BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Seiring dengan meningkatnya pembangunan aspek ekonomi tentunya tidak lepas dari faktor pendanaan untuk membiayai suatu aktivitas ekonomi dalam suatu usaha. Dana merupakan salah satu faktor yang sangat dibutuhkan untuk memajukan pembangunan. Adanya peningkatan aktivitas ekonomi maka diperlukan penyediaan sumber-sumber pendanaan. Salah satu sumber pendanaan yang umum dikenal masyarakat yaitu lembaga perbankan sebagai suatu lembaga yang ditunjuk oleh Undang-Undang untuk bertindak sebagai lembaga keuangan yang diperkenankan melakukan penyaluran kredit. Bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkan kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan/atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup orang banyak. Dalam perkembangan jaman yang semakin maju menyebabkan manusia semakin banyak kebutuhan yang ingin dicapai dalam hidupnya, sedangkan kemampuan untuk memenuhi sesuatu yang diinginkan sangat terbatas sehingga manusia membutuhkan bantuan untuk memenuhi keinginannya.1Setiap orang atau badan usaha yang berusaha meningkatkan kebutuhan konsumtif maupun produktif sangat membutuhkan pendanaan dari bank. Seperti yang sering ditemui dalam hal 1
Gunawan Widjaja dan Kartini Mulyadi, 2003, Jual Beli Seri Hukum Perikatan, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta, h. 2.
manusia yang mempunyai keinginan untuk memenuhi kebutuhan primer salah satunya rumah, maka manusia memerlukan bantuan dari bank dalam bentuk tambahan modal, inilah yang disebut dengan kredit.2 Rumah merupakan salah satu kebutuhan yang harus terpenuhi, dengan terpenuhinya kebutuhan papan maka dapat meningkatkan kesejahteraan keluarga. Sesuai dengan tujuan masyarakat yang hendak dicapai untuk memenuhi kebutuhan papan, pemerintah menyediakan dan menyelenggarakan program kredit perumahan bagi masyarakat. Menurut Pasal 1 angka 11 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan menyatakan “kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjammeminjam antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi utangnya setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga”. Dengan pemberian kredit inilah maka keinginan masyarakat dapat terpenuhi sehingga kesejahteraan masyarakat meningkat. Bank sebagai lembaga keuangan memiliki fungsi dan peranan yang sangat penting karena dalam posisinya tersebut masyarakat, perorangan, atau badan usaha memiliki kesempatan untuk mengalokasikan penghasilan maupun penambahan modal. Tujuan perbankan Indonesia yaitu menunjang pelaksanaan pembangunan nasional dalam rangka meningkatkan pemerataan, pertumbuhan ekonomi dan peningkatan kesejahteraan rakyat banyak. Fungsi utama perbankan 2
Hermansyah, 2003, Hukum Perbankan Indonesia, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, h. 60. (selanjutnya disebut Hermansyah I)
Indonesia selain menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan juga menyalurkan dana dalam bentuk pemberian kredit. Pada prinsipnya bank merupakan penghimpun dana dari masyarakat yang bisa dalam bentuk simpanan berupa giro, deposito, sertifikat deposito, tabungan dan bentuk lain yang dipersamakan dengan itu. Dalam praktik perbankan nasabah ada 2 (dua) macam, yaitu nasabah penyimpan dan nasabah debitur. Nasabah penyimpan adalah nasabah yang menempatkan dananya di bank dalam bentuk simpanan berdasarkan perjanjian bank dengan nasabah yang bersangkutan. Sedangkan nasabah debitur adalah nasabah yang memperoleh fasilitas kredit atau pembiayaan berdasarkan perjanjian bank dengan nasabah yang bersangkutan. Dalam pemberian kredit kepada nasabah debitur banyak hal yang harus diperhatikan. Selain adanya kepercayaan dari pihak Bank terhadap debitur, juga harus memperhatikan kondisi pribadi debitur dalam memberikan kredit kepada debitur.Analisis bank terhadap calon nasabah debitur dilakukan terhadap aspek yang dikenal dalam dunia perbankan sebagai “the five C’s Of Credit” yaitu character, capacity, capital,
conditions, dan collateral” sebagaimana
diisyaratkan Pasal 8 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan.3 Bagi masyarakat yang membutuhkan kredit harus memenuhi syarat-syarat untuk memperoleh kredit bank, dimana setiap tindakan para pihak dalam memperoleh dan pelaksanaan perjanjian kredit tersebut harus dilandasi dengan
