BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pernikahan dini merupakan institusi agung untuk mengikat dua insan lawan jenis yang masih remaja dalam satu ikatan (Luthfiyah,2008). Pola pikir zaman primitif dengan zaman yang sudah berkembang jelas berbeda, hal ini dibuktikan dengan sebuah paradoks perkawinan antara pilihan orang tua dengan kemauan sendiri, pernikhan dini dipaksakan atau pernikahan dini karena kecelakaan. Namun prinsip orang tua pada zaman genepo atau zaman primitif sangat menghendaki jika anak perempuan sudah baligh maka tidak ada kata lain kecuali untuk secepatnya menikah. Kondisi demikian, dilatar belakangi oleh keberadaan zaman yang masih tertinggal, maka konsep pemikirannyapun tidak begitu mengarah pada jenjang kehidupan masa depan yang lebih baik. Tradisi pernikahan zaman nenek moyang lebih teracu dengan prospek budaya nikah dini, yakni berkisar umur 15 tahun para wanita dan pria berkisar umur 20 tahun atau kurang (Dlori, 2005). Remaja merupakan bibit awal suatu bangsa untuk menjadi bangsa yang lebih baik, bermartabat dan kuat. Oleh karena itulah, masa depan suatu bangsa terletak di tangan para remaja. Saat ini problematika yang terjadi pada para remaja adalah banyaknya remaja yang ingin membina rumah tangga dengan melakukan pernikahan dini.
1
2
Bila ditelusuri, banyak faktor menyebabkan remaja melakukan pernikahan dini, bisa karena pergaulan bebas akibat terjadi perkawinan diluar pernikahan. Faktanya di magelang tercatat ada sekitar 1456 kasus kehamilan diluar nikah dalam setahun. Hal lain adalah informasi yang menyimpang yang mengubah gaya pandang remaja atau bisa juga disebabkan oleh faktor ekonomi. Walaupun banyaknya faktor yang melatar belakangi pernikahan dini, akan tetapi dampak buruk yang terjadi ketika melakukan pernikahan dini lebih banyak pula. Dampak tersebut terdiri dari dampak fisik dan mental. Secara fisik, misalnya Remaja itu belum kuat, tulang panggulnya masih terlalu kecil sehingga bisa membahayakan proses persalinan. Untuk Nanggroe Aceh Darussalam, pada periode januari sampai September 2006, dari 112.667 ibu hamil ditemukan 84 orang meninggal di sebabkan oleh pernikahan dini (Burhani, 2009). Perempuan yang menikah dibawah umur 20 tahun beresiko terkena kanker leher rahim, pada usia remaja sel-sel leher rahim belum tumbuh dengan matang. Kalau terpapar oleh Human Papiloma Virus (HPV) maka pertumbuhan sel akan menyimpang menjadi kanker. dr Nugroho Kampono, Sp.OG menyebutkan kanker leher rahim menduduki peringkat pertama kanker yang menyerang perempuan Indonesia, angaka kejadiannya saat ini 23% diantara kanker lainnya (Burhani,2009).
3
Remaja akan mengalami masa reproduksi lebih panjang, sehingga memungkinkan banyak peluang besar untuk melahirkan dan mempunyai anak. Secara Nasional, tingkat laju pertumbuhan penduduk sekitar 1,6% pertahun atau sekitar 3-4 juta bayi lahir setahunnya. Ini menjadi angka yang sangat fantastis dan membahayakan. Bila tingkat kelahiran di Aceh juga meningkat maka kemungkinan besar akan menyebabkan polemik baru di Aceh. Aceh dengan provinsi yang masih berbenah baik dari segi kesehatan, lapangan kerja, pemerintah juga ekonomi pasca konflik dan tsunami maka akan tercapainya permasalahan yang krusial yang harus dihadapi oleh pemerintah Aceh (Disdukpencapil.RI.2005). Akibat pernikahan dini, para remaja saat hamil dan melahirkan akan sangat mudah menderita anemia. Dan ketidaksiapan fisik juga terjadi pada remaja yang melakuakn pernikahan dini akan tetapi juga terjadi pada anak yang dilahirkan. Dampak buruk tersebut berupa
bayi lahir dengan berat
rendah, hal ini akan menjadikan bayi tersebut tumbuh menjadi remaja yang tidak sehat, tentunya ini juga akan berpengaruh pada kecerdasan buatan si anak dari segi mental (Manuaba,2001). Dalam ilmu kesehatan kandungan usia yang baik untuk hamil 25-35 tahun, maka bila usia kurang meski secara fisik dia telah menstruasi dan bisa dibuahi, namun bukan berarti siap untuk hamil dan melahirkan mempunyai kemtangan mental untuk melakukan reproduksi yakni berpikir dan dapat menanggulangi resiko-resiko yang akan terjadi pada masa reproduksinya, seperti misalnya terlambat memutuskan mencari pertolongan karena
4
minimnya
informasi
sehingga
terlambat
mendapat
perawatan
yang
semestinya. Pernikahan dini juga menghentikan kesempatan seorang remaja meraih pendidikan yang lebih tinggi, berinteraksi dengan lingkungan teman sebaya, sehingga dia tidak memperoleh kesempatan pengetahuan dan wawasan yang lebih luas, hal ini juga berimplikasi terhadap kurangnya informasi dan sempitnya dia mendapatkan kesempatan kerja, otomatis lebih mengekalkan kemiskinan. Dari sisi sosial pernikahan dini merupakan salah satu faktor penyebab tindakan kekerasan terhadap istri, ini timbul karena tingkat berfikir yang belum matang bagi pasangan muda tersebut. Data statistik lengkap mengenai Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT atau domistik violence) Mitra Perempuan Women’s Crisis Center di Yogyakarta menyebutkan selama periode 1994 sampai 2004, menerima pengaduan 994 kasus kekerasan yang terdata, selanjutnya Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan menyabutkan 11,4% dari 217 juta penduduk Indonesia atau setara dengan 24 juta perempuan mengaku pernah mengalami kekerasan dalam rumah tangga (Dlori,2005). Tingginya angka pernikahan usia dini, menunjukkan bahwa pemberdayaan law enforcement dalam hukum perkawinan masih rendah. Apapun alasannya, masa muda adalah masa yang sangat indah untuk dilewatikan, dengan hal-hal yang positif. Masa muda adalah waktu untuk membangun emosi, kecerdasan dan fisik. Ketiganya merupakan syarat dalam menjalani kehidupan yang lebih layakpada masa depan.
