al Muddatsir : 4 Rasulullah bersabda : ´Jika kamu mendengar ada wabah penyakit dari suatu daerah, maka jangan kamu masuki daerah itu, jika kamu berada didalamnya maka jangan keluar´ (HR Saud). Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) pertama kali ditemukan di Indonesia pada tahun 1986 oleh Dr. Kho Lien Keng di Jakarta dan oleh Dr. Linda Partana di Surabaya. Pada tahun 1971 ditemukan di daerah Bandung dan mulai sejak saat itulah penyakit DBD menjadi masalah kesehatan yang selalu dialami oleh masyarakat Indonesia (Soegijanto,2006). Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) adalah penyakit menular yang disebabkan oleh virus dengue dan ditularkan oleh nyamuk Aedes Aegypti. Penyakit DBD dapat menyerang semua umur atau orang. Sampai saat ini penyakit DBD lebih banyak menyerang anak – anak, tetapi dalam dekade terakhir ini
terlihat adanya kecenderungan kenaikan proporsi penderita penyakit DBD pada orang dewasa. Tanda dan gejala penderita penyakit DBD yang sering terjadi adalah demam, adanya pendarahan, hepatomegali (pembesaran hati), renjatan (shock), trombositopeni, hemokonsentrasi (meningkatnya jumlah hematokrit) juga ditemukan gejala anoreksia, lemah, mual, muntah, sakit perut, diare atau konstipasi dan kejang (Suroso, T, dkk, 2003) Upaya yang telah dilakukan Pemerintah terhadap pencegahan telah banyak dilakukan, seperti pada peringatan hari kesehatan pada tanggal 19 April 1998 Menteri Kesehatan mencanangkan Gerakan Pemberantasan Sarang Nyamuk Demam Berdarah Dengue (PSN DBD) dimana Pemerintah mensosialisasikan Gerakan 3M yaitu Menguras, Menutup dan Mengubur barang yang bisa menampung air, sebagai upaya untuk menghilangkan sarang nyamuk. Usaha yang dilakukan pemerintah nampaknya belum berhasil bila melihat angka kejadian pada tahun 2007 yang relatife tinggi. Hal ini kemungkinan pelaksanaan Gerakan 3M dilakukan secara individual, temporer dan kurangnya kemitraan pemerintah dengan masyarakat dalam menyikapi upaya Pemberantasan Sarang Nyamuk. Penanganan masalah penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) saat ini adalah dengan memberantas sarang nyamuk penularnya (PSN DBD), namun belum optimal dan memerlukan partisipasi seluruh lapisan masyarakat. Oleh karena itu partisipasi tersebut perlu lebih ditingkatkan melalui strategi yang lebih bersifat akomodatif, fasilitatif / bottom up, kemitraan dimana masyarakat termasuk lembaga swadaya masyarakat termasuk swasta dan lain-lain mempunyai
peran yang lebih besar, terfokus (prioritas, local specific, bertahap), lebih mengoptimalkan kerjasama lintas sektor, didukung data (evidence base) terutama data sosial-budaya serta diprogramkannya PSN DBD secara luas di propinsi, kabupaten/kota dan puskesmas (Depkes RI, 2005). Peningkatan partisipasi masyarakat adalah suatu proses dimana individu, keluarga, dan masyarakat dilibatkan dalam perencanaan dan pelaksanaan pemberantasan vektor nyamuk Aedes Aegypti di wilayahnya. Kegiatan PSN dimaksudkan untuk meyakinkan masyarakat bahwa program PSN perlu dilaksanakan
oleh
masyarakat
untuk
mengatasi
masalah
yang
ada
