BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Prinsip akuntabilitas publik adalah suatu ukuran yang menunjukkan seberapa besar tingkat kesesuaian penyelenggaraan pelayanan dengan nilai-nilai atau norma-norma eksternal yang berlaku oleh para stakeholder yang berkepentingan dengan pelayanan tersebut (Krina, 2003). Pada dasarnya prinsip akuntabilitas
publik
mengandung
dua
makna
yaitu
answerability
dan
consequences yang berarti tuntutan bagi para aparat untuk menjawab secara periodik setiap pertanyaan-pertanyaan yang berhubungan dengan bagaimana mereka
menggunakan
wewenang
mereka,
kemana
sumber
daya
telah
dipergunakan, dan apa yang telah dicapai dengan menggunakan sumber daya tersebut (Krina, 2003). Peraturan tentang akuntabilitas lembaga publik tertuang pada UU No. 1 Tahun 2004 tentang perbendaharaan negara pasal 55 yang menyebutkan bahwa lembaga pemerintah wajib menyusun laporan keuangan dan kinerja instansi pemerintah. Undang-undang tersebut kemudian diperkuat dengan UU No. 15 tahun 2004 tentang pemeriksanaan pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara pasal 4 yang menyatakan bahwa pemeriksaan pengelolaan keuangan negara terdiri dari pemeriksaan laporan keuangan, kinerja, dan tujuan khusus. Aturan pelaksanaan terhadap bentuk laporan keuangan yang dimaksud tertuang dalam PP No. 24 Tahun 2005 tentang Standar Akuntansi Pemerintahan. Sedangkan untuk laporan kinerja baru diundangkan berikutnya melalui PP No. 8 1
2
Tahun 2006 tentang pelaporan keuangan dan kinerja instansi pemerintah. Perundang-undangan regulasi ini menjadi tonggak baru adanya akuntabilitas keuangan dan kinerja bagi seluruh lembaga sektor publik termasuk di dalamnya institusi pendidikan. Institusi pendidikan, sebagai salah satu organisasi sektor publik, dituntut untuk memberikan laporan akuntabilitas kepada stakeholders. Dasar akuntabilitas yang dapat dipakai adalah Undang-undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sisdiknas pasal 46-48 dan 54. Akuntabilitas pendidikan secara umum dibagi menjadi 2 yaitu akuntabilitas pengelolaan dana dan akuntabilitas manajemen pendidikan. Akuntabilitas dana tertuang dalam Pasal 46-48. Pasal 46 disebutkan bahwa pendanaan pendidikan adalah tanggung jawab bersama pemerintah, pemerintah daerah, dan masyarakat. Sementara itu, dalam pasal 47 disebutkan bahwa pengelolaan dana pendidikan berdasarkan pada prinsip keadilan, efisiensi, transparansi, dan akuntabilitas publik. Kedua pasal tersebut secara tegas memaksa pengelola sekolah agar mampu menyusun laporan akuntabilitas kinerja yang menyatakan bahwa dana pendidikan telah dikelola secara efisien dan adil, serta dilaporkan secara transparan. Dengan demikian, akuntabilitas publik lembaga pendidikan menjadi kewajiban bagi setiap pimpinan lembaga pendidikan kepada stakeholders. Sekolah adalah lembaga pendidikan, yang tentunya merupakan lembaga publik sekaligus
sebagai pemegang amanah dari masyarakat luas. Sekolah
bertanggung jawab untuk mampu memberikan informasi tentang hasil kinerjanya baik keuangan maupun kinerja program. Dalam memberikan informasinya,
3
