BAB I
PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kabupaten Bantaeng merupakan salah satu kabupaten yang berada di Provinsi Sulawesi Selatan, tepatnya terletak dibagian Selatan dari ibukota Provinsi Sulawesi Selatan. Secara geografis, kabupaten ini terletak pada titik koordinat 5o21’23” - 5o35’26” Lintang Selatan dan 119o51’42” - 120o5’26” Bujur Timur. Wilayah administrasi Kabupaten Bantaeng memiliki luas 395,83 kilometer persegi atau 39.583 hektar, dengan sumber daya alam berupa kawasan hutan seluas 6.222 hektar atau 15,72% dari luas wilayah administrasinya. Sebagai sebuah sumber daya alam, kawasan hutan yang berada di kabupaten ini mempunyai fungsi ekologis yang sangat penting terutama bagi masyarakat desa sekitarnya. Misalnya, Hutan Desa Campaga yang ditetapkan berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kehutanan Nomor SK.55/Menhut-II/2010 dengan luas areal kerja 23,68 hektar dan berada di kawasan hutan lindung memiliki potensi sumber mata air yang airnya dimanfaatkan guna memenuhi kebutuhan pengairan sawah yang berada di sekitarnya. Mata air tersebut yaitu mata air Siri’, mata air Babangtangngayya, dan mata air Taruttu. Mata air Siri’ mampu memproduksi air sebanyak 5.000 liter/detik, airnya kemudian masuk ke saluran irigasi Palaguna dan mengairi sekitar 193,53 hektar sawah di Desa Barua dan sekitar 200 hektar sawah yang berada di Kelurahan Tanahloe. Mata air Babangtangngayya dan mata air Taruttu mampu memproduksi air sebanyak 45 liter/detik dialirkan masuk ke
1
saluran irigasi Taruttu dan mengairi sekitar 142,05 hektar sawah yang berada di Kelurahan Campaga (Supratman dan Sahide, 2013). Seluruh sawah yang saat ini menerima pengairan irigasi dari dua saluran irigasi tersebut dulunya adalah sawah-sawah tadah hujan yang hanya dapat ditanami sebanyak satu atau dua kali dalam setahun tepatnya ketika musim penghujan saja. Namun, setelah adanya pengairan irigasi terjadi peningkatan intensitas tanam yang dilakukan petani menjadi tiga kali dalam setahun yaitu dua kali musim tanam padi dan satu kali musim tanam palawija (Supratman dan Sahide, 2013). Kedepannya kebutuhan pangan masyarakat akan terus meningkat sejalan dengan pertambahan jumlah penduduk, sehingga sudah barang tentu kebutuhan terhadap suplai air irigasi untuk kebutuhan pengairan sawah yang digarap petani ikut meningkat pula. Agar suplai air yang masuk ke dalam saluran irigasi Palaguna maupun saluran irigasi Taruttu tetap dapat memenuhi kebutuhan pengairan petak-petak sawah di sekitarnya sepanjang musim tanam, maka kondisi ekosistem kawasan Hutan Desa Campaga sebagai daerah resapan air bagi mata air yang
berada di dalamnya harus tetap terpelihara. Secara ekologis kondisi
ekosistem kawasan hutan yang terpelihara memberikan pengaruh terhadap peningkatan fungsi hidrologis yakni ketersediaan air (supply side) sepanjang tahun dan menurunkan potensi kelangkaan air. Fauzi (2011) menyatakan bahwa kelangkaan air merupakan suatu refleksi yang diberikan oleh masyarakat umum terhadap ketersediaan sumber daya air yang semakin menunjukkan penurunan baik secara kuantitas ataupun kualitas.
