BAB I PENDAHULUAN A.
Latar Belakang. Sudah menjadi kodrat alam, bahwa dua orang manusia dengan jenis kelamin
yang berlainan, seorang perempuan dan seorang laki-laki, ada daya saling menarik satu sama lain untuk hidup bersama. 1 Hidup bersama ini berakibat sangat penting didalam masyarakat. Akibat paling dekat adalah bahwa dengan hidup bersama antara dua orang manusia ini sekedar menyendirikan diri dari anggota-anggota lain dari masyarakat. Akibat yang lebih jauh adalah bahwa kalau kemudian ada anak-anak keturunan mereka, dengan anak anaknya itu mereka merupakan suatu keluarga tersendiri. 2 Keluarga
merupakan
unsur
terkecil
dari
masyarakat.
Kesejahteraan,
ketentraman dan keserasian keluarga besar atau bangsa sangat bergantung pada kesejahteraan, ketentraman dan keserasian keluarga. 3 Keluarga terbentuk melalui perkawinan. Perkawinan adalah ikatan antara dua orang berlainan jenis dengan tujuan membentuk keluarga. 4 Hukum keluarga mempunyai peranan yang sangat penting dalam menentukan hukum nasional dalam bidang hukum keluarga, oleh karena itu kita harus melakukan unifikasi hukum yang berkembang dalam masyarakat. 5 Dalam era globalisasi, 1
R.Wirjono Prodjodikoro,Hukum Perkawinan di Indonesia, Sumur Bandung, 1984, hal.7 Ibid, hal.7 3 Mohammad Zaid, Dua Puluh Lima Tahun Pelaksanaan Undang-Undang Perkawinan, Departemen Agama RI, Badan Litbang Agama dan Diklat Keagamaan, 2002, hal.1 4 Ibid, hal.1 5 Ibid, hal.1 2
1 Universitas Sumatera Utara
2
kehidupan masyarakat cenderung materialistis dan individualistis. Kontrol sosial pun semakin lemah, hubungan suami istri semakin renggang, hubungan orangtua dan anak semakin bergeser dan kesaklaran keluarga semakin menipis. 6 Dalam kehidupan rumah tangga suami istri tumbuh pada keluarga yang berbeda, yang masing-masing keluarga memiliki tradisi, perilaku dan cara sikap yang berbeda 7 , sehingga dalam mengarungi bahtera rumah tangga banyak menimbulkan akibat hukum. Salah satu yang menjadi konflik yang terjadi dalam perkawinan anak dibawah umur yang dapat menimbulkan akibat hukum adalah kekerasan yang dilakukan oleh suami terhadap istri didalam rumah tangga seperti penyiksaan terhadap istri atau tepatnya penyiksaan terhadap perempuan dalam relasi hubungan intim dan mengarah pada sistematika, kekuasaan dan kontrol. 8 Dalam hal ini pelaku kekerasan berupaya untuk menerapkannya terhadap istri atau pasangan intimnya melalui penyiksaan secara fisik, emosi sosial, seksual dan ekonomi. Kenyataan menunjukkan bahwa perlakuan diskriminasi terhadap wanita diberbagai bidang masih banyak dijumpai, walaupun berbagai aturan dalam UndangUndang telah dibuat. 9 Dalam perkawinan anak dibawah umur, dampak yang ditimbulkan akibat perkawinan ini, akibat-akibat yang muncul serta kasus kekerasan dalam rumah tangga 6
Soedjito, Transformasi Sosial Menuju Masyarakat Industri, Tiara Wacana, Yogyakarta, 1986, hal.113-114 7 Shalih bin Ahmad Al Ghazali, Romantika Rumah Tangga, Cendekia Sentra Muslim, Jakarta, 2004, hal.71 8 Ibid, hal.71 9 Ibid, hal.71
Universitas Sumatera Utara
3
merupakan persoalan yang sangat penting untuk dibicarakan masyarakat luas, karena membicarakan ini berarti membedah persoalan kemanusiaan. 10 Tujuan perkawinan pada dasarnya memenuhi kebutuhan hidup jasmani dan rohani manusia juga sekaligus untuk membentuk keluarga dan memelihara serta meneruskan keturunan dalam menjalani hidupnya didunia ini, selain itu untuk mencegah perzinahan agar tercipta ketenangan keluarga dan masyarakat. 11 Perkawinan ditujukan untuk membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. 12 Undang-Undang No.1 Tahun 1974 yang mengatur hal-hal yang berkaitan dengan perkawinan menentukan beberapa prinsip, diantaranya perkawinan dianggap sah jika dilakukan menurut hukum masing-masing agama dan kepercayaannya itu. Disamping itu, tiap-tiap perkawinan dicatat menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku. 13 Walaupun dalam Undang-Undang No.1 Tahun 1974 telah ditentukan peraturan dan asas atau prinsip mengenai perkawinan dan segala sesuatu dengan perkawinan, kenyataannya dalam masyarakat sering terjadi penyimpangan terhadap ketentuan peraturan perundang-undangan, misalnya dengan melakukan perkawinan dibawah umur ini.