3
M. Bahsan, 2003, Pengantar Analisis Kredit Perbankan Indonesia, CV. Rejeki Agung, Jakarta, h. 5.
itikad yang baik, kepatutan dan kebiasaan untuk kepentingan bersama. Dalam memberikan kredit tersebut bank membuat perjanjian kredit dengan penerima kredit demi kepentingan keamanan dalam penyaluran kredit bersangkutan. Mengenai perjanjian kredit dalam Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan dan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata) mengenai pengaturan perjanjian kredit harus dibuat secara tertulis maupun lisan, namun pada umunya dalam setiap bank adalah setiap debitur yang meminjam uang di Bank harus mengajukan permohonan kredit yang diajukan secara tertulis kepada pihak Bank.4 Secara yuridis formal ada jenis perjanjian kredit atau pengikatan kredit yang digunakan oleh bank dalam menyalurkan kreditnya, yaitu dengan perjanjian kredit di bawah tangan, dalam hal ini hanya dibuat diantara kreditur dengan debitur. Selain itu juga perjanjian kredit yang dibuat oleh dan dihadapan notaris, dalam hal ini perjanjian pemberian kredit dibuat oleh dan di hadapan notaris. Debitur yang ingin mendapatkan kredit dari bank maka telah melakukan kesepakatan dengan pihak bank, dimana debitur menyetujui perjanjian kredit yang telah ditentukan. Dalam prakteknya, bentuk dan materi perjanjian kredit antara satu bank dengan bank yang lainnya tidak sama, hal ini disesuaikan dengan kebutuhan masing-masing bank dan disesuaikan dengan jenis kreditnya. Kredit yang diberikan oleh bank mengandung resiko sehingga dalam pelaksanaannya harus
4
Ibid, h. 68.
memperhatikan asas-asas pekreditan yang sehat. Guna mengurangi resiko dalam pemberian kredit maka diperlukan barang jaminan untuk menjamin kredit. Perjanjian kredit berfungsi sebagai perjanjian pengikatan jaminan, sebagai alat bukti mengenai batasan-batasan hak dan kewajiban diantara kreditur dengan debitur, dan sebagai alat untuk melakukan monitoring kredit. PT. Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk merupakan lembaga perbankan didirikan pada tahun 1897 yang melaksanakan fungsi perbankan Indonesia yaitu menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan berupa giro, deposito, sertifikat deposito, tabungan, dan bentuk lain yang dipersamakan dengan itu dan memberikan fasilitas kredit kepada masyarakat baik perorangan maupun badan usaha yang membutuhkan bantuan tambahan modal (kredit). Sebagai bank yang berfokus pada pembiayaan perumahan, PT. Bank Tabungan Negara (BTN) berkeinginan untuk membantu masyarakat dalam mewujudkan impian masyarakat untuk memiliki rumah idaman. Keinginan tersebut diwujudkan dengan menyediakan beragam produk terutama melalui Kredit Pemilikan Rumah (KPR), maka masyarakat Indonesia dapat memiliki rumah yang memadai dan layak sehingga hidupnya lebih tentram dan sejahtera.5 KPR adalah salah satu bentuk kredit yang diberikan oleh bank kepada debitur untuk digunakan membeli rumah guna dimiliki dan dihuni atau dipergunakan sendiri. Masyarakat yang ingin memiliki rumah namun tidak mempunyai biaya dapat memanfaatkan fasilitas kredit yang diberikan oleh Bank BTN dengan mengadakan perjanjian KPR.
5
Sutarno, 2003, Aspek-aspek Hukum Pekreditan Pada Bank, Alfabeta, Bandung, h.1.
