1
BAB I PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang Pada paradigma kehutanan sosial, masyarakat diikutsertakan dan
dilibatkan sebagai stakeholder dalam pengelolaan hutan, bukan hanya sebagai seorang buruh melainkan sebagai mitra yang bekerjasama sehingga masyarakat sekitar hutan juga mampu merasakan manfaat dari hutan yang berada di sekelilingnya, baik dari aspek ekologi, sosial dan ekonomi. Wiersum (1990) dalam Rahayu (1997) mengatakan bahwa social forestry mulai diperkenalkan pada tahun 1976 di India dengan tujuan untuk memungkinkan pemenuhan kebutuhan masyarakat akan hasil hutan dari kawasan hutan.
Salah satu upaya yang dilakukan Perhutani dalam mengaplikasikan paradigma sosial forestry dan untuk mengatasi konflik sosial ekonomi adalah dengan menerapkan sistem Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat (PHBM). Dasar implementasi PHBM pada awalnya adalah SK Dewan Pengawas Perum Perhutani No. 136/KPTS/DIR/2001. Setelah beberapa tahun berjalan SK tersebut diganti dengan surat keputusan baru untuk memperbaiki sistem PHBM. Pertama adalah SK Direksi Perum Perhutani No. 268/KPTS/DIR/2007 tentang pedoman pelaksanaan PHBM Plus dan yang paling baru adalah SK Direksi Perum Perhutani No. 682/KPTS/Dir/2009 tentang PHBM. Menurut SK Direksi Perum Perhutani No. 628/KPTS/DIR/2009, PHBM adalah suatu sistem pengelolaan sumberdaya hutan yang dilakukan bersama oleh Perum Perhutani dan masyarakat
2
desa hutan dan atau Perum Perhutani dan masyarakat desa hutan dengan pihak lain yang berkepentingan (stakeholder) dengan jiwa berbagi, sehingga kepentingan bersama untuk mencapai keberlanjutan fungsi dan manfaat sumberdaya hutan dapat diwujudkan secara optimal dan proporsional.
Menurut Badan Pusat Statistik (BPS) jumlah penduduk miskin (penduduk yang berada di bawah garis kemiskinan) di Jawa Tengah pada Maret 2012 mencapai 4,977 juta orang (15,34%) dengan rincian penduduk miskin di daerah pedesaan 2,976 juta orang (59,79% dari total jumlah penduduk miskin). Penduduk miskin di pedesaan, biasanya berada pada daerah yang terisolir dengan keadaaan alam yang kurang menguntungkan, misalnya di daerah sekitar hutan sehingga masyarakat desa di sekitar hutan diberi kesempatan untuk berperan secara aktif dalam pengelolaan hutan dengan sistem PHBM oleh Perhutani sejak tahun 2001. Keterlibatan aktif masyarakat dimulai dengan terjalinnya kerjasama antara Perum Perhutani dengan Lembaga Masyarakat Desa Hutan (LMDH). Adanya LMDH diharapkan adanya partisipasi masyarakat sehingga terwujudnya keberhasilan PHBM. Anggota LMDH menyadari dengan terbangunnya sistem PHBM memperoleh manfaat seperti : ekonomi dengan memanfaatkan lahan yang ada untuk penanaman pertanian pangan dan Hijauan Pakan Ternak (HPT). Manfaat dari aspek kelembagaan, dengan membentuk LMDH secara sosial dapat meningkatkan kapasitas masyarakat dan berinteraksi sesama anggota kelompok dalam pengelolaan hutan, dari aspek ekologi dapat berperan memperbaiki kualitas lingkungan.
3
Keberhasilan sistem PHBM didukung oleh keberadaan banyaknya LMDH. Menurut SK Direksi Perum Perhutani No. 628/KPTS/DIR/2009, evaluasi pelaksanaan PHBM dilaksanakan secara periodik oleh administrator/KKPH pada bulan Maret – April, sedangkan evaluasi oleh unit pada bulan Mei – Juli dan oleh Direksi pada bulan Agustus – Oktober. Untuk lingkup Dinas Kehutanan Propinsi Jawa Tengah juga telah mengeluarkan SK Kepala Dinas Kehutanan Jawa Tengah No.188.4/663 tentang pedoman monitoring dan evaluasi.
Pedoman monitoring dan evaluasi dari Perhutani maupun dari Dinas Kehutanan Propinsi Jawa Tengah pada dasarnya datang dari pengambil kebijakan dan diharapkan mampu diimplementasikan pada keseluruhan persoalan hutan dalam sistem PHBM. Pada tataran ini, sangat dimungkinkan bahwa semua objek materi yang dinilai tidak relevan di lapangan atau banyak keragaman masalah yang terjadi lapangan tidak bisa terwadahi. Oleh karena itu diperlukan kriteria dan indikator yang dipahami dan disepakati oleh berbagai pihak untuk menetapkan kriteria, indikator, dan pedoman monitoring evaluasi berbasis partisipatif.
