BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Pertarungan idiologi di Indonesia dengan berbagai implikasinya paling menonjol dan jelas adalah antara Islam dan Kristen. Wacana kristenisasi dan perang Salib merupakan dua wacana yang dapat melukai wacana keagamaan masyarakat muslim Indonesia. Belum lagi akibat globalisasi dunia yang di antaranya tuduhan dunia Barat terhadap dunia Islam akan adanya terorisme, sebaliknya anggapan dunia Islam terhadap Barat yang menyulut perang Salib juga merebak. Bush dan Saddam merupakan simbol dari perang wacana ini.1 Ini tentu saja harus dijembatani dengan menguraikan akar teologis kedua agama yang sangat rentan terhadap konflik,
seperti
di
Ambon
misalnya.
Harus
ada
usaha
bersama
mengedepankan teologi inklusif yang meniscayakan penghormatan dan membuka lebar-lebar kebenaran agama lain dengan menghilangkan klaim kebenaran eklusifisme Islam maupun Kristen. Perlunya dikaji lebih lanjut basis teologi Islam dan Kristen dengan mengedepankan inklusifitas keduanya. Dengan ini maka akan berpengaruh terhadap sikap keberagamaan masyarakat Indonesia.2 Salah satu miniatur masyarakat muslim yang sangat damai dan toleran dengan basis teologi inklusif adalah masyarakat Kendalrejo. Dalam masyarakat ini batas-batas teologis secara jelas ada, namun di dalamnya terdapat inklusifitas pemahaman ajaran Islam dan Kristen. Indikatornya adalah damainya kehidupan kedua umat tersebut bukan hanya dalam bidang muamalah, tetapi juga ubudiyyah. Dari sini pula, di samping faktor teologis,
1
Lihat: Abdurrahman Mas’ud, Membuka Lembaran Dialog Islam dan Barat, Semarang: Pidato pengukuhan profesor IAIN Walisongo, 2004, hlm. 1-9 2 Lebih lanjut baca: Sukidi, Teologi Inklusif Cak Nur, Jakarta: Kompas, 2002. lihat juga Azyumardi Azra, Konteks Berteologi di Indoensia, Bandung: Mizan, 1999.
2
faktor sosiologis masyarakat Kendalrejo sebagai masyarakat pesisir yang terbuka juga sangat berpengaruh.3 Pada acara walimah yang di dalamnya di bacakan tahlil dan do’a, kaum Kristen biasa berpeci, sebagai langkah penyesuaian.sebaliknya, masyakat Kristen juga memanggil umat Islam untuk menghadiri acara kematian di mana di dalamnya dibacakan tahlil. Tahlil dalam terminologi Islam merupakan bacaan la ila ha illa Allah, yang dalam masyarakat muslim Jawa sudah dimodifikasi sedemikian rupa dengan berbagai bacaan ayat al-Qur’an, shalawat dan do’a-doa lainnya. Dengan demikian bacaan tahlil tidak hanya la ilaha illallah, tetapi terdiri dari baca-bacaan yang tersusun rapi sesuai dengan urutan-urutan yang telah dibiasakan dalam membacanya. Tradisi tahlil ini sempat menyulut pro dan kontra antara Muhamadiyah dan NU. Muhammadiyah menganggap tahlil sebagai bid’ah dan mengada-ngada, sementara NU menganggap tradisi tahlil ini mempunyai landasan normatif yang kuat. Banyak ayat dan hadis nabi yang dapat dijadikan sumber rujukan tahlil ini.4 Bahkan lebih dari itu, tradisi tahlil ini merupakan warisan ajaran Walisongo. Menurut Zamakhsyari Dlofier, justru ajaran tahlil dan talqin Walisongo inilah yang mempunyai peranan yang besar dalam penyebaran dan pengembangan Islam di Jawa. Sebagaimana diketahui bahwa Islam dapat menyebar dan berkembang di Jawa karena peran Walisongo yang menggunakan tasawuf sebagai instrumen yang paling efektif terutama bagi masyarakat yang telah mempunyai tradisi kuat.5 Dengan peran walisong inilah, maka ajaran Islam dapat berkembang dengan kekayaan tradisi yang kuat terutama ajaran tasawufnya.