dilingkungannya (Suroso,T,dkk, 2003) Seluruh masyarakat harus secara serentak dan berkelanjutan ikut serta memberantas sarang nyamuk. Keserentakan dan keberlanjutan inilah kunci keberhasilannya. Selain itu kemitraan antara pemerintah dengan masyarakat juga sangat penting. Selama ini upaya yang dilakukan pemerintah melalui penyediaan prasarana kota seperti saluran pembuangan air limbah dan regulasi yang mengatur berbagai bidang pembangunan agar tidak menimbulkan dampak terhadap masalah kesehatan, sering menjadi sia-sia karena sikap masyarakat yang kurang positif mendukung kesehatan khususnya dalam memberantas sarang nyamuk. Masyarakat sering membuang sampah sembarangan sehingga saluran air jadi tersumbat dan menimbulkan genangan yang menjadi tempat bersarangnya nyamuk. Untuk mengendalikan populasi nyamuk diperlukan usaha yang sungguhsungguh dari semua pihak agar tidak terjadi dampak yang mengakibatkan air
tergenang, terkumpul seperti pembuangan botol bekas, vas bunga, minuman burung dan saluran air yang tidak lancar yang memungkinkan nyamuk dapat melakukan reproduksi. Untuk memutuskan rantai kembang biak nyamuk perlu adanya perubahan sikap hidup dan perilaku masyarakat dalam pemberantasan sarang nyamuk Aedes Aegypti. Masyarakat perlu mempunyai sikap positif dengan menumbuhkan kesadaran bahwa kebersihan merupakan kebutuhan, bukan sekedar kewajiban. Salah satu faktor yang menimbulkan kejadian kasus DBD yang selama ini terjadi dapat merupakan manifestasi dari keteledoran dan perbuatan manusia yang kurang peduli dengan kebersihan lingkungan. Pemberantasan sarang nyamuk Aedes Aegypti perlu dilaksanakan secara rutin dan berkesinambungan sehingga dapat menghambat proses tumbuh kembang nyamuk tersebut. Hal ini memerlukan perilaku masyarakat dalam pemberantasan sarang nyamuk yang baik. Menurut Notoatmojo (2003), agar perilaku menjadi baik diperlukan adanya pengetahuan individu yang memadai mengenai pemberantasan sarang nyamuk. Pengetahuan tentang penyakit DBD bagi masyarakat memungkinkan mengubah gambaran lama yang salah pada masyarakat menjadi yang baru termasuk keuntungan dan kerugiannya bila terjangkit penyakit DBD, sehingga memungkinkan masyarakat mengubah sikap negatifnya dalam pemberantasan sarang nyamuk Aedes Aegypty yang pada gilirannya dapat secara aktif memberikan kontribusi dalam gerakan tersebut.
Menurut data yang diperoleh dari Puskesmas Kasihan II Bantul pada tahun 2008 di wilayah kerja Puskesmas Kasihan II Bantul tepatnya di Desa Ngestiharjo ditemui penderita penyakit demam berdarah dengue sebanyak 46 penderita dan 2 penderita meninggal dunia selama perawatan di rumah sakit. Angka ini menunjukkan bahwa penyebaran penyakit demam berdarah di wilayah Desa Ngestiharjo masih meningkat. Berdasarkan permasalahan diatas, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul ” Hubungan antara Pengetahuan dan Sikap terhadap Pelaksanaan Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN) oleh Masyarakat di Kelurahan Ngestiharjo Wilayah Kerja Puskesmas Kasihan II Bantul Yogyakarta" B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang diatas, maka rumusan penelitian ini adalah apakah ”ada hubungan pengetahuan penyakit demam berdarah dan sikap masyarakat terhadap pelaksanaan pemberantasan sarang nyamuk di Kelurahan Ngestiharjo wilayah kerja Puskesmas Kasihan II Bantul Yogyakarta?” C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum Mengetahui hubungan antara pengetahuan dan sikap terhadap pelaksanaan pemberantasan sarang nyamuk (PSN) oleh Masyarakat di Kelurahan Ngestiharjo wilayah kerja Puskesmas Kasihan II Bantul.
