BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Banyak diantara kita yang berpuasa namun tak mengerti makna dan maksud puasa itu sendiri , maka tidak ada yang diperoleh selain rasa haus dan dan lapar.1 Sebagaimana tercantum dalam firman Allah : “ Hai orang - orang yang beriman diwajibkan atas kalian berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang - orang sebelum kalian, agar kalian bertaqwa ”(QS Al-Baqarah, 2:183).2 Selain dijelaskan dalam alqur‟an ketentuan tentang syari‟at berpuasa juga dijelaskan dalam sunah Nabi : “ Islam di dirikan atas lima perkara kesaksian bahwa tiada Tuhan selain Allah dan bahwa Muhamad dan Rosulnya mendirikan shalat, menunaikan zakat, puasa pada bulan ramadhan dan haji kebaitullah bagi yang mampu mengadakan perjalanan - nya”3
Dalam berpuasa juga terdapat hal yang bisa membatalkan menurut Imam Madzhab hal tersebut adalah makan dan minum dengan sengaja bersetubuh, atau bersenggama, istimna yang mengluarkan mani, muntah dengan sengaja , berbekam ( bercaduk ) disuntik, atau injeksi dengan
1
2
3
Ahmad Syarifudin, Puasa Menuju Sehat Fisik an Psikis (Jakarta : Gema Insani, 2003), h.2 Departemen RI, Alquran dan Terjemahannya, (Jakarta: Yayasan Penyelenggara Penterjemah Al Qur‟an, 1992) Sayid Ahmad Al Hasyimi,Muhtarul Alhaditsu Nabawiyah(surabaya:PT.Al Haramain Jaya Indonesia,2005),h.105
1
2
cairan, debu halus yang tebal dan pekat, bercelak, memutuskan atau menetapkan niat puasa menenggelamkan diri kedalan air. Jika memperhatikan uraian diatas dapatlah dipahami bahwa pada prinsipnya Imam mdzhab telah menetapkan hal - hal secara umum yang membatalkan puasa termasuk injeksi atau suntikan, namun demikian dewasa ini muncul perdebatan tentang hukum injeksi / suntik melalui alat infus karena dikalangan ulama salaf, maupun di zaman para shabat hal tersebut belum pernah di bahas. Dengan begitu permasalahan hukum injeksi / suntik melalui infus dapat dikatakan sebagai persoalan kontemporer yang memerlukan ijtihad baru dikalangan para ulama. Tentang injeksi atau memasukkan cairan obat lewat jarum suntik pada tubuh seseorang, pada zaman nabi tidak di kenal untuk itu, dalam menentukan hukumannya bagi orang yang berpuasa para ahli fiqih mengatakannya dengan hukum dasar puasa. Suatu satu sebab yang membatalkan puasa adalah mesuknya makanan atau minuman kedalam perut atau usus melalui kerongkongan (jalan masuk makanan dan atau minuman). Injeksi tidak berhubungan dengan kerongkongan, sehingga ahli fiqh sepakat bahwa cairan yang masuk ketubuh itu tidak membatalkan puasa karena tidak bertujuan untuk memasukkan makanan. Persoalan mirip dengan injeksi adalah infus. Alat yang digunakan sama yakni jarum, tapi cairan yang digunakan dalam infuse sudah dimaklumi merupakan sari zat makanan. Tentang hal ini para ulama
3
berbeda pendapat, ada yang menyatakan puasa itu batal karena bagaimana pun masuknya. Cairan itu tidak melalui kerongkongan yang menjadi sebab batalnya puasa. Pendapat yang lain mengatakan batal karena sekalipun masuknya cairan itu tidak melalui kerongkongan pun pada akhirnya cairan itu akan masuk kedarah pula.4 Tentu saja dalam hal ini jika kita hanya melihat cara yang parsial dengan menghilangkan skala prioritas di dunia Islam selama yang dibahas hanyalah masalah cabang saja maka tidak akan diketahui tentang hal mana yang paling penting dari berbagai problem baru yang muncul.5 Karena pada dasarnya tujuan utama disyariatkan hukum adalah untuk memelihara kemaslahatan dan sekaligus menghindari kemafsadatan, baik didunia maupun diakhirat. Segala macam kasus hukum, baik secara eksplisit diatur dalam Al qur‟an dan hadits maupun yang dihasilkan melalui ijtihad.6 Atas dasar inilah maka fiqih harus berkaitan dengan kenyataan, untuk dapat menarik hukum suatu problem tidak perlu membahas secara tercperinci. Demikian juga dalam masalah infus serta macam - macam jarum infus yang bisa membatalkan puasa atau tidak. Akan tetapi yang terpenting adalah substansi pokok kandungan dari injeksi / suntikan infus itu sendiri7
