BAB I PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang Masalah
Dewasa ini, kodrat manusia menjadi tua seolah bisa dihindari dengan teknologi yang diciptakan oleh manusia. Kemunculan produkproduk kecantikan masa kini menjanjikan manusia tetap awet muda dan menarik perhatian orang lain. Begitulah kira-kira apa yang dijanjikan oleh beberapa produk kecantikan modern saat ini. Tanda-tanda penuaan, flekflek hitam, keriput, dan noda yang dihasilkan faktor usia sudah bisa dicegah. Iklan televisi pada dasarnya merupakan wacana sosial yang dibentuk oleh media. Terkait dengan kecantikan, maka iklan adalah sarana efektif untuk menciptakan wacana, khususnya terhadap perempuan. Apabila wacana dalam iklan ini terus-menerus diproduksi, bukan tidak mungkin apa yang dimaksud oleh iklan mengenai kecantikan itulah yang akan dipahami oleh perempuan, khususnya perempuan yang menjadi target pasar tersebut. Realitas sosial seperti ini umumnya didorong oleh adanya anggapan bahwa perempuan adalah makhluk sosial yang harus tampil menarik, memiliki kulit yang putih, lembut, dan memiliki tubuh yang
indah. Keyakinan semu ini kemudian bertambah kuat ketika banyak iklan di televisi yang menegaskan bahwa perempuan yang baik atau cantik adalah perempuan sosial yang memiliki ciri-ciri seperti yang sudah disebutkan tadi. Meskipun definisi cantik di berbagai belahan dunia berbeda-beda, pada dasarnya cantik merupakan sebuah konstruksi sosial yang dilakukan oleh media massa. Definisi kecantikan mengenai kulit putih, tidak keriput, langsing, rambut panjang dan tebal, tidak ada noda dan flek, menjadi sebuah realitas yang terbentuk secara turun-menurun. Persoalan akan bertambah apabila pemahaman mengenai realitas yang dibentuk oleh iklan menjadi dasar pada eksploitasi tubuh perempuan. Seolah-olah seorang perempuan harus menjaga bentuk tubuh dan kecantikannya agar tetap sedap dipandang oleh kaum pria. Apabila ada perempuan yang mengalami perceraian itu adalah perempuan yang tidak memahami bagaimana menjaga kecantikannya. Hal ini bisa jadi menjadi sesuatu yang bagi sebagian perempuan tidak dipertanyakan lagi, inilah mitos yang turun menurun terbentuk oleh iklan. Tentang keadaan tersebut, tak jarang dalam jangka panjang kemudian berubah menjadi sebuah mitos. Mitos adalah bagaimana sebuah kebudayaan menjelaskan atau memahami beberapa aspek tentang sebuah realitas. Mitos merupakan produk kelas sosial yang sudah mempunyai suatu dominasi. Mitos-mitos masa kini adalah suatu realitas yang
menyinggung feminitas, maskulinitas, ilmu pengetahuan, dan kesuksesan (Fiske 1990 : 88). Faktanya, dalam konteks kesehatan, cantik itu harus diimbangi dengan kesehatan. apabila seseorang sehat namun tidak cantik, seharusnya menjadi hal yang baik. Namun apabila seseorang itu cantik namun tidak sehat, maka hal tersebut merupakan sebuah masalah. Dizaman yang serba modern ini, dunia menjanjikan segala kebutuhan akan informasi yang dibutuhkan oleh masyarakat luas. Informasi-informasi yang ada sangat dibutuhkan dalam memenuhi kebutuhannya akan informasi, baik itu informasi yang bersifat menghibur atau informasi yang bersifat berita. Media massa merupakan salah satu pilihan dalam memenuhi kebutuhannya akan informasi tersebut. Keanekaragaman media massa di Indonesia membuat pilihan tersebut menjadi semakin tersedia, namun media massa siar (televisi) masih menjadi pilihan masyarakat dalam memenuhi kebutuhan akan infromasi tersebut. Media merupakan sebuah alat yang digunakan komunikator untuk menyampaikan pesannya kepada komunikan. Ada dua cara dalam proses penyampaian pesan, yaitu secara langsung maupun tidak langsung. Secara langsung bisa dengan cara bertemu tatap muka, dan cara tidak langsung yaitu menggunakan saluran media (surat kabar, radio, televisi, dan media mainsteam lainnya) (Mulyana 2003 : 63)