5
Badan Koordinsi Keluarga Berencan Nasional (BKKBN) Pusat, menyarankan kaum muda untuk menghindari pernikahan di usia dini guna menghindari kemungkinan terjadinya resiko kanker leher rahim ( kanker serviks) pada pasangan istri, serta berdsarkan pasal 6 ayat 2 UU No.1 Tahun 1974 menyatakan bahwa untuk melangsungkan suatu perkawinan seseorang yang belum mencapai umur 20 tahun harus mendapat izin dari kedua orang tua (Burhani, 2009). Pemerintah harus berkomitmen serius dalam menengakkan hukum yang berlaku terkait pernikahan anak dibawah umur sehingga pihak-pihak yang ingin melakukan pernikahan dengan anak dibawah umur berfikir dua kali terlebih dahulu sebelum melakukannya. Selain itu, pemerintah harus semakin giat mensosialisasikan undang-undang terkait pernikahan anak dibawah umur beserta sanksi bila melakukan pelanggaran dan menjelaskan resiko terburuk yang bisa terjadi pernikahan anak dibawah umur kepada masyarakat, diharapkan dengan upaya tersebut, masyarakat tahu dan sadar bahwa pernikahan anak dibawah umur adalah sesuatu yang salah dan harus dihindari. Upaya pencengahan pernikahan anak dibawah umur dirasa akan semakin maksimal bila anggota masyarakat turut serta berperan aktif dalam pencengahan pernikahan anak dibawah umur yang ada disekitar mereka. Sinergi antara pemeri ntah dan masyarakat merupakan jurus terampuh sementara ini untuk mencengah terjadinya pernikahan anak bibawah umur sehingga kedepannya diharapkan tidak ada lagi anak yang menjadi korban
6
akibat pernikahan tersebut dan anak-anak Indonesia bisa lebih optimis dalam menatap masa depannya kelak, (Alfiyah,2010). Paling sedikit setengah perempuan muda di negara Afrika SubSahara, mulai hidup bersama pertama kali sebelum usia 18 tahun. Di Amerika Latin dan Karibia, 20-40% dan wanita muda memauki hidup bersama, dan di Afrika Utara dan Timur Tengah, provinsinya 30% atau kurang. Di Asia, kemungkinan perkawinan awal berbeda sekali, 73% perempuan di Bangladesh memasuki kehidupan bersama sebelum usia 18 tahun, dibandingkan dengan 14% di Filipina dan Sri Langka, dan hanya 5% di cina. Para wanita di negara maju tidak mungkin kawin sebelum usia 18 tahun, walaupun di Prancis, Inggris dan Amerika Serikat sebanyak 10-11% melakukannya, tetapi di Jerman dan di polandia hanya 3-4% wanita semuda ini melakukannya (anonymous, 2013). Masalah kematian dan morbilitas ibu juga dikontribusikan oleh kelompok remaja. Lebih dari seperlima penduduk Indonesia yang berjumlah 206 juta adalah para remaja berusia 10-18 tahun. Data SDKI 1997 megindikasikan bahwa banyak wanita muda (10% berusia 15-19 tahun ) yang memiliki anak sebelum mencapai usia 20 tahun ( terlalu muda). Data Susena 1998 mengidentifikasikan bahwa di 8 dan 27 provinsi, terdapat sekitar 10% wanita ( 25-34 tahun) yang melaporkan menikah sebelum berusia 16 tahun ( Depkes RI, 2003)
7
Menurut survey tahun 2005 terdapat 21,5% wanita di indonesia yang perkawinan pertamanya dilakukan ketika berusia 17
tahun. Di daerah
pedesaan dan perkotaan wanita melakukan perkawinan dibawah umur tercatat masing-masing 24,4% dan 16,1%. Persentase tersebar kawin muda terdapat diprovinsi Jawa Timur 90,3%, Jawa Barat 39,6% dan Kalimantan Selatan 37,5%. Serta pernikanan dini berkisar 12-20% yang dilakukan oleh pasangan baru. Biasanya, pernikahan dini dilakukan pada pasangan usia muda rata-rata umumnya antara 16-20 tahun. Secara Nasional pernikahan dini dengan usia pengantin dibawah usia 16 tahun sebanyak 26,95% (Disdukpencapil.RI ,2005). Beberapa daerah di Indonesia berdasarkan laporan pencapaian Millenium Development Goal’s (MDG’s) Indonesia 2007 yang diterbitkan oleh Bappenas (Badan Pengawasan Nasional) menyebutkan, bahwa penelitian Monitoring pendidikan oleh Education Network For Justice pada enam desa/kelurahan di Kabupaten Serdang Badagai (sumatera utara), kota Bogor (jawa barat), dan kabupaten pasuran ( jawa timur) menemukan 28,10% informasi menikah pada usia dibawah 18 tahun. Mayoritas dari mereka adalah perempuan yakni sebanyak 76,03% dan terkonsentrasi di dua desa penelitian di jawa timur (58,31%). Angka tersebut sesuai dengan data dari BKKBN yang menunjukkan tingginya pernikahan di bawah usia 16 tahun di Indonesia, yaitu mencapai 25% dari jumlah pernikahan yang ada. Bahkan di beberapa daerah persentase lebih besar, seperti jawa timur (39,43%), dan jawa tengah (27,84%).
8
Demikian juga temuan Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) di kawasan pantura, perkawinan anan mencapai 35,20% di antaranya dilakukan pada usia 9-11 tahun (BKKBN,2005). Disamping itu, laporan Into A New World : Young Women’s Sexual and Reproductive Lives yang didukung oleh The William H Gates Foundation tahun 1998 telah melansirkan, usia pertama kali melahirkan di Indonesia antara usia 13-18 tahun mencapai 18 % dan pernikahan dibawah usia 18 tahun mencapai 49 % pada tahun 1998. Kondisi saat ini tidak jauh berbeda, berdasarkan hasil penelitian PKPA tahun 2008 di Provinsi Aceh. Angka pernikahan antara 16-20 tahun berjumlah 9,4 % dari 218 perempuan yang telah menikah dan akan menikah. Angka pernikahan pada usia muda bagi anak perempuan 3 kali lebih besar dibandingkan dengan anak laki-laki. Data dari Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) dari 2 juta perkawinan sebanyak 34,5 % kategori pernikahan dini. Data pernikahan dini tertinggi berada di Jawa Timur. Bahkan lebih tinggi dari angka rata-rata nasional yakni mencapai 39 %, (Bappenas, 2005). Menurut Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) usia untuk hamil dan melahirkan adalah 20 sampai 30 tahun, lebih atau kurang dari usia tersebut adalah beresiko. Kesiapan seseorang perempuan untuk dan melahirkan atau mempunyai anak ditentukan oleh kesiapan dalam tiga hal, yaitu kesiapan fisik, kesiapan mental/emosi/psikologis dan kesiapan sosial/ekonomi. Secara umu, seseorang perempuan dikatakan siap secara fisik
9
jika telah menyelesaikan pertumbuhan tubuhnya (ketika tubuhnya berhenti tumbuh), yaitu sekitar usia 20 tahun. Sehingga usia 20 tahun bisa dijadikan pedoman kesiapan fisik (BKKBN,2005). Provinsi Aceh mengemukakan pernikahan dini yang terjadi di Aceh pada tahun 2010 sampai 2011 sekitar 1532 (27,98 %) dari 5475 orang yang menikah. Berdasarkan data dari Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil didapat peningkatan pernikahan usia dini sebesar 25 % di Kabupaten Pidie, hal ini disebabkan karena faktor penyuluhan kesehatan dan tingkat pendidikan orang tua yang rendah serta rumah tangga yang bermasalah (Disdukcapil.Pidie, 2010). Berdasarkan data dari Kantor Urusan Agama (KUA) kecamatan Delima pada tahun 2010-2012 diperoleh sebanyak 48 pasangan (75 %) suami istri yang menikah di usia dini. Berdasarkan studi pendahuluan di Desa Ceurih Kupula Kecamatan Delima Kabupaten Pidie didapatkan semua pasangan suami istri yaitu 50 pasangan dan yang menikah dibawah umur 20 tahun pada tahun 2011 samapi tahun 2013 adalah 29 pasangan (58%). Berdasarka studi pendahuluan di atas peneliti tertarik untuk meneliti tentang “ faktor-faktor yang berhubungan dengan perkawinan di usia dini pada wanita di Desa Ceurih Kupula Kecamatan Delima Kabupaten Pidie ”.
10
B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah yang diuraikan, maka penulis dapat merumuskan masalah yang ada yaitu : ” Apa saja faktor-faktor yang berhubungan dengan
perkawinan di usia dini pada wanita di Desa
Ceurih Kupula Kecamatan Delima Kabupaten Pidie ”. C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum Untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan perkawinan usia dini pada wanita di Desa Ceurih Kupula Kecamatan Delima Kabupaten Pidie tahun 2013 2. Tujuan khusus a. Untuk mengetahui hubungan pengetahuan dengan perkawinan di usia dini pada wanita di Desa Ceurih Kupula Kecamatan Delima Kabupaten Pidie tahun 2013. b. Untuk mengetahui hubungan pendidikan dengan perkawinan di usia dini pada wanita di Desa Ceurih Kupula Kecamatan Delima Kabupaten Pidietahun 2013. c. Untuk
mengetahui
hubungan
penghasilan
orang tua
dengan
perkawinan di usia dini pada wanita di Desa Ceurih Kupula Kecamatan Delima Kabupaten Pidie tahun 2013.
11
D. Manfaat Penelitian 1. Bagi penelitian Hasil penelitian ini dapat mengaplikasikan ilmu yang dapat saat kuliah dan menambah pengalaman dalam penulisan skripsi, serta sebagai masukan pengetahuan tentang pernikahan usia dini. 2. Bagi masyarakat Untuk memberikan informasi tentang faktor pernikahan usia dini 3. Bagi instansi kesehatan Dapat menambah pengetahuan dan meningkatkan pelayanan dalam bidang kesehatan. 4. Bagi akademik Sebagai bahan kajian terhadap teori yang telah diperoleh mahasiswa selama mengikuti kegiatan belajar mengajar di STIKES U’Budiyah Banda Aceh sekaligus sebagai bahan di perpustakaan instusi pendidikan. E. Keaslian Penelitian Irene astri (2011) dengan judul fakror – faktor yang berhubungan dengan perkawinan di usia muda pada wanita Bogor. “hasil penelitian ini mayoritas sebanyak 53,27 % responden berusia 17 tahun dengan tingkat pendidikan yang diperoleh terakhir adalah Sekolah Dasar sebanyak 40,34 %. Pengetahuan wanita di bogor secara umum berpengetahuan cukup.
