BAB I PENDAHULUAN
I. 1. Latar Belakang Sebagaimana telah tercantum dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) tahun 2010-2014, program reformasi birokrasi dan tata kelola pemerintahan yang baik merupakan salah satu program prioritas dari program
pemerintah.
Birokrasi
diharapkan
dapat
menggerakkan
roda
pemerintahan untuk melaksanakan fungsi regulasi, alokasi, distribusi, pelayanan, dan pemberdayaan masyarakat. Reformasi birokrasi
pemerintahan, sebagai
perubahan dalam suatu sistem birokrasi sangat mendesak untuk dilaksanakan saat ini karena birokrasi pemerintahan telah dianggap sebagai sistem yang tidak efisien, rumit, rigid, dan bernuansa korupsi, kolusi, dan nepotisme (Mardiasmo, 2010:1;5). Optimalnya
kinerja
birokrasi
sangat
tergantung
pada
kapasitas,
kompetensi, integritas dan kinerja para pegawai. Sebagai sumber daya manusia, pegawai merupakan elemen utama organisasi dibandingkan dengan elemen lain seperti modal, teknologi, dan uang sebab manusialah yang mengendalikan bagian-bagian yang lain. Terkait dengan hal tersebut, maka perlu ada pembinaan sumber daya manusia (SDM) yang dimaksudkan untuk membentuk pegawai yang professional, taat hukum, rasional, inovatif, berintegritas serta menjunjung etika administrasi publik dalam memberikan pelayanan publik. Menurut Mardiasmo (2010), peningkatan profesionalisme dilakukan melalui pembentukan karakteristik
yaitu
(1)
Mempunyai
komitmen
yang
tinggi
terhadap
1
perjuangan mencapai cita-cita dan tujuan bernegara; (2) Memiliki kompetensi yang dipersyaratkan dalam mengemban tugas pelayanan dan pengelolaan kebijakan publik; (3) Mampu melaksanakan tugas dengan terampil, kreatif, inovatif; (4) Disiplin dalam bekerja berdasarkan sifat dan etika professional; (5) Memiliki daya tanggap dan sikap bertanggung gugat (akuntabilitas); (6) Memiliki derajat otonomi yang penuh rasa tanggung jawab dalam membuat dan melaksanakan berbagai keputusan sesuai kewenangan; (7) Memaksimalkan efisiensi, kualitas, dan produktivitas.
Untuk mencapai sasaran di atas maka ditempuhlah pembinaan Sumber Daya Manusia melalui langkah pendidikan dan latihan, mengingat pembinaan pegawai menjadi suatu keniscayaan dan suatu usaha yang penting dalam organisasi
dimana
pengembangan
diklat
sumber
merupakan
daya
manusia
wahana
strategis
yang
berkualitas,
dalam
rangka
memiliki
ilmu
pengetahuan, keterampilan dan kepribadian seutuhnya untuk dapat bekerja dengan baik dan mampu memecahkan berbagai masalah kehidupan dalam perubahan yang berlangsung begitu cepat. Peranan pendidikan dan latihan dalam pengembangan sumber daya manusia perlu dilihat secara proporsional dan tepat. Merupakan hal yang tepat, logis dan wajar apabila organisasi mengharapkan bahkan menuntut efisiensi kerja dan produktifitas yang tinggi dari semua anggota organisasi. Pendidikan formal yang telah ditempuh memang merupakan modal yang sangatlah penting. Namun telah umum dimaklumi dan disadari bahwa pendidikan formal yang bersifat umum hanya mengakibatkan penguasaan sesuatu jabatan tertentu. Berarti bahwa kepada mereka yang telah melalui berbagai jenjang pendidikan formal tertentu pun masih perlu diberikan
2
pendidikan tambahan yang lebih memungkinkan mereka menerapkan ilmunya pada situasi konkrit yang dihadapi sehari-hari dalam organisasi. Dalam Peraturan Pemerintah No.60 tahun 2008 tentang Sistem Pengendalian Intern Pemerintah (SPIP), menteri, gubernur, dan bupati/walikota, wajib melakukan pengendalian atas kegiatan penyelenggaraan pemerintah. Sistem Pengendalian Intern merupakan suatu perencanaan yang meliputi struktur organisasi dan semua metode dan alat-alat yang dikoordinasikan yang digunakan di dalam perusahaan dengan tujuan untuk menjaga keamanan harta milik perusahaan, memeriksa ketelitian dan kebenaran data akuntansi, mendorong
efisiensi,
dan
membantu
mendorong
dipatuhinya
kebijakan
manajemen yang telah ditetapkan. Hal ini bertujuan untuk memberikan keyakinan yang memadai bagi tercapainya efektivitas dan efisiensi penyelenggaraan pemerintahan negara, keandalan pelaporan keuangan, pengamanan aset negara, dan ketaatan terhadap peraturan perundang-undangan sehingga pengelolaan keuangan negara yang efektif, efisien, transparan, dan akuntabel dapat tercapai.
Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) sebagai pembina dalam penyelenggaraan Sistem Pengendalian Intern Pemerintah (SPIP) bertujuan untuk memberikan pemahaman substansi atau konsep SPIP, menyamakan persepsi tentang SPIP serta untuk memberikan pemahaman tentang grand design pengembangan SPIP agar implementasinya dapat berjalan terarah dan simultan. Diklat ini berpusat di kantor Pusdiklatwas BPKP di Jakarta, tetapi guna efisiensi dan efektifitas (tenaga, waktu, dan materi) maka sebagai afiliasi, BPKP tingkat perwakilan provinsi dapat menyelenggarakan diklat pada
3
lingkup provinsi masing-masing, dan yang menjadi locus dalam penelitian ini adalah kantor BPKP Perwakilan Provinsi Sulawesi Selatan. Penerapan sistem pengendalian intern pemerintah (SPIP) pada instansi keuangan ini merupakan salah satu instrumen utama untuk mendukung komitmen mewujudkan reformasi birokrasi yang bersih dan bebas KKN.
Merujuk kembali pada diklat, Diklat yang efektif dan efisien merupakan diklat yang berorientasi proses, dimana organisasi tersebut dapat melaksanakan program-program yang sistematis untuk mencapai tujuan dan hasil yang dicitacitakan. Keefektifan diklat akan mempengaruhi kualitas kinerja sumber daya manusia (SDM) yang dihasilkannya. Namun pada beberapa kasus diklat ditemukan pelaksanaan diklat pada umumnya tidak seperti yang diharapkan karena diklat seringkali dipandang sebagai proses formalitas saja tanpa ada tindak lanjut dalam pelaksanaan tugas setelah mengikutinya, pengetahuan dan keterampilan yang diperoleh selama diklat belum maksimal ditularkan pada unit kerjanya, Secara substansial, pendidikan dan pelatihan yang diadakan dianggap belum memberikan dampak yang signifikan bagi peningkatan kualitas sumber daya manusia. Kebanyakan peserta diklat juga lebih berorientasi pada ijazah/sertifikat, bukan pada pengetahuan dan keterampilan yang diperoleh (Jurnal V4 N1 2009-3). Dari hasil Focus Group Discussion (FGD) diidentifikasi bahwa risiko yang terjadi dalam penyelenggaraan diklat khususnya di lingkup BPKP kebanyakan bersumber dari orang antara lain adalah risiko terkait dengan widyaiswara/ Instruktur terutama dalam hal kompetensi, kehadiran, variasi mengajar, ketersediaan, dan kecukupan jumlah. Risiko lain yang perlu untuk dikelola adalah
4
risiko barang yaitu risiko terkait dengan bahan ajar/modul yang kurang up to date sehingga
perlu
disesuaikan
dengan
perkembangan
terkini.