4 http://zaid mustofar.blogspot.com/2008/09 5 Hasan Al - Farabi, Fikih Demokrasi, (Bandung : Mizan Media Utama, 2003), h. 17 6 http://zaid mustofar.blogspot.com/2008/09 7 Mustofa,Abdul wadud,hukum kontemporer,(Jakarta:sinar Grafika, 2009)cet.1,h.11
4
Ditengah kemelut masalah yang begitu kelit dalam hal ini kirangaya pemikiran Yusuf Al - Qarhawi menjadi menarik untuk di teliti sebagai solusi atas problem tentang hukum infus bagi orang yang berpuasa tersebut, setidaknya
dalam pemikiran Yusuf Al- Qardhawi dijelaskan
bahwa diantara pendapat ulama yang paling kuat tentang hukum infus bagi orang yang berpuasa adalah tidak membatalkan puasa/ diperbolehkan. Alasan Yusuf Al-Qardhawi adalah dalam konteks fiqih makanan/ obat yang disuntikan melalui infus tidak sampai kerongga perut besar. Bahkan tidak sampai jauf sama sekali karena mereka memaknai jauf sebagai perut besar.8 Disisi lain, infus tidak menghilangkan rasa lapar dan dahaga. Orang yang diinfus tidak merasa kenyang dan puas karena pencernaan sebagaimana mestinya. Benar bahwa terkadang setelah diinfus seseorang merasakan adanya kesegaran dan batalnya puasa karena hal serupa juga terjadi pada orang yang mandi air dingin ketika berpuasa. Ia juga merasakan adanya kesegaran. Padahal ini tidak membatalkan puasa sebagaimana ijmak para ulama.9 Kiranya pendapat Yusuf Al - Qardhawi mampu memberikan titik cerah dalam masalah infuse bagi orang yang berpuasa. Berangkat dari uraian di atas penulis memandanga bahwa pemakian infus bagi orang yang berpuasa merupakan persoalan yang seriua sehingga membutuhkan pernyataan yang tegas boleh atau tidak berangkat dari persoalan terseput 8 9
Yusuf Qardhawi, Fiqih Puasa, (Solo : Era Inter Media, 1998), h. 144 Yusuf Qardhawi, Fiqih Puasa,….. h.144.
5
penulis merasa perlu untuk meneliti lebih jauh pemikiran serta argumentasi Yusuf Al- Qardhawi tentang hukum infus bagi orang yang berpuasa
dalam
skripsi
yang
berjudul
“INFUS
BAGI
YANG
BERPUASA( Analisis Atas status Hukum dan Metodologi YUSUF AL – QARDHAWI) ” Dengan alasan sebagai berikut : 1. Memberikan gambaran hukum tentang hukum infus bagi orang yang berpuasa 2. Memberikan sumbangan pemikiran di biang keilmuan khususnya dalam fiqih puasa. 3. Memberikan pengetahuan tentang metodologi Yusuf Al Qordhowi dalam beristimbat.
B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah diatas maka permasalahan yang hendak diteliti dan dikaji adalah : 1. Bagaimana Pemikiran Yusuf Al - Qardhawi tentang infus bagi orang yang berpuasa? A. Bagaimana hokum bagi infuse bagi orang berpuasa yang memakai menurut yusuf Qardhawi? B. Bagaimana metodologi yang digunakan Yusuf Al - Qardhawi dalam hukum infus bagi orang yang berpuasa? Untuk memudahkan dalam pembahasan skripsi ini dan guna menghindari penyimpangan dari pokok pembahasan perlu adanya penegasan Istilah
6
Infus
: Pemasukan obat dan sebagainya ( berupa cairan ) tanpa tekanan istimewa melalui pembuluh darah atau rongga badan
Menginfus : Memberikan cairan berisi vitamin dan mineral melalui botol10
Puasa
: Menahan dari hal - hal yang membatalkannya sejak fajar shidiq sampai tenggelamnya matahari dengan syarat - syarat tertentu.11
Analisis
:secara harfiah (etimologis). Analysis yang mengandung arti uraian pikiran yang mendalam, sistematis, dan rasional yang berjalan untuk mengetahui bagian masing-masing serta hubungan antara satu dengan lainnya untuk diaplikasikan dalam kehidupan manusia yang bulat dan utuh.12
Hukum
:suatu istilah dan ushul fiqih yang berarti, perintah allah dan rasulnya,baik baik perintah untuk mengerjakan sesuatu atau perintah untuk meninggalkan sesuatu pekerjaan /larangan , baik menerangkan kebolehan (mubah)atau wajib13 Jadi dapat penulis simpulkan bahwa maksud judul skripsi ini adalah
untuk mengkaji, meneliti, dan menelaah tentang bagaimana hukum infus bagi orang yang berpuasa menurut pemikiran Yusuf Al – Qardhawi.