73,3 % responden
12
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pernikahan Usia Dini 1. Pengertian Pernikahan Usia Dini Perkawinan menurut undang-undang No. 1 tahun 1974 pasal 1, perkawinan adalah ikatan lahir bathin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai seorang suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa, (Jamali. A, 2006). Menurut Puspitasari dalam Jamali. A (2006) perkawinan adalah suatu ikatan lahir bathin antara seorang pria dengan seorang wanita, hidup bersama dalam rumah tangga, melanjutkan keturunan menurut ketentuan hukum syariat islam. Ada banyak pengertian pernikahan dini, Disini penulis akan menyebutkan dua diantaranya. Yang pertama yaitu menurut Prof. Dr. Sarlito Wirawan. Beliau mengatakan pernikahan dini adalah sebuah nama yang lahir dari komitmen moral dan keilmuan yang sangat kuat, sebagai sebuah solusi alternative. Sedangkan Al-Qur’an mengistilahkan ikatan pernikahan dengan “ mistaqan ghalizhan ”, artinya perjanjian kokoh atau agung yang diikat dengan sumpah, (Luthfiyah, 2008).
13
Sedangkan menurut Dlori (2005) mengemukakan bahwa : “ pernikahan dini merupakan sebuah perkawinan dibawah umur yang target persiapannya belum dikatakan maksimal-persiapan fisik, persiapan mental, juga persiapan materi. Karena demikian inilah maka pernikahan dini bisa dikatakan sebagai pernikahan yang terburu-buru, sebab segalanya belum dipersiapkan secara matang. Jika dilihat dari sudut pandang Islam bahwa dalam Islam telah diberi keluasan bagi siapa saja yang sudah memiliki kemampuan untuk segera menikah dan tidak mundur untuk melakukan pernikahan bagi mereka
yang
sudah
mampu
bagaimana
yang
akan
dapat
menghantarkannya kepada perbuatan haram (dosa) karena selain itu Rasulullah telah memberikan panduan bagi laki-laki kapan saja untuk mencari pasangan yang memiliki potensi kesuburan untuk memiliki keturunan ,(shaheed,2007). 2. Faktor yang Mendorong Terjadinya Pernikahan Dini Menurut Alfiyah (2010), ada beberapa faktor yang mendorong terjadinya perkawinan usia muda yang sering dijumpai dilingkungan masyarakat kita yaitu : a. Ekonomi Perkawinan usia muda terjadi karena adanya keluarga yang hidup digaris kemiskinan, untuk meringankan beban orang tuanya maka anak wanitanya dikawinkan dengan orang yang dianggap mampu.
14
b. Pendidikan Rendahnya tingkat pendidikan maupun pengetahuan orang tua, anak dan masyarakat, menyebabkan adanya kecenderungan mengawinkan anaknya yang masih dibawah umur. c. Faktor Orang Tua Orang tua khawatir kena aib karena anak perempuannya berpacaran dengan laki-laki yang sangat lengket sehingga segera mengawinkan anaknya. d. Media Massa Gencarnya expose seks dimedia massa menyebabkan remaja modern kian permisif terhadap seks. e. Faktor Adat Perkawinan usia muda terjadi karena orang tuanya takut anaknya dikatakan perawan tua sehingga segera dikawinkan. f. Keluarga Cerai ( Broken Home ) Banyak anak-anak korban perceraian terpaksa menikah secara dini karena
berbagai
alasan,
misalnya:
tekanan
ekonomi,
untuk
meringankan beban orang tua tunggal, membantu orang tua, mendapatkan pekerjaan, meningkatkan taraf hidup. 3. Akibat Pernikahan Usia Dini Dalam Kamus Bahasa Indonesia (Ahmad, 1996) resiko diartikan sebagai bahaya/kerugian/kerusakan. Sedangkan pernikahan diartikan sebagai suatu perkawinan, sementara “dini” yaitu awal/muda. Jadi
15
perkawinan dini merupakan perkawinan yang dilakukan pada usia yang masih muda yang dapt merugikan (Anonymous, 2013). Dlori (2005) mengemukakan bahwa “pernikahan dini merupakan sebuah perkawinan dibawah umur yang target persiapannya belum dikatakan maksimal-persiapan fisik, persiapan mental, juga persiapan materi. Karena demikian inilah maka pernikahan dini dapat dikatakan sebagai
pernikahan
yang
terburu-buru,
sebab
segalanya
belum
dipersiapkan secara matang. Nikah usia dini pada wanita tidak hanya menimbulkan persoalan hukum, melanggar undang-undang tentang pernikahan, perlindungan anak dan Hak Asasi Manusia, tapi juga menimbulkan persoalan bisa menjadi peristiwa traumatik yang akan menghantui seumur hidup dan timbulnya persoalan resiko terjadinya penyakit pada wanita serta resiko tinggi berbahaya saat melahirkan, baik pada si ibu maupun pada anak yang dilahirkan. Resiko penyakit akibat nukah usia dini beresiko tinggi terjadinya panyakit kanker leher rahim, neoritis depesi, dan konflik yang berujung perceraian ,(kawakib, 2009). Menurut Lenteraim (2010) pernikahan dini memiliki beberapa dampak sebagai berikut : a. Kesehatan Perempuan 1) Kehamilan dini dan kurang terpenuhinya gizi bagi dirinya sendiri 2) Resiko anemia dan meningkatnya angka kejadian depresi 3) Beresiko pada kematian usia dini
16
4) Meningkatnya Angka Kematian Ibu (AKI), ingat 4T 5) Study epidemiologi kanker serviks: resiko meningkat lebih dari 10x bila jumlah mitra seks 6/lebih atau bila berhubungan seks pertama dibawah usia 15 tahun 6) Semakin muda wanita memiliki anak pertama, semakin rentang terkena kanker serviks 7) Resiko terkena penyakit menular seksual b. Kualitas Anak 1) Bayi berat lahir rendah (BBLR) sangat tinggi, adanya kebutuhan nutrisi yang harus lebih banyak untuk kehamilannya dan kebutuhan pertumbuhan ibu sendiri 2) Bayi-bayi yang dilahirkan dari ibu yang berusia dibawah 18 tahun rata-rata lebih kecil dan bayi dengan BBR memiliki kemungkinan 5-30x lebih tinggi untuk meninggal c. Keharmonisan Keluarga dan Perceraian 1) Banyaknya pernikahan usia muda berbanding lurus dengan tingginya angka perceraian 2) Ego remaja yang masih tinggi 3) Banyaknya kasus perceraian merupakan dampak dari mudanya usia pasangan bercerai ketika memutuskan untuk menikah 4) Perselingkuhan 5) Ketidakcocokan hubungan dengan orang tua maupun mertua
17
6) Psikologis yang belum matang, sehingga cenderung labil dan emosional 7) Kurang mampu untuk bersosialisasi dan adaptasi Tanpa kita sadari menurut (Hidayat,2010) banyak dampak dari pernikahan dini. Ada yang berdampak bagi kesehatan, ada pula yang berdampak bagi psikis dan kehidupan remaja yaitu seperti : a. Kanker leher rahim Perempuan yang menikah dibawah umur 20 tahun beresiko terkena kanker leher rahim. Pada usia remaja, sel-sel leher rahim belum matang. Kalau terpapar human papiloma virus atau HPV pertumbuhan sel akan menyimpang akan menjadi kanker. Leher rahim adadua lapis epitel, epitel skuamosa dan epitel kolumner. Pada sambungan kedua epitel terjadi pertumbuhan yang aktif, terutama pada usia muda. Epitel kolumner akan berubah menjadi epitel skuamosa. Perubahannya disebut metaplasia. Kalau ada HPV menempel, perubahan menyimpang menjadi dysplasia yang merupakan awak dari kanker. pada usia lebih tua, diatas 20 tahun, sel-sel sudah matang, sehingga resiko makin kecil. Gejala awal perlu diwaspadai, keputihan yang berbau, gatal, serta pendarahan setelah senggama. Jika diketahui pada stadium sangat dini atau prakanker, kanker leher rahim bisa diatasi
18
secara total. Untuk itu perempuan yang aktif secara seksual dianjurkan melakukan tes Papsmear 2-3 tahun sekali. b. Neuritis depresi Depresi berat atau neuritis depresi akibat pernikahan dini ini, bisa terjadi pada kondisi kepribadian yang berbeda. Pada pribadi introvert (tertutup) akan membuat si remaja menarik diri dari pergaulan. Dia menjadi pendiam, tidak mau bergaul, bahkan menjadi seorang yang schizophrenia atau dalam bahasa awam yang dikenal orang adalah gila. Sedang depresi berat pada pribadi ekstrovert (terbuka) sejak kecil,si
remaja terdorong melakukan hal-hal
aneh untuk
melampiaskan amarahnya. Seperti, perang piring, anak dicekik dan sebagainya. Dengan kata lain, secara psikologis kedua bentuk depresi sama-sama berbahaya. “Dalam pernikahan dini sulit membedakan apakah remaja laki-laki
atau
remaja
perempuan
yang
biasanya
mudah
mengendalikan emosi. Situasi emosi mereka jelas labil, sulit kembali pada situasi normal. Sebaiknya, sebelum ada masalah lebih baik deberi prevensi dari pada mereka diberi arahan setelah menemukan masalah. Biasanya orang mulai menemukan masalah kalau dia punya anak. Begitu punya anak, berubah 100 % persen. Kalau berdua tanpa anak, mereka masih bisa enjoy, apalagi kalau keduanya
19
berasal dari keluarga cukup mampu, keduanya masih bisa menikmati masa remaja dengan bersenang-senang meski terikat dalam tali pernikahan. Usia masih terlalu muda, banyak keputusan yang diambil berdasar emosi atau mungkin mengatasnamakan cinta yang membuat mereka salah dalam bertindak. Meski tak terjadi Married By Accident (MBA) atau menikah karena “kecelakaan”, kehidupan pernikahan pasti berpengaruh besar pada remaja. Oleh karena itu, setelah dinikahkan remaja tersebut jangan dilepas begitu saja. c. Konflik yang berujung perceraian Sibuknya seorang remaja menata dunia yang baginya sangat baru dan sebenarnya dia belum siap menerima perubahan ini. Positifnya, dia mencoba bertanggung jawab atas hasil perubahan yang dilakukan bersama pacaranya. Hanya satu persoalannya, pernikahan usia dini sering berbuntut perceraian. Mampukah remaja itu bertahan? Ada apa dengan cinta? Mengapa pernikahan yang umumnya dilandasi rasa cinta bisa berdampak buruk, bila dilakukan oleh remaja? Pernikahan dini atau menikah dalam usia muda, memiliki dua dampak cukup berat. Dari segi fisik, remaja itu belum kuat, tulang punggungnya masih terlalu kecil sehingga bisa membahayakan proses persalinan.