Dalam hal pemberian kredit kepada debitur, maka pihak Bank sebagai kreditur melakukan perjanjian kredit dengan pihak debitur. Perjanjian kredit yang telah dibuat oleh bank dengan debitur akan mengikat kedua belah pihak selayaknya Undang-Undang. Terjadinya perjanjian kredit bank adalah sejak ditandatanganinya perjanjian antara pihak Bank dengan debitur, maka timbullah hak dan kewajiban diantara para pihak yang melakukan perjanjian kredit tersebut. Pemberian kredit KPR diberikan kepada masyarakat yang memerlukan kebutuhan di bidang papan yang untuk kepentingan pribadi maupun keluarga atau rumah tangga. Sering dijumpai dalam kehidupan sehari-hari seperti halnya pada daerah Kota Denpasar terjadinya sewa menyewa rumah yang diperoleh melalui fasilitas KPR-BTN. Dalam hal ini pihak pembeli yang masih terikat perjanjian kredit menyewakan rumahnya kepada pihak lain, dimana rumah tersebut diperoleh melalui fasilitas KPR-BTN. Berdasarkan uraian dari permasalahan tersebut, maka penulis melakukan penelitian yang berjudul “Pelaksanaan Sewa Menyewa Rumah yang Diperoleh Melalui Fasilitas Kredit Pemilikan Rumah Bank Tabungan Negara”.
1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah diatas, maka permasalahan yang akan dikaji dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : 1.2.1 Apakah dibolehkan rumah yang diperoleh melalui fasilitas KPRBTN disewakan pada pihak lain?
1.2.2 Bagaimana akibat hukum apabila rumah dengan fasilitas KPRBTN disewakan pada pihak lain?
1.3 Ruang Lingkup Masalah Untuk menghindari dalam penafsiran dan untuk mengarahkan tujuan serta memperoleh gambaran yang jelas dari skripsi ini, maka penulis merasa perlu memberikan batasan-batasan yang jelas dari judul penelitian ini yaitu mengenai sewa menyewa rumah yang diperoleh melalui fasilitas KPR-BTN serta akibat hukum apabila rumah dengan fasilitas KPR-BTN disewakan pada pihak lain.
1.4 Orisinalitas Penelitian Penulis menyatakan bahwa sesungguhnya penelitian yang berjudul “Praktek Sewa Menyewa Rumah Yang Diperoleh Melalui Fasilitas KPR-BTN” ini merupakan hasil pemikiran asli penulis. Beberapa penelitian terdahulu dengan jenis yang sama yang ada dalam perpustakaan skripsi dan internet diantaranya: 1. Pertanggungjawaban Debitur Atas Hilangnya Benda Jaminan yang Diikat Secara Fidusia Dalam Perjanjian Kredit Pada PT. BPR Desa Sanur oleh I Wayan Suatmaja Mimba, Universitas Udayana. Dengan rumusan masalah sebagai berikut :
a. Bagaimanakah tanggung jawab debitur terhadap benda jaminan yang hilang atau musnah dalam suatu perjanjian kredit pada PT. BPR Desa Sanur? b. Upaya-upaya hukum apakah yang dilakukan oleh kreditur atas hilangnya benda jaminan debitur dalam perjanjian kredit pada PT. BPR Desa Sanur? 2. Risiko Hukum Yang Terjadi Di Dalam Perjanjian Kredit Bank Dalam Kaitannya Dengan Perlindungan Konsumen oleh Denggan Mauli Tobing, Universitas Sumatera Utara. Dengan rumusan masalah sebagai berikut : a. Apa saja risiko yang timbul dalam perjanjian kredit bank? b. Apa saja upaya-upaya perlindungan bagi nasabah dari risiko yang timbul dalam perjanjian kredit bank?
1.5 Tujuan Penelitian 1.5.1 Tujuan Umum Secara umum yang menjadi tujuan penelitian ini adalah untuk mengembangkan ilmu hukum terkait dan memperluas pengetahuan di bidang Hukum Perdata sehingga dapat memahami, khususnya Hukum Perbankan.
1.5.2 Tujuan Khusus Berdasarkan tujuan umum tersebut diatas, penelitian ini dilaksanakan untuk mencapai tujuan yang bersifat khusus, yaitu : 1.