10
Departemen Pendidikan Dan Kebudayaan Kamus Besar Bahasa Indonesia,(Jakarta : Balai Pustka, 1988), h. 331 11 Sa‟di Abu Habieb, Ensiklopedi Ijmak, (Jakarta : Pustaka Firdaus, 1997), h. 597. 12 Rohadi Abdul Fatah, Analisis Fatwa Keagamaan, (Jakarta : PT Bumi Aksara, 2006), h. 13 Solahudin Khoiri, Kamus Istilah Agama, (Jakarta : Sienta Rama, 1983), h. 126.
7
C. Tujuan Penelitian Adapun tujuan penelitian ini secara khusus akan mengerahkan perhatiannya guna mengetahui : A. Untuk mengetahui
Pemikiran Yusuf Al - Qardhawi tentang hukum
penggunaan infuse bagi orang berpuasa. B. Untuk mengetahui status hokum orang yang berpuasa memakai infus menurut Yusuf Al – Qardhawi. C. Untuk mengetahui metodologi yang di gunakan Yusuf Al-Qardhawi dalam menentukan hukum tentang infus bagi orang yang berpuasa.
D. Kegunaan Penelitian Adapun kegunaan penelitian ini antara lain 1. Dapat memberikan wacana sosial tentang hukum infus bagi orang yang berpuasa menurut yusuf Al-qardhawi 2. Secara teoritis dapat memberikan sumbangan pemikiran di bidang ilmu pengetahuan khususnya dalam masalah infus bagi orang yang berpuasa.
E. Telaah Pustaka Sejauh ini kajian tentang hukum infus bagi orang yang berpuasa telah banyak dilakukan. Namun yang memfokuskan tentang metodologi Yusuf Al Qordhowi dalam beristimbat hukum tersebut masih jarang diantara penelitian tentang hukum infus bagi orang yang berpuasa pada
8
dasarnya sudah banyak dilakukan sebagaimana dilakukan oleh beberapa peneliti berikut: 1. Kajian yang dilakukan oleh Yusuf Qardhawi, tahun 1998 dengan judul “fiqih Puasa” Menyimpulkan bahwa menurut Yusuf Al - Qardhawi suntikan yang bertujuan sebagai suplemen seperti suntikan berbagai vitamin, kalsium, dan semisalnya tidak membatalkan puasa, sebab ia masuk kedalam tubuh, namun jika suntikan diberikan melalui urat nadi (infus) yang berfungsi mengganti makanan seperti glukosa sehingga orang mendapatkan suntikan infuse dapat merasakan segar dan gairah setelah mendapat suntikan infus tersebut, hukumnya tidak membatalkan puasa karena itu sama artinya dengan orang yang mandi dengan air hangat.14 2. Kajian yang dilakukan oleh Ahmad Sarwat tahun 2009, dengan judul “Tauziyah” menjelaskan bahwa para ulama pada umumnya bersepakat bahwa suntikan obat yang dimasukan kedalam tubuh seseorang yang sedang berpuasa tidak membatalkan puasa ketentuannya bila yang disuntikan berupa glukosa atau yang sering kita kenal dengan infus, tetapi para ulama mengatakan bahwa infuse makanan yang dimasukan kedalam tubuh orang yang sakit akan membatalkan puasa alasan lain karena suntikan obat itu memang tidak masuk ke dalam rongga perut hanya masuk bercampur dengan darah untuk membunuh penyakit yang ada di
14
Qardhawi, Fiqih Puasa ......, h. 129
9
dalam tubuh. Hal ini juga diperkuat oleh Ibnu Taimiyyah, dan Ibnu Hazm karena itu akan merusak dari khikmah puasa.15 Kemudian Ahmad sarwat Tahun 2010, bab tauziyah, Berpendapat lagi Namun berbeda dengan pendapat dulu Bahwa: Tentang injeksi atau memasukkan cairan obat lewat jarum suntik pada tubuh seseorang, pada zaman nabi tidak di kenal untuk itu, dalam menentukan hukumannya bagi orang yang berpuasa para ahli fiqih mengatakannya dengan hukum dasar puasa. Suatu satu sebab yang membatalkan puasa adalah mesuknya makanan atau minuman kedalam perut atau usus melalui kerongkongan (jalan masuk makanan dan atau