3
Lihat Mujahirin Tohir dalam Keberagamaan Mayarakat Pesisir, Tesis program doktoral UNDIP Semarang 2002. 4 Lihat: Hanif Muslih, Kesahehan Dalil-dalil Tahlil, Semarang: Toha Putra, 1997, hlm. 1-3 5 Abdurrahman Mas’ud, Intelektual Pesantren, Yogyakarta: LKiS, 2004
3
Tahlil apabila dirunut dalam perspektif ulama empat mazhab maka dapat akan diketahui bagaimana hukumnya. Namun harus dikaitkan dengan tradisi yang berkembang di masyarakat muslim Jawa. Dalam tradisi Jawa, bacaan tahlil adalah untuk mendoakan orang mati dengan mengirim pahalanya bagi ahli mayyit baik dalam acara selamatan maupun ziarah qubur. Dengan demikian, hukum tahlil ini harus dilihat dari bagaimana hukum ziarah, mengirim doa dan pahala bagi mayyit. Dalam pandangan mazhab empat, maka terjadi khilafiyah, namun pada prinsipnya tidak ada yang mengharamkannya.6 Dengan ini, maka tradisi tahlil sangat berkembang subur pada masyarakat tradisional terutama di pedesaan. Pada masyarakat Indonesia pada umumnya, fenomena tahlil begitu menyejarah dari awal pernyebaran dan perkembangan Islam di sana sampai saat ini. Begitu juga dengan desa Kendalrejo, di mana pada era 50-an misalnya, pengaruh tasawuf dari ulama kharismatis KH. Dimyathi Kedawung Comal, semakin menambah tradisi dzikir dan pengajian yang bercampur dengan budaya agraris pesisir yang kental. Keterbukaan masyarakat Kendalrejo, terhadap ajaran yang mudah dicerna dan dilakukan menjadikan masyarakat semakin gandrung pada ritual keagamaan semacam tahlil dan manaqib yang diajarkan KH. Dimyathi. Fenomena tradisi tahlil, manaqib dan berbagai kegiatan tasawuf juga dipengaruhi oleh ulama sufi KH. Mi’ad Petarukan. Tokoh ini merupakan tokoh tasawuf terkemuka yang berhasil menjadi referensi masyarakat dalam hal ritual keagamaan. Sikap inklusif masyarakat pesisir dipadu dengan tradisi yang sudah menyejarah, menimbulkan sikap toleransi yang tinggi. Termasuk di dalamnya terhadap kehadiran Kristen yang hanya terdiri dari sepuluh keluarga dengan satu gereja. Sikap akomodatif yang begitu tinggi ini direspon balik oleh kaum minoritas Kristen dengan mengedepankan kerukunan dan kerjasama dalam bidang ekonomi pertanian.
6
hlm. 15
Yudian M, Santri NU Menggugat Tahlilal, Bandung: Mujahid Press, 2003,
4
Mengingat dekatnya relasi ini, maka tidak jarang, apabila umat Islam mempunyai acara hajatan atau bahkan walimah, mengundang umat Kristen. Begitu juga sebaliknya. Yang menarik kemudian adalah ketika terdapat anggota keluarga Kristen yang meninggal, maka mengundang masyarakat muslim di sekitarnya untuk bertandang ke rumahnya menghadiri acara ritual. Karena dalam kebiasaan masyarakat muslim dibacakan tahlil, maka dalam sekumpulan para undangan yang hadir tersebut juga dibacakan tahlil. Dengan demikian, mayyit Kristen dalam selamatannya oleh masyarakat muslim dibacakan tahlilan. Walaupun demikian, sebelum dan sesudah acara tahlilan itu, keluarga besar umat Kristen menyelenggarakan upacara mayyit dan prosesi penguburannya sesuai dengan ajaran dan adat Kristen. Dari sinilah menarik untuk dikaji lebih lanjut. Sisi menariknya terletak pada pelaksanaan tahlil dalam acara selamatan mayyit Kristen yang di daerah lain jarang ditemukan dan oleh sebagian besar masyarakat dinilai menyalahi ajaran agama. Dalam ajaran Islam, dilarang mencampuradukkan masalah akidah dan ubudiyyah, sementara tahlil merupakan bagian dari ubudiyyah yakni perintah berdzikir, bershalawat dan berdo’a. yang dibolehkan dalam Islam hanya sebatas muamalah.
B. Rumusan Masalah Dari latar belakang di atas maka dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut: a. Mengapa Terjadi Praktek Tahlil Bagi Mayyit Kristen di Kendalrejo? b. Bagaimanakah
implikasi Pelaksanaan Praktek Tahlil Bagi Mayyit
Kristen dalam kerangka teologis-sosiologis ?.
C. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui : a. Untuk mengetahui latar belakang ideologis sosiologis mayyit Kristen.