tentunya sekolah harus memperhatikan kebutuhan-kebutuhan stakeholder dalam hal ini adalah pemerintah dan partisipasi masyarakat untuk mewujudkan akuntabilitas. Peran akuntabilitas dalam organisasi ini menjadi sangat penting sebagai media komunikasi antara pihak internal sekolah sendiri dengan seluruh pihak external yang terkait (stakeholder). Implementasi akuntabilitas ini bertujuan untuk menciptakan kinerja yang baik dari institusi pendidikan yang nantinya diharapkan mampu meningkatkan mutu dan kualitas pendidikan di institusi itu sendiri sehingga akan timbul kepercayaan masyarakat pada sekolah tersebut (public trust). Legalisasi Undang-undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional merupakan semangat dasar dari penelitian ini, mengacu pada desentralisasi (otonomi) pendidikan. Desentralisasi adalah pemberian ruang partisipasi kepada masyarakat dalam berperan aktif untuk merumuskan, merencanakan, melaksanakan dan melakukan pengawasan terhadap program dan kegiatan sekolah. Berdasarkan regulasi tersebut terdapat dua bentuk desentralisasi (otonomi), yaitu desentralisasi manajemen sekolah dan pengelolaan dana (keuangan). Pembahasan utama penelitian ini menekankan pada desentralisasi pengelolaan dana yang diatur pada pasal 46-48, yaitu bahwa pendidikan adalah tanggung jawab bersama pemerintah, pemerintah daerah, dan masyarakat (pasal 46), sumber pendanaan ditentukan berdasarkan prinsip keadilan, kecukupan, dan keberlanjutan (pasal 47), dan pengelolaan dana pendidikan berdasarkan pada prinsip keadilan, efisiensi, transparansi, dan akuntabilitas publik (pasal 48). Regulasi ini memberi kebebasan pengelola sekolah untuk mengembangkan
4
sumber pendanaan yang merupakan partisipasi masyarakat. Namun dalam waktu yang bersamaan, pengelola sekolah sekaligus harus mempertanggungjawabkan pengelolaan dananya bahwa telah dilakukan secara efisien, adil, transaparan, dan akuntabel kepada seluruh stakeholder. Kebijakan pendanaan ini kemudian ditindaklanjuti dengan PP No. 48 tahun 2008 tentang Pendanaan Sekolah. Akuntabilitas kinerja lembaga dapat diukur dari perspektif keuangan dan non keuangan. Dari Perspektif keuangan adalah bagaimana institusi sekolah mengelola sumber-sumber daya keuangan yang dimilikinya apakah sudah efektif, efisien, dan ekonomis, dalam menghasilkan output yang berkualitas. Akuntabilitas kinerja keuangan ini diukur dengan efisiensi, efektifitas, dan ekonomisasi pengelolaan biaya pendidikan (Mardiasmo, 2002). Akuntabilitas ini juga dapat dilihat dari tingkat publikasi laporan keuangan kepada masyarakat. Sedangkan, perspektif non keuangan yaitu sejauh mana institusi sekolah menjadi tempat yang kondusif dalam menciptakan proses belajar-mengajar seluruh murid dan staf pengajar. Dalam menilai akuntabilitas keuangan terdapat indikator-indikator yang dapat digunakan. Menurut Krina (2003) indikator akuntabilitas terdapat sembilan (9) indikator yaitu : pada tahap proses pembuatan keputusan terdapat lima indikator antara lain : a) pembuatan sebuah keputusan harus dibuat secara tertulis dan tersedia bagi setiap warga yang membutuhkan. b) pembuatan keputusan sudah memenuhi standar etika dan nilai-nilai yang berlaku, artinya sesuai dengan prinsip-prinsip administrasi yang benar maupun nilai-nilai yang berlaku di stakeholders. c) adanya kejelasan dari sasaran kebijakan yang diambil, dan sudah
5