2. Tujuan Khusus a. Mengetahui tingkat pengetahuan masyarakat tentang penyakit demam berdarah dengue di Kelurahan Ngestiharjo wilayah kerja Puskesmas Kasihan II Bantul Yogyakarta. b. Mengetahui sikap masyarakat dalam pemberantasan sarang nyamuk (PSN) di Kelurahan Ngestiharjo wilayah kerja Puskesmas Kasihan II Bantul Yogyakarta. c. Mengetahui tingkat pelaksanaan PSN oleh masyarakat di Kelurahan Ngestiharjo wilayah kerja Puskesmas Kasihan II Bantul Yogyakarta. D. Manfaat Penelitian 1. Bagi Ilmu Keperawatan Memberikan tambahan pustaka dan memberikan pengembangan Ilmu Keperawatan khususnya mengenai penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) dan pelaksanaan pemberantasan sarang nyamuk (PSN). 2. Bagi Masyarakat Memberikan informasi tambahan dalam meningkatkan program penanganan dan pencegahan penyakit DBD khususnya dalam upaya pemberantasan sarang nyamuk Aedes Aegypty dengan meningkatkan kesadaran masyarakat. 3. Bagi Puskesmas Kasihan II Bantul Memberikan informasi mengenai pengetahuan dan sikap masyarakat dalam pemberantasan sarang nyamuk di wilayah kerja Puskesmas Kasihan II Bantul
yang dapat dipergunakan sebagai bahan penentuan langkah menurunkan kejadian DBD. 4. Bagi Peneliti Sebagai tambahan pengalaman, pengetahuan dan wawasan ilmiah dalam pelaksanaan tugas-tugas di lapangan. E. Penelitian Terkait Penelitian yang terkait dengan penelitian ini diantaranya adalah : Studi Indeks Larva Nyamuk Aedes Aegypti Dan Hubungannya Dengan PSP Masyarakat Tentang Penyakit DBD Di Kota Palembang Sumatera Selatan, peneliti adalah Budiyanto,A (2005). Metode penelitian pada judul ini adalah studi cross-sectional dengan metode observasional (survey), dengan hasil penelitian ada hubungan yang signifikan antara pengetahuan responden dengan PSN DBD, ada hubungan yang signifikan antara pengetahuan responden dengan perilaku responden dengan kaitannya dengan PSN DBD, ada hubungan yang signifikan antara sikap responden dengan perilaku responden kaitannya dengan PSN DBD, tidak ada hubungan yang signifikan antara Pengetahuan, Sikap dan Perilaku responden dengan ada/tidaknya jentik yang ditemukan dirumah responden. Perbedaan dengan penelitian sekarang adalah: variabel penelitian yaitu pengetahuan, sikap, dan perilaku serta indeks larva nyamuk. Sedangkan penelitian sekarang variabelnya adalah tingkat pengetahuan penyakit DBD dan sikap pemberantasan sarang nyamuk oleh masyarakat, tidak melakukan penelitian tentang variabel perilaku. Tempat penelitian di kota Palembang Sumatera Selatan
pada tahun 2005 sedangkan penelitian sekarang di Desa Ngestiharjo wilayah kerja Puskesmas Kasihan II Bantul pada tahun 2009. Penelitian yang terkait dengan penelitian ini diantaranya adalah: Peran Faktor Lingkungan dan Perilaku Terhadap Penularan Demam Berdarah Dengue di Kota Mataram, peneliti adalah Fathi, Soedjajadi (2005). Metode penelitian pada judul ini adalah penelitian observasional komparatif di lapangan, dilakukan secara cross sectional, dengan hasil penelitian bahwa terdapat hubungan bermakna antara variabel lingkungan dengan penularan demam berdarah, dan variabel perilaku yang ada hubungannya dengan penularan demam berdarah adalah variabel sikap dan tidak ada pemberantasan sarang nyamuk. Sedangkan variabel pengetahuan tidak ada hubungannya dengan penularan demam berdarah. Perbedaan dengan penelitian sekarang adalah: Variabel penelitian yaitu lingkungan, perilaku pemberantasan sarang nyamuk. Sedangkan penelitian sekarang variabelnya adalah tingkat pengetahuan penyakit DBD dan sikap pemberantasan sarang nyamuk oleh masyarakat. Tempat penelitian di Kota Mataram, sedangkan penelitian sekarang di Desa Ngestiharjo wilayah kerja Puskesmas Kasihan II Bantul. Waktu penelitian pada tahun 2005 sedangkan penelitian sekarang pada tahun 2009. Penelitian yang terkait dengan penelitian ini diantaranya adalah: Pengetahuan, Sikap Dan Perilaku Masyarakat Di Kelurahan Muja-Muju Yogyakarta Terhadap Insiden Demam Berdarah Dengue, peneliti adalah Risanti, A (2008) Dengan hasil penelitian terdapat hubungan antara pengetahuan dengan
insiden DBD di kelurahan Muja-Muju Yogyakarta. Tidak ada hubungan antara sikap dan perilaku dengan insiden DBD di kelurahan Muja-Muju Yogyakarta. Perbedaan dengan penelitian sekarang adalah : variabel penelitian yaitu pengetahuan, sikap dan perilaku terhadap insiden DBD sedangkan penelitiam sekarang variabelnya adalah tingkat pengetahuan penyakit DBD dan sikap pemberantasan sarang nyamuk oleh masyarakat. Tempat penelitian di Kelurahan Muja-Muju yogyakarta pada tahun 2008 sedangkan penelitian sekarang di Desa Ngestiharjo wilayah kerja Puskesmas Kasihan II Bantul pada tahun 2009.