I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang dan Masalah
Seiring dengan meningkatnya jumlah penduduk Indonesia, menyebabkan kebutuhan konsumsi pangan berupa beras juga ikut meningkat. Oleh karena itu, perlu dilakukan upaya untuk mencegah terjadinya krisis pangan dengan mengembangkan jenis tanaman yang mampu mecukupi kebutuhan pangan. Salah satu tanaman yang dijadikan sebagai sumber pangan alternatif adalah tanaman sorgum.
Tanaman sorgum merupakan salah satu tanaman pangan penghasil karbohidrat yang tinggi dan paling mudah diusahakan. Tanaman sorgum merupakan tanaman serealia yang potensial untuk dijadikan komoditas agroindustri. Tanaman sorgum kaya akan manfaat yang tinggi, yaitu dapat menjadi makanan pengganti beras sebagai sumber pangan, memiliki karbohidrat yang tinggi, serta kaya akan protein dan dapat dikembangkan menjadi bahan baku energi (Hermawan, 2013).
Sorgum merupakan salah satu jenis tanaman serealia yang mempunyai potensi besar untuk dikembangkan di Indonesia karena mempunyai daerah adaptasi yang luas. Kandungan nutrisi biji sorgum cukup tinggi sehingga dapat digunakan untuk perbaikan gizi masyarakat. Selain itu, budidaya tanaman sorgum relatif mudah dan dapat dikembangkan pada lahan marginal. Sorgum mempunyai potensi besar
2 sebagai bahan pangan, pakan ternak, dan bahan industri. Pengembangan sorgum sebagai beras dapat meningkatkan ketahanan pangan sekaligus mengantisipasi kerawanan pangan (Sennang dan Nurfaida, 2012).
Pengembangan sorgum secara luas membutuhkan ketersediaan benih sorgum yang bermutu. Masalah dalam penyediaan benih bermutu yaitu viabilitas benih yang menurun setelah masa penyimpanan. Sampai saat ini usaha-usaha untuk mempertahankan mutu benih sorgum, masih sangat jarang dilakukan, antara lain mengenai penyimpanan benih. Menurut Justice dan Bass (2002), tujuan utama penyimpanan benih tanaman bernilai ekonomis ialah untuk mengawetkan cadangan bahan tanam dari satu musim ke musim berikutnya.
Benih yang disimpan dengan baik diharapkan mampu mempertahankan viabilitas tetap tinggi pada akhir masa penyimpanan. Masalah dalam penyimpanan benih adalah penurunan viabilitas benih sejalan dengan waktu. Semakin lama benih disimpan, viabilitas benih akan semakin menurun. Hal ini terjadi pada benih sorgum, mengingat kandungan protein yang tinggi dalam benih sorgum.
Penyimpanan benih adalah usaha pengawetan benih yang berdaya hidup, semenjak pengumpulan hingga di lapangan sampai dengan saat akan digunakan kembali sebagai bahan tanam. Maksud penyimpanan benih adalah agar benih dapat ditanam pada musim yang sama dilain tahun atau pada musim yang berlainan dalam tahun yang sama, atau untuk tujuan pelestarian benih dari suatu jenis tanaman. Faktor yang mempengaruhi penyimpanan benih yaitu kemasan simpan dan suhu ruang simpan. Jenis kemasan yang berbeda akan memberikan pengaruh yang berbeda pula terhadap kualitas benih sorgum yang disimpan.
3 Penggunaan kemasan sangat berperan dalam usaha mempertahankan viabilitas benih selama penyimpanan (Copeland dan McDonald, 2001). Justice dan Bass (2002),
mengemukakan bahwa penggunaan wadah dan cara simpan benih sangat tergantung pada jenis, jumlah benih, teknik pengepakan, lama penyimpanan, suhu ruang simpan dan kelembaban ruang simpan. Untuk penyimpanan benih, efektivitas suatu kemasan ditentukan oleh kemampuannya mempertahankan kadar air benih dan viabilitas benih selama penyimpanan. Untuk itu perlu pencegahan peningkatan kadar air selama penyimpanan, yaitu dengan teknik penyimpanan dengan bahan kemasan yang baik dan suhu yang optimum.
Untuk memperoleh benih yang berkualitas, selain jenis kemasan simpan, faktor suhu ruang simpan pada saat penyimpanan juga merupakan faktor yang penting. Suhu ruang simpan berperan dalam mempertahankan viabilitas benih selama penyimpanan, yang dipengaruhi oleh kadar air benih, suhu dan kelembaban nisbi ruangan. Widajati et.al. (2013) mengemukakan bahwa pada suhu rendah, respirasi berjalan lambat dibanding suhu tinggi. Untuk itu perlu pencegahan peningkatan kadar air selama penyimpanan, yaitu dengan teknik penyimpanan dengan bahan kemasan yang baik dan suhu yang optimum. Dalam kondisi tersebut, viabilitas benih dapat dipertahankan lebih lama.
4 Penelitian ini dilakukan untuk menjawab masalah yang dirumuskan sebagai berikut : 1. Apakah terdapat pengaruh jenis kemasan simpan terhadap viabilitas benih sorgum? 2. Apakah terdapat pengaruh suhu ruang simpan terhadap viabilitas benih sorgum? 3. Apakah terdapat kombinasi antara jenis kemasan simpan dan suhu ruang simpan terhadap viabilitas benih sorgum?
1.2 Tujuan Penelitian
Berdasarkan identifikasi dan perumusan masalah, tujuan penelitian dirumuskan sebagai berikut : 1. Mengetahui pengaruh jenis kemasan simpan terhadap viabilitas benih sorgum. 2. Mengetahui pengaruh suhu ruang penyimpanan terhadap viabilitas benih sorgum. 3. Mengetahui pengaruh kombinasi antara jenis kemasan simpan dan suhu ruang penyimpanan terhadap viabilitas benih sorgum.
