1
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah Pajak merupakan salah satu sumber penerimaan terbesar bagi negara. Dari sumber penerimaan ini, nantinya akan digunakan untuk membiayai setiap proyek pembangunan negara yang dilaksanakan oleh pemerintah dengan tujuan utamanya adalah untuk mensejahterakan masyarakat. Pembelanjaan rutin negara seperti pembangunan jalan raya, jembatan, dan fasilitas-fasilitas umum lainnya berasal dari pajak yang dibayarkan oleh masyarakat kepada pemerintah. Dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) kontribusi penerimaan negara yang terbesar berasal dari sektor pajak. Hal ini dapat dilihat pada Tabel 1.1 bahwa penerimaan negara dari sektor pajak menunjukkan pertumbuhan yang signifikan setiap tahunnya, baik secara nominal maupun persentase. Tabel 1.1 Penerimaan Negara dalam APBN 2006 - 2008 (milyar rupiah) Penerimaan Negara 1. PAJAK 2. MIGAS 3. BUMN
APBN 2006 409.203 139.892,7 19.100
(%) 72% 24,6% 3,4%
APBN 2007 492.010,9 107.718,9 21.800
(%) 79,2% 17,3% 3,5%
APBN 2008 591.978,4 117.992 23.404,3
(%) 80,7% 16,1% 3,2%
Sumber : APBN 2006 - 2008 Pemungutan pajak merupakan perwujudan dari pengabdian dan peran serta Wajib Pajak (WP) untuk secara langsung dan bersama-sama melaksanakan kewajiban perpajakan yang diperlukan untuk pembiayaan
2
negara dan pembangunan nasional. Tanggung jawab atas kewajiban pelaksanaan pemungutan pajak sebagai pencerminan kewajiban dibidang perpajakan berada pada anggota masyarakat wajib pajak itu sendiri. Pemerintah, dalam hal ini aparatur perpajakan, sesuai dengan fungsinya hanya berkewajiban melakukan pembinaan, pelayanan, dan pengawasan terhadap pemenuhan kewajiban perpajakan berdasarkan ketentuan yang berlaku di dalam peraturan perundang-undangan perpajakan. Sejak diadakannya reformasi perpajakan tahun 1983, sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 9 tahun 1994 dan Undang-Undang Nomor 16 tahun 2000, serta perubahan yang ketiga yakni Undang-Undang Nomor 28 tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, sistem pemungutan pajak di Indonesia berubah dari official assessment system menjadi self assessment system yang artinya, bahwa wajib pajak diberikan kepercayaan yang sebesar-besarnya untuk menghitung, menyetor, dan melaporkan sendiri besarnya pajak yang terutang kepada negara (dalam hal ini Direktorat Jenderal Pajak) melalui SPT yang dibagikan oleh Direktorat Jenderal Pajak. Pelaporan pajak yang terutang merupakan salah satu kewajiban wajib pajak dalam sistem ”self assessment”. Kelemahan dari self assessment system yang memberikan kepercayaan pada wajib pajak untuk menghitung, menyetor, dan melaporkan sendiri besarnya pajak terutang, dalam prakteknya sulit berjalan sesuai dengan yang diharapkan atau bahkan disalahgunakan. Hal ini dapat dilihat dari banyaknya wajib pajak yang dengan sengaja tidak patuh dan kesadaran wajib pajak yang masih rendah, sehingga membuat wajib pajak enggan untuk melaksanakan
3
kewajiban membayar pajak. Rendahnya kepatuhan dan kesadaran wajib pajak ini bisa terlihat dari sangat kecilnya jumlah mereka, yaitu hanya 10,8 juta dari 230 juta penduduk (21%) yang memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) dan mereka yang melaporkan Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunannya. Dalam sejarah perkembangan sistem self assessment di Indonesia, proses dan hak menetapkan sudah berada pada pihak wajib pajak. Proses dan hak menetapkan ini diwujudkan dalam mengisi SPT secara baik dan benar. Dalam pengisian SPT ini seharusnya wajib pajak mengisi sendiri, tetapi jika tidak bisa mengisi sendiri wajib pajak juga bisa menggunakan jasa konsultan. Konsultan itu sendiri ada dua macam, yaitu : (1) konsultan yang (legal) memang profesinya benar-benar sebagai seorang konsultan pajak dan (2) konsultan plat merah (ilegal) yaitu orang-orang pajak (petugas Direktorat Jenderal Pajak) yang berperan ganda menjadi konsultan pajak. Padahal menurut Surat Edaran 52/PJ/UP.90/2001 butir ke enam, seorang petugas Direktorat Jenderal Pajak tidak diperbolehkan menjadi konsultan pajak. Namun pada kenyataannya, dalam pengisian SPT Tahunan tidak semua wajib pajak mengisi sendiri, melainkan ada yang menggunakan jasa konsultan pajak yang ilegal (petugas Direktorat Jenderal Pajak) untuk mengisikan SPT, masih banyak orang-orang pajak (petugas Direktorat Jenderal Pajak) yang berperan ganda menjadi konsultan pajak. SPT merupakan sarana yang paling mutlak bagi wajib pajak untuk melaporkan dengan benar semua hal tentang wajib pajak mulai dari identitas, kegiatan usaha sampai jumlah harta yang semuanya berkaitan dengan perpajakan. Oleh karena itu tidaklah berlebihan jika perhatian secara penuh