10
Ibid, hal.72 M.Idris Ramulyo, Hukum Perkawinan Islam (suatu analisis dari UU No.1 Tahun 1974 dan Kompilasi Hukum Islam), Bumi Aksara, Jakarta, 1996, hal.26 12 UU Perkawinan dan Pelaksanaan Pengangkatan Anak, Fokusmedia, Bandung, 2007, hal.1 13 Ibid, hal.2 11
Universitas Sumatera Utara
4
Hal ini kerap terjadi, karena pandangan masyarakat yang keliru dalam memaknai masalah perkawinan, misalnya : 14 1. Pandangan tentang “kedewasaan” seseorang dilihat dari perspektif ekonomi. Ketika seseorang telah mampu menghasilkan uang atau telah terjun ke sektor pekerjaan produktif telah dipandang dewasa dan dapat melangsungkan perkawinan, meskipun secara usia masih anak-anak. 2. Kedewasaan seseorang yang dilihat dari perubahan-perubahan secara fisik, misalnya menstruasi bagi anak perempuan dan mimpi basah bagi anak laki-laki, diikuti dengan perubahan terhadap organ-organ reproduksi. 3. Terjadinya kehamilan di luar nikah, menikah adalah solusi yang sering diambil oleh keluarga dan masyarakat untuk menutupi aib dan menyelamatkan status anak pasca kelahiran. 4. Korban perkawinan dibawah umur lebih banyak anak perempuan karena kemandirian secara ekonomi, status pendidikan dan kapasitas perempuan bukan hal penting bagi keluarga. Karena perempuan sebagai istri segala kebutuhan dan hak-hak individualnya akan menjadi tanggung jawab suami. 5. Tidak adanya sanksi pidana terhadap pelanggaran Undang-Undang Perkawinan, menyebabkan pihak-pihak yang memaksa perkawinan dibawah umur tidak dapat ditangani secara pidana.
14
Ahmad Sofian,MA dan Misran Lubis, Tulisan dalam Diskursus dan Penelitian Tim Pusat Kajian dan Perlindungan Anak (PKPA), http : //m.kompas.com, Magelang, 2 desember 2008
Universitas Sumatera Utara
5
Padahal kebijakan pemerintah dalam menetapkan batas minimal usia perkawinan ini tentunya melalui proses dan berbagai pertimbangan. Hal ini dimaksudkan agar kedua belah pihak benar-benar siap dan matang dari sisi fisik, psikis dan mental. Yang dimaksud dengan perkawinan dibawah umur adalah perkawinan yang dilangsungkan oleh anak usia 19 (sembilan belas) tahun untuk laki-laki dan 16 (enam belas) tahun untuk wanita.