LMDH Karya Lestari Desa Glandang berdiri pada tanggal 16 Juli 2004 telah menunjukkan keaktifannya dengan melakukan berbagai kegiatan sejak LMDH tersebut berdiri yaitu budidaya korobengok, budidaya nilam, penanaman tebu, budidaya empon-empon, pelatihan manajemen organisasi, patroli bersama dengan Perhutani, pembuatan pusat informasi dan sebagainya. Luas kawasan Hutan Pangkuan Desa (HPD) LMDH Karya Lestari kurang lebih 744,1 hektar.
4
Evaluasi partisipatif keberlangsungan sumberdaya hutan di LMDH Karya Lestari dilakukan pertama kali pada tahun 2006 dengan konsep pendampingan oleh Tim Pusat Kajian Hutan Rakyat (PKHR) Fakultas Kehutanan UGM. Seperti halnya dalam evaluasi dari pihak Perhutani yang dilakukan secara berkala, evaluasi partisipatif pun lebih baik jika dilakukan secara berkala. Tujuan evaluasi secara berkala adalah untuk mengetahui kemajuan atau kemunduran dan masalah yang terjadi di lapangan, sehingga dapat dengan cepat dan tepat dalam mengambil kebijakan untuk menyelesaikan masalah. Pada evaluasi partisipatif yang dilakukan pada tahun 2006, terdapat beberapa aspek yang dinilai yaitu aspek ekologi, kelembagaan, sosial dan ekonomi. Nilai yang diperoleh adalah 0,72 untuk aspek ekologi; 2,18 untuk aspek kelembagaan; 0,13 untuk aspek ekonomi dan 0,52 untuk aspek sosial. Total nilai yang diperoleh adalah 3,55 sementara nilai tertinggi atau nilai ideal adalah 5 dan nilai terendahnya adalah 0, sehingga upaya yang harus dilakukan oleh masyarakat untuk mengejar ketertinggalan nilainya adalah 1,45. Nilai 3,55 menurut Awang, dkk (2008) menunjukkan keadaan yang cukup baik.
Dalam penelitian ini, akan dilakukan evaluasi secara partisipatif dengan 4 aspek yang akan dinilai, yaitu aspek ekologi, kelembagaan, ekonomi dan sosial dengan mengacu pada model evaluasi partisipatif tahun 2006. Menurut Awang, dkk (2008) evaluasi partisipatif adalah memberikan penilaian terhadap hasil kerja dari sebuah program atau proyek yang dilaksanakan secara multi pihak. Evaluasi dilakukan untuk mengetahui respon, hasil dan dampak yang ditimbulkan dari pelaksanaan sebuah program atau proyek. Penilaian terhadap kinerja sebuah
5
program atau proyek ini dilakukan secara partisipatif oleh kelompok yang menjadi sasaran pelaksanaan program atau proyek tersebut.
1.2.
Rumusan Masalah LMDH Karya Lestari telah melakukan evaluasi partisipatif pada tahun
2006 dengan menggunakan model evaluasi partisipatif yang juga telah disusun secara partisipatif pada tahun 2006. Evaluasi partisipatif perlu diadakan secara berkala untuk mengetahui kemajuan dan atau kemunduran pengelolaan hutan pangkuan desa LMDH Karya Lestari. Berangkat dari pemahaman tersebut, maka fokus penelitian ini untuk mengetahui bagaimana kondisi pengelolaan sumberdaya hutan di Desa Glandang berdasarkan aspek ekologi, kelembagaan, ekonomi, dan sosial dengan menggunakan pendekatan partisipatif dan membandingkan hasil evaluasi partisipatif pada tahun 2006. 1.3.
Tujuan Penelitian Penelitian
ini
bertujuan
untuk
mengetahui
kondisi
pengelolaan
sumberdaya hutan di Desa Glandang berdasarkan aspek ekologi, kelembagaan, ekonomi, dan sosial dengan menggunakan pendekatan partisipatif dan membandingkan hasil evaluasi partisipatif pada tahun 2006. 1.4.
Manfaat Penelitian Manfaat penelitian ini antara lain :
1.
Memberikan sumbangan pemikiran tentang implementasi model evaluasi kelestarian hutan berbasis partisipatif para pihak.
6
2.
Sebagai pustaka dan referensi tertulis bagi pengambil keputusan oleh pemerintah, swasta, masyarakat, LSM, akademisi dalam konteks evaluasi partisipatif untuk keberlanjutan pengelolaan sumberdaya hutan dalam sistem PHBM.