(http://www.bpkp.go.id/puslitbangwas/konten/962/MR-Diklat). Sehubungan dengan diklat Sistem Pengendalian Intern Pemerintah (SPIP) yang diadakan oleh BPKP Provinsi Sulawesi Selatan, dapat dilihat beberapa permasalahan terkait Sistem Pengendalian Intern seperti yang dikemukakan Abi Rusman Tjokronolo sebagai Kepala BPKP Perwakilan Provinsi Sulawesi Selatan pada Desember 2011,
dalam tulisannya, sebagai berikut:
kelemahan sistem pencatatan dan pelaporan, kelemahan sistem pelaksanaan anggaran, kelemahan struktur pengendalian intern dimana dukungan Sumber Daya Manusia akuntansi kurang memadai, entitas tidak memiliki SOP pengelolaan keuangan dan barang, Aparat Pengawas Intern Pemerintah (APIP) belum terbentuk atau tidak berfungsi optimal, pemisahan tugas dan fungsi belum memadai. (inspektoratsulsel.org/wpcontent/plugins/download.../download.php?.). Adanya penyelenggaraan
berbagai
kelemahan
pendidikan
dan
di latihan
atas
karena
SPIP
bersangkutan sehingga terjadi kesenjangan antara
belum
yang
diikuti
efektifnya pegawai
keterampilan
dan
pengetahuan yang diterima dengan kinerja pada unit pekerjaannya. Sehubungan dengan itu, ditemukan kendala lain terkait penyelenggaraan diklat pada kantor BPKP Provinsi Sulawesi Selatan, antara lain sarana dan fasilitas yang belum memenuhi standar seperti asrama/penginapan yang belum disediakan secara khusus. Motivasi peserta saat penjaringan cenderung rendah sehingga harus menunggu konfirmasi instansi cukup lama. Akibatnya jadwal pelaksanaan diklat tidak sesuai target dan prosedur yang direncanakan, rumitnya prosedur
5
pemberian biaya/anggaran untuk penyelenggaraan diklat. Masih adanya tenaga pengajar (widyaiswara) yang belum professional dalam menyajikan materi diklat, dimana widyaiswara yang dinilai ahli dan pintar namun belum dapat mengajar dan berkomunikasi secara efektif atau teaching skillnya tidak efektif. Berdasarkan uraian di atas maka efektivitas diklat harus tercapai agar melahirkan alumni diklat yang berkualitas. Oleh hal inilah yang mendorong penulis meneliti tentang “EFEKTIVITAS PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN DAN LATIHAN SISTEM PENGENDALIAN INTERN PEMERINTAH (SPIP) PADA KANTOR BADAN PENGAWASAN KEUANGAN DAN PEMBANGUNAN PROPINSI SULAWESI SELATAN.”
I. 2. Rumusan Masalah Dalam penelitian ini, penulis membatasi ruang lingkup penulisan ini hanya pada proses penyelenggaraan pendidikan dan latihannya demi terarah dan
sistematisnya penulisan ini serta mengingat kajian pendidikan dan latihan cukup luas, maka ditentukan rumusan masalah, yaitu: 1. Bagaimana efektivitas proses penyelenggaraan diklat SPIP pada Kantor BPKP Perwakilan Sulawesi Selatan ?
I. 3. Tujuan Penelitian Tujuan yang ingin dicapai dari penelitian ini adalah: untuk menganalisis efektivitas proses penyelenggaraan pendidikan dan latihan pada Kantor BPKP Perwakilan Sulawesi Selatan.
6
I. 4. Manfaat Penelitian Manfaat yang diharapkan dari hasil penelitian ini adalah : 1. Manfaat akademik Kegunaan akademik dalam penelitian ini adalah sebagai referensi bagi pihak-pihak yang berkompoten dalam pencarian informasi atau sebagai referensi mengenai efektivitas penyelenggaraan diklat. 2. Manfaat praktis Kegunaan praktis dalam penelitian ini, diharapkan dapat berguna bagi sumbangan pemikiran serta informasi bagi instansi Pemerintah di Kantor Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan Perwakilan Sulawesi Selatan. 3. Manfaat bagi penulis Kegunaan bagi penulis, dapat menambah dan memperluas wawasan dan pengetahuan penulis dalam penulisan karya ilmiah (skripsi) terkait masalah yang diteliti, serta merupakan tugas akhir bagi peneliti untuk mendapatkan gelar sarjana.
7