15
Karenanya perkawinan tersebut telah melanggar
ketentuan Undang-Undang, dan oleh karena itu perkawinan tersebut hanya dilakukan berdasarkan aturan agama atau adat istiadat serta perkawinannya tidak dicatatkan di Kantor Urusan Agama (KUA) bagi yang beragama Islam dan di Kantor Catatan Sipil bagi yang beragama Non Muslim. 16 Perkawinan pada anak di bawah umur bukanlah sesuatu yang baru di Indonesia. Praktek ini sudah lama terjadi dengan begitu banyak pelaku. Tidak di kota besar tidak di pedalaman. Sebabnya pun bervariasi, karena masalah ekonomi, rendahnya pendidikan, pemahaman budaya dan nilai-nilai agama tertentu, juga karena hamil terlebih dahulu (kecelakaan atau populer dengan istilah married by accident), dan lain-lain. 17 Bukannya melahirkan kemaslahatan keluarga dan rumah tangga, perkawinan anak di bawah umur justru banyak berujung pada perceraian. Di samping itu, ada
15
UU No.1 Tahun 1974, Op.Cit, hal.4 Anggun, No.7 Vol.1 Desember, 2005, hal.25 17 Heru Susetyo, Opini “Pernikahan di Bawah Umur : Tantangan Legislasi dan Harmonisasi Hukum”, 5 Desember, 2008 16
Universitas Sumatera Utara
6
dampak lain yang lebih luas, seperti meningkatnya angka kematian ibu saat hamil atau melahirkan lantaran masih berusia belia. Anak secara biologis alat-alat reproduksinya masih dalam proses menuju kematangan sehingga belum siap untuk melakukan hubungan seks dengan lawan jenisnya, apalagi jika sampai hamil kemudian melahirkan. 18 Jika dipaksakan justru akan terjadi trauma, perobekan yang luas dan infeksi yang akan membahayakan organ reproduksinya sampai membahayakan jiwa anak. Patut dipertanyakan apakah hubungan seks yang demikian atas dasar kesetaraan dalam hak reproduksi antara isteri dan suami atau ada kekerasan seksual dan pemaksaan (penggagahan) terhadap seorang anak. 19 Secara psikis anak dibawah umur juga belum siap dan mengerti tentang hubungan seks, sehingga akan menimbulkan trauma psikis berkepanjangan dalam jiwa anak yang sulit disembuhkan. Anak akan murung dan menyesali hidupnya yang berakhir pada perkawinan yang dia sendiri tidak mengerti atas putusan hidupnya. Selain itu, ikatan perkawinan akan menghilangkan hak anak untuk memperoleh
18
dwpp/08/sumber : Kementerian Negara Pemberdayaan Perempuan/Deputi Bidang Perlindungan Anak. 19
Ibid
Universitas Sumatera Utara
7
pendidikan (wajar 9 tahun), hak bermain dan menikmati waktu luangnya serta hakhak lainnya yang melekat dalam diri anak. 20 Membangun Keluarga Indonesia Sejahtera bisa dimulai dari persiapan perkawinan itu sendiri. Mempersiapkan para calon mempelai agar dewasa fisik dan rohani menghadapi tantangan kehidupan berumah tangga kedepan, bukan lah hal mudah. Bunga-bunga cinta bisa redup dalam hitungan bulan manakala kegetiran hidup menerpa dan perut melilit. Maka penting untuk disikapi bagaimana pemerintah melihat peraturan yang menyangkut tatanan pembentukan hidup berkeluarga. 21 Perkawinan anak atau perkawinan dibawah umur sudah banyak dilarang di negara berkembang seperti India (yang mulai maju). Orang dewasa yang melakukan perkawinan dengan anak dibawah umur, apapun alasannya, akan menghadapi tuntutan berat di pengadilan. Beranikah Indonesia mengambil langkah serius demi memperbaiki generasi Indonesia yang lebih berkualitas?