5
b. Untuk mengetahui implikasi pelaksanaan praktek tahlil bagi mayyit Kristen dalam kerangka integritas masyarakat Kendalrejo secara teologis-sosiologis
D. Metode Penelitian 1. Metode Pengumpulan Data penelitian ini merupakan penelitian lapangan (field reseach) sehingga untuk memperoleh data, penulis menggunakan beberapa metode pengumpulan data, yaitu pertama, observasi yakni dengan mengadakan pengamatan langsung ke obyek penelitian. Kedua, interview yakni dengan melakukan wawancara kepada penduduk, tokoh masyarakat, ulama. Ketiga, kepustakaan, yaitu membaca dan meneliti serta memakai buku-buku yang ada kaitannya dengan permasalahan judul yang ada dalam skripsi.7 Adapun data-data yang akan digunakan diklasifikasikan sebagai berikut: a. Data Primer, yaitu data yang diperoleh secara langsung oleh penulis dari obyek penelitian yakni data-data yang ada di desa Kendalrejo Kecamatan Petarukan Kabupaten Pemalang. a. Data Sekunder, yaitu data-data yang mendukung pembahasan skripsi ini. Untuk itu beberapa sumber buku atau data yang akan membantu mengkaji secara kritis yang di antaranya adalah penelitian yang merupakan hasil penelitian yang telah lalu tentang tahlil.
2. Metode Analisis data Selanjutnya, analisis data dalam penelitian ini menggunakan metode
deskripstif-analitis.8
Metode
ini
digunakan
untuk
mendiskripsikan kondisi keberagamaan di Kendalrejo secara umum 7 8
hlm. 63.
Sutrisno Hadi, Metode Risearch, Yogyakarta, UGM, 1986, hlm.9 Lihat : Moh Nadzir, Metode Penelitian, Jakarta : Ghalia Indonesia, 1996,
6
dan tradisi tahlil pada khususnya melalui data-data yang tersedia. Adapun yang dimaksud dengan analitis adalah berfikir tajam dan mendalam. Dalam mengaplikasikan berfikir analitis ini, penulis memakai content analysis (analisis isi).9 Metode ini melalui proses mengiventarisir
data,
mengsimplifikasikan
kemudian
mengeneralisirkannya. Dari hasil generalisasi inilah yang akan mempunyai sumbangan teoritik.10 Adapun pendekatan yang penulis gunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan Adapun pendekatan yang penulis gunakan adalah pendekatan fenomologis.11 Pendekatan ini menurut Edmund Hasserl, sebagaimana dikutip Noeng Muhajir adalah untuk memahami bahwa obyek penelitian yang empiris terdapat fenomena baik berupa persepsi, pemikiran, kemauan dan keyakinan subyek tentang sesuatu di luar obyek, ada sesuatu yang transesnden di samping yang aposteriorik. Pendekatan ini dimaksudkan agar bisa memahami secara utuh dan apa adanya (value free) fenomena tahlil bagi mayyit Kristen di Desa Kendalrejo.
E. Telaah Pustaka Kajian tentang tentang tahlil sudah banyak yang menulis. Hanif Muslih dalam bukunya Dalil-dalil Kesahehan Tahlil, (Semarang: Toha Putra, 1988), mengungkapkan bagaimana praktek dan bacaan tahlil yang sudah mentradisi terutama di kalangan NU. Dalam buku ini ia mengelaborasi teks-teks ayat dan hadis dengan berbagai premis-premis logika ijtihad yang dilakukan oleh para ulama. Dengan kajian ini, secara
9
Lebih lanjut baca: Noeng Muhadjir, Metodologi Peneletian Kualitatif, Yogyakarta: Rake sarasin, 1996, hlm. 49. 10 ibid., 11 Ibid., hlm. 21.
7
normatif Hanif Muslih menunjukkan dalil-dalil kesahehan tahlil yang sempat memicu kontroversi antara Muhammadiyah dan NU.12 Yudian dalam bukunya Santri Nu Menggugat Tahlilan (Bandung: Mujahid Press, 2002), mencoba mengelaborasi NU dalam tradisi NU dengan mengakaji berbagai pendapat ulama mazhab. Dalam pandangannya, tradisi tahlilan pada kalangan NU digunakan untuk mendoakan ruh yang sudah meninggal dalam ziarah maupun selamtan. Pada dasarnya tahlil adalah bacaan kalimah thoyyibah yang dianjurkan agama. Oleh karenanya penggunaan tahlil untuk ziarah dan mendoakan orang mati inilah yang memicu kontroversi. Dengan inilah maka tradisi ini digugat dengan mengedepankan pendapat yang pro dan kontra.13 Skripsi ini mencoba mengkaji tradisi tahlil bagi mayyit Kristen yang unik dan menantang untuk dikaji lebih lanjut landasan dan implikasinya baik dalam tataran teologis maupun sosiologis.