Untuk memahami serta mengetahui sewa menyewa rumah yang diperoleh melalui fasilitas KPR-BTN.
2.
Untuk memahami serta menganalisis akibat hukum apabila rumah dengan fasilitas KPR-BTN disewakan pada pihak lain.
3.
Untuk memperoleh ilmu pengetahuan dan pengalaman bagi penulis dalam masalah praktek sewa menyewa rumah yang diperoleh melalui KPR-BTN.
1.6 Manfaat Penelitian 1.6.1 Manfaat Teoritis 1.
Untuk menambah wawasan dan pengetahuan sekaligus sebagai sumbangan ilmu di bidang Hukum Perdata, khususnya Hukum Perbankan dalam materi mengenai sewa menyewa rumah yang diperoleh melalui fasilitas KPR-BTN dan akibat hukum apabila rumah dengan
fasilitas
KPR-BTN disewakan pada pihak
lainsehingga dapat membantu mempersiapkan diri sebagai generasi penerus bangsa yang berwawasan dan bercita-cita tinggi. 2.
Untuk memperluas pengetahuan mengenai adanya akibat hukum apabila rumah dengan fasilitas KPR-BTN disewakan pada pihak lain.
1.6.2 Manfaat Praktis 1.
Memperluas pengetahuan mengenai sewa menyewa rumah dengan fasilitas KPR-BTN.
2.
Kiranya dapat membantu masyarakat jika suatu saat dihadapkan pada kasus serupa yang berkaitan dengan sewa menyewa rumah dengan fasilitas KPR-BTN serta mengetahui akibat hukum apabila rumah fasilitas KPR-BTN disewakan pada pihak lain.
1.7 Landasan Teoritis Sehubungan dengan permasalahan yang diajukan maka dipandang perlu membahas atau mengajukan landasan teoritis. Landasan teoritis itu tiada lain dimaksudkan untuk dapat memberikan landasan-landasan teori terhadap permasalahan yang diajukan. Bank merupakan lembaga keuangan yang menghimpun dana dari masyarakat dan memberikan fasilitas kredit kepada masyarakat. Menurut Pasal 1 angka 2 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan menyatakan Bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan mnyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan atau bentuk- bentuklainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak. Dalam intruksi Presidium Kabinet Nomor 15/EKA/10/96, yang berisi intruksi kepada bank bahwa dalam memberikan kredit bentuk apapun, bank-bank wajib mempergunakan “akad perjanjian kredit”.
Muchdarsyah Sinungan mengatakan bahwa “kredit
adalah suatu
pemberian prestasi oleh suatu pihak kepada pihak lain dan prestasi itu akan dikembalikan lagi pada suatu masa tertentu akan datang disertai dengan suatu kontaprestasi berupa bunga”.6 Menurut Raymont P. Kent mengatakan “kredit adalah hak untuk menerima pembayaran pada waktu yang diminta, pada waktu yang akan datang, karena penyerahan barang-barang sekarang”.7 Kredit yang diberikan oleh bank kepada debitur didasarkan pada perjanjian, dan oleh karenanya perjanjian pemberian kredit tersebut disebut dengan perjanjian kredit. Abdulkadir Muhammad menyatakan perjanjian adalah suatu persetujuan dengan mana dua orang atau lebih mengikatkan diri untuk melaksanakan suatu hal.8 Menurut Pasal 1313 KUHPerdata, perjanjian adalah suatu perbuatan dimana satu orang atau lebih mengikatkan diri terhadap satu orang atau lebih. Dalam pelaksanaan perjanjian pada umumnya harus dapat memenuhi persyaratan sahnya perjanjian yang diatur dalam Pasal 1320 KUHPerdata, yang menentukan 4 (empat) syarat yairu : 1. Kesepakatan para pihak yang membuat perjanjian (consensus) 2. Kecakapan para pihak untuk membuat perjanjian (capacity) 3. Adanya obyek tertentu (a certain subject matter) 4. Adanya suatu sebab yang halal (legal cause)