22
Perkawinan dibawah
umur lebih banyak mudharat daripada manfaatnya. Oleh karena itu Penulis ingin mempelajari lebih dalam mengenai masalah perkawinan ini, diantaranya mengenai pelanggaran terhadap perundangan yang ada yang berkaitan dengan perkawinan anak dibawah umur dan tindakan apa saja yang diambil terhadap pelaku untuk dikenai sanksi dari peraturan perundangan yang ada. Dan karenanya penulis memilih judul karya tulis “PERKAWINAN ANAK DIBAWAH UMUR DAN AKIBAT HUKUMNYA” 20
Ibid http://en.wordpress.com/tag/kawin/ 22 Ibid 21
Universitas Sumatera Utara
8
B. Perumusan Masalah
1. Bagaimana pengaturan tentang perkawinan anak dibawah umur dalam sistem hukum di Indonesia? 2. Apa akibat hukum dari perkawinan anak dibawah umur? 3. Bagaimana sanksi terhadap pelanggaran atas perkawinan anak dibawah umur? C. Tujuan Penelitian Berdasarkan permasalahan yang telah dikemukakan di atas, maka tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini adalah : 1. Untuk mengetahui pengaturan tentang perkawinan anak dibawah umur dalam sistem hukum di Indonesia. 2. Untuk mengetahui akibat hukum dari perkawinan anak dibawah umur . 3. Untuk mengetahui sanksi terhadap pelanggaran atas perkawinan anak dibawah umur. D. Manfaat Penelitian Penelitian merupakan pencerminan secara konkrit kegiatan ilmu dalam memproses ilmu pengetahuan. 23 Penelitian hukum dilakukan untuk mencari pemecahan atas isu hukum yang timbul. 24
Oleh karena itu penelitian hukum merupakan suatu penelitian didalam kerangka
23
Bahder Johan Nasution, Metode Penelitian Ilmu Hukum, Bandung, Mandar Maju, Cetakan kesatu, 2008, hal.10 24 Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, Jakarta, Kencana Prenada Media Group, cetakan ke-3, 2007, hal.41
Universitas Sumatera Utara
9
know-how didalam hukum. Dengan melakukan penelitian hukum diharapkan hasil yang dicapai adalah untuk memberikan preskripsi mengenai apa yang seyogyanya atas isu yang diajukan.
25
Bertitik tolak dari tujuan penelitian sebagaimana tersebut
diatas, diharapkan dengan penelitian ini akan dapat memberikan manfaat atau kegunaan secara teoritis dan praktis dibidang hukum yaitu : 1. Secara teoritis, penelitian ini bermanfaat untuk penambahan khasanah kepustakaan di bidang keperdataan khususnya tentang masalah perkawinan anak di bawah umur . 2. Dari segi praktis, penelitian ini sebagai suatu bentuk sumbangan pemikiran dan masukan bagi para pihak yang berkepentingan khususnya bagi masyarakat untuk mengetahui seberapa jauh masalah perkawinan anak dibawah umur diatur didalam undang-undang. E. Keaslian Penelitian Berdasarkan informasi yang ada, penelusuran kepustakaan, khususnya di lingkungan Universitas Sumatera Utara, khususnya di lingkungan Pasca Sarjana Universitas Sumatera Utara belum ada penelitian yang membicarakan masalah perkawinan anak dibawah umur dan akibat hukumnya, oleh karena itu penelitian ini baik dari segi objek permasalahan dan substansi adalah asli serta dapat dipertanggung jawabkan secara akademis dan ilmiah.
25
Ibid
Universitas Sumatera Utara
10
F. Kerangka Teori dan Konsepsi 1. Kerangka Teori Dalam penulisan ini diperlukan suatu teori yang melandasi. Teori yaitu hipotesis yang dipergunakan untuk argumen atau investigasi.