sesuai dengan visi dan misi organisasi, serta standar yang berlaku. d) adanya mekanisme untuk menjamin bahwa standar telah terpenuhi, dengan konsekuensi mekanisme pertanggungjawaban jika standar tersebut tidak terpenuhi. e) konsistensi maupun kelayakan dari target operasional yang telah ditetapkan maupun prioritas dalam mencapai target tersebut. Dan pada tahap sosialisasi terdapat empat (4) indikator, antara lain : a) penyebarluasan informasi mengenai suatu keputusan, melalui media massa, media nirmassa, maupun media komunikasi personal. b) akurasi dan kelengkapan informasi yang berhubungan dengan cara-cara mencapai sasaran suatu program. c) akses publik pada informasi atas suatu keputusan setelah keputusan dibuat dan mekanisme pengaduan masyarakat. d) ketersediaan sistem informasi manajemen dan monitoring hasil yang telah dicapai oleh pemerintah. Penilaian akuntabilitas laporan keuangan sekolah dapat dinilai dengan indikator-indikator di atas. Hal ini juga tidak menutup kemungkinan dilakukan pada
sekolah
muhammadiyah
karena
sebagai
salah
satu
amal
usaha
muhammadiyah, sekolah-sekolah muhammadiyah mempunyai kewajiban untuk melaporkan laporan keuangannya secara akuntabel. sekolah muhammadiyah secara tidak langsung mempunyai sistem yang akuntabel, karena selain mempertanggungjawabkan kegiatan manajemennya pada Departemen Agama juga mempertanggungjawabkan ke Yayasan Muhammadiyah karena sekolah muhammadiyah adalah sekolah yang dimiliki oleh yayasan muhammadiyah. Sudah semestinya sekolah muhammadiyah dikatakan akuntabel.
6
Pelaporan laporan keuangan yang akuntabel merupakan kewajiban karena dalam pengelolaannnya, sebagian besar dana yang didapat oleh sekolah muhammadiyah merupakan hasil dari sumbangan donatur. Madrasah Aliyah Muhammadiyah yang merupakan bagian dari sekolah muhammadiyah juga mempunyai tanggung jawab yang besar dalam melaporkan laporan keuangan yang akuntabel. Hal ini, juga tidak terlepas dari status terakreditasi “A” yang disandang oleh Madrasah Aliyah Muhammadiyah Malang. Dari uraian di atas peneliti mengambil topik penelitian yaitu “Analisis Akuntabilitas Laporan Keuangan Sekolah (Studi pada Madrasah Aliyah Muhammadiyah Malang)”. B. Rumusan Masalah Dari uraian di atas, penulis merumuskan permasalahan sebagai berikut: “Bagaimana
Akuntabilitas
Laporan
Keuangan
Madrasah
Aliyah
Muhammadiyah I Malang ?” C. Batasan Masalah Agar penelitian ini dapat menjadi suatu kajian yang terukur dan terarah, dan tidak melebar, maka diperlukan pembatasan masalah. Maka pembatasan masalahnya hanya pada pengungkapan indikator-indikator akuntabilitas laporan keuangan sekolah periode 2007-2008. D. Tujuan dan Manfaat Penelitian 1. Tujuan Penelitian : Untuk mengukur akuntabilitas laporan keuangan Madrasah Aliyah Muhammadiyah I Malang.
7
2. Manfaat Penelitian : a. Bagi Pihak Madrasah, penilitian ini dapat digunakan sebagai: 1) Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambahkan pengetahuan dan
wawasan
yang
mendalam
tentang
indikator-indikator
akuntabilitas laporan keuangan yang terkait dengan madrasah, khususnya Madrasah Aliyah Muhammadiyah I Malang dan sekolah pada umumnya. 2) Memberikan masukan dan bahan pertimbangan mengenai maksud dan tujuan dari akuntabilitas laporan keuangan Madrasah Aliyah Muhammadiyah I Malang. 3) Memberikan masukan mengenai perbaikan-perbaikan yang dapat dilakukan oleh pihak sekolah dalam penerapan akuntabilitas laporan keuangan. b. Bagi Stakeholder, penelitian ini dapat digunakan sebagai: 1) Alat informasi pengambilan keputusan bagi pihak-pihak yang membutuhkan. 2) Penambah pengetahuan dan wawasan yang mendalam tentang penerapan prinsip akuntabilitas pada suatu pengelolaan keuangan sekolah. c. Sebagai referensi dan penunjang penelitian selanjutnya.