2
Kelangkaan air dimungkinkan dapat dialami oleh para petani di sekitar Hutan Desa Campaga, dikarenakan air yang selama ini dimanfaatkan guna pengairan sawah masih dipahami sebagai barang yang didapatkan tanpa perlu mengeluarkan biaya, dengan kata lain bahwa nilai air tidak dimasukkan sebagai salah satu komponen biaya produksi dalam proses produksi tanaman pertanian yang harus dibayarkan guna upaya pelestarian Hutan Desa Campaga. Menurut Cruz et al. (2000), pemanfaatan air yang belum memasukkan biaya yang sebenarnya guna upaya pelestarian kawasan sumber air dapat berakibat nilai air menjadi dibawah nilai yang sebenarnya (under value). Akibat yang kemudian ditimbulkan dari kondisi ini antara lain banyaknya terjadi kasus in-efisiensi penggunaan air (overuse) oleh masyarakat, sehingga dapat memicuh terjadinya degradasi dan deplesi sumber daya air yang pada akhirnya menjadikan air yang awalnya merupakan public goods bergeser menjadi private goods. Di beberapa wilayah, deteriorasi sumber air selain disebabkan oleh semakin meningkatnya kerusakan hutan dan terjadinya inefisiensi pemanfaatan air oleh masyarakat untuk berbagai peruntukan, juga semakin diperparah dengan ketidakcukupan pendanaan guna membiayai upaya pelestarian kawasan hutan. Sejauh ini, upaya-upaya pelestarian kawasan hutan yang dilakukan umumnya masih mengandalkan pendanaan yang bersumber dari pendapatan negara misalnya pajak. Namun, pola pendanaan semacam ini mempunyai kelemahan yaitu jika sistem pajak tidak efektif ataupun terjadi krisis ekonomi, maka berdampak terhadap penurunan jumlah alokasi dana guna pelestarian kawasan hutan.
3
Selain pola pendanaan yang bersumber dari pemerintah, terdapat suatu pola pendanaan yang telah diterapkan dibeberapa negara yang dikenal dengan selforganized private deals yang melibatkan pihak pengguna jasa air secara langsung. Mekanisme pendanaan self-organized private deals untuk membiayai kegiatan perlindungan kawasan sumber air dengan meminimalkan keterlibatan pemerintah. Penerapan
mekanisme
pendanaan
self-organized
private
deals
telah
diimplementasikan oleh pemerintah Filipina pada rumah tangga pengguna air di Los Banos. Pengguna air rumah tangga yang memanfaatkan air yang bersumber dari kawasan Hutan Makiling bersedia memberikan tambahan biaya (additional payments) antara $0.03-$0.04 per meter kubik dari air yang digunakannya untuk membiayai berbagai kegiatan perlindungan dan rehabilitasi kawasan sumber mata airnya (Johnson et al., 2001; Cruz et al., 2000). Sejalan dengan itu, dalam rangka pelestarian kawasan Hutan Desa Campaga sebagai kawasan perlindungan tata air, maka kontribusi petani pengguna air irigasi dalam bentuk kesediaan membayar guna pendanaan upaya pelestarian kawasan hutan desa ini sangat dibutuhkan. 1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan diuraikan tersebut, maka ada dua permasalahan yang ditelaah dalam penelitian ini yaitu:
1. Faktor-faktor apa sajakah yang mempengaruhi kesediaan membayar petani pengguna air irigasi guna pendanaan upaya pelestarian kawasan Hutan Desa Campaga?.
4
2. Berapakah nilai kesediaan membayar petani pengguna air irigasi guna pendanaan upaya pelestarian kawasan Hutan Desa Campaga? 1.3 Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah: 1. Menganalisis beberapa variabel yang dapat membentuk faktor-faktor yang mempengaruhi kesediaan membayar petani pengguna air irigasi guna pendanaan upaya pelestarian kawasan Hutan Desa Campaga. 2. Menganalisis nilai kesediaan membayar petani pengguna air irigasi guna pendanaan upaya pelestarian kawasan Hutan Desa Campaga. 1.4 Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan memberikan manfaat berupa: 1. Bahan informasi kepada pemerintah daerah dalam pengambilan kebijakan yang mendorong peran serta para petani sebagai penerima manfaat air irigasi dalam upaya pelestarian kawasan Hutan Desa Campaga. 2. Rekomendasi kepada pemerintah daerah dalam merumuskan tarif pajak air irigasi yang layak bagi petani atas pemanfaatan air irigasi dari sumber mata air yang berada di kawasan Hutan Desa Campaga.
5