TADBIR Jurnal Manajemen Pendidikan Islam ISSN 2338-6673 E ISSN 2442-8280 Volume 3 Nomor 1 Februari 2015 Halaman 1-11 http://journal.iaingorontalo.ac.id/index.php/tjmpi
ISLAM DAN GLOBALISASI PENDIDIKAN Ahmad Anwar IAIN Walisongo Semarang
[email protected] Abstrak Maju dan tidaknya suatu negara dapat ditentukan dari kualitas pendidikan. Sedangkan Islam sendiri telah mewajibkan kepada umat untuk berpendidikan. Terlebih dizaman moderen ditengah derasnya arus globalisasi ini. Islam dalam menyikapi globalisasi adalah sebuah keniscayaan, karena Islam sendiri adalah agama rahmatal lil alamiin (solihun fii kulli zaman wal makan). Relevansi globalisasi dengan ajaran Islam terdapat pada aspek-aspek berikut: Islam dan pembangunan sumber daya manusia, Islam dan globalisasi pendidikan, Islam dan modernisasi. Sedangkan dampak globalisasi terhadap pendidikan adalah proses belajar mengajar menjadi modern, Siswa dituntut berperan aktif dalam proses belajar mengajar, penyampaian materi dengan bantuan komputer. adapun masalah-masalah pendidikan Islam di era globalisasi adalah sebagai berikut: kualitas pendidikan yang masih minim, kurangnya Profesionalitas guru, terpengaruh kebudayaan (alkulturasi) yang negatif, strategi pembelajaran masih monoton, Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK) yang disalah gunakan, krisis moral, krisis kepribadian. Kata Kunci : Pendidikan Islam, Globalisasi Pendahuluan Pendidikan mempunyai peran yang sangat penting dalam kehidupan manusia. Dalam keseluruhan proses kehidupan manusia tidak bisa terlepas dari pendidikan. Dengan kata lain, kebutuhan manusia terhadap pendidikan bersifat mutlak dalam kehidupan pribadi, keluarga dan masyarakat, bangsa dan negara. Jika sistem pendidikanya berfungsi secara optimal maka akan tercapai kemajuan yang dicita-citakanya. Sebaliknya bila proses pendidikan yang dijalankan tidak berjalan secara baik maka tidak dapat mencapai kemajun yang dicitacitakan. Pendiidkan Islam adalah bimbingan yang diberikan oleh seseorang kepada orang lain agar ia berkembang secara maksimal sesuai dengan ajaran Islam.1 Pendidikan agama Islam harus diberikan sejak dini, mulai dari usia kanakkanak, remaja, bahkan dewasa. Dalam Islam 1
Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan Perspektif Islam, (Bandung : Remaja Rosdakarya, 2005), hlm. 23.
dikenal istilah pendidikan sepanjang hayat (long life education). Artinya selama ia hidup tidak akan lepas dari pendidikan, karena setiap langkah manusia hakikatnya adalah belajar, baik langsung maupun tidak langsung. Walaupun terdapat banyak kritik yang dilancarkan oleh berbagai kalangan terhadap pendidikan, atau tepatnya terhadap praktek pendidikan, namun hampir semua pihak sepakat bahwa nasib suatu komunitas atau suatu bangsa di masa depan sangat bergantung pada kontibusinya pendidikan. Misalnya, sangat yakin bahwa pendidikanlah yang dapat memberikan kontribusi pada kebudayaan di hari esok. Pendapat yang sama juga bisa kita baca dalam penjelasan Umum UndangUndang Republik Indonesia Nomer 20 Tahun 2003 tentang sistem pendidikan Nasional (UU No. 20/2003), yang antara lain menyatakan: “Manusia membutuhkan pendidikan dalam kehidupannya. Pendidikan merupakan usaha agar manusia dapat mengembangkan potensi dirinya melalui proses pembelajaran atau cara
1
lain yang dikenal dan diakui oleh masyarakat”. 2 Arus globalisasi yang semakin pesat telah membuat jarak antar Negara seakan tak berarti lagi. Pada masa sekarang ini, tak sulit untuk anak petani terpencil mengetahui isu akan di pindahkannya makam Nabi Muhammad SAW di Arab Saudi dalam hitungan jam bahkan menit. Kemajuan teknologi yang semakin pesat sebagai dampak dari globalisasi ternyata juga berpengaruh terhadap dunia pendidikan Indonesia. Home schooling, virtual learning dan program-program pendidikan import lainnya yang mulai diterapkan di Indonesia sebagai akibat dari cepatnya akses internet. Globalisasilah yang telah memberikan insipirasi-inspirasi baru tersebut untuk mengadopsi program-program pendidikan dari luar Indonesia. Perubahan kurikulum pendidikan yang berkali-kali juga merupakan dampak dari pesatnya arus globalisasi. Pesatnya arus globalisasi menyebabkan pemerintah harus bergerak cepat mengubah kurikulum pendidikan yang lama yang dianggap ketinggalan zaman dengan kurikulum yang baru yang dianggap sesuai dan mampu menjawab tantangan global. Hal ini, dikarenakan dunia pendidikan adalah salah satu sektor penting dalam suatu Negara yang menopang berdiri dan berkembangnya suatu Negara. Kehancuran dunia pendidikan merupakan langkah awal kehancuran suatu Negara. Kegagalan bangsa Indonesia di masa lampau untuk mempertahankan kedaulatan negaranya, dikarenakan pendidikan rakyatnya yang lemah. Presepsi Islam Terhadap Globalisasi Realitas globalisasi memperlihatkan dukungan berkurangnya kekuatan yang dimiliki oleh negara dan masyarakat. Kekuatan globalisasi secara umum dimotori oleh kekuatan modal asing yang berwujud perusahaan-perusahaan multinasional dan perusahaan transnasional. Perusahaan tersebut adalah perusahaan raksasa baik yang pabriknya berada di negara adikuasa dengan produk yang menyebar ke
2
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas), (Jakarta: PT Armas Duta Jaya), hlm. 43.