minuman). Injeksi tidak berhubungan dengan kerongkongan, sehingga ahli fiqh sepakat bahwa cairan yang masuk ketubuh itu tidak membatalkan puasa karena tidak bertujuan untuk memasukkan makanan. Persoalan mirip dengan injeksi adalah infus. Alat yang digunakan sama yakni jarum, tapi cairan yang digunakan dalam infuse sudah dimaklumi merupakan sari zat makanan. Tentang hal ini para ulama berbeda pendapat, ada yang menyatakan puasa itu batal karena bagaimana pun masuknya. Cairan itu tidak melalui kerongkongan yang menjadi sebab batalnya puasa. Pendapat yang lain mengatakan batal karena sekalipun masuknya cairan itu tidak melalui kerongkongan pun pada akhirnya cairan itu akan masuk ke darah pula.
15
Ahmad Sarwat, “Tauziyah”,Jakarta :
[email protected],Rabo, 26 Januari, 2010, h.1
10
3. Kajian yang dilakukan oleh Muhamad Baqir Al - Habsyi tahun 1999, dengan judul “ Fiqih Praktis Menurut Al - Qur’an, Assunah, dan Pendapat Para Ulama” menyimpulkan bahwa memasukan obat melalui suntikan (huqnah) kedalam urat atau otot, semata - mata pengganti bahan makanan untuk menghilangkan rasa lapar maka hal itu membatalkan puasa karena bertentangan dengan sebagian hakikat puasa yang menatikan dari diri makanan dan minum, berbeda dengan memasukan obat kedalam urat / otot untuk menghilangkan rasa sakit yang diperoleh orang yang berpuasa.16 Dari beberapa penelitian di atas dapat dipahami bahwa pada prinsipnya hukum infuse bagi orang yang berpuasa dalam perbedaan pendapat sebagian memandang dapat membatalkan namun sebagian lagi tidak memandang tidak membatalkan puasa alasan yang membatalkan karena suntikan diberikan melalui urat nadi (infus) yang berfungsi mengganti makanan seperti glukosa dan tidak sampai perut besar sehingga orang mendapatkan suntikan infuse dapat merasakan segar dan gairah setelah mendapat suntikan infus tersebut, dan itu sama artinya dengan orang yang mandi dengan air hangat, sementara pendapat yang membatalkan memandang bahwa infus dapat sampai ke perut besar dan mampu memberikan rasa kenyang. Meskipun saya kadang pada pendapat yang terakhir ini, namun saya memandang lebih baik jika tidak menggunakan jarum-jarum ini pada siang 16
Muhamad Baqir Al – Habsyi, “ Fiqih Praktis Menurut Al - Qur’an, Assunah, dan Pendapat Para Ulama”, (Solo: Mizan, 1999) h. 262
11
hari di bulan ramadhan. Sebab masih ada kesempatan luas bagi seorang untuk menggunakannya setelah maghrib. Kalaupun misalnya orang yang bersangkutan
sangat
hingga
perlu
segera
diobati
maka
akan
memperbolehkan berbuka. Selain itu meskipun jarum infuse pratulanya tidak memasukkan makanan sebagai halnya makan dan minum yang sesungguhnya yang tidak bisa menghilangkan rasa lapar dan dahaga. Namun setidaknya orang yang bersangkutan memperoleh daya hidup berupa hilangnya keletihan yang biasanya dirasakan oleh orang yang berpuasa pada hal ini Allah menghendaki agar merasakan lapar dan dahaga agar ia mengetahui kadar nikmat Allah atas dirinya serta dapat membandingkan keadaan orang yang sengsara. Dalam penelitian ini secara global antara penelitian yang penulis lakukan dengan penelitian diatas hampir sama hanya saja yang membedakan diantara penelitian yang penulis lakukan dengan penelitian penelitian di atas adalah penulis dalam penelitian ini akan secara khusus meneliti metodologi yusuf Al - Qardhawi tentang hukum infus bagi orang yang berpuasa.