F. Sistematika Penulisan. Untuk memudahkan dalam penulisan skripsi ini, penulis membuat sistematika penulisan sebagai berikut: Bab pertama, merupakan pertanggung jawaban akademis dan metodologis dari skripsi ini yang memuat gambaran mengenai latar belakang permasalahan, faktor dan fenomena apa yang melatar belakangi sehingga penulis merasa tertarik untuk mengangkat judul ini. Pokok permasalahan dalam skripsi ini, tujuan penulisan sebagai target yang ingin dicapai penulis. Tinjauan pustaka yang ingin memberikan informasi ada atau tidak adanya penulis lain yang membahas judul ini, metode penulisan skripsi sebagai langkah awal untuk menyusun skripsi secara benar dan betul-betul terarah yang kemudian diakhiri dengan sistematika penulisan skripsi untuk memudahkan pembaca dalam memahami skripsi ini. 12
Lebih lanjut baca: Hanif Muslih, Dalil-dalil Kesahehan Tahlil, Toha Putra, 1988, hlm. 1-10 13 Yudian, Santri Nu Menggugat Tahlilan, Bandung: Mujahid Press, 2002, hlm. 15-20
8
Bab kedua, menerangkan gambaran tentang Tahlil Dalam Perspektif Islam dan Budaya Jawa sebagai acuan pembahasan ini, maka dalam pembahasan bab ini meliputi
pertama, pengertian Tahlil dan
Keutamaan Bacaan-bacaanya. Dalam bab ini mengupas tentang bagaimana kautamaan atau fadhilah dalam membaca Tahlil yang diantaranya
berisi
surat
al-Fatikha,
surat
al-Ikhlas,
surat
al-
Muawwidzatain, permulaan dan akhir surat al-Baqarah, ayat Kursi, Istighfar, Tahlil (laila haillallah), Tasbih, Sholawat Nabi, Do’a. Kedua, Tahlil Dalam Perspektif Budaya Jawa, yang berisi tentang bagaiman awal munculnya tradisi Tahlil yang dibawa oleh Walisongo yaitu ketika ada tradisi selametan (upacara kematian) untuk memperingati kematian pada orang yang meninggal yaitu, hari pertama sampai pada mendak peng pindo istilahnya orang jawa. Bab ketiga, Menerangkan gambaran tentang Tahlil Pada Masyarakat
Kendalrejo
sebagai
acuan
pembahasan
ini,
maka
pembahasan dalam bab ini meliputi Gambaran Umum Masyarakat Kendalrejo
sebagai
pengantar
pembahasan
bab
ini,
kemudian
dilanjutkan dengan Pertama Kondisi Geografis, Jumlah Penduduk, dan Ekonomi Masyarakat Kendalrejo, Kedua Kondisi Pendidikan dan Keberagamaan Masyarakat Kendalrejo. Mengenai sub bab yang selanjutnya mengenai Hubungan Antar Umat Beragama
di Desa
Kendalrejo yang isinya tentang Hubungan Islam dan Keristen, Praktek Tahlil Pada Upacara Kematian di Desa Kendalrejo, Keikutsertaan Orang Kristen Dalam Menghadiri Tahlil Di Desa Kendalrejo Bab keempat, bab ini merupakan analisis pokok masalah, inti pokok dari analisa tersebut melitputi Latar Belakang Tahlil Bagi Mayit Kristen di Desa Kendalrejo dan Implikasi Tahlil Bagi Mayit Kristen Dalam Kerangka Teologis-Sosiologis, sehingga dengan adanya ini dimungkinkan terjalin adanya kerukunan antar umat beragama disamping itu supaya tidak terjadi pencampuran akidah baik Islam maupun Kristen dalam kaitanya dengan amaliah masing-masing agama.
9
Bab kelima, merupakan bab Penutup yang berisikan Kesimpulan untuk memberikan gambaran bagi pembaca secara menyeluruh dari setiap isi skripsi tersebut, agar mudah untuk dipahami, berupa saransaran yang memberi motivasi kepada umat Islam dan Kristen untuk menjalankan kehidupan di dunia dengan perbuatan yang baik, disamping itu juga agar sikap saling toleransi antar umat beragama lebih erat dalam hubungan sosial maupun agama. Sebagaimana dalam pembahasan skripsi ini dan diakhiri dengan penutup sebagai akhir pembahasan skripsi ini.