26
Fungsi teori dalam
penelitian ini adalah untuk mensistimatiskan penemuan-penemuan penelitian, membuat ramalan atau prediksi atas dasar penemuan dan menyajikan penjelasan yang dalam hal ini untuk menjawab pertanyaan. Artinya teori merupakan suatu penjelasan rasional yang berkesesuaian dengan obyek yang dijelaskan dan harus didukung oleh fakta empiris untuk dapat dinyatakan benar. 27 Teori yang digunakan dalam penulisan ini adalah teori yang menjelaskan bagaimana tanggung jawab pemerintah dan juga kita semua sebagai masyarakat melihat peraturan perundang-undangan yang ada, yang mengatur masalah perkawinan anak dibawah umur. Sejauh mana kefektifan Undang-Undang tersebut. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 adalah hasil dari suatu usaha untuk menciptakan hukum nasional, yaitu yang berlaku bagi setiap warga negara RI, ini merupakan hasil legislatif yang pertama yang memberikan gambaran yang nyata tentang kebenaran dasar asasi kejiwaan dan kebudayaan “ Bhineka Tunggal Ika” yang dicantumkan dalam lambang negara RI, selain sungguh mematuhi falsafah Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 juga merupakan suatu unifikasi yang unik dengan menghormati secara penuh adanya variasi berdasarkan agama dan kepercayaan yang berketuhanan Yang Maha Esa. 28
26
Komaruddin, Yooke Tjuparmah S Komaruddin, Kamus Istilah Karya Tulis Ilmiah, Bumi Jakarta,2006, hal.270 27 M.Solly Lubis, Filsafat Ilmu dan Penelitian, Bandung, Mandar Maju, 1994, hal.80 28 Hazairin, Tinjauan Mengenai Undang-Undang Perkawinan No.1 Tahun 1974, Tintamas, Jakarta, 1992, hal.6 Aksara,
Universitas Sumatera Utara
11 Undang-Undang No.1 Tahun 1974 mengartikan perkawinan sebagai suatu ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan untuk membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. 29 Menurut Undang-Undang ini suatu perkawinan dianggap sah, apabila dilakukan menurut hukum masing-masing agamanya dan dicatatkan menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku. 30 Perkawinan memang sangat penting artinya dalam kehidupan manusia. Dengan perkawinan yang sah, pergaulan laki-laki dan perempuan menjadi lebih terhormat sesuai dengan kedudukan manusia sebagai makhluk yang paling mulia dan kehidupan rumah tangga dapat terbina dalam suasana yang lebih harmonis. 31 Perkawinan anak dibawah umur adalah perkawinan yang dilangsungkan oleh anak usia 19 (sembilan belas) tahun untuk laki-laki dan 16 (enam belas) tahun untuk perempuan
32
, secara agama oleh karena telah melakukan pelanggaran terhadap
Undang-Undang dan karenanya tidak melalui proses pencatatan resmi sebagaimana yang telah diatur oleh Undang-Undang.
29
UU No.1 Tahun 1974, Op.Cit, hal.1 Ibid, hal.2 31 http://digilib.itb.ac.id/gdl.php?mod=bookmark&id=oai:lontar.cs.ui.ac.id/gateway:85769 32 UU No.1 Tahun 1974, Op.Cit, hal.1 30
Universitas Sumatera Utara
12 Meski secara agama atau adat istiadat dianggap sah, namun perkawinan yang dilakukan di luar pengetahuan dan pengawasan pegawai pencatat nikah dan tidak dicatatkan tidak memiliki kekuatan hukum dan dianggap tidak sah dimata hukum. 33 Sistem hukum Indonesia tidak mengenal istilah ‘kawin bawah tangan’ atau kawin berdasarkan aturan agama dan semacamnya ini serta tidak mengatur secara khusus dalam sebuah peraturan. Namun, secara sosiologis, istilah ini diberikan bagi perkawinan yang tidak dicatatkan dan dianggap dilakukan tanpa memenuhi ketentuan undang-undang yang berlaku, khususnya tentang pencatatan perkawinan yang diatur dalam UU Perkawinan pasal 2 ayat 2. 