Passante mengemukakan dalam bukunya yang berjudul The Complete Ideal’s Guides Journalism, bahwa masing-masing media memiliki karakteristik yang berbeda, karena perbedaan karakteristik inilah yang menimbulkan keunggulan dan kekurangannya masing-masing, dan memiliki dampak tersendiri. Media televisilah yang dipercaya memiliki dampak yang paling besar dibandingkan media-media lain, karena di dalam televisi terdapat unsur audio visual yang sangat kuat dalam proses penyampaian pesan. Hal ini disebabkan karena media televisi memiliki video dan audio yang dapat ditonton melalui televisi (2008:167-168), dan juga adapun karakteristik televisi menurut Ardianto dan Lukiati dalam bukunya yang berjudul Komunikasi Massa adalah “audio-visual, berpikir dalam gambar, dan pengoperasian yang lebih kompleks” (2007 : 128). Iklan yang baik adalah iklan yang mampu menarik minat calon pembelinya, hal ini terjadi karena iklan memiliki sifat mengubah dan memengaruhi sikap dan pemikiran orang lain. Iklan juga harus dibuat agar para konsumen atau khalayak secara sukarela melakukan sesuatu tindakan yang menjadi keinginan oleh produsen atau pengiklan. Banyaknya persaingan bisnis inilah yang mengakibatkan pengiklan menyisihkan etika dalam pariwara, namun menjunjung tinggi kreatifitas dan inovasi dalam beriklan. Hal ini berguna untuk menarik perhatian calon pembeli dalam menentukan pilihannya. Iklan-iklan tersebut memberi nilai-nilai dalam masyarakat, dan seringkali berwujud asosiasi citra yang terkait dengan motif sosial yang terbentuk di masyarakat (Kasiyan, 2008:153).
Persaingan-persaingan yang muncul dalam berbisnis inilah yang menjadikan banyak produsen (baik pengiklan ataupun agensi iklan). Dalam pembuatan iklan, produsen membuat sebuah realitas baru yang bertujuan untuk menarik minat para target audience. Banyak realitasrealitas yang dibentuk oleh iklan sehingga merasuki pemikiran masyarakat, dan menjadikan hal tersebut sebagai sebuah kebenaran yang sebenarnya telah dikonstruksi oleh media massa. Realitas yang ada di televisi dibuat seakan-akan merupakan gambaran sebuah realitas nyata yang ada di masyarakat. Peter Berger dan Thomas Luckman (1966) mencetuskan pemikiran mereka ke dalam suatu teori yang menjelaskan tentang sebuah konstruksi realitas sosial yang ada di dalam suatu masyarakat. Dalam teori tersebut, mereka menyatakan bahwa realitas terbentuk secara sosial dan realitas merupakan sebuah pandangan yang objektif. Pandangan tersebut dibuat dan media massa diasumsikan memiliki peran penghubung (mediasi) antara realitas sosial yang objektif dengan pengalaman-pengalaman pribadi individu. Realitas konstruksi oleh media tersebut lebih banyak menyorot kepada kaum wanita. Eksploitasi gender perempuan dalam iklan menjadi hal yang wajar dan seakan-akan memang diciptakan seperti itu. Seperti contoh dalam iklan produk pelangsing, body lotion, dan anti aging. Model(endorser) yang digunakan dalam iklan selalu memakai model perempuan yang menginginkan kesempurnaan dalam tubuhnya. Hal ini
merepresentasikan bahwa perempuan merupakan sosok yang tidak pernah memiliki kepuasan, dan akan tampil seperti apa yang dikonstruksikan oleh media tersebut. Penggunaan perempuan sebagai model iklan selalu dikaitkan dengan keindahan dan sensualitas yang dimiliki oleh model tersebut. Banyak iklan di televisi yang memperlihatkan bagian-bagian tubuh yang indah, hal ini menyebabkan bahwa pandangan masyarakat mengenai perempuan cantik adalah perempuan yang memiliki tubuh yang indah, kulit yang putih, langsing, dan tinggi meskipun pada akhirnya masyarakat sendirilah yang harus menginterpretasikan makna dari simbol-simbol tersebut. Produk yang diiklankan dapat didramatisirkan dan dibuat lebih menggairahkan atau kurang lazim dari biasanya sehingga masyarakat dengan mudah dapat mengingatnya (Shimp, 2003:535). Keadaan gender perempuan direkayasa dalam iklan, sehingga menampilkan kesan yang menarik, sehingga dapat mempersuasi masyarakat untuk menggunakan barang yang diiklankan. Seperti yang ada dalam iklan Olay total effect versi Kajol, dalam iklan tersebut seorang Kajol menyampaikan pesan seperti seseorang yang memberikan kesaksian (testimoni) tentang hidupnya. Kajol adalah seorang artis Bollywood terkenal dan dalam iklannya, ia membeberkan bahwa hidup itu sekarang lebih sulit, keadaan yang menekan seseorang sehingga terciptalah sebuah stress yang mengakibatkan tanda-tanda penuaan. Setelah mendapatkan Olay, Kajol memiliki kekuatan untuk melawan
tanda-tanda penuaan yang menjadi maasalah kebanyakan perempuan, dan dia masih tampak muda karena bantuan Olay total Effects. Peneliti mengambil contoh dari Iklan Olay Total Effects karena iklan tersebut menceritakan kecantikan dari sisi perempuan. Bagaimana kecantikan tersebut dipandang dan menjadi mitos dimata perempuan itu sendiri.