20
Oleh karena itu pemerintah mendorong masa hamil sebaiknya dilakukan pada usia 20-30 tahun. Dari segi mental pun, emosi remaja belum stabil. Kestabilan emosi umumnya terjadi pada usia 24 tahun, karena pada saat itulah orang mulai memasuki usia dewasa. Masa remaja, boleh dibilang baru berhenti pada usia 19 tahun. Dan pada usia 20-24 tahun dalam psikologis, dikatakan sebagai usia dewasa muda atau lead edolesen. Pada masa ini biasanya mulai timbul tradisi dari gejolak remaja ke masa dewasa yang lebih stabil. Maka, kalau pernikahan dilakukan dibawah umur 20 tahun secara emosi si remaja masih ingin bertualang menemukan jati dirinya. Bayangkan kalau orang seperti itu menikah, ada anak, si istri hatus melaynai suami dan suami tidak bisa kemana-mana karena harus bekerja untuk belajar bertanggung jawab terhadap masa depan keluarga. Ini yang menyebabkan gejolak dalam rumah tangga sehingga terjadi perceraian dan pisah rumah. d. Resiko kehamilan usia dini Menurut Bdan Koordinasi Kkeluarga Berencana Nasional (BKKBN) tahun 2005 usia untuk hamil dan melahirkan adalah 20 sampai 30 tahun atau kurang dari usia tersebut adalh beresiko. Kesiapan seorang perempuan untuk hamil dan melahirkan atau mempunyai anak ditentukan oleh kesiapan dalam tiga hal, yaitu
21
kesiapan fisik, kesiapan mental/emosi/psikologi dan kesiapan soial/ekonomi. Secara umum, seorang perempuan dikatakan siap secara fisik jika telah menyelesaikan pertumbuhan tubuhnya (ketika tubuhnya berhenti tumbuh), yaitu sekitar usia 20 tahun. Sehingga usia 20 tahun bisa di jadikan pedoman kesiapan fisik. Penyulit pada kehamilan pada remaja, lebih tinggi dibandingkan “ kurun waktu reproduksi sehat” antara umur 20 sampai 30 tahun. Keadaan ini disebabkan belum matangnya alat reproduksi untuk hamil, sehingga dapat merugikan kesehantan ibu mampu perkembangan dan pertumbuhan janin. Keadaan tersebut akan makin menyulitkan bila ditambah dengan tekanan (stress) psikologi, sosial, ekonomi, sehingga memudahkan terjadinya keguguran, persalinan prematur, Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) dan kelainan bawaan dan mudah terjadi infeksi (Manuaba,1998) e. Resiko Persalinan Usia Dini Melahirkan terutama kelahiran bayi pertama mengandung resiko kesehatan bagi semua wanita. Bagi seorang wanita yang kurang dari usia 17 tahun yang belum mencapai kematangan fisik, resikonya semakin tinggi. Remaja usia muda, terutama mereka yang belum 15 tahun lebih besar kemungkinannya mengalami kelahiran secara prematur (prematur labor), keguguran dan kematian bayi atau jabang bayi dalam kandungan, dan
22
kemungkinannya meninggal akibat kehamilan, empat kali lipat dari wanita yang lebih tua berusia 20 tahun ke atas. Lagi pula bayi mereka lebih besar kemungkinan lahir dengan berat yang kurang normal dan meninggal sebelum usia satu tahun dari pada bayi-bayi yang dilahirkan oleh para wanita dewasa ,(Manuaba,1998). 4. Upaya Mencegah Pernikahan Dini Pemeritah harus berkomitmen seriu dalam menengakkan hukum yang berlaku terkait pernikahan dibawah umur sehingga pihak-pihak yang ingin melakukan pernikahan dengan anak yang dibawah umur berpikir dua kali terlebih dahulu melakukannya. Selain itu pemerintah harus semakin giat mensoialisasikan undangundang terkait pernikahan anak dibawah umur beserta sanksi-sanksi bila melakukan pelanggaran dan menjelaskan resiko-resiko terburuk yang bisa terjadi akibat pernikahan anak dibawah umur kepada masyarakat tahu dan sadar bahwa pernikahan anak dibawah umur adalah sesuatu yang salah dan harus dihindari ,(Puspitasari,2006). Upaya pencengahan pernikahan anak dibawah umur dirasa akan semakin makimal bila anggota masyarakat turut serta berperan aktif dalam pencengahan pernikahan anak dibawah umur yang ada sekitar mereka. Strategi antara pemerintah dan masyarakat merupakan jurus terampuh sementara ini untuk mencengah terjadinya pernikahan anak dibawah umur sehingga kedepannya diharapkan tidak akan ada lagi anak
23
yang menjadi korban akibat pernikahan tersebut dan anak-anak Indonesia bisa lebih optimis dalam menatap masa depannya kelak, (Alfiyah,2010). Hal yang harus dilakukan menurut Lenteraim (2010), dalam mencegah pernikahan usia dini yaitu : a. Undang-undang perkawinan b. Bimbingan kepada remaja dan menjelaskan tentang seks education c. Memberikan penyuluhan kepada orang tua dan masyarakat d. Bekerja sama dengan tokoh agama dan masyarakat e. Model desa percontohan pendewasaan usia perkawinan Sedangkan menurut Ahmad (2011) ada beberapa alternative yang dapat dilakukan untuk mencegah pernikahan usia dini, yaitu : a. Penyuluhan hukum Penyuluhan hukum utamanya ditujukan kepada orang tua dan anak-anak. Dan kepada anak-anak bentuknya bukan seperti seminar yang membosankan, tetapi melalui permainan yang lebih kreatif dan kominikatif, sehingga pesan dari penyuluhan hukum ini bisa sampai. Dalam penyuluhan hukum, juga menggabungkan dengan aspekaspek kesehatan dan psikologis jika terjadi pernikahan dini. Dengan penyuluhan maka, akan tumbuh kesadaran masyarakat untuk menikah di usia matang.
