BPS PROVINSI SULAWESI SELATAN No. 72/12/73/Th. II, 23 Desember 2014
STRUKTUR ONGKOS USAHA PERKEBUNAN KELAPA SAWIT, KARET, DAN TEBU TAHUN 2014 DI PROVINSI SULAWESI SELATAN RATA-RATA JUMLAH BIAYA USAHA PERKEBUNAN KELAPA SAWIT PER HEKTAR MENCAPAI 76,65 % DARI TOTAL NILAI PRODUKSI A. Kelapa Sawit
Rata-rata biaya produksi usaha perkebunan kelapa sawit setahun per hektar mencapai Rp 9,26 juta (76,65 persen dari total nilai produksi).
Biaya produksi usaha perkebunan kelapa sawit yang paling besar yaitu pengeluaran untuk lahan/sewa lahan sebesar 41,60 persen.
B. Kakao
Rata-rata biaya produksi usaha perkebunan kakao setahun per hektar mencapai Rp 10,99 juta (100 persen dari total nilai produksi).
Biaya produksi usaha perkebunan karet yang paling besar yaitu pengeluaran untuk tenaga kerja sebesar 44,37 persen, dengan jenis kegiatan terbesar berada pada proses pemanenan yang mencapai 36,67 persen dari seluruh total biaya produksi.
C. Kopi
Rata-rata biaya produksi usaha perkebunan kopi setahun per hektar
mencapai Rp 9,57 Juta
(73,02 persen dari total nilai produksi).
Biaya produksi usaha perkebunan kopi yang paling besar yaitu pengeluaran untuk tenaga kerja sebesar 51,20 persen, dengan jenis kegiatan terbesar berada pada proses pemanenan yang mencapai 30,68 persen dari seluruh total biaya produksi.
D. Tebu
Rata-rata biaya produksi usaha perkebunan tebu setahun per hektar mencapai Rp 24,04 juta (67,44 persen dari total nilai produksi).
Biaya produksi usaha perkebunan tebu yang paling besar yaitu pengeluaran untuk tenaga kerja sebesar 36,87 persen, dengan jenis kegiatan terbesar berada pada proses pemanenan yang mencapai 22,79 persen dari seluruh total biaya produksi..
1. PENDAHULUAN Salah satu target dalam Nawa Cita ke-7 adalah mewujudkan kemandirian ekonomi dengan menggerakkan sektor-sektor strategis ekonomi domestik dengan membangun kedaulatan pangan, mewujudkan kedaulatan energi, mewujudkan penguatan teknologi melalui kebijakan penciptaan dan sistem inovasi nasional. Salah satu komoditas tanaman perkebunan yang diharapkan mampu swasembada adalah tebu yang merupakan tanaman penghasil produk gula. Sesuai amanat Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 16 tahun 1997 tentang statistik, Badan Pusat Statistik (BPS) menyelenggarakan Sensus Pertanian setiap 10 tahun sekali. Kegiatan Sensus Pertanian 2013 (ST2013) merupakan kegiatan sensus yang keenam yang diselenggarakan oleh BPS. Pelaksanaan ST2013 dilakukan secara bertahap, dimulai dari Pemutakhiran Direktori Perusahaan Pertanian tahun 2012, Pencacahan Lengkap Usaha Pertanian pada Mei 2013, dan dilanjutkan Survei Pendapatan Rumah Tangga Usaha Pertanian (SPP 2013) pada November 2013, serta Survei Rumah Tangga Usaha Subsektor Pertanian tahun 2014 sebagai rangkaian terakhir dari kegiatan ST2013. Dalam Berita Resmi Statistik (BRS) ini, disajikan data tentang nilai produksi dan struktur ongkos kegiatan rumah tangga usaha perkebunan yang terdiri dari komoditas kelapa sawit, karet dan tebu.