6
Muchdarsyah Sinungan, 1987, Dasar-Dasar Teknik Managemen Kredit, Bima Aksara, Jakarta, h. 11. 7 Malayu S.P. Hasibuan, 1997, Manajemen Perbankan, Gunung Agung, Jakarta, h. 92. 8 Abdulkadir Muhammad, 1992, Hukum Perikatan, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, h.78. (selanjutnya disebut Abdulkadir Muhammad I)
Salah satu dasar bagi bank mengenai keharusan adanya suatu perjanjian kredit adalah ketentuan dalam Pasal 1 angka 11 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan menyatakan kredit diberikan berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam meminjam antara bank dengan pihak lain. Perjanjian kredit perlu mendapatkan perhatian khusus dari bank sebagai kreditur maupun nasabah sebagai debitur, karena perjanjian kredit mempunyai fungsi yang sangat penting dalam pemberian kredit. Berdasarkan Pasal 1 angka 3 Rancangan Undang-Undang tentang Perkreditan Perbankan telah ditentukan perjanjian kredit adalah : “persetujuan dan/atau kesepakatan yang dibuat bersama antara kreditur dan debitur atas sejumlah kredit dengan kondisi yang telah diperjanjikan, hal mana pihak debitur wajib untuk mengembalikan kredit yang telah diterima dalam jangka waktu tertentu disertai bunga dan biaya-biaya yang disepakati”. 9 Unsur-unsur yang terkandung dalam perjanjian kredit antara lain : -
Adanya persetujuan dan/atau kesepakatan
-
Dibuat bersama antara kreditur dan debitur
-
Adanya kewajiban debitur yaitu mengembalikan kredit yang telah diterimanya, membayar bunga dan biaya lain-lain.
Menurut Pasal 1 angka 11 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan menyatakan “kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam-
9
Salim HS, 2006, Perkembangan Hukum Kontrak Diluar KUHPerdata, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, h. 77-78. (selanjutnya disebut Salim HS I)
meminjam antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi utangnya setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga”. Dalam praktiknya substansi kontrak telah disiapkan oleh bank, nasabah debitur tinggal menyetujui dan menandatangani perjanjian kredit tersebut. Perjanjian kredit yang telah dibuat oleh bank dengan debitur mengikat kedua belah pihak seperti layaknya Undang-Undang sebagaimana ditentukan dalam Pasal 1338 ayat (1) KUHPerdata yang menyebutkan bahwa “semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya”. Kredit yang diberikan oleh bank mengandung resiko, sehingga dalam pelaksanaannya bank harus memperhatikan asas-asas pekreditan yang sehat yaitu : 1. Bank tidak diperkenankan memberikan kredit tanpa surat perjanjian tertulis; 2. Bank tidak diperkenankan memberikan kredit kepada usaha yang sejak semula telah diperhitungkan kurang sehat dan akan memberikan kerugian; 3. Bank tidak diperkenankan memberikan kredit untuk pembelian saham dan modal kerja dalam rangka kegiatan jual beli saham; 4. Bank tidak diperkenankan memberikan kredit melampaui batas maksimum pemberian kredit.10 Menurut R. Subekti menyebutkan bahwa suatu perjanjian adalah peristiwa dimana seorang berjanji kepada orang lain untuk melaksanakan suatu hal.11 10
Djumhana Muhammad, 2000, Hukum Perbankan Indonesia, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, h. 392.