24
b. Pemanfaatan lembaga-lembaga kemasyarakatan Berkembangnya lembaga kemasyarakat sebagai kader dan corong pembangunan, tentu bisa juga turut mengembangkan kesadaran hukum khusunya kesadaran masyarakat untuk menikah di usia matang. Lembaga-lembaga yang selama ini telah berhasil menggiatkan masyarakat dalam berbagai sektor, juga bisa kita minta peran sertanya untuk membangun kesadaran akan pentingnya menikah di usia matang. Model peran serta lembaga kemasyakatan tentu harus disiapkan secara matang, lagi-lagi bukan semacam pelajaran dikelas, yang kurang bisa berdampak. Tetapi mungkin berbentuk “simulasi” sehingga memudahkan masyarakat memahami dari program tersebut 5. Faktor Penyebab Pernikahan Dini 1. Menurut Puspitasari dalam Jaya dinigrat A (2006) sebab-sebab utama dari perkawinan usia dini adalah : a. Keinginan untuk segera mendaptkan tambahan anggota keluarga. b. Tidak adanya pengertian mengenai akibat buruk perkawinan terlalu
muda,
baik
bagi
mempelai
itu
sendiri
maupun
keturunannya. c. Sifat kolot orang jawa yang tidak mau menyimpang dari keturunan adat. Kebanyakan orang desa mengatakan bahwa
25
mereka itu mengawinkan anaknya begitu muda hanya karena mengikuti adat kebiasaan saja. 2. Terjadinya perkawinan usia muda menurut Puspitasari dalam suryono (1992) disebabkan oleh : a. Masalah ekonomi keluarga. b. Orang tua dari gadis meminta masyarakat kepada keluarga lakilaki apabila mau mengawinkan anak gadinya. c. Bahwa dengan adanya perkawinan anak-anak terebut, maka dalam keluarga gadis akan berkurang satu anggota keluarganya yang menjadi tanggung jawab (makanan, pakaian, pendidikan, dan sebagainya). Adapun menurut shappiro, 2000 hal-hal yang mempengaruhi perkawinan usia muda antara lain: 1. Minimnya pengetahuan dan pemahaman tentang arti dan makna sebuah perkawinan 2. Rendahnya tingkat pendidikan terutama bagi masyarakat yang tinggal di pedesaan. 3. Karena tekanan ekonomi yang semakin sulit berakibat timbulnya rasa frustasi, sehingga pelariannya adalah kawin. 1. Pengetahuan Menurut kamus Besar Bahasa Indonesia (Ahmad dan Santoso, 1996) Edisi Ketiga, terbitan balai pustaka, Jakarta (2001)ilmu artinya adalah pengetahuan atau kepandaian tersebut tidak saja berkenan dengan
26
masalah keadaan alam, tapi juga termasuk kebatinan dan persoalanpersoalan lainnya. Kata ilmu sudah digunakan masyarakat sejak ratusan tahun yang lalu. Di Indonesia bahkan sebelum ada kata ilmu sudah dikenal kata-kata lain yang maksudnya sama, misalnya sama, misalnya kepandaiaan, kecakapan, pengetahuan dan ajaran. Ada yang mencoba membedakan antara pengetahuan (knowledge) dengan ilmu (science). Pengetahuan diartikan hanyalah sekedar tahu yaitu hasil dari suatu usaha manusia untuk menjawab pertanyaan “what”. Misalnya apa batu, apa gunumg, apa air, dan sebagainya. Sedangkan ilmu bukan hanya sekedar daapt menjawab “apa” tetapi akan dapat menjawab “mengapa” dan “bagaimana” “why and how” ,(Notoatmojdo, 2007). Pengetahuan dapat dikembangkan lebih lanjut menjadi ilmu apabila memenuhi tiga criteria, yaitu objek kajian, metode pendekatan dan berifat universal. Tidak selamanya fenomena yang ada di alami ini dapat dijawab dengan ilmu, atau setidaknya ilmu tidak dapat menjawabnya. Hal tersebut disebabkan ilmu yang dimaksud dalam terminilogi disini masyarakat adanya fakta-fakta, (Notoatmojdo,2007). Pengetahuan adalah merupakan hasil “tahu”. Dan ini terjadi setelah orang
melakukan
penginderaan
terhadap
suatu
objek
tertentu.
Penginderaan terjadi melalui panca indera manusia yakni indera penglihatan, penciuman, raba, dan rasa. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga (Notoadmojdo, 2007).
27
Pengetahuan (knowledge) diartikan sebagai kesan didaalm pikiran manusia sebagai hasil penggunaan panca indera. Pengetahuan bertujuan untuk mendapatkan kepastian dan menghilangkan praangka sebagai ketidakpastian itu. Pengetahuan sangat mempengaruhi dalam prospek kehidupan, terlebih terhadap kaum wanita, kurangnya pengatahuan dapat mengakibatkan terjadinya pernikahan dini ,(Adi. R,2004). 2.
Pendidikan Menurut UU No. 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan mewujudkan suasana belajar dan proes pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kegerdasan, akhlak mulia serta ketrampilan yang diperlukan dirinya ,(Notoadmodjo, 2007). Pendidikan kesehatan adalah suatu penerapan konsep pendidikan kesehatan dalam bidang kesehatan. Dilihat dari segi pendidikan, pendidikan kesehatan adalah suatu pendidikan praktis dan praktek pendidikan kesehatan adalah konsep pendidikan yang diaplikasikan pada bidang kesehatan (Notoadmodjo, 2003). Jenjang pendidikan adalah tahapan pendidikan yang ditetapkan berdasarkan tingkat perkembangan peserta didik, tujuan yang akan dicapai dan kemampuan yang dikembangkan. Jenjang pendidikan umum bentuknya Sekolah Dasar (SD), Sekolah Menengah Pertama (SMP), Sekolah Menengah Atas (SMA). Namum menurut UU nomor 9 tahun
28
2009, jenjang pendidikan di Indonesia terdiri atas pendidikan dasar, pendidikan menengah dan pendidikan tinggi, (Notoadmodjo, 2003). Menurut survey Ekonomi Nasional (SUSENAS) Badan pusat statistik (2004) bahwa tingkat pendidikan terdiri dari : a. Pendidikan Dasar seperti SD, SLB, MI dan sekolah tingkat pertama (SLTP) Umum / kejuruan. b. Pendidikan menengah SMU, MA, sekolah menengah kejuruan dan yang serta termasuk sekolah kejuruan yang dikelola oleh departemen selain Depdiknas. c. Pendidikan tinggi 1. Program gelar tekanan pada pembentukan keahlian akademi seperti sarjana muda SI, S2 dan S3 2. Program non gelar tekanan pada pembentukan keahlian profesional seperti DI, DII, DIII, dan DIV dan pendidikan spesialis 1 serta pendidikan spesialis II. Seiring dengan membaiknya tingkat pendidikan, para remaja putri menjadi memiliki kekuasaan dalam membuat keputusan mengenai perkawinan dan melahirkan, wanita yang minimal mengenyam pendidikan dasar kemungkinannya lebih kecil menikah pada masa remaja di bandingkan dengan mereka yang tidak mengenyam pendidikan ,(Glasier, 2006). Tingkat pendidikan mempengaruhi faktor yang terkait dengan faktor ekonomi dan sosial lainnya (pendapatan, gaya hidup,
29
pola reproduksi pengguna alat kontrasepsi / keluarga berencana, status kesehatan anak dan kondisi tempat tinggal). Pendidikan merupakan faktor yang mempengaruhi persepsi masyarakat sehingga mereka dapat menerima ide-ide baru. Pendidikan merupakan media yang baik untuk remaja putri/ wanita yang dapat menyebabkan perubahan dalam status sosial dan ekonomi, disamping meningkatkan control terhadap kehidupan, status kesehatan dan fertilisasi ,(Depkes RI, 2009). Tingkat pendidikan akan memberikan pemahaman secara matang kepada individu untuk memilih memutuskan suatu hal. Individu tersebut tidak menginginkan jika hal yang buruk yang telah diambil olehnya. Jadi tidak heran jika sekarang masih banyak orang yang berpedidikan tinggi yang sudah cukup usia namun belum memiliki pendamping hidup ,(maria, 2008). 3.
Penghasilan Pemerintah Aceh menetapkan upah minimum provinsi (UMP) tahun 2013 yang harus dibayarkan oleh perusahaan kepada buruh/pekerja yakni sebesar Rp.1.550.000/ bulan. Untuk mengetahui pendapatan berdasarkan upah minimum propinsi Aceh peraturan Gubernur No. 65 tahun 2012 tentang upah minimum propinsi Aceh tahun 2013 yaitu Rp.1.550.000, tinggi apabila penghasilan > Rp. 1.550.000, -perbulan dan rendah apabila penghasilan ≤ Rp. 1.550.000,- perbulan.
30
Penghasilan adalah pendapatan yang didapat oleh
seseorang
dalam sebulan yang kemudian dibandingkan berdasarkan jumlah anggota keluarga seoarang akan memanfaatkan pelayanan kesehatan berdasarkan jumlah penghasilan yang didapat olehnya (Badan Pusat Statistik, 2008). Menurut Sarwono (1994), pernikahan muda banyak terjadi pada masa pubertas, hal ini terjadi karena remaja sangat rentan perilaku sexsual. Pernikahan muda juga sering terjadi karena remaja berpikir secara emosional untuk melakukan pernikahan, mereka berpikir telah saling mencintai dan siap untuk menikah.