2
mancanegara ataupun perusahaan yang mempunyai cabang di negara berkembang. Berdasarkan kecenderungan kapitalisme, globalisasi merupakan jalan lanjutan kapitalisme di sebuah negara. Negara yang terlibat dengan sistem kapitalisme ini tidak dapat menghindar dari jeratannya. Negara tidak lagi di perkenankan melakukan proteksi maupun intervensi yang terlalu besar dalam perekonomian. Teknologi informasi dan komunikasi media elektronik yang di produksi oleh negara negara industri maju seperti Amerika, Inggris, Prancis, yang mempercepat arus globalisasi tampaknya akan terus mengalir dan tidak dapat dibendung. Pada tingkat tertentu globalisasi akan mempengaruhi dan membentuk format sosial politik, budaya maupun agama. Globalisasi membawa kepada kecendrungan semacam homogenitas budaya. Budaya nasional berinteraksi dengan budaya kosmopolitan. Fenomena ini menimbuulkan disparitas persepsi dari berbagai pihak karena globalisasi dipandang sebagai problem mendasar yang ikut menentukan kualitas manusia sekarang dan yang akan datang. Paul Hirst dan Grahame Thompson dalam Globalization in Question. Terj. P. Sumitro. Globalisasi adalah mitos. Beliau menyoroti globalisasi dari perspektif ekonomi.3 Keduanya mengatakan bahwa konsep globalisasi seperti yang dikedepankan oleh pengamat ekstrim, tidak lain dan tidak bukan adalah mitos belaka. Pendapat Hirst dan Thompson bukan tidak beralasan. Mereka menggunakan argumentasi sebagai berikut. Pertama tatanan ekonomi yang sangat mendunia sekarang ini hanyalah bagian dari gelombang turun naik (konjungtur) pertumbuhan ekonomi Internasional yang mulai ada sejak ekonomi yang berlandaskan pada teknologi industri yang mulai menyebar ke seluruh dunia sejak tahun 1860-an. Kedua, perusahaan transnasional yang murni jarang ditemukan karena perusahaan transnasional pada umumnya berbasis negara nasional dan aktifitas perdagangan dunia tertumpu pada kekuatan produksi nasional. Ketiga, lalu lintas modal tidak mengakibatkan berpindahnya 3
Paul Hirst dan Grahame Thompson, Globalization in Question. Terj.P. Sumitro. Globalisasi adalah Mitos. (Jakarta : Penerbit Yayasan Obor Indonesia, 2001), hlm. 276
TADBIR Jurnal Manajemen Pendidikan Islam ISSN
2338-6673 E ISSN 2442-8280
penanaman modal dan kesempatan kerja secara besar besaran dari negara maju ke negara berkembang. Penanaman modal asing justru banyak terpusat di negara-negara industri maju seperti, Eropa, Jepang, dan Amerika. Keempat, kekuatan ekonomi negara negara industri maju ini mampu mengatur pasar modal dan aspek ekonomi lainnya. Oleh karena itu tidak benar bila pasar modal dunia tidak dapat diatur dan dikendalikan. Latief, Dochak dalam ”Pembangunan Ekonomi dan Kebijakan Ekonomi Globalisasi” mengemukakan bahwa globalisasi yang berbasis ekonomi juga dipandang sebagai ekspansi dari neoliberalisme.4 Seringkali paham neoliberalisme dipandang sebagai sebuah kemajuan. Dan hal ini mudah dipahami karena munculnya dalam pandangan publik adalah kemajuan teknologi dan media elektronika yang merupakan kekuatan produksi dari sistem globalisasi. Seiring dengan perdebatan yang terus terjadi tentang pemahaman globalisasi namun globalisasi terus berjalan, termasuk proses terintegrasinya kehidupan antar negara ke arah masyarakat dunia yang saling terkait, saling tergantung dan saling mempengaruhi dengan memberdayakan kemajuan teknologi informasi, komunikasi dan transportasi. Realitas globalisasi semacam ini dalam pandangan Dochak Latief tidak bisa ditolak, kecuali bagi negara yang sengaja mengisolasikan diri dari perekonomian dunia yang semakin cepat berkembang. Arus perkembangan dunia menjadi semakin deras setelah difungsikannya bahasa Inggris sebagai bahasa internasional, penggunaan mata uang dolar sebagai mata uang internasional, pesatnya sektor pertumbuhan dunia pariwisata, kerangka sistem moneter dan perdagangan dunia yang relatif mapan serta munculnya kekuatan ekonomi yang berimbang antara Amerika, Eropa Barat, dan Jepang. Mastuhu dalam “Memberdayakan Sistem Pendidikan Islam” menyikapi globalisasi sebagai sebuah keniscayaan sejarah.5 Mastuhu meminjam argumen Karl Mannheim yang melihat globalisasi sebagai 4
Latief, Dochak, Pembangunan Ekonomi dan Kebijakan Ekonomi Globalisasi. (Surakarta: Muhammadiyah University Press, 2003), hlm. 36. 5 Mastuhu, Memberdayakan Sistem Pendidikan Islam. (Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1999), hlm. 274.