Gambar 1.1 Olay Total Effects Scene 19
Sedangkan di iklan yang lain yaitu iklan Ponds Age Miracle, diperlihatkan sosok perempuan dimata seorang pria. Bagaimana kecantikan dipandang dari sisi seorang pria. Peneliti secara sengaja meneliti kedua iklan tersebut, karena kedua iklan tersebut memiliki konteks yang sama, namun berbeda sudut pandang. Bagaimana kecantikan dan mitos kecantikan perempuan muncul dimata seorang pria. Dalam iklan tersebut, ada seorang pria tampan yang mengagumi kecantikan istrinya. Pria tersebut berkata kalau setiap melihat istrinya, sama seperti ia pertama kali melihatnya meskipun sudah sepuluh tahun berkeluarga.
Gambar 1.2 Ponds Age Miracle Scene 20
Peneliti mengambil kedua iklan tersebut dengan alasan bahwa kedua iklan tersebut merupakan iklan internasional yang diproduksi secara global, dan iklan tersebut sudah di dubbing ulang oleh pengiklan. Dubbing iklan tersebut menggunakan bahasa Indonesia yang dimana diharapkan dapat membuat masyarakat Indonesia merasa memang iklan tersebut mewakili perempuan yang ada di Indonesia. Peneliti meneliti iklan Olay karena keadaan geografis India tidak jauh berbeda dari Indonesia, yang dimana menggambarkan bahwa bentuk dan warna kulit tubuh yang ada di India tidak jauh berbeda dari Indonesia. Iklan tersebut juga menggunakan bahasa Indonesia yang menjadikan iklan tersebut perwakilan dari orang Indonesia. Iklan Ponds diambil di Thailand, yang merupakan Negara di Asia tenggara sama seperti Indonesia. Jadi peneliti beranggapan bahwa keadaan letak yang sama dengan Indonesia membuat perbedaan kulit dan perempuan di Thailand tidak jauh berbeda dengan perempuan dan kulit
Indonesia. Iklan tersebut juga menggunakan bahasa Indonesia yang menjadikan iklan tersebut perwakilan dari orang Indonesia..
1.2
Perumusan Masalah Perkembangan media khususnya televisi yang sangat besar khususnya dalam periklanan. Hal ini menimbulkan semakin banyak konstruksi sosial yang ditimbulkan oleh iklan dan menjadikan konstruksi sosial tersebut sebagai suatu nilai kebenaran yang ada di masyarakat. Berdasarkan permasalahan tersebut, yang menjadi focus penelitian adalah mengungkap “Mitos kecantikan dalam iklan (Studi Semiotika Roland Barthes Terhadap Iklan Olay Total Effect dan Ponds Age Miracle )?”
1.3
Tujuan Penelitian Penelitian ini dilakukan guna menemukan tanda-tanda verbal dan nonverbal yang dikonstruksi oleh pengiklan (media) dalam iklan Olay Total Effects dan Ponds Age Miracle. Penelitian ini juga bertujuan untuk menemukan mitos yang terdapat dalam iklan tersebut.
1.4
Kegunaan Penelitian Penelitian ini memiliki dua kegunaan yang dibagi menjadi kegunaan akademis dan kegunaan secara praktis. Dalam kegunaan
akademis, penelitian ini beguna menjadi wacana penelitian kualitatif dengan analisis semiotika, sehingga penelitian ini memberikan kontribusi dalam perkembangan ilmu komunikasi, khususnya di Universitas Multimedia Nusantara. Dalam kegunaan secara praktis, penelitian ini berguna untuk para pembaca, khususnya mahasiswa Universitas Multimedia Nusantara dalam menanggapi maksud dan tujuan yang diberikan oleh media, dan juga ditujukan untuk para praktisi iklan agar dapat membuat iklan yang kreatif namun tetap menjunjung tinggi etika dalam beriklan. Hal praktis lainnya adalah agar analisis penelitian ini dapat memberi informasi dan kesadaran pembaca atas makna dan tanda yang ada di setiap iklan, khususnya iklan dalam media siar televisi
BAB II KERANGKA TEORI