F. Kerangka Teori Allah
SWT
menciptakan
manusia
agar
mengenal
dan
manyembahnya yang merupakan hak - hak ruhubiyah dan uluhiyah-Nya. Allah Swt berfirman : “ dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku.” ( QS: Adzariyat: 51: 56 )
12
Karena itu Islam menjadikan penghambaan (ta’abud) atau ibadah kepada allah sebagai kewajiban pertama yang dituntut dari seseorang muslim. Rukun - rukun Islam yang terdiri dari dua kalimat syahadat, mendirikan shalat, mengeluarkan zakat berpuasa di bulan ramadhan, dan pergi haji ke Baitullah merupakan perwujudan dari ta‟abud kepada Allah SWT. Puasa yang diperintahkan serta dituangkan dalam Al-qur‟an dan sunah, berarti meninggalkan dan menahan mencegah diri dari memenuhi hal - hal yang boleh meliputi keinginan perut dan keinginan kelamin dengan niat mendekatkan diri kepada Allah Swt. Tampaknya makna puasa yang semacam ini telah dikenal oleh bangsa arab sebelum Islam. Banyak hadist shahihnya yang menerangkan bahwa mereka sudah biasa melaksanakan puasa „asyura, dan kemudian diperintahkan berpuasa ramadhan sebagaimana perintah Allah Swt “
Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang - orang sebelum kamu agar kamu bertakwa”( QS: Al-Baqarah, 2: 183 ) namun jika seseorang dalam keadaan tertentu atau dalam masa pengobatan penyakit harus di infus pada waktu puasa,Namun ingin berpuasa karena menurutnya ia masih kuat untuk berpuasa. Apakah orang tersebut batal puasanya atau tidak. karena infus belum dikenal ulama salaf atau ulama fiqih karena tidak satupun riwayat rosulullah Saw, para sahabat tabi‟in dan generasi pertama yang membahas mengenai masalah infuse bagi orang yang berpuasa Fiqih harus berkaitan dengan kenyataan -
13
kenyataan dan menjelaskan hukumnya tidak perlu mempersusah dan membahas secara terperinci. Dewasa ini ditengah kemajuan ilmu pengetahuan dibidang kesehatan mungkin masalah infus bukan lagi sebagai barang yang aneh, namun demikian persoalan infuse bagi orang yang berpuasa menjadi perdebatan dikalangan ulama‟ kontemporer. Sebagian ulama memandang bahwa infus dapat membatalkan puasa alasan yang menjadi pemikiran mereka adalah bahwa infus bisa menyampaikan makanan secara langsung sedangkan sebagian lagi berpendapat bahwa jarum infus untuk memasukan zat makanan atau obat obatan kedalam tubuh tidak membatalkan puasa yang menjadi alasan adalah karena sesuatu yang dimasukan kedalam perut besar dan memberikan rasa kenyang kepada manusia atau sesudahnya atau dapat menghilangkan dahaga oleh sebab itu, yang diwajibkan dalam puasa yaitu menahan syahwat perut dan syahwat seks artinya manusia harus menahan rasa lapar dan dahaga dan ini mengurangkan keutamaan puasa karena rosulullah pernah bersabda.
ُ َع َظ َمتْ ِفك َْرتُهُ َوف ُط َن قَ ْلبُه َ َُم ْن َجا عَتْ َب ْطلَتُه
“ Barang siapa yang lapar perutnya besarlah pikiran dan cerdiknya”.