34 Perkawinan yang tak dicatatkan bukan tanpa resiko. Yang mengalami kerugian utama adalah pihak istri dan anak-anak yang dilahirkannya. Karena, apabila ia tak memiliki dokumen pernikahan, seperti surat nikah, maka ia akan kesulitan mengklaim hak-haknya selaku istri terkait dengan masalah perceraian, kewarisan, tunjangan keluarga, dan lain-lain. 35 Dalam pasal 7 Undang-Undang Perkawinan disebutkan, untuk dapat menikah, pihak pria harus sudah mencapai umur 19 tahun dan pihak wanita sudah mencapai umur 16 tahun. Meski demikian, penyimpangan terhadap batas usia tersebut dapat
33
Hazairin, Op.Cit, hal 10 “bahwa sah nya perkawinan jika dicatat menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku, oleh karena itu jika tidak dicatatkan,maka dianggap tidak sah dimata hukum.” 34 http://lontar.cs.ui.ac.id/gateway/file?file=digital/85769-T 16302 .pdf 35 Ibid
Universitas Sumatera Utara
13 terjadi jika ada dispensasi yang diberikan oleh pengadilan ataupun pejabat lain yang ditunjuk oleh kedua orang tua dari pihak pria maupun pihak wanita. 36 Aturan dalam pasal ini yang memicu maraknya perkawinan dibawah umur. Secara eksplisit tidak tercantum jelas larangan untuk menikah di bawah umur. Penyimpangan terhadapnya dapat dimungkinkan dengan adanya izin dari pengadilan atau pejabat yang berkompeten. 37 Terjadi perselisihan antara Agama dan Negara dalam memaknai perkawinan dibawah umur ini. Perkawinan dibawah umur yang dilakukan melewati batas minimal Undang-Undang Perkawinan, secara hukum kenegaraan tidak sah. Istilah perkawinan dibawah umur menurut Negara dibatasi dengan umur. Sementara dalam kaca mata agama, perkawinan dibawah umur ialah perkawinan yang dilakukan oleh orang yang belum baligh. 38 Kenyataan melahirkan minimal, dua masalah hukum yang timbul akibat perkawinan dibawah umur. Pertama, disharmoninasi hukum antar sistem hukum yang satu dengan sistem hukum lain. Kedua, tantangan terhadap legislasi hukum perkawinan di Indonesia terkait dengan perkawinan di bawah umur. 39
36
UU No.1 Tahun 1974, Op,Cit, pasal 7, hal.4 http://www.pesantrenvirtual-com/index.php/islam-kontemporer/1240-pernikahan-dini-dalamperspektif-agama-dan-negara 38 Ibid 39 Ibid 37
Universitas Sumatera Utara
14
Apabila perkawinan tidak diatur oleh negara akan berpotensi lahirnya ketidakadilan bagi pihak-pihak tertentu, utamanya bagi perempuan dan anak-anak yang dilahirkan. 40 Urusan perkawinan memang berada dalam wilayah keperdataan. Namun peristiwa tersebut adalah peristiwa hukum yang jelas menimbulkan sebab akibat dan hak-hak kewajiban para pihak. Maka, pengaturan dari negara tetap perlu. 41 2. Kerangka Konsepsi Konsep merupakan bagian terpenting daripada teori. Konsep dapat dilihat dari 2 (dua) segi yaitu segi subyektif dan dari segi obyektif. Dari segi subyektif konsep merupakan suatu kegiatan intelek untuk menangkap sesuatu. Sedangkan dari segi obyektif, konsep merupakan sesuatu yang ditangkap oleh kegiatan intelek tersebut. Hasil dari tangkapan akal manusia itulah yang dinamakan konsep. 42 Adapun uraian daripada konsep yang dipakai dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga), yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. (Menurut UndangUndang Nomor 1 Tahun 1974 , Pasal 1) 43
40
Ibid Ibid 42 Komaruddin, Yooke Tjuparmah S Komaruddin, Op.Cit, hal.122 43 UU No.1 Tahun 1974, Op.Cit, pasal 1, hal.1 41
Universitas Sumatera Utara
15