31
B. KERANGKA KONSEP 1. Kerangka Konsep Kerangka konsep penelitian pada dasarnya adalah kerangka hubungan antara konsep-konsep yang ingin diamati atau diukur melalui penelitian yang akan dilakukan (Notoatmodjo, 2005). Teori menurut Sappiro (2000) Pernikahan dini disebabkan oleh faktor Pengetahuan, pendidikan, dan penghasilan orang tua. Untuk lebih jelasnya maka dapat dilihat pada kerangka konsep sebagai berikut : Variabel Independent
Variabel Dependen
Pengetahuan Pendidikan
Perkawinan di Usia dini
Penghasilan orang tua
Gambar 3.1 Kerangka Konsep Penelitian
32
BAB III METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian Desain
penelitian
adalah
suatu
strategi
penelitian
dalam
mengidentifikasi permasalahan sebelum perencanaan akhir pengumpulan data ,(Nursalam,2003). Adapun desain penelitian ini adalah analitik dengan pendekatan Cross Sectional. Yaitu untuk mengetahui hubungan pengetahuan, pendidikan, dan penghasilan dengan perkawinan usia muda di Desa Ceurih Kupula Kecamatan Delima Kabupaten Pidie tahun 2013. B. Lokasi dan Waktu Penelitian 1. Tempat Penelitian ini dilaksanakan di Desa Ceurih Kupula Kecamatan Delima Kabupaten Pidie tahun 2013. 2. Waktu Waktu penelitian ini dilakukan pada bulan September. C. Populasi dan Sampel 1.
Populasi Populasi dalam penelitian ini adalah semua istri dari pasangan suami istri yang menikah tahun 2010 sampai dengan tahun 2013, sebanyak 50 pasangan di Desa Ceurih Kupula Kecamatan Delima Kabupaten Pidie
.
33
2. Sampel Pengambilan sampel pada penelitian ini dengan menggunakan metode total populasi yaitu pengambilan seluruh anggota populasi menjadi sampel penelitian yang akan diteliti yaitu 50 istri. D. Alat dan Metode Pengumpulan Data 1. Alat Pengumpulan Data Data dikumpulkan dengan menggunakan isntrumen pengumpulan data berupa kuesioner yang dikembangkan sendiri oleh peneliti kuesioner yang digunakan terdiri dari pertanyaan yaitu : a. Bagian A terdiri dari pertanyaan No. 1 untuk mengetahui faktor pernikahan dini. b. Bagian B terdiri dari pertanyaan No. 2 s/d 11 untuk mengetahui pengetahuan wanita yang menikah dini. c. Bagian C terdiri dari pertanyaan No. 12 untuk mengetahui pendidikan wanita yang menikah dini. d. Bagian D terdiri dari pertanyaan No. 13 untuk mengetahui penghasilan orang tua wanita yang menikah dini. 2. Tahap Persiapan Pengumpulan Data a. Data sekunder adalah di peroleh dengan adanya data jumlah responden dari beberapa rumah di Desa Ceurih Kupula Kecamatan Delima Kabupaten Pidie. b. Data primer adalah dengan penyebaran kuesioner kepada wanita yang menikah di usia dini.
34
E. Definisi Operasional Tabel 3.2 Definisi Operasional No
Variabel Penelitian
Definisi Operasional
Cara Ukur
Alat Ukur
Skala Ukur
Penyebaran kuesioner sebanyak 1 soal dalam bentuk silang (x). Ya, jika menikah di usia 15-20 tahun. Tidak, jika menikah di usia >20 tahun .
Kuesioner
Ordinal
Hasil Ukur
DEPENDEN 1
Pernikahan Dini
Pernikahan yang dilakukan di usia 15 sampai 20 tahun
Ya Tidak
INDEPENDEN 1
Pengetahuan
Segala sesuatu yang diketahui wanita yang berkaitan dengan pernikahan dini
Penyebaran kuesioner sebanyak 10 soal dalam bentuk checklist Baik 76-100%, cukup 56-75%, kurang bila <56%.
Kuesioner
Ordinal
Baik Cukup Kurang
2
Pendidikan
Jenjang pendidikan yang sudah diselesaikan wanita
Penyebaran kuesioner sebanyak 1 soal tinggi bila : DIII/PT Menengah bila : SMA/sederajat Dasar bila:SD/SMP sederajat.
Kuesioner
Ordinal
Tinggi Menengah Dasar
3
Penghasilan orang tua
Jumlah keseluruhan penghasilan orangtua wanita dari Pekerjaan Utama dan Sampingan
Penyebaran kuesioner sebanyak 1 soal Tinggi bila:Rp.≥1.550.000 Rendah bila:Rp.<1.550.000
Kuesioner
Ordinal
Tinggi Rendah
35
3. Hipotesa Ha : ada hubungan antara pengetahuan dengan perkawinan usia dini. Ha : ada hubungan antara pendidikan dengan perkawinan usia dini. Ha : ada hubungan antara penghasilan dengan perkawinan usia dini
F. Metode Pengolahan dan Analisis Data 1. Metode Pengolahan Data Pengolahan data merupakan proses yang sangat penting dalam penelitian. Oleh karena itu, harus dilakukan baik dan benar ,(Budiarto, 2001). Kegiatan dalam proses pengolahan data adalah : a. Pemeriksaan Data (Editing) Yaitu melakukan pengecekan kembali apakah semua item pertanyaan telah terisi dan melihat apakah ada kekeliruan yang mungkin dapat menganggu pengolahan data selanjutnya. b. Pemberian Kode (Coding) Yaitu mengklarifikasikan jawaban menurut macamnya dengan membei kode cheklist dan tanda silang c. Transferring Yaitu menyusun nilai dari variabel dan sub variabel penelitian untuk keseluruhan responden dan menentukan nilai rata-rata.
36
d. Tabulating ( data dalam bentuk tabel) Yaitu pengelompokan responden yang telah dibuat pada tiap-tiap variabel yang di ukur dan selanjutnya dimaksukkan kedalam tabel distribusi frekuensi dan tabel frekuensi perbedaan. 1. Analisa Data a. Analisa Univariat Data yang diperoleh dari kuesioner dimasukkan dalam distribusi frekuensi, kemudian ditentukan persentase untuk tiap-tiap kategori. Analisa univariat dilakukan untuk mengetahui frekuensi dari masingmasing variabel yang telah diteliti dengan menggunakan tabel distribusi frekuensi. Untuk perhitungan persentase dari masing-masing variabel digunakan rumus (Machfoedz, 2009) :
p
f1 x100 n
Keterangan: P = persentase F1 = frekuensi n = sampel 100% = bilangan tetap
37
1. Pengetahuan Karakteristik penilaian pengetahuan seseorang dapat dibagi menjadi beberapa tahap, yaitu : 1) Tinggi, bila responden dapat menjawab dengan benar 76%-100% dari total soal yang diberikan. 2) Cukup, bila responden dapat menjawab dengan benar 56%-75% dari total soal yang diberikan. 3) Kurang, bila responden dapat menjawab dengan benar <56% dari total soal yang diberikan (Arikunto, 2006). 2. Pendidikan (SUSENAS) 1) Tinggi bila DIII/Perguruan Tinggi 2) Menengah bila SMA / Sederajat 3) Dasar bila SD / SMP sederajat
3. Penghasilan orang tua (UMP tahun 2013) 1) Tinggi apabila penghasilan > Rp. 1.550.000 2) Rendah apabila penghasilan ≤ Rp. 1.550.000
b. Analisa Bivariat Analisa bivariat merupakan analisa hasil variabel-variabel bebas yang diduga mempunyai hubungan atau berkolerasi dengan variabel terkait. Untuk menguji hipotesa tersebut dilakukan analisa statistik dengan menggunakan uji dari kategori Chi-Squaere (x2) pada tingkat
38
kemaknaannya adalah 95% (p= 0,05), dengan statistik menggunakan komputer ,(Notoadmodjo, 2005). 1. Bila pada tabel contingency 2x2 dijumpai e (harapan) kurang dari 5, maka hasil uji yang digunakan adalah fisher exact test. 2. Bila pada tabel contingency 2x2 tidak dijumpai e (harapan) kurang dari 5, maka hasil yang diuji yang digunakan adalah fisher exact test. 3. Bila pada tabel contingency yang lebih dari 2x2, misalnya 3x2,3x3, dll maka hasil yang diuji digunakan pearson chi squaere. 4. Bila pada tabel contingency 3x2 ada sel dengan nilai frekuensi harapan (e) kurang dari 5 maka akan di lakukan merger sehingga tabel contingency 2x2. Mengetahui perhitungan uji chi squaere selanjutnya ditarik suatu kesimpulan bila nilai p lebih kecil dari (p<0,05) maka Ha diterima, yang menunjukkan ada hubungan antara variabel dependent dengan variabel independent, dan nilai p lebih besar dari (p>0,05) maka Ha ditolak ini menunjukkan tidak ada hubungan antara variabel dependent dengan variabel independent.