Dalam hal ini yusuf qardhawi menyamakan dengan orang yang mandi air dingin pada pada siang hari bulan ramadhan . G. Metode Penelitian Dalam penelitian ini penulis menggunakan metode penelitian sebagai berikut:
14
1. Jenis Penelitian Penelitian ini adalah penelitian kepustakaan ( library research ) yaitu suatu bentuk pengumpulan data dan informasi dengan bantuan buku- buku dan juga materi pustaka lainnya dengan asumsi segala yang diperlukan dalam pembahasan penelitian ini yang terdapat di dalamnya.17 Adapun dalam penelitian ini memuat pustaka yang berkaitan dengan pemikiran Yusuf Al- Qardhawi tentang hukum infuse bagi orang yang berpuasa. Sedangkan pendekatan yang digunakan dalam penelitian skripsi ini adalah pendekatan kualitatif yaitu penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata - kata tertulis dari orang - orang dan perilaku yang dapat diamati setelah data terkumpul dan tersusun secara sistematis yang kemudian dianalisis secara deskriptif kualitatif dari data - data yang ada. 2. Teknik Pengumpulan Data Teknik atau metode pengumpulan data yang penulis gunakan dengan cara sebagai berikut: a. Membaca atau menelaah dengan teliti untuk dimengerti lalu difahami sebaik-baiknya. b. Menghimpun data - data yang berkaitan dengan objek kajian tersebut.
17
Winarno Surakhman, Metodologi Penelitian.,( Bandung: tarsito, 1982), Pengantar Penelitian ilmiah, , h.13
15
c. Mengelompokkan
data-data
yang
sudah
terhimpun
untuk
disesuaikan dengan bab-babnya, guna mempermudah dalam analisa 3. Sumber Data a. Sumber Data Primer Adapun sumber data primer yang digunakan dalam penelitian ini yaitu yang berkaitan langsung dengan penelitian ini. Antara lain buku karangan Yusuf Al Qordhowi, ”Fiqih praktis bagi kehidupan modern”, “Pedoman Puasa dan Fatwa Kontemporer, “Fiqih Taysir”, dan karangan Ja‟far Al Mugniyah yang yang berjudul “Fiqih lima Madzhab”,” metodologi penelitian fiqh, karangan b. Sumber Data Skunder Sumber data skunder yaitu sumber data yang digunakan sebagai landasan teori yang diperoleh dari hadist, kitab fiqh, syafi‟i, internet dan buku-buku yang berkaitan dengan permasalahan ini, antara lain : Puasa dan i‟tikaf karangan wahbah al Zulhayli, Pedoman Puasa karangan Teuku Muhammad Hasbi as shodiqin, fiqh sunah karangan sayid syabiq, Internet dan buku-buku lainnya. 4. Teknik Analisis Data Analisis Data yang di gunakan adalah conten analisys yaitu merupakan analisis alamiah tentang isi pesan atau komunikasi secara
16
sistemis dan juga analisisnya mendasarkan pada deskripsi yang dimanifestasikan.18
H. Sistematika Penulisan Dalam penelitian ini sistematika yang coba penulis ketengahkan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: Bab I Pendahuluan, meliputi; latar belakang masalah, Perumusan masalah, Tujuan penelitian, Kegunaan penelitian, Telaah pustaka, Metode penelitian dan sistematika penulisan. Bab II Tinjauan umum puasa dan Infus. Dalam tinjauan umum puasa akan membahas; akan pengertian puasa dan khikmahnya, syarat
dan rukun puasa dan hal-hal yang
membatalkan puasa. Dan dalam tinjauan infus akan membahas; pengertian infus,jensjenis infus,dan Fungsi infuse dalam pemakaianya. Bab III Dalam
bab
ini
akan
mengcover
biografi
Yusuf
AlQardhawi, yang meliputi; Riwayat hidup dan karya - karya Yusuf AlQardhawi, Pemikiran Yusuf AlQardhawi tentang hukum infus bagi orang yang berpuasa, serta metolog iyang di gunakan yusuf al Qardhawi dalam menentukan hukum tersebut. Bab IV Merupakan Hasil penelitian dan pembahasan yang meliputi ; Analisis terhadap Pemikiran Yusuf Al - Qardhawi tentang hukum infus 18
Noeng Muhandjir, Metodologi Penelitian Kualitatif,( Yogyakarta: Rake Sarasin, 1996), h. 49 - 51
17
bagi orang yang berpuasa, dan Analisis terhadap Metodologi Yusuf Al Qardhawi dalam menentukan hukum infus bagi orang yang berpuasa Bab V merupakan Penutup yang terdiri atas rangkaian kesimpulan dan saran- saran, yang dilengkapi dengan daftar riwayat hidup.