4
diberikan pada penyempurnaan SPT baik dalam masalah bentuk, isi dan susunannya, sehingga SPT merupakan sarana yang handal bagi tercapainya tujuan perpajakan (Direktorat Jenderal Pajak) dan untuk tujuan pelayanan bagi wajib pajak, SPT haruslah “user friendly” yaitu
menarik, mudah
pengisiannya dan dapat menampung semua aspek bisnis yang berkaitan dengan perpajakan. Sebagaimana diketahui, SPT Tahunan Pajak Penghasilan Wajib Pajak Orang Pribadi mulai tahun 2001 mengalami perubahan antara lain adanya penambahan lampiran Daftar Harta dan Kewajiban pada akhir tahun. Kewajiban melaporkan jumlah harta dan kewajiban pada SPT akhir tahun membuat bingung dan ketakutan wajib pajak selama ini. Hal ini disebabkan karena mereka takut efek perpajakan bila melaporkan seluruh kekayaannya, atau melaporkan hanya sebagian saja. Apabila melaporkan harta apa adanya, takut Pajak Penghasilan tahun-tahun sebelumnya akan dipermasalahkan. Sebaliknya apabila tidak dilaporkan kekayaan apa adanya berarti SPT tidak benar, sewaktu-waktu kalau ketahuan oleh aparat pajak akan dikenakan sanksi yang berat. Sesuai dengan Pasal 38 UU No.16 Tahun 2000 sanksi yang akan wajib pajak terima adalah pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun dan denda paling tinggi 2 (dua) kali jumlah pajak terutang yang tidak atau kurang dibayar. Oleh karena itu, kepatuhan wajib pajak dalam melaksanakan kewajiban perpajakannya adalah faktor terpenting dalam sistem perpajakan modern. Bahkan apapun sistem dan administrasi pajak yang digunakan, jika kepatuhan itu dapat diwujudkan, maka penerimaan pajak akan tinggi dan dengan
5
semakin bertambahnya jumlah wajib pajak yang disebabkan oleh meningkatnya kepatuhan masyarakat, merupakan wujud dari tingginya kesadaran hukum masyarakat. Berdasarkan latar belakang di atas, penulis ingin melakukan penelitian tentang pengaruh kesadaran wajib pajak, pengetahuan wajib pajak, sosialisasi pengisian SPT, dan kualitas layanan terhadap pengisian sendiri SPT tahunan.
1.2 Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah diatas, maka permasalahan yang diangkat pada penelitian ini adalah pengaruh kesadaran wajib pajak, pengetahuan wajib pajak, sosialisasi pengisian SPT dan kualitas layanan terhadap pengisian sendiri SPT tahunan.
1.3 Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh kesadaran wajib pajak, pengetahuan wajib pajak, sosialisasi pengisian SPT dan kualitas layanan terhadap pengisian sendiri SPT tahunan.
1.4 Kontribusi Penelitian 1. Bagi Penulis Sebagai sarana untuk menerapkan teori-teori yang diperoleh penulis di bangku perkuliahan, dalam realita kehidupan melalui penelitian dan untuk memenuhi perolehan gelar Strata 1 (satu) di Program Studi Akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas Kristen Duta Wacana Yogyakarta.
6
2. Bagi Wajib Pajak Orang Pribadi sebagai Objek Penelitian Membantu wajib pajak untuk mengetahui dan mengerti pengaruh kesadaran wajib pajak, pengetahuan wajib pajak, sosialisasi pengisian SPT dan kualitas layanan terhadap pengisian sendiri SPT tahunan. 3. Bagi Pembaca Sebagai bahan referensi atau masukan bagi para pembaca yang ingin mengetahui pengaruh kesadaran wajib pajak, pengetahuan wajib pajak, sosialisasi pengisian SPT dan kualitas layanan terhadap pengisian sendiri SPT tahunan.
1.5 Batasan Penelitian 1. Dalam penelitian ini kewajiban perpajakan yang dimaksud adalah berhubungan dengan Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan baik dalam hal penghitungan, penyetoran, dan pelaporannya. 2. Objek penelitian dilakukan pada Wajib Pajak Orang Pribadi yang mempunyai NPWP. 3. Tempat penelitian dan pengumpulan data dilakukan di wilayah DIY. 4. Penelitian ini dilakukan dengan mengumpulkan data melalui pertanyaan yang berupa kuesioner dan wawancara.