2. STRUKTUR ONGKOS RUMAH TANGGA USAHA PERKEBUNAN KOMODITAS UNGGULAN NASIONAL DI SULAWESI SELATAN Hasil ST2013 sub sektor juga memberikan informasi tentang struktur ongkos rumah tangga usaha perkebunan. Seperti tampak pada gambar 2 terlihat bahwa secara umum rata-rata jumlah biaya untuk kegiatan usaha tanaman kako paling besar dibandingkan dengan tanaman lainnya. Rata-rata jumlah total biaya usaha tanaman karet selama setahun mencapai hampir 100 % atau impas dari nilai produksi (Rp 10,99 juta). Sementara untuk komoditas tebu rata-rata jumlah biaya selama setahun jika dibandingkan dengan nilai produksi mencapai 67,44 % (Rp 16,21 juta) atau terendah dibandingkan komoditas lainnya. Komoditas kelapa sawit sebesar 76,65 % (Rp 9,27 juta) dan komoditas kopi sebesar 73,02 persen (Rp 6,99 Juta). Dari hasil ini secara relatif kegiatan usaha tanaman tebu lebih menguntungkan dibandingkan komoditas karet atau kelapa sawit. Gambar 2. Perbandingan Rata-Rata Biaya Produksi Rumah Tangga Usaha Perkebunan Terhadap Nilai Produksi di Sulawesi Selatan Tebu
67,44
Kopi
73,02
Kakao
100,00
Kelapa Sawit
76,65 0,00
10,00
20,00
30,00
40,00
Nilai Produksi
2
50,00
60,00
70,00
Pengeluaran
Berita Resmi Statistik No. 72/12/73/Th. II, 23 Desember 2014
80,00
90,00 100,00
Pada komoditas kelapa sawit sebagian besar biaya digunakan untuk membayar lahan/sewa lahan sebesar 41,60 persen dan untuk biaya tenaga kerja sebesar 27,15 persen dengan jenis kegiatan terbesar berada pada proses pemanenan yang mencapai 17,73 persen dari seluruh total biaya. Sementara itu ratarata jumlah pengeluaran benih, pupuk, pestisida dan sewa alat dan sarana masing-masing mencapai 0,61 persen, 9,63 persen, 3,16 persen, dan 0,96 persen. Struktur pengeluaran komoditas tanaman kakao secara relatif memiliki perbedaan dengan kegiatan tanaman kelapa sawit, pengeluaran terbesar adalah untuk tenaga kerja sebesar 44,37 persen dengan jenis kegiatan terbesar berada pada proses pemanenan yang mencapai 27,20 persen dari seluruh total biaya. Sementara itu rata-rata jumlah pengeluaran benih, pupuk, pestisida dan sewa alat masingmasing mencapai 1,22 persen, 7,20 persen, 2,80 persen, dan 1,69 persen. Tabel 2. Nilai Produksi Dan Biaya Per Hektar Usaha Komoditas Kelapa Sawit dan Kakao di Sulawesi Selatan Tahun 2014 Komoditas Uraian (1) Nilai Produksi Biaya 1. Benih/Penyisipan/tanaman pelindung 2. Pupuk 3. Stimulan 4. Pestisida 5. Tenaga kerja a. Pengolahan lahan b. Penanaman pohon pelindung c. Penanaman tanaman perkebunan d. Pemeliharaan e. Pemupukan f. Pengendalian OPT g. Pemanenan 6. Sewa lahan 7. Sewa alat dan sarana 8. Jasa Pertanian 9. Pengeluaran lainnya
Kelapa Sawit Nilai (000 Rp) % (2) (3)
Kakao Nilai (000 Rp) (4)
% (5)
12.088,82
-
10.988,46
-
9.266,55 56,39 892,36 2,09 292,39 2.515,47 136,48 0,00 15,52 378,07 231,67 110,41 1.643,20 3.854,81 88,91 33,60 1.530,53
100,00 0,61 9,63 0,02 3,16 27,15 1,47 0,00 0,17 4,08 2,50 1,19 17,73 41,60 0,96 0,36 16,52
10.996,14 133,66 791,54 8,58 307,60 4.879,34 177,41 31,44 61,91 829,40 226,48 561,46 2.991,24 4.031,80 186,05 14,97 642,60
100,00 1,22 7,20 0,08 2,80 44,37 1,61 0,29 0,56 7,54 2,06 5,11 27,20 36,67 1,69 0,14 5,84
Selain komoditas kelapa sawit dan kako, komoditas kopi dan tebu juga merupakan komoditas unggulan. Untuk komoditas kopi, dilihat dari struktur pengeluarannya, terbesar adalah untuk tenaga kerja sebesar 51,20 persen dengan jenis kegiatan terbesar pada kegiatan pemanenan yang mencapai 30,68 persen dari total biaya. Pengeluaran terbesar kedua adalah untuk biaya lahan/sewa lahan, yakni sebesar 28,76 persen. Sementara itu rata-rata jumlah pengeluaran benih, pupuk, pestisida dan sewa alat masing-masing mencapai 0,50 persen, 5,21 persen, 2,13 persen, dan 2,75 persen. Struktur pengeluaran untuk tebu relatif sama dengan kopi, yang mana pengeluaran terbesarnya adalah untuk biaya tenaga kerja, yakni sebesar 36,84 persen dengan jenis kegiatan terbesar pada kegiatan pemanenan yang mencapai 22,79 persen dari total biaya. Sedikit berbeda dengan kopi, pengeluaran terbesar kedua tebu adalah untuk biaya pupuk yang mencapai
11,70 persen, lalu disusul biaya untuk lahan/sewa lahan sebesar 10,57 persen. Sementara itu rata-rata jumlah pengeluaran sewa alat dan sarana, benih dan pestisida masing-masing mencapai 10,16 persen, 4,79 persen, dan 6,04 persen.