sebuah ideologi. Bagi Mastuhu globalisasi adalah konsep atau proses tanpa henti yang tidak bisa dibendung dan ditolak. Globalisasi menjadi sebuah keniscayaan sejarah. Sebagai proses, globalisasi akan mengalami tahapan-tahapan perkembangan yang pada tingkat tertentu mampu membentuk format sosial seluruh kehidupan manusia baik politik, sosial, budaya maupun ekonomi. Globalisasi sebagai ideologi adalah proyeksi kehidupan masa depan atau gejala yang akan terjadi di kemudian hari berdasarkan sistem yang dominan di dalam masyarakat. Tanda-tanda globalisasi yang diamati oleh Mastuhu terdiri dari tiga hal besar yaitu pertama, globalisasi ditandai oleh menguatnya ruang pribadi. Ruang kebebasan pribadi untuk mengekspresikan pendapat, jati diri, dan kepribadian semakin menyempit karena banyaknya pesan-pesan atau tuntutantuntutan dari kehidupan modern yang harus dilaksanakan. Akibatnya beban moral semakin berat, seolah-olah tidak ada lagi kemerdekaan pribadi untuk mengembangkan ide-ide aslinya. Ditambah lagi nilai-nilai lama diganti dengan nilai nilai baru yang meterialistis. Kedua, globalisasi adalah sebuah era kompetisi. Globalisasi membesarkan tingkat kompetisi ekonomi politik antar bangsa baik dari kaca mata struggle for power maupun kaca mata equilibrium. Globalisasi bagi Daniel Boorstin menjadikan dunia sebagai republik teknologi. Setiap negara lalu dituntut untuk melakukan akselerasi yang tidak tanggungtangung dalam industrialisasi serta penguasaan IPTEK. Ketiga, globalisasi berarti naiknya intensitas hubungan antar budaya, norma sosial, kepentingan, dan ideologi antar bangsa. Internet dan satelitsatelit komunikasi menghubungkan banyak negara di dunia seolah seperti sebuah desa yang secara sosiologis sering disebut global village. Konsekuensi sangat penting dari globalisasi adalah setiap bangsa dituntut memiliki kesiapan kultural untuk melakukan integrasi terhadap sistem internasional tanpa terkaburkan identitas kesatuan nasionalnya. Selain itu globalisasi menyebabkan terjadinya kesenjangan yang semakin melebar antara moralitas dengan intelektualitas dan menyebabkan semakin besarnya tantangan atau problem kehidupan. Masalah globalisasi direspons oleh Sahal Mahfudh. Globalisasi menurut Sahal dalam buku ”Muhtarom,
Volume 3 Nomor 1 Februari 2015
3
Reproduksi Ulama di Era Globalisasi” adalah sebuah sistem simbiosis yang menunjukkan hubungan erat antara aspek-aspek dalam kehidupan.6 Interdependensi tidak hanya terbatas dalam satu wilayah atau kawasan saja, melainkan juga dalam kehidupan di suatu negara dengan negara lain di dunia. Selanjutnya akan muncul konsep akulturasi, kompetisi tetapi juga kerjasama. Kompetisi semacam ini akan melahirkan pemikiran untuk mencetak sumber daya manusia yang berkualitas. Oleh karena itu, komunitas agama perlu mempelajari ilmu pengetahuan yang ada relevansinya dengan kebutuhan masyarakat sehingga menghadapi perubahan terutama perubahan yang ditimbulkan oleh globalisasi. Globalisasi dapat mempengaruhi wawasan dan cakrawala pikiran para santri pondok pesantren. Untuk menghindari pengaruh negatif globalisasi, pesantren seharusnya menanamkan nilai-nilai agama dan akhlak pada mereka dengan pertimbangan syariat. Globalisasi bagi Mujib Shaleh dalam muhtarom bukanlah sebuah masalah jika globalisasi mendukung dunia pendidikan Islam. Globalisasi yang ditandai dengan adanya alat-alat canggih seperti televisi, komputer, internet, telpon seluler, dan sebagainya justru mengukuhkan usaha memperdalam Islam, meningkatkan intensitas keimanan dan memotivasi lembaga pendidikan Islam untuk membekali santri tidak saja dengan ilmu syariah melainkan juga dengan ilmu-ilmu lain seperti matematika, IPA. Pengaruh globalisasi yang materialistis dan sekular adalah sebuah realitas sosial. Globalisasi selain menjadi tantangan juga memberikan peluang sehingga harus direspons secara arif. Sekularitas globalisasi tidaklah selalu mempengaruhi sendi-sendi kehidupan agama. Oleh karena itu apa yang dilontarkan oleh Anthony F.C. Wallace sebagaimana yang dikutip oleh Edgar F. Borgatta dan Marie H. Borgatta dalam Kurtz, Lester, Gods in the Global Village, tidaklah tepat. Wallace menyatakan : “The evolutionary future of religion is extinction. Belief in supernatural beings and supernatural forces that affect nature without obeying
nature’s laws will erode and become only an interesting historical memory. Belief in supernatural powers in doomed to die out, all over the world, as a result of the increasing adequency and diffusion of scientific knowledge”.7 Wallace tampaknya menafikan agama dari perkembangan ilmu pengetahuan. Ia tidak jeli melihat bahwa berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi sebagai inovasi berpikir manusia dan tercukupinya kebutuhan hidup manusia di era globalisasi tidak akan memusnahkan tradisi dan ritualitas agama. Tradisi agama yang memiliki seperangkat keyakinan yang tergantung dan terjalin bersama sehingga terstruktur ternyata masih mempunyai daya tahan di masyarakat, termasuk tradisi ritualnya. Itulah sebabnya agama masih relevan di tengah-tengah kehidupan duniawi yang semakin materialistis hedonistis dewasa ini. Kehidupan agamalah yang akan menentukan seseorang selamat atau tidak. Relevansi Islam terhadap Globalisasi Ajaran-ajaran Islam relevan dengan aspek-aspek tertentu globalisasi. Relevansi globalisasi dengan ajaran Islam terdapat pada aspek-aspek berikut: 1. Islam dan Pembangunan Sumber Daya Manusia Globalisasi yang bersifat kompetitif mendorong umat berupaya secara sistematik untuk memproses pembangunan manusia menjadi sumber daya manusia yang berkualitas, baik fisik intelektual maupun moral. Era globalisasi yang sebagian ditandai oleh maraknya bisnis dan perdagangan memberikan peluang pada umat untuk meningkatkan kemampuan manajerial dan bisnis. Globalisasi yang membawa peningkatan industrialisasi akan membawa kemakmuran. Atau kemakmuran dapat dicapai melalui globalisasi industri. Setiap kenaikan kemampuan material suatu masyarakat adalah bernilai positif termasuk dari segi peningkatan harkat kemanusiaan masyarakat, baik perseorangan maupun kelompok. Sebab harkat atau martabat kemanusiaan adalah kebahagiaan. Dan ia akan diketemukan
6
Muhtarom, Reproduksi Ulama di Era Globalisasi. (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2005), hlm. 97.