1.3 Kerangka Pemikiran
Benih merupakan produk pratanam yang harus memiliki mutu fisik, mutu genetik, dan mutu fisiologi yang tinggi. Petani membutuhkan hasil produksi yang tinggi dengan benih yang berkualitas. Untuk mendapatkan produksi yang tinggi dibutuhkan benih yang memiliki viabilitas yang tinggi. Benih yang mempunyai
5 viabilitas awal tinggi akan memiliki daya simpan lebih baik dibandingkan dengan benih yang mempunyai viabilitas awal rendah (Widajati et.al., 2013).
Salah satu proses produksi benih yaitu penyimpanan untuk mempertahankan mutu benih sampai benih siap tanam. Teknik penyimpanan yang baik dapat mempertahankan mutu benih dalam jangka panjang. Teknik penyimpanan yang baik dapat memperlambat kemunduran benih. Sutopo (2010) mengemukakan adapun tujuan penyimpanan benih adalah untuk mempertahankan viabilitas benih dalam periode simpan sepanjang mungkin, sehingga benih dapat ditanam pada musim yang sama dilain tahun atau musim yang berlainan pada tahun yang sama.
Selama penyimpanan benih dipengaruhi oleh faktor internal dari benih itu sendiri, seperti sifat genetiknya dan juga kadar air, karena dalam satu lot benih yang berasal dari satu varietas memiliki perbedaan umur benih. Sedangkan faktor eksternal yang memengaruhi daya simpan benih, yaitu suhu ruang simpan dan kemasan simpan (Widajati et.al., 2013).
Menurut Copeland dan McDonald (2001), dalam penyimpanan benih, pemilihan materi kemasan dan suhu simpan sangat diperlukan agar kadar air benih tidak mengalami perubahan sehingga viabilitas benih dapat dipertahankan. Idaryani (2012) melaporkan bahwa jenis kemasan mempengaruhi kadar air benih selama penyimpanan. Menurut Kuswanto (2003), ada beberapa jenis kemasan yang sering digunakan, yaitu kemasan kantong plastik, kemasan toples plastik, kemasan kaleng dan kemasan kain. Pengemas tersebut dapat berfungsi sebagai menahan masuknya uap air ke dalam kemasan, menahan masuknya air ke dalam kemasan, menahan pertukaran gas-gas.
6 Selain jenis kemasan, suhu juga berpengaruh dalam penyimpanan benih. Berdasarkan hukum Harrington, suhu ruang penyimpanan benih sangat berpengaruh dalam laju deteriorasi atau kemunduran benih. Semakin rendah suhu ruang penyimpanan, semakin lambat laju deteriorasi sehingga benih lebih lama disimpan. Sebaliknya, semakin tinggi suhu ruang penyimpanan, maka semakin cepat laju deteriorasi, sehingga lama penyimpanan benih lebih pendek (Widajati et.al., 2013). Hal tersebut disebabkan suhu ruangan dapat memacu laju respirasi yang menyebabkan laju respirasi meningkat. Selain itu terjadi pula proses perombakan cadangan makanan sehingga menyebabkan benih mengalami kekurangan zat makanan yang dibutuhkan untuk perkecambahan benih (Kuswanto, 2003).
Peningkatan kadar air, akan memacu laju respirasi benih dan hal ini akan meningkatkan proses perombakan cadangan makanan (proses katabolisme). Adapun hasil perombakan tersebut adalah tenaga yang berupa panas. Karena benih merupakan perambat panas yang rendah, maka panas ini akan diakumulasikan sel hingga menyebabkan peningkatan suhu. Peningkatan suhu akan memacu laju respirasi menjadi lebih cepat yang akhirnya akan berdampak pada kualitas benih (Kuswanto, 2003).
Kadar air benih harus tetap dipertahankan mengingat sifat benih yang higroskopis (mudah menyerap air) dan selalu berusaha mencapai kondisi equilibrum dengan lingkungannya. Apabila ruang penyimpanan benih mempunyai kadar air lebih tinggi daripada kadar air benih, maka benih akan menyerap air dari udara sehingga kadar air meningkat (Kuswanto, 2003). Rahayu dan Widajati (2007)
7 juga melaporkan bahwa penyimpanan benih caisim pada suhu ruang simpan AC dan kulkas dapat menjaga kadar air benih karena kadar air berkisar pada 5-6%.
Penyimpanan benih pada ruang terbuka akan mengakibatkan benih cepat mengalami kemunduran atau daya simpannya menjadi singkat akibat fluktuasi suhu dan kelembaban. Hal ini karena ruang simpan terbuka berhubungan langsung dengan lingkungan. Oleh karena itu, benih yang disimpan dalam ruang terbuka perlu dikemas dengan bahan kemasan yang tepat agar viabilitas dan vigor benih dapat dipertahankan. Agar dapat mempertahankan viabilitas benih selama penyimpanan harus dilakukan pengaturan suhu ruang simpan dan juga pemilihan jenis kemasan benih secara tepat.
1.4 Hipotesis
Adapun hipotesis yang dapat diajukan adalah sebagai berikut: 1. Perbedaan jenis kemasan akan menyebabkan perbedaan viabilitas benih sorgum. 2. Perbedaan suhu ruang penyimpanan akan menyebabkan perbedaan viabilitas benih sorgum. 3. Terdapat kombinasi terbaik antara jenis kemasan dan suhu ruang simpan terhadap viabilitas benih sorgum.