39
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Gambaran Umum Desa Ceurih Kupula adalah salah satu desa yang berada di Kecamatan Delima Kabupaten Pidie yang mempunyai luas wilayah lebih kurang 350 Ha. Adapun batas – batas desa tersebut adalah : 1. Sebelah utara berbatasan dengan desa ceurih cot 2. Sebelah selatan berbatasan dengan desa pulo tunong 3. Sebelah timur berbatasan dengan desa ceurih blang mee 4. Sebelah barat berbatasan dengan blang reubee
B. Hasil Penelitian Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan pada tanggal 16 – 18 agustus 2013 di Desa Ceurih Kupula Kecamatan Delima Kabupaten Pidie, hasil penelitian yang di peroleh dari masing – masing responden di distribusikan dalam bentuk tabel distribusi sebagai berikut : 1. Analisa Univariat Analisa univariat untuk melihat distribusi frekuensi dari variabel dependen (terikat) dan variabel independen (bebas) yang meliputi pengetahuan, pendidikan, dan penghasilan orang tua terhadap perkawinan di usia dini.
40
a. Pernikahan dini. Tabel 4.1 Distribusi frekuensi pernikahan dini di desa Ceurih kupula kecamatan delima Kabupaten pidie tahun 2013 No.
Kategori
Frekuensi
Persentase
1.
Ya
29
58
2.
Tidak
21
42
Jumlah
50
100
Sumber dari data primer 2013
Berdasarkan tabel 4.1 dari 50 responden menunjukkan bahwa frekuensi pernikahan dini berada pada kategori ya sebanyak 29 ( 58 % ). b. Pengetahuan Tabel 4.2 Distribusi frekuensi pengetahuan responden Di desa ceurih kupula kecamatan delima kabupaten pidie tahun 2013 No.
Kategori
Frekuensi
Persentase
1.
Baik
21
42
2.
Cukup
11
22
3.
Kurang
18
36
Jumlah
50
100
Sumber dari data primer 2013
Berdasarkan tabel 4.2 dari 50 responden menunjukkan bahwa frekuensi pengetahuan pada wanita terhadap pernikahan dini berada pada kategori baik sebanyak 21 ( 42 % ).
41
c. Pendidikan Tabel 4.3 Distribusi frekuensi pendidikan responden di desa ceurih kupula kecamatan delima Kabupaten pidie tahun 2013 No.
Kategori
Frekuensi
Persentasi
1.
Tinggi
9
18
2.
Menengah
11
22
3.
Dasar
30
60
Jumlah
50
100
Sumber dari data primer 2013 Berdasarkan tabel 4.3 dari 50 responden menunjukkan bahwa frekuensi pendidikan pada wanita terhadap pernikahan dini berada pada kategori dasar sebanyak 30 ( 60 % ). d. Penghasilan orang tua Tabel 4.4 Distribusi frekuensi penghasilan orang tua Responden di desa ceurih kupula kecamatan delima kabupaten Pidie tahun 2013 No.
Kategori
Frekuensi
Persentase
1.
Tinggi
22
44
2.
Rendah
28
56
Jumlah
50
100
Sumber dari dat primer 2013
42
Berdasarkan tabel 4.4 dari 50 responden menunjukkan bahwa frekuensi penghasilan oarang tua pada wanita terhadap pernikahan dini berada pada kategori dasar sebanyak 28 ( 56 % ) 2. Analisa Bivariat a. Hubungan pengetahuan dengan pernikahan dini. Tabel 4.5 Hubungan pengetahuan dengan pernikahan usia Dini di desa ceurih kupula kecamatan delima Kabupaten pidie tahun 2013
No
Pengetahuan
1.
Pernikahan Dini
F
%
Ya
%
Tidak
%
Baik
6
28,6
15
71,4
21
100
2.
Cukup
9
81,8
2
18,2
11
100
3.
Kurang
14
77,8
4
22,2
18
100
Jumlah
29
21
P.Valu e 0,002
50
Berdasarkan tabel 4.5 diketahui bahwa dari 21 yang berpengetahuan baik di dapat yang tidak menikah di usia dini sebanyak 15 responden ( 71,4 %) dan dari 18 responden berpengetahuan kurang yang menikah di usia dini sebanyak 14 responden ( 77,8 %) dan dari 11 responden berpengetahuan cukup yang menikah di usia dini sebanyak 9 responden ( 81,8 % ), maka dari hasil di atas di dapat variabel pengetahuan dengan pernikahan di usia dini memiliki nilai p sebesar 0,002 ( p<0,005 ), sehingga dapat di simpulkan bahwa pengetahuan ada hubungan secara signifikan dengan pernikahan di usia dini.
43
b. Hubungan pendidikan dengan pernikahan dini. Tabel 4.6 Hubungan pendidikan dengan pernikahan usia dini Di desa ceurih kupula kecamatan delima Kabupaten pidie tahun 2013 Pernikahan Dini No
Pendidikan Ya
%
Tidak
%
F
%
1.
Tinggi
0
0
9
100
9
100
2.
Menengah
6
54,5
5
45,5
11
100
3.
Dasar
23
76,7
7
23,3
30
100
Jumlah
29
21
P.Value
0,000
50
Berdasarkan tabel 4.6 di ketahui bahwa dari 30 yang berpendidikan dasar di dapat yang menikah di usia dini sebanyak 23 responden ( 76,7 % ) dan dari 11 responden yang berpendidikan menengah yang menikah di usia dini sebanyak 6 responden ( 54,5 % ) dan dari 9 responden berpendidikan tinggi yang menikah di usia dini sebanyak 0 responden ( 0 % ), maka dari hasil di atas di dapat variabel pendidikan dengan pernikahan di usia dini memiliki nilai p sebesar 0,000 ( p < 0,005 ), sehingga dapat disimpulkan pendidikan berhubungan dengan pernikahan di usia dini.
44
c. Hubungan penghasilan orang tua dengan pernikahan dini. Tabel 4.7 Hubungan penghasilan orang tua dengan Pernikahan usia dini di desa ceurih Kupula kecamatan delimaKabupaten pidie Tahun 2013
No
Penghasilan Orang Tua
Pernikahan Dini Ya
%
Tidak
%
F
%
1.
Tinggi
14
63,6
8
36,4
22
100
2.
Rendah
15
53,6
13
46,4
28
100
Jumlah
29
21
P. Value 0,669
50
Berdasarkan tabel 4.7 di ketahui bahwa dari 28 berpenghasilan orang tua rendah yang menikah di usia dini sebanyak 15 responden ( 53,6 % ) dan dari 22 responden berpenghasilan orang tua tinggi yang menikah di usia dini sebanyak 14 responden ( 63,6 % ), maka dari hasil di atas di dapat variabel penghasilan orang tua dengan pernikahan dini memiliki nilai p sebesar 0,669 (p > 0,005), sehingga dapat disimpulkan penghasilan orang tua
tidak
berhubungan dengan pernikahan di usia dini.
C. Pembahasan 1. Hubungan Pengetahuan Dengan Pernikahan di Usia Dini Pengetahuan dalam penelitian ini adalah tingkat pengetahuan responden dengan pernikahan di usia dini. Setelah dilakukan tabulasi silang dan uji chi square antara variabel dependen dan variabel independen, di peroleh hasil nilai chi square antara pengetahuan dengan pernikahan dini (p=0,001) sehingga dapat di simpulkan bahwa ada hubungan yang signifikan antara pengetahuan dengan pernikahan dini.