4
7
Kurtz, Lester, Gods in the Global Village, (Pine Force Press California, 1995), hlm. 146.
TADBIR Jurnal Manajemen Pendidikan Islam ISSN
2338-6673 E ISSN 2442-8280
hanya dalam keadaan seseorang dapat dengan bebas mengembangkan dirinya. David Mc Clelland sering dianggap sebagai salah satu tokoh penting dalam teori modernisasi yang merupakan bagian dari bentuk-bentuk globalisasi. Analisa Mc Clelland berangkat dari perspektif psikologi sosial. Dalam bukunya “The Achievement Motive in Economic Growth”, Mc Clelland (1984) memberikan dasar-dasar tentang psikologi dan sikap manusia kaitannya dengan bagaimana perubahan sosial terjadi. Menceritakan tentang sejarah manusia sejak awal selalu ditandai dengan jatuh bangunnya suatu kebudayaan. Bangkitnya suatu kebudayaan menurut Kroeber adalah bersifat episodis dan terjadi dalam lapangan aspek yang berbeda. Pertanyaan yang ingin dijawab Mc Clelland adalah mengapa beberapa bangsa tumbuh secara pesat di bidang ekonomi sementara bangsa yang lain tidak ? Mc Clelland lebih melihat faktor internal yaitu pada nilainilai dan motivasi yang mendorong untuk mengeksploitasi peluang untuk meraih kesempatan. Dengan kata lain, membentuk dan merubah nasib sendiri. Mc Clelland berpendapat bahwa need for achievement selalu berkaitan dengan pertumbuhan ekonomi. Dari studi itu dia mendapatkan adanya pengaruh dan kaitan antara pertumbuhan ekonomi. Dan dalam ajaran Islam sangat mendukung orang-orang muslim untuk bekerja dalam upaya memenuhi kebutuhan sehari-hari. Beribadahlah kamu seolah-olah kamu mati esok dan bekerjalah kamu seolah-olah kamu hidup selamanya. Perkataan itu telah menjadi bagian penting bagi umat Islam yang memang mengharuskan orang-orang Islam untuk senantiasa bekerja. 2. Islam dan Globalisasi Pendidikan Globalisasi ditandai dengan kemajuan teknologi dan produksi. Kemajuan teknologi dan industri memberikan kemudahankemudahan dalam menyelenggarakan ibadah dan memberikan peluang besar dalam pendidikan untuk meningkatkan efektivitas proses belajar mengajar. Dan memang harus diakui bahwa teknologi sangat mendukung terciptanya proses belajar yang kondusif. Kemajuan teknologi ini kemudian telah
banyak dipergunakan di pendidikanpendidikan yang berbasis Islam seperti pondok pesantren. Pondok pesantren di Indonesia secara faktual telah berhubungan dan berkomunikasi dengan sistem nilai di luar dirinya tanpa dibatasi oleh streotipe kebudayaan. Hal ini terindikasi dengan penggunaan produk-produk global seperti televisi, komputer, internet, dan sebagainya. Penggunaan produk-produk global ini memang dirasa ada manfaat dan pengaruhnya bagi kehidupan pendidikan Islam seperti pondok pesantren dan cukup berarti bagi produktivitas pendidikannya. Dalam Muhtarom, Kiai Najib Suyuthi mengatakan bahwa tayangan televisi memberikan pengetahuan para santri ataupun guru-guru secara langsung, memperkaya informasi dan dapat mengembangkan semangat belajar. Pemakaian telepon memberikan kemudahan-kemudahan bagi pelajar maupun kelembagaan.8 3. Islam dan Modernisasi Pengertian yang mudah tentang modernisasi adalah pengertian yang identik dengan pengertian rasionalisasi. Dan hal itu berarti proses perombakan pola pikir dan tata kerja lama yang tidak rasional dan menggantinya denga pola pikir dan tata kerja baru yang lebih rasional. Kegunaannya ialah untuk memperoleh daya guna dan efisiensi yang maksimal. Hal itu dilakukan dengan menggunakan penemuan mutakhir manusia di bidang ilmu pengetahuan. Sedangkan ilmu pengetahuan merupakan pemikiran manusia terhadap hukumhukum obyektif yang menguasai alam, ideal, dan material sehingga alam ini berjalan menurut kepastian tertentu dan harmonis. Orang yang bertindak menurut ilmu pengetahuan (ilmiah) berarti ia bertindak menurut hukum alam yang berlaku. Oleh karena itu tidak melawan hukum alam malahan menggunakan hukum alam itu sendiri maka ia memperoleh daya guna yang tinggi. Jadi, sesuatu dapat disebut modern kalau ia bersifat rasional, ilmiah, dan bersesuaian dengan hukum-hukum yang berlaku dalam alam. 8
Muhtarom, Op Cit, hlm. 99
Volume 3 Nomor 1 Februari 2015
5
Sebagai contoh, sebuah mesin hitung termodern dibuat dengan rasionalitas yang maksimal menurut penemuan ilmiah yang terbaru dan karena itu persesuaiannya dengan hukum alam paling mendekati kesempurnaan. Madjid, Nurcholis dalam “Islam Kemodernan dan KeIndonesiaan” menyatakan bahwa bagi seorang muslim yang sepenuhnya meyakini kebenaran Islam sebagai way of life. Semua nilai dasar way of life yang menyeluruh itu tercantum dalam Kitab Suci Al Quran. Maka sebagai penganut way of life Islam dengan sendirinya juga menganut cara berpikir Islami. Demikianlah dalam menetapkan penilaian tentang modernisasi juga berorientasi pada nilainilai besar Islam.9 Dengan kata lain, modernisasi merupakan suatu keharusan, bahkan sebagai kewajiban mutlak. Modernisasi merupakan pelaksanaan perintah dan ajaran Tuhan Yang Maha Esa. Dan modernisasi yang dimaksudkan di sini ialah menurut pengertian di atas. Dengan demikian, bahwa jelaslah bahwa modernisasi yang berarti rasionalisasi untuk memperoleh daya guna dalam berpikir dan bekerja yang maksimal guna kebahagiaan umat manusia adalah perintah Tuhan yang imperatif dan mendasar. Modernisasi berarti berpikir dan bekerja menurut fitrah atau sunatullah yang haq. Sunatullah telah mengejawantahkan dirinya dalam hukum alam sehingga untuk dapat menjadi modern maka manusia harus mengerti terlebih dahulu hukum yang berlaku dalam alam itu (perintahTuhan). Pemahaman manusia terhadap hukumhukum alam melahirkan ilmu pengetahuan. Sehingga modern berarti ilmiah. Dan ilmu Pengetahuan diperoleh manusia melalui akal (rasionalnya) sehingga modern berarti Ilmiah berarti pula rasional. Maksud sikap rasional ialah memperoleh daya guna yang maksimal Untuk memanfaatkan alam ini bagi kebahagiaan manusia. Oleh karena manusia yang memiliki keterbatasan kemampuannya maka tidak dapat sekaligus mengerti seluruh alam ini, melainkan sedikit demi sedikit dari waktu ke waktu maka menjadi