2. Anak dibawah umur adalah anak yang berusia 19 (sembilan belas) untuk laki-laki dan 16 (enam belas) untuk perempuan dan belum pernah kawin. 44 3. Akibat hukum adalah : sesuatu yang terjadi karena pelanggaran aturan-aturan yang telah diterapkan dalam undang-undang yang berdampak negatif yang atas pelanggaran itu dikenakan sanksi hukuman. G. Metode Penelitian 1. Spesifikasi Penelitian Penelitian ini dilakukan dengan metode penelitian hukum yuridis normatif yaitu suatu penelitian yang mengacu kepada norma-norma hukum yang terdapat dalam peraturan perundang-undangan dan putusan pengadilan. Hal ini sejalan dengan pendapat Ronald Dworkin yang menyebutkan bahwa “ metode penelitian normatif juga sebagai penelitian doktrinal atau doctrinal research, yaitu suatu penelitian yang menganalisis baik hukum sebagai law as it written in the book, maupun hukum sebagai law as it is decided by the judge through judicial process. 45 2. Sumber Data Sumber data dalam penelitian ini adalah Undang-Undang No. 1 Tahun 1974, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, Kompilasi Hukum Islam dan UndangUndang perlindungan anak No. 23 Tahun 2002 serta Peraturan Perundang-Undangan lainnya.
44
Ibid, pasal 7, hal.4 Bismar Nasution, Metode Penelitian Hukum Normatif dan Perbandingan Hukum, Makalah Disampaikan Pada Dialog Interaktif Tentang Penelitian Hukum dan Hasil Penulisan Penelitian Hukum Pada Makalah Akreditasi Fakultas Hukum USU, tanggal 18 Februari 2003, hal.1 45
Universitas Sumatera Utara
16 Sedangkan bahan-bahan lain yang dipergunakan di dalam penelitian akhir ini adalah data-data yang memberikan penjelasan mengenai bahan hukum primer, berupa hasil penelitian para ahli, hasil karya ilmiah, buku-buku ilmiah, putusan pengadilan, yang berhubungan dengan penelitian ini yang merupakan bahan hukum sekunder. Penelitian ini juga mempergunakan bahan hukum tertier, yang terdiri dari kamus hukum, kamus bahasa Indonesia yang bertujuan untuk mendukung bahan hukum primer dan sekunder.
3. Alat Pengumpulan Data Penelitian ini dilakukan dengan mencari data sekunder yang terdiri dari bahan hukum primer yaitu Undang-Undang serta berbagai peraturan perundang-undangan yang berhubungan dengan penelitian. Data sekunder juga memberikan penjelasan bahan hukum primer seperti hasil penelitian, hasil seminar, dan bahan-bahan lainnya yang berhubungan dengan materi yang akan dibahas dalam penelitian. Setelah diinventarisir maka akan dilakukan penelaahan untuk membuat intisari dari setiap peraturan. Data primer ini diperoleh dari penelitian lapangan dengan melakukan wawancara, data sekunder dalam penelitian ini diperoleh dari penelitian berupa bahan-bahan yang erat kaitannya dengan bahan hukum primer yaitu buku-buku yang berkaitan dengan obyek yang diteliti.
Universitas Sumatera Utara
17
4. Analisis Data Analisis data merupakan hal yang sangat penting dalam suatu penelitian. Sesuai dengan sifat penelitiannya, maka analisis data dilakukan dengan pengelompokan terhadap bahan-bahan hukum tertulis yang sejenis untuk kepentingan analisis, sedangkan evaluasi dilakukan terhadap data dengan pendekatan kualitatif, yaitu data yang sudah ada dikumpulkan, dipilah-pilah dan kemudian dilakukan pengolahannya. Setelah dipilah-pilah dan diolah lalu dianalisis secara logis dan sistematis dengan menggunakan metode deskriptif analisis. Dengan demikian diharapkan penelitian
yang
dilakukan
dapat
menghasilkan
kesimpulan
yang
bisa
dipertanggungjawabkan secara rasional.
Universitas Sumatera Utara