Makna dari pengertian perjanjian tersebut juga dinyatakan oleh Sudikno Mertokusumo, yang dimaksud perjanjian adalah hubungan hukum antara dua pihak atau lebih berdasarkan kata sepakat untuk menimbulkan akibat hukum.12 Suatu perjanjian dapat terlaksana dengan baik apabila para pihak telah memenuhi prestasinya seperti yang telah diperjanjikan berdasarkan kesepakatan dan kehendak tanpa ada pihak yang dirugikan. Terkadang perjanjian tersebut tidak terlaksana dengan baik karena debitur tidak memenuhi prestasinya.Hal sulit untuk menyatakan wanprestasi karena tidak dengan mudah dijanjikan dengan tepat kapan suatu pihak diwajibkan melakukan prestasi yang diperjanjikan. Bentuk prestasi debitur dalam perjanjian berupa tidak berbuat sesuatu, akan mudah ditentukan sejak kapan debitur melakukan wanprestasi yaitu sejak saat debitur berbuat sesuatu yang tidak boleh diperjanjikan dalam perjanjian. Sedangkan bentuk prestasi debitur yang berupa berbuat sesuatu dan memberikan sesuatu apabila batas waktunya ditentukan dalam perjanjian maka menurut Pasal 1238 KUHPerdata debitur dianggap melakukan wanprestasi dengan lewatnya batas waktu tersebut. Apabila tidak ditentukan mengenai batas waktunya, maka untuk menyatakan seseorang debitur melakukan wanprestasi oleh kreditur terhadap debitur atau kepada pihak yang mengingkari janji yaitu melalui sommatie dan ingebreke stelling. Menurut Pasal 1239 KUHPerdata menyatakan bahwa apabila debitur tidak memenuhi kewajibannya maka mendapat penyelesaiannya dalam kewajiban
11 12
R.Subekti, 1989, Hukum Perjanjian, PT. Intermasa, Jakarta, h.1. Sudikno Mertokusumo, 1986, Mengenal Hukum, Liberty, Yogyakarta, h. 98.
memberikan penggantian biaya, kerugian, dan bunga. Berdasarkan ketentuan Pasal 1246 KUHPerdata memberikan batasan atas ganti biaya, kerugian, dan bunga yang dapat dituntut oleh kreditur dari debitur atas terjadinya wanprestasi atau cidera janji debitur dalam melaksanakan kewajibannya kepada kreditur, berdasarkan pada suatu suatu perikatan.13 Tidak terpenuhinya debitur, dalam hal ini kreditur sebagaimana dinyatakan dalam Pasal 1241 KUHPerdata menyebutkan bahwa “apabila perikatan tidak dilaksanakan maka si berpiutang atau kreditur boleh juga dikuasakan supaya dia sendirilah mengusahakan pelaksanaannya atau biaya si berhutang.”, pasal ini memberikan arahan bahwa kreditur dapat mengusakan pemenuhan atas prestasi yang belum dipenuhi.
1.8 Metode Penelitian 1.8.1 Jenis Penelitian Jenis penelitian yang digunakan dalam karya ilmiah ini adalah penelitian hukum empiris. Dalam penelitian hukum empiris, hukum dikonsepkan sebagai suatu gejala empiris yang dapat diamati dalam kehidupan nyata.14 Dalam konteks ini hukum tdak semata-mata dikonsepkan sebagai sebagai suatu gejala normatif
yang otonom, sebagai
ius
constituendum (law as what ought to be), dan tidak pula semata-mata sebagai ius constitutum ( law as what it is in the book), akan tetapi secara empiris 13
Gunawan Widjaja, 2006, Seri Hukum Bisnis Memahami Prinsip Keterbukaan (Aanvullend Recht) Dalam Hukum Perdata, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, h. 359-360. 14 ___________, 2013, Pedoman pendidikan Fakultas Hukum Universitas Udayana, h. 79.
sebagai ius operatum (law as what it is in society). Hukum sebagai “law as what it is in society”. Hukum sebagai gejala sosio empiric dapat dipelajari di satu sisi sebagai suatu independent variable yang menimbulkan efek-efek pada pelbagai kehidupan sosial, dan di lain sisi sebagai suatu deoendent variable yang muncul sebagai akibat berbagai ragam kekuatan dalam proses sosial (studi mengenai law in process).15 Dalam penelitian hukum empiris ini, akan diteliti mengenai praktek sewa menyewa rumah yang diperoleh melalui fasilitas KPR-BTN. 1.8.2 Jenis Pendekatan Jenis pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan secara yuridis empiris yaitu berdasarkan peraturan perundangundangan yang berkaitan dengan perbankan dan klausula perjanjian kredit KPR-BTN dan fakta-fakta yang diperoleh dari pihak Bank BTN KC Denpasar. 1.8.3 Sifat Penelitian Sifat penelitian dalam penelitian ini adalah bersifat deskriptif, penelitian deskriptif secara umum, termasuk juga didalamnya penelitian ilmu hukum, bertujuan menggambarkan secara tepat sifat-sifat individu, keadaan, gejala, atau kelompok tertentu, atau untuk menentukan penyebaran suatu gejala, atau untuk menentukan ada tidaknya hubungan antara suatu gejala
15
Ibid, h. 80.