modern adalah juga berarti progresif dan dinamis. Jadi tidak bertahan kepada sesuatu yang telah ada dan karena itu bersifat merombak dan melawan tradisitradisi yang tidak benar dan tidak sesuai dengan kenyataan yang ada dalam hukum alam, tidak rasional, tidak ilmiah sekali pun dipihak lain juga ada keharusan menerima dan meneruskan, kemudian mengembangkan warisan generasi sebelumnya yang mengandung nilai kebenaran. Maka sekali pun bersikap modern namun kemodernan bersifat relatif sebab terikat ruang dan waktu. Dengan demikian, tidak seorang pun manusia berhak mengklaim suatu kebenaran insani sebagai suatu kebenaran mutlak kemudian dengan sekuat tenaga mempertahankan kebenaran yang dianutnya dari setiap perombakan. Sebaliknya karena menyadari kerelatifan kemanusiaan maka setiap orang harus bersedia lapang dada menerima dan mendengarkan suatu kebenaran dari orang lain. Demikianlah modernitas yang nampaknya hanya mengandung kegunaan praktis yang langsung tapi pada hakikatnya mengandung arti yang lebih mendalam yaitu pendekatan kepada kebenaran mutlak. Dampak Globalisasi terhadap Pendidikan Pendidikan di sekolah pada masa lampau Guru sebagai pusat atau sumber utama dalam pendidikan. Bahkan sayling Wen menuturkan bahwa “guru mampu mempengaruhi pemikiran seorang siswa, cara pandangnya, dan perilakunya seumur hidup.” (Sayling Wen, 2003:100).10 Tetapi sejak globalisasi masuk ke Negara-negara dunia termasuk Indonesia, kedudukan guru bergeser. Guru tak lagi menjadi pusat dalam pendidikan. Kemajuan Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi telah membawa perubahan di hampir semua aspek kehidupan manusia dimana berbagai permasalahan hanya dapat dipecahkan kecuali dengan upaya penguasaan dan peningkatan ilmu pengetahuan dan teknologi. 1. Proses Belajar Mengajar Modern
10
9
Nurcholis Madjid, Islam Kemodernan dan ke-Indonesiaan. (Jakarta: Mizan, 1987), hlm. 177.
6
http://rendhi.wordpress.com/makalahpengaruh-globalisasi/ diakses tanggal 1 September 2014
TADBIR Jurnal Manajemen Pendidikan Islam ISSN
2338-6673 E ISSN 2442-8280
Di zaman yang berbeda-beda, tuntutan terhadap talenta dan spesialisasi individu juga berbeda-beda. Zaman agricultural adalah masa bekerja keras dan mencari nafkah lewat kerja fisik. Zaman industri menuntut standarisasi dan tidak menekankan kualitas dan talenta individual. Tetapi zaman internet, seperi sekarang ini, merupakan zaman untuk membebaskan kualitas-kualitas individu yang sering tertindas di zaman industri. Sehingga pendidikan perlu mengadakan sistem perubahan. Jika tidak, belajar di sekolah bisa menjadi upaya sia-sia tanpa maksud dan tujuan yang jelas. Untuk itu, revolusi-revolusi baru telah diterapkan dalam dunia pendidikan Indonesia, termasuk pengubahan kurikulum dari kurikulum 1994, guru sebagai pusat pembelajaran menjadi kurikulum berbasis kompetensi dan kurikulum satuan tingkat pendidikan dengan penerapan CBSA (cara belajar siswa aktif), yaitu siswa diikutsertakan dalam proses belajar mengajar. KTSP, dan sampai sekarang yaitu kurikulum 2013 dengan mengintegrasikan pendidikan karakter kedalamnya. 2. Siswa dituntut berperan aktif dalam proses belajar mengajar Dalam dunia pendidikan Indonesia, globalisasi membawa banyak dampak dan efek. Dampak tersebut tak hanya bersifat positif tapi juga berdampak negative. merubah pola pengajaran pada dunia pendidikan. Pengajaran yang bersifat klasikal berubah menjadi pengajaran yang berbasis teknologi baru seperti internet dan komputer. Apabila dulu, guru menulis dengan sebatang kapur, sesekali membuat gambar sederhana atau menggunakan suara-suara dan sarana sederhana lainnya untuk mengkomunikasikan pengetahuan dan informasi. Sekarang sudah ada computer. Sehingga tulisan, film, suara, music, gambar hidup, dapat digabungkan menjadi suatu proses komunikasi. 3. Penyampaian Materi dengan bantuan komputer Dalam fenomena balon atau pegas, dapat terlihat bahwa daya itu dapat mengubah bentuk sebuah objek. Dulu, ketika seorang guru berbicara tentang bagaimana daya dapat mengubah bentuk sebuah objek tanpa bantuan multimedia,