Tabel 3. Nilai Produksi Dan Biaya Per Hektar Usaha Komoditas Kopi dan Tebu di Sulawesi Selatan Tahun 2014 Komoditas Uraian (1) Nilai Produksi Biaya 10. Benih/Penyisipan/tanaman pelindung 11. Pupuk 12. Stimulan 13. Pestisida 14. Tenaga kerja h. Pengolahan lahan i. Penanaman pohon pelindung j. Penanaman tanaman perkebunan k. Pemeliharaan l. Pemupukan m. Pengendalian OPT n. Pemanenan 15. Sewa lahan 16. Sewa alat dan sarana 17. Jasa Pertanian 18. Pengeluaran lainnya
3.
Kopi Nilai (000 Rp) (2)
% (3)
9.572,99 6.991,95 34,93 364,17 14,48 148,84 3.580,20 146,26 14,38 37,93 957,54 113,02 165,70 2.145,37 2.011,03 192,21 48,40 597,69
Tebu Nilai (000 Rp) (4)
% (5)
24.044,44 100 0,50 5,21 0,21 2,13 51,20 2,09 0,21 0,54 13,69 1,62 2,37 30,68 28,76 2,75 0,69 8,55
16.213,33 775,86 1.896,90 0,00 980,04 5.973,57 833,55 4,27 483,77 494,19 265,29 142,81 3.695,62 1.713,32 1.647,24 0,00
100,00 4,79 11,70 0,00 6,04 36,84 5,14 0,03 2,98 3,05 1,64 0,88 22,79 10,57 10,16 0,00
3.226,40
19,90
METODOLOGI, KONSEP, DAN DEFINISI
A. METODOLOGI
Survei usaha rumah tangga tanaman perkebunan menggunakan 2 jenis kerangka sampel yaitu kerangka sampel pemilihan blok sensus dan pemilihan rumah tangga. Untuk pemilihan blok sensus, kerangka sampel yang digunakan yaitu daftar blok sensus biasa dan blok sensus persiapan bermuatan cakupan ST2013 yang distratifikasi menurut jenis tanaman perkebunan utama dan luas tanam setahun yang lalu (tebu) atau jumlah pohon menghasilkan pada saat pencacahan ST2013-L (kelapa sawit dan karet) yang diurutkan menurut strata. Blok sensus yang memenuhi syarat (eligible) adalah blok sensus yang memiliki jumlah eligible rumah tangga sebanyak 10 atau lebih. Sedangkan, kerangka sampel untuk pemilihan sampel rumah tangga, yaitu daftar nama kepala rumah tangga usaha tanaman perkebunan hasil pemutakhiran rumah tangga di setiap blok sensus terpilih yang diurutkan menurut jenis tanaman perkebunan utama. Metode sampling yang digunakan adalah metode sampling dua tahap. Pada tahap pertama, dari kerangka sampel blok sensus, dipilih sejumlah blok sensus secara probability proportional to size dengan
4
Berita Resmi Statistik No. 72/12/73/Th. II, 23 Desember 2014
size jumlah rumah tangga usaha tanaman perkebunan hasil ST2013-L. Tahap kedua, dari kerangka sampel rumah tangga dipilih sejumlah rumah tangga secara sistematik. Rumah tangga usaha tanaman perkebunan dikategorikan sebagai sampel rumah tangga jika memenuhi syarat Batas Minimal Usaha (BMU) kelapa sawit dan karet masing-masing sebesar 15 pohon dan 250 pohon. Sedangkan untuk tanaman tebu sebesar 650 m2. Jumlah sampel untuk komoditas tanaman kelapa sawit sebanyak 27.726 rumah tangga. Jumlah sampel untuk komoditas tanaman karet sebanyak 46.569 rumah tangga. Jumlah sampel untuk komoditas tanaman tebu sebanyak 8.831 rumah tangga.
B. KONSEP DAN DEFINISI Rumah Tangga Usaha Perkebunan adalah rumah tangga yang salah satu atau lebih anggota rumah tangganya mengelola usaha perkebunan dengan tujuan sebagian atau seluruh hasilnya untuk dijual, baik usaha pertanian milik sendiri, secara bagi hasil, atau milik orang lain dengan menerima upah, dalam hal ini termasuk jasa pertanian. Ongkos/biaya yang dicatat adalah biaya yang benar-benar telah digunakan (bukan jumlah yang dibeli/disimpan) selama setahun yang lalu. Benih, tanaman pelindung, pupuk, stimulan, dan pestisida yang bukan pembelian diperkirakan nilainya sesuai harga setempat. Penghitungan ongkos dan biaya pada tanaman tahunan adalah seluruh ongkos dan biaya yang dikeluarkan selama setahun yang lalu untuk seluruh bidang tanaman. Sedangkan pada tanaman semusim, penghitungan struktur ongkos berdasarkan pada seluruh pengeluaran tanaman perkebunan semusim terpilih yang panen selama setahun yang lalu.