45
Pengetahuan adalah merupakan hasil “tahu”. Dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan terjadi melalui panca indera manusia yakni indera penglihatan, penciuman, raba, dan rasa. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga (Notoadmojdo, 2007). Menurut Adi. R (2004), pengetahuan ( knowledge ) di artikan sebagai kesan didalam pikiran manusia sebagai hasil penggunaan panca indera. Pengetahuan bertujuan untuk mendapatkan kepastian dan menghilangkan prangka sebagai ketidakpastian itu. Pengetahuan sangat mempengaruhi dalam prospek kehidupan, terlebih terhadap kaum wanita, kurangnya pengetahuan dapat mengakibatkan terjadinya pernikahan di usia dini. Menurut asumsi peneliti bahwa dengan kurangnya pengetahuan tentang pernikahan dini dengan demikian wanita kurang mengerti tentang resiko yng akan terjadi akibat dari pernikahan dini dan apabila berpengatahuan baik maka sedikit tidaknya wanita mengerti tentang resiko yang akan timbul apabila menikah di usia dini. Oleh karena itu pengetahuan sangat berpengaruh terhadap pernikahan di usia dini. 2. Hubungan pendidikan dengan pernikahan di usia dini Setelah dilakukan tabulasi silang dan uji chi square antara variabel dependen dan variabel independen, diperoleh hasil chi square antar pendidikan dengan pernikahan di usia dini ( p= 0,000 ) sehingga dapat disimpulkan bahwa ada hubungan yang signifikan antara pendidikan dengan pernikahan di usia dini.
46
Menurut Notoadmodjo (2003), jenjang pendidikan adalah tahapan pendidikan yang ditetapakan berdasarkan tingkat perkembangan peserta didik, tujuan yang akan dicapai dan kemampuan yang dikembangkan. Jenjang pendidikan umum bentuknya Sekolah Dasar (SD), Sekolah Menengah Pertama (SMP), Sekolah Menengah Atas (SMA). Namun menurut UU nomor 9 tahun 2009, jenjang pendidikan di indonesia terdiri atas pendidikan dasar, pendidikan menengah dan pendidikan tinggi. Menurut
penelitian
Maria
(2008),
tingkat
pendidikan
akan
memberikan pemahaman secara matang kepada individu untuk memilih dan memutuskan suatu hal. Individu tersebut tidak menginginkan jika hal yang buruk yang telah dia mbil olehnya. Jadi tidak heran jika sekarang masih banyak oarang yang berpendidikan tinggi yang sudah cukup usia namun belum memiliki pendamping hidup. Menurut asumsi peneliti bahwa, pendidikan berhubungan dengan pernikahan dini karena dengan dasarnya pendidikan yang ditempuh para wanita maka akan berfikir untuk menikah di usia dini. Dan di desa Ceurih Kupula
Kecamatan
Delima
Kabupaten
Pidie,
kebanyakan
yang
berpendidikan dasar yang melakukan pernikahan dini. 3. Hubungan penghasilan orang tua dengan pernikahan dini Setelah dilakukan tabulasi silang dan uji chi square antara variabel dependen dengan variabel independen, diperoleh hasil nilai chi square antara penghasilan oarng tua dengan pernikahan dini (p=0,569) sehingga
47
dapat disimpulkan bahwa tidak ada hubungan antara yang signifikan antara penghasilan orang tua dengan pernikahan dini. Penghasilan adalah pendapatan yang didapat oleh seseorang dalam sebulan yang kemudian dibandingkan berdasarkan jumlah anggota keluarga seorang akan memanfaatkan pelayanan kesehatan berdasarkan jumlah penghasilan yang didapat olehnya (Badan Pusat Statistik,2008). Menurut Sarwono (1994), pernikahan muda banyak terjadi pada masa pubertas, hal ini terjadi karena remaja sangat rentan terhadap perilaku sexsual. Pernikahan muda juga sering terjadi karena remaja berfikir secara emosional untuk melakukan pernikahan, mereka berpikir telah saling mencintai dan siap menikah. Menurut asumsi peneliti bahwa penghasilan tidak ada hubungan dengan pernikahan dini karena remaja melakukan pernikahan dini dikarnakan tata cara dalam pergaulan yang mengharuskan mereka melakukan pernikahan dini.
48
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah diuraikan maka peneliti mendapatkan kesimpulan sebagai berikut : 1. Ada hubungan antara pengetahuan dengan pernikahan dini (p=0,001) 2. Ada hubungan antara pendidikan dengan pernikahan dini (p=0,000) 3. Tidak ada hubungan antara penghasilan orang tua dengan pernikahan dini (p=0,569)
B. SARAN 1. Diharapkan kepada wanita untuk meningkatkan pengetahuan dan menambahkan informasi tentang pernikahan usia dini. 2. Diharapkan kepada instansi pendidikan agar dapat menjadi bahan acuan untuk dilakukan penelitian lebih lanjut tentang variabel-variabel yang belum di teliti. 3. Diharapkan kepada tenaga kesehatan, tokoh masyarakat dan sektor-sektor terkait sangat diharapkan berperan lebih aktif dalam memberikan penyuluhan kesehatan kepada wanita yang dapat dilakukan memberitahu tentang dampak yang timbul dari pernikahan dini 4. Bagi peneliti agar dapat mengembangkan pengetahuan dan menerapkan ilmu yang telah didapat dan membagi pengalaman yang didapat oleh peneliti kepada peneliti lain.
49
DAFTAR PUSTAKA
Ahmad dan Santoso, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta, 1996. Ahmad, Pencegahan Pernikahan Usia Dini, (http//alfiyah23.student.umm.ac.id.) 2010 di akses pada tanggal 20 Maret 2013. Adi R, Metodologi Penelitian Sosial dan Hukum, Jakarta, 2004. Alfyah, Sebab-sebab Pernikahan Dini, Jakarta, EGC, 2009 Alfyah, Sebab-sebab Pernikahan Dini, Jakarta, EGC, 2010 Alfiyah, Pernikahan Dini, (http//alfiyah23.student.umm.ac.id.) 2010 di akses pada tanggal 20 Maret 2013. Arikunto S, Prosedur Penelitian, Jakarta, EGC, 2000 Badan Pusat Statistik, Penghasilan dan Pendapatan, Jakarta, 2008 Badan Pusat Statistik, Ekonomi Pendidikan, Jakarta, 2004 BKKBN, Kesiapan Kehamilan, (http://www.BKKBN.co.id), Hindari Kawin Muda Agar Hidup Bahagia, 2005, di akses pada tanggal 20 Maret 2013. Budiarto E, Biostatistik Untuk Kedokteran, Jakarta, EGC, 2002. Burhani,R,BKKBN
:
Nikah
Usia
Muda
Penyebab
Kanker
Serviks.
(http://www.antaranews.com), 2009, di akses pada tanggal 20 Maret 2013.
50
Depkes RI, Profil Kesehatan Reproduksi Indonesia, Jakarta, 2009 Depkes RI, Kebijakan dan Strategi Nasional Kesehatan Reproduki, Jakarta, 2009 Depkes RI, Resiko Pada Kehamilan Usia Dini, Dirjen Bina Kepustakaan Masyarakat, 2005 Dlori, Jeratan Nikah Dini, Wabah Pergaulan, Media Abadi, 2005 Glasier A, Model Penelitian Agama dan Dinamika Sosial, Jakarta, EGC, 2006 Jamali A, Undang-undang Pernikahan, Jakarta, 2008 Kawakib, Kesehatan Reproduksi Remaja, Jogjakarta, EGC. 2009 Lenteraim, Pernikahan Usia Muda. (http://lenteraim.com), 2010 di akses pada tanggal 20 Maret 2013 Luthfiyah, D. Pernikahan Dini Pada Kalangan Remaja (15-19 Tahun), 2008 (http://nyna0626.com) di akses pada tanggal 20 Maret 2013 Maria. S. http://Pengaruh Pendidikan Terhadap Terjadinya Pernikahan Dini.com (dikutip tanggal 05 Maret 2013). Manuaba, Resiko Kehamilan Pada Usia Dini, Jakarta, 1998 Manuaba, Ida Bagus Gde, Kapita Selekta Pelaksanaan Rutin. Obstetri Ginekologi dan Keluarga Berencana, Editor. Lia Astika Sari, EGC, Jakarta, 2001 Meliono, Sumber Pengetahuan (http://Blogspotid.com), 2010 di akses pada tanggal 20 Maret 2013. Mohammad. M. Dlori, Jeratan Nikah Dini Wabah Pergaulan, Yogyakarta, Media Abadi. 2005 Notoatmodjo, S. Kesehatan Masyarakat. Jakarta: Rineka Cipta, 2003 Nursalam, Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan. Selemba Medika, Jakarta, 2003
51
Puspitasari, Reproduksi Sehat, Jakarta, EGC, 2006 Shaheed, Sudut Pandang Islam tentang Pernikahan Dini. (http://shaheed.com), 2007 di akses pada tanggal 20 Maret 2013 Shappiro, Frank. Mencegah Perkawinan Yang Tidak Bahagia. Cetakan Ke1. Jakarta. Restu Agung. 2000. Ubaydillah. Kehamilan Remaja. (http://ubaygmail.com), 2000, di akses pada tanggal 20 Maret 2013 Widyastuti. Kesehatan Reproduksi Remaja. Jakarta: Fitramaya, 2009