para siswa mungkin tidak langsung menangkapnya. Sang guru tentu akan menjelaskan dengan contoh-contoh, tetapi mendengar tak seefektif melihat. Levie (1975) dalam Arsyad (2005) yang membaca kembali hasil-hasil penelitian tentang belajar melalui stimulus kata, visual dan verbal menyimpulkan bahwa stimulus visual membuahkan hasil belajar yang lebih baik untuk tugas-tugas seperti mengingat, mengenali, mengingat kembali, dan menghubung-hubungkan fakta dengan konsep.11 a. Perubahan Corak Pendidikan Mulai longgarnya kekuatan kontrol pendidikan oleh negara. Tuntutan untuk berkompetisi dan tekanan institusi global, seperti IMF dan World Bank, mau atau tidak, membuat dunia politik dan pembuat kebijakan harus berkompromi untuk melakukan perubahan. Lahirnya UUD 1945 yang telah diamandemen, UU Sisdiknas, dan PP 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan (SNP) setidaknya telah membawa perubahan paradigma pendidikan dari corak sentralistis menjadi desentralistis. Sekolah-sekolah atau satuan pendidikan berhak mengatur kurikulumnya sendiri yang dianggap sesuai dengan karakteristik sekolahnya. b. Kemudahan Dalam Mengakses Informasi Dalam dunia pendidikan, teknologi hasil dari melambungnya globalisasi seperti internet dapat membantu siswa untuk mengakses berbagai informasi dan ilmu pengetahuan serta sharing riset antarsiswa terutama dengan mereka yang berjuauhan tempat tinggalnya. c. Pembelajaran Berorientasikan Kepada Siswa Dulu, kurikulum terutama didasarkan pada tingkat kemajuan sang guru. Tetapi sekarang, kurikulum didasarkan pada tingkat kemajuan siswa. KBK yang dicanangkan pemerintah tahun 2004 merupakan langkah awal pemerintah dalam 11
http://itha.wordpress.com/2007/09/12/globalisasidan-kebudayaan/ diakses tanggal 1 September 2014
Volume 3 Nomor 1 Februari 2015
7
mengikutsertakan secara aktif siswa terhadap pelajaran di kelas yang kemudian disusul dengan KTSP yang didasarkan pada tingkat satuan pendidikan. Di dalam kelas, siswa dituntut untuk aktif dalam proses belajar-mengajar. Dulu, hanya guru yang memegang otoritas kelas. Berpidato di depan kelas. Sedangkan siswa hanya mendengarkan dan mencatat. Tetapi sekarang siswa berhak mengungkapkan ide-idenya melalui presentasi. Disamping itu, siswa tidak hanya bisa menghafal tetapi juga mampu menemukan konsep-konsep, dan fakta sendiri. Masalah-Masalah Pendidikan Islam di Era Globalisasi12 1. Kualitas Pendidikan Dewasa ini globalisasi sudah mulai menjadi permasalahan aktual pendidikan.Globalisasi adalah proses integrasi internasional yang terjadi karena pertukaran pandangan politik, produk, pemikiran, dan aspek-aspek kebudayaan lainnya.13 Kemajuan infrastruktur transportasi dan telekomunikasi, termasuk kemunculan telegraf dan Internet, merupakan faktor utama dalam globalisasi yang semakin mendorong saling ketergantungan (interdependensi) aktivitas ekonomi dan budaya.14 Permasalahan globalisasi dalam bidang pendidikan terutama menyangkut output pendidikan. Seperti diketahui, di era globalisasi dewasa ini telah terjadi pergeseran paradigma tentang keunggulan suatu Negara, dari keunggulan komparatif (Comperative adventage) kepada keunggulan kompetitif (competitive advantage). Keunggulam komparatif bertumpu pada kekayaan sumber daya alam, sementara keunggulan kompetitif 12
http://rendhi.wordpress.com/makalahpengaruh-globalisasi/ diakses tanggal 1 September 2014 13 Albrow, Martin and Elizabeth King (eds.) Globalization, Knowledge and Society London: Sage. ISBN 978-0803983243 p. 8. "...all those processes by which the peoples of the world are incorporated into a single world society." (1990), hlm. 12. 14 Stever, H. Guyford "Science, Systems, and Society." Journal of Cybernetics, (1972) 2(3):1–3
8
bertumpu pada pemilikan sumber daya manusia (SDM) yang berkualitas artinya dalam konteks pergeseran paradigma keunggulan tersebut, pendidikan nasional akan menghadapi situasi kompetitif yang sangat tinggi, karena harus berhadapan dengan kekuatan pendidikan global. Hal ini berkaitan erat dengan kenyataan bahwa globalisasi justru melahirkan semangat cosmopolitantisme dimana anak-anak bangsa boleh jadi akan memilih sekolahsekolah di luar negeri sebagai tempat pendidikan mereka, terutama jika kondisi sekolah-sekolah di dalam negeri secara kompetitif under-quality (berkualitas rendah). 2. Profesionalisme Guru Salah satu komponen penting dalam kegiatan pendidikan dan proses pembelajaran adalah pendidik atau guru. Betapapun kemajuan taknologi telah menyediakan berbagai ragam alat bantu untuk meningkatkan efektifitas proses pembelajaran, namun posisi guru tidak sepenuhnya dapat tergantikan. Itu artinya guru merupakan variable penting bagi keberhasilan pendidikan. Menurut Suyanto, “guru memiliki peluang yang amat besar untuk mengubah kondisi seorang anak dari gelap gulita aksara menjadi seorang yang pintar dan lancar baca tulis yang kemudian akhirnya ia bisa menjadi tokoh kebanggaan komunitas dan bangsanya”. Tetapi segera ditambahkan: “guru yang demikian tentu bukan guru sembarang guru. Ia pasti memiliki profesionalisme yang tinggi, sehingga bisa “di ditiru”. Guru yang profesional adalah guru yang mampu mengejawantahkan seperangkat fungsi dan tugas keguruan dalam lapangan pendidikan dan latihan khusus dibidang pekerjaan yang mampu mengembangkan kekaryaannya itu secara ilmiah disamping mampu menekuni profesinya selama hidupnya.15 Itu artinya pekerjaan guru tidak bisa dijadikan sekedar sebagai usaha sambilan, atau pekerjaan sebagai moon-lighter (usaha objekan). Namun kenyataan dilapangan menunjukkan adanya guru 15
Imam Tholkhah dan A. Barizi, Membuka Jendela Pendidikan (mengurai akar tradisi dan integrasi keilmuan pendidikan Islam), (Jakarta: Rajawali Pers, 2004), hlm 223.