dengan gejala lain di masyarakat.16 Dalam penelitian ini teori-teori, ketentuan peraturan, norma-norma hukum, karya tulis yang dimuat dalam literature maupun jurnal, doktrin, serta laporan penelitian yang terdahulusudah mulai ada dan bahkan jumlahnya cukup memadai sehingga dalam penelitian ini hipotesis boleh ada atau boleh juga tidak.17 Penelitian deskriptif dapat membentuk teori-teori baru yang dapat memperkuat teori yang sudah ada.18 1.8.4 Data dan Sumber Data Data yang digunakan untuk menunjang pengkajian masalah dalam penelitian ini yaitu : a. Data Primer Data primer yaitu data yang penulis peroleh melalui penelitian di lapangan dengan menggunakan teknik wawancara lansung dengan pihak Bank BTN KC Denpasar. b. Data sekunder Data sekunder yaitu data yang penulis peroleh dari studi kepustakaan yang dilakukan untuk menggali data-data yang didasarkan pada literaturliteratur dan data-data yang terkait dengan perjanjian kredit, peraturan perundang-undangan, pendapat para sarjana, dan artikel atau berita yang diperoleh media elektronik yang ada relevansinya dengan penelitian ini.
16
Ibid, h. 81. Ibid. 18 Ibid. 17
Sumber data sekunder terdiri dari dua bahan hukum yaitu bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder. 1.
Bahan hukum primer Bahan hukum primer adalah bahan hukum yang mengikat dan memiliki kekuatan hukum, seperti peraturan perundang-undangan. Bahan hukum primer yang digunakan dalam penelitian ini adalah : - Kitab Undang-Undang Hukum Perdata - Undang- Undang Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 1998 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan
2.
Bahan hukum sekunder Bahan hukum sekunder yang digunakan dalam penelitian ini bersumber dari studi kepustakaan yang dilakukan dengan menelaah pendapat pakar hukum yang dimuat dalam literatur hukum, hasil penulisan yang berupa hasil penelitian para ahli hukum yang dijadikan dokumen-dokumen hukum.
3.
Bahan hukum tersier Bahan hukum yang memberi petunjuk atau penjelas terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder seperti kamus hukum dan kamus besar Bahasa Indonesia.
1.8.5 Teknik pengumpulan data Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan cara : a. Teknik studi kepustakaan Teknik studi kepustakaan yaitu cara mengumpulkan, membaca, mencatat, menelaah, mengkaji, dan menganalisa dari peraturan perundang-undangan, hasil penelitian hukum dan buku-buku yang memiliki relevansi dengan permasalahan yang ada. b. Teknik wawancara Teknik wawancara yaitu pengumpulan data secara langsung melalui tanya jawab berdasarkan daftar pertanyaan yang telah disiapkan. Teknik ini dilakukan
untuk
memperoleh
informasi-informasi
terkait
dengan
perjanjian kredit KPR-BTN. Wawancara dilakukan dengan pihak Bank BTN KC Denpasar. 1.8.6 Teknik analisis data Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik analisis kualitatif atau yang sering disebut dengan analisis deskriptif maka keseluruhan data yang terkumpul baik dari data primer maupun data sekunder, akan diolah dengan cara menyusun data secara sistematis, digolongkan dalam pola dan tema, diklasifikasikan, dihubungkan antara satu data dengan data yang lainnya, dilakukan interpretasi untuk memahami makna data dalam situasi sosial, dan dilakukan penafsiran dari perspektif
peneliti setelah memahami keseluruhan kualitas data. Proses analisis tersebut dilakukan secara terus menerus sejak pencarian data di lapangan dan berlanjut terus hingga pada tahap analisis. Setelah dilakukan analisis secara kualitatif kemudian data akan disajikan secara deskriptif kualitatif dan sistematis.