TADBIR Jurnal Manajemen Pendidikan Islam ISSN
2338-6673 E ISSN 2442-8280
terlebih guru honorer, yang tidak berasal dari pendidikan guru, dan mereka memasuki pekerjaan sebagai guru tanpa melalui system seleksi profesi. Singkatnya di dunia pendidikan nasional sangat banyak guru yang tidak profesioanal. Inilah salah satu permasalahan internal yang harus menjadi “pekerjaan rumah” bagi pendidikan nasional masa kini. 3. Kebudayaan (alkulturasi) Kebudayaan yaitu suatu hasil budi daya manusia baik bersifat material maupun mental spiritual dari bangsa itu sendiri ataupun dari bangsa lain. Suatu perkembangan kebudayaan dalam abad modern saat ini adalah tidak dapat terhindar dari pengaruh kebudayan bangsa lain. Kondisi demikian menyebabkan timbulnya proses alkulturasi yaitu pertukaran dan saling berbaurnya antara kebudayaan yang satu dengan yang lainnya. Dari sinilah terdapat tantangan bagi pendidikan-pendidikan islam yaitu dengan adanya alkulturasi tersebut maka akan mudah masuk pengaruh negatif bagi kebudayaan, moral dan akhlak anak. Oleh karena itu hal ini merupakan tantangan bagi pendidikan islam untuk memfilter budaya-budaya yang negatif yang diakibatkan oleh pengaruh budaya-budaya barat.16 4. Strategi Pembelajaran Menurut Suyanto era globalisasi dewasa ini mempunyai pengaruh yang sangat signifikan terhadap pola pembelajaran yang mampu memberdayakan para peserta didik. Tuntutan global telah mengubah paradigma pembelajaran dari paradigma pembelajaran tradisional ke paradigma pembelajaran baru. Suyanto menggambarkan paradigma pembelajaran sebagai berpusat pada guru, menggunakan media tunggal, berlangsung secara terisolasi, interaksi guru-murid berupa pemberian informasi dan pengajaran berbasis factual atau pengetahuan. metode adalah suatu cara, jalan, atau alat yang harus dilalui untuk mencapai tujuan pembelajaran. Sebagaimana yang disampaikan oleh Armai Arief bahwa metode berarti suatu cara yang harus dilalui untuk menyajikan
16
Arifin, Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta: Bumi Aksara,1994), hlm 19
bahan pelajaran agar tercapai tujuan pembelajaran.17 Dewasa ini terdapat tuntutan pergeseran paradigma pembelajaran dari model tradisional ke arah model baru, namun kenyataannya menunjukkan praktek pembelajaran lebih banyak menerapkan strategi pembelajaran tradisional dari pembelajaran baru. Hal ini agaknya berkaitan erat dengan rendahnya professionalisme guru. 5. Ilmu Pengetahuan dan Teknologi Sebagimana telah kita sadari bersama bahwa dampak positif dari pada kemajuan teknologi sampai kini, adalah bersifat fasilitatif (memudahkan). Teknologi menawarkan berbagai kesantaian dan ketenangan yang semangkin beragam. Dampak negatif dari teknologi moderen telah mulai menampakan diri di depan mata kita, yang pada prinsipnya melemahkan daya mental-spiritual/jiwa yang sedang tumbuh berkembang dalam berbagai bentuk penampilannya. Pengaruh negatif dari teknologi elektronik dan informatika dapat melemahkan fungsifungsi kejiwaan lainya seperti kecerdasan pikiran, ingatan, kemauan dan perasaan (emosi) diperlemah kemampuan aktualnya dengan alat-alat teknologi-elektronis dan informatika seperti Komputer, foto copy dan sebagainya.18 Alat-alat diatas dalam dunia pendidikan memang memiliki dua dampak yaitu dampak positif dan juga dampak negatif. Misalnya pada pelajaran bahasa asing anak didik tidak lagi harus mencari terjemah kata-kata asing dari kamus, tapi sudah bisa lewat komputer penerjemah atau hanya mengcopy lewat internet. Nah dari sinilah nampak jelas bahwa pengaruh teknologi dan informasi memiliki dampak positif dan negatif 6. Krisis moral Melalui tayangan acara-acara di media elektronik dan media massa lainnya, yang menyuguhkan pergaulan bebas, sex bebas, konsumsi alkohol dan narkotika, perselingkuhan, pornografi, kekerasan, liar dan lain-lain. Hal ini akan berimbas pada 17
Armai Arief., Pengantar Ilmu Dan Metodologi Pendidikan Islam (Jakarta: PT. Intermasa, 2002), hlm. 40 18 Arifin, Kapita Selekta Pendidikan, (Jakarta: Bumi Aksara, 1991), hlm 36
Volume 3 Nomor 1 Februari 2015
9
perbuatan negatif generasi muda seperti tawuran, pemerkosaan, hamil di luar nikah, penjambretan, pencopetan, penodongan, pembunuhan oleh pelajar, malas belajar dan tidak punya integritas dan krisis akhlaq lainnya. 7. Krisis kepribadian Dengan kemajuan teknologi dan ilmu pengetahuan di suatu negara yang menyuguhkan kemudahan, kenikmatan dan kemewahan akan menggoda kepribadian seseorang. Nilai kejujuran, kesederhanaan, kesopanan, kepedulian sosial akan terkikis . Untuk ini sangat mutlak diperlukan bekal pendidikan agama, agar kelak dewasa akan tidak menjadi manusia yang berkepribadian rendah, melakuan korupsi, kolusi dan nepotisme , melakukan kejahatan intelektual, merusak alam untuk kepentingan pribadi, menyerang kelompok yang tidak sepaham, percaya perdukunan, menjadi budak setan dan lain-lain. Faktor pendorong adanya tantangan di atas dikarenakan longgarnya pegangan terhadap agama dengan mengedepankan ilmu pengetahuan, kurang efektifnya pembinaan moral yang dilakukan oleh kepala rumah tangga yaitu dengan keteladanan dan pembiasaan, derasnya arus informasi budaya negatif global diantaranya, hedonisme, sekulerisme, purnografi dan lain-lain, Selain adanya hambatan akibat dampak negatif era global juga terdapat tantangan pendidikan agama Islam untuk membekali generasi muda mempunyai kesiapan dalam persaingan. Kesiapan itu Deliar Noer memberikan ilustrasi ciri-ciri manusia yang hidup di jaman global adalah masyarakat informasi yang merupakan kelanjutan dari manusia modern dengan sifatnya yang rasional, berorientasi ke depan, terbuka, menghargai waktu, kreatif, mandiri dan inovatif juga mampu bersaing serta menguasai berbagai metode dalam memecahkan masalah . Dengan demikian pendidikan agama Islam dituntut untuk mampu membekali peserta didik moral, kepribadian, kualitas dan kedewasaan hidup guna menjalani kehidupan bangsa yang multi cultural, yang sedang dilanda krisis ekonomi agar dapat hidup damai dalam komunitas dunia di era globalisasi.19 19
10
Kesimpulan Pendidikan merupakan aktivitas yang diorientasikan kepada pengembangan individu manusia secara optimal. Setiap kehidupan tidak bisa lepas dari pendidikan. Dan pendidikan sifatnya dinamis berubahubah sesuai dengan tuntunan zaman. Maka dari itu manusia sebagai subyek pendidikan tentunya harus bersikap profesional terhadap pendidikan ditengah derasnya arus globalisasi ini. Terlebih umat Islam karena islam adalah agama rahmatal lil alamin (Solihun fii kulli zaman wal makan). Sedangkan tujuan dari pendidikan Islam itu sendiri adalah terwujudnya menusia sempurna. Globalisasi mengandung arti terintegrasinya kehidupan nasional ke dalam kehidupan global. Bila dikaitkan dalam bidang pendidikan, globalisasi pendidikan berarti terintegrasinya pendidikan nasional ke dalam pendidikan dunia. Jadi dapat kita pahami bahwasanya maksud dari pendidikan Islam di era globalisasi ialah bagaimana pendidikan Islam itu mampu menghadapi perubahanperubahan di segala aspek kehidupan yang penuh dengan tantangan yang harus dihadapi dengan pendidikan yang lebih baik lagi. Daftar Pustaka Albrow, Martin and Elizabeth King (eds.) Globalization, Knowledge and Society London: Sage. ISBN 9780803983243 p. 8. "...all those processes by which the peoples of the world are incorporated into a single world society." (1990) Arifin, Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta: Bumi Aksara,1994) Arifin, Kapita Selekta Pendidikan, (Jakarta: Bumi Aksara, 1991) http://itha.wordpress.com/2007/09/12/globalis asi-dan-kebudayaan/ http://rendhi.wordpress.com/makalahpengaruh-globalisasi/ http://rendhi.wordpress.com/makalahpengaruh-globalisasi/
Ibid, hlm. 36
TADBIR Jurnal Manajemen Pendidikan Islam ISSN
2338-6673 E ISSN 2442-8280
Imam Tholkhah dan A. Barizi, Membuka Jendela Pendidikan (mengurai akar tradisi dan integrasi keilmuan pendidikan Islam), (Jakarta: Rajawali Pers, 2004) Kurtz, Lester, Gods in the Global Village, (Pine Force Press California, 1995) Latief, Dochak, Pembangunan Ekonomi dan Kebijakan Ekonomi Globalisasi. (Surakarta: Muhammadiyah University Press, 2003) Mastuhu, Memberdayakan Sistem Pendidikan Islam. (Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1999) Muhtarom, Reproduksi Ulama di Era Globalisasi. (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2005) Nurcholis Madjid, Islam Kemodernan dan keIndonesiaan. (Jakarta: Mizan, 1987) Paul
Hirst dan Grahame Thompson, Globalization in Question. Terj.P. Sumitro. Globalisasi adalah Mitos. (Jakarta : Penerbit Yayasan Obor Indonesia, 2001)
Stever, H. Guyford "Science, Systems, and Society." Journal of Cybernetics, (1972) Tafsir Ahmad, Ilmu Pendidikan Perspektif Islam, (Bandung : Remaja Rosdakarya, 2005) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas), (Jakarta: PT Armas Duta Jaya).
Volume 3 Nomor 1 Februari 2015
11