• • • hidup memang kegelapan, kecuali jika ada dorongan.
Dan semua dorongan buta belaka, kecuali : jika ada pengetahuan. Dan segal a pengetahuan adalah hampa, kecuali jika ada pekerjaan. Dan segenap pekerjaan adalah sia-sia, kecuali jika ada kecintaan.
KAHLIL GIBRAN "Sang Nabi"
AEROMONAS SEBAGAI .PENYEBAB SEPTICEMIA PADA IKAN
SKRIPSI
oleh
TITIEK SUNARTATIE B. 18.1081
FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 1 9
S
6
RINGKASAN TITIEK SUNARTATIE.
Aeromonas Sebagai Penyebab Septicemia
pada Ikan (Dibawah bimbingan DR. FACHRIYAN HASMI PASARIBU). Salah satu hambatan dalam usaha peningkatan produksi budidaya ikan adalah masalah penyakit.
Adanya wabah penya-
kit ikan dapat mendatangkan kerugian ekonomi yang tidak sedikit. Dua spesies bakteri dari genus Aeromonas yang umum
me~
nyebabkan penyakit pada ikan adalah Aeromonas hydrophila dan Aeromonas salmonicida.
A.
hydrophila merupakan bakteri berbentuk batang, gram
-negatif, mempunyai satu polar flagella dan bersifat motil, oksidatif fermentatif, fakultatif aerob dan sitokrom oksidase positif.
A.
salmonicida merupakan bakteri yang bersi-
fat tidak motil.
A.
hydrophila menyebabkan penyakit Motil Aeromonas
Septicemia (MAS), sedangkan A.-salmonicida umumnya menyebabkan furunculosis pada ikan salmon. MAS menyerang semua jenis ikan air tawar dan penyebarannya ada di seluruh dunia. dan ukuran.
Menyerang ikan dari segala umur
Angka kematiannya tinggi, dapat mencapai 90%.
Semua ikan air tawar dan ikan air laut dipertimbangkan sebagai hewan yang peka terhadap furunculosis. Diagnosa dari kedua penyakit ini didasarkan pada isolasi dan identifikasi agen penyebab.
Bahan isolasi dapat di-
ambil dari kulit, insang, darah, ginjal dan limpa.
Diag-
nosa A. salmonicida dapat pula dilakukan secara serologis.
Untuk pengobatan penyakit ini dapat digunakan preparat antibiotika maupun preparat sulfa, baik diberikan melalui suntikan, makanan maupun dengan cara perendaman. Tindakan pencegahan dapat dilakukan dengan memelihara sanitasi kolam, penggunaan desinfektan maupun dengan cara vaksinasi.
AEROMONAS SEBAGAI PENYEBAB SEPTICEMIA PADA IKAN
oleh
TITIEK SUNARTATIE B. IB.I0Bl
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Dokter Hewan pada Fakultas Kedakteran Hewan - Institut Pertanian Bogar
FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 19 B6
JUOUL SKRIPSI
AEROMONAS SEBAGAI PENYEBAB SEPTICEMIA PADA IKAN
NAMA MAHASISWA
TITIEK SUNARTATIE
NOMOR POKOK
B. 18.10Bl
Telah dip riksa dan disetujui oleh :
OR.
Pasaribu
Oosen Pembimbing Tanggal:
t
RIWAYAT HIOUP Penulis dilahirkan di Majakerta, Jawa Timur pada tanggal 6 Agustus 1962.
Penulis adalah anak keempat dari tujuh
bersaudara dengan ayah Saenarka dan ibu Suwarni. Pada tahun 1969 penulis memasuki pendidikan sekalah dasar pada SO Panca Arga 1 di Magelang dan menamatkannya pada tahun 1974.
Kemudian pada tahun 1975 penulis
me~asuki
SMP 8udi 8hakti Persit Tanjung Karang dan menamatkan pendidikan pada sekolah tersebut pada tahun 1977.
Pada tahun
1978 melanjutkan di SMPP Negeri 51 Tanjung Karang dan lulus pada tahun 1981. Penulis terdaftar sebagai mahasiswa Tingkat Persiapan 8ersama di Institut Pertanian 80gar pada tahun 1981 melalui Prayek Perintis II.
Pada tahun 1982 terpilih sebagai maha-
siswa Fakultas Kedakteran Hewan, Institut Pertanian Bogar. Menjadi Asisten Muda Tidak Tetap pada mata ajaran Histolagi I dan II pada tahun 1983 - 1985.
Kemudian pada ta-
hun 1985 mengikuti kegiatan Riset Institusiona1 dalam bidang 8akteriologi. Lulus sebagai Sarjana Kedokteran Hewan pada tanggal 30 November 1985 dan dilantik pada tanggal 23 Oesember 1985.
KATA PENGANTAR Dengan memanjatkan puji dan syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberi' karunia dan rahmat-Nya,
akhirnya penulis
dapat menyelesaikan penuiisan skripsi ini. Sudah selayaknya penulis menyampaikan rasa terima kasih yang setulus-tulusnya dan tak terhingga kepada Ayah, Ibu, kakak serta adik-adik tercinta yang telah memberikan dorongan, doa restu serta perhatian yang tulus, sehingga penulis dapat menyelesaikan studi dengan lancar. Pada kesempatan ini penulis menghaturkan terima kasih yang setinggi-tingginya kepada Bapak DR. Fachriyan Hasmi Pasaribu sebagai dosen pembimbing dan Ibu DR. Sri Utami Pramono yang telah meluangkan waktu untuk memberikan nasehat, pengarahan dan bimbingan sejak persiapan hingga penyelesaian penulisan skripsi ini. Penulis juga menyampaikan penghargaan yang setinggitingginya kepada seluruh staf pengajar yang telah memberikan bekal selama penulis menuntut ilmu pada Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor. Akhirnya penulis mengharapkan semoga tulisan ini bermanfaat bagi pihak yang memerlukannya.
Bogor, Desember 19B6 Penulis
OAFTAR lSI Ha1aman
. " ............ " ...... " .. " .................. " ........ .
DAFTAR TABEL I. II. III.
IV.
.............. " ...................... " ...... " . .
1
SEJARAH
.................. " .............................. " ................ ..
4
ETIOLDGI
.. " .. " .................... " ........ " .... " .................... .
6
.............................. " ........................ "
10
Kejadian di Indonesia
10
Hewan Rentan
.... " .... " .................. . .................. " .... " " .... " ...... " .... " .
11
PENDAHULUAN
" """"
EPI ZOOTI OLOGI
12
Penyebaran dan Cara Penu1aran Penyakit
V.
.. .......... " .................................. " ...... .
15
. " .... " ........ " .... " .......... .
15
............ " .... " ............ .
17
.............. "
19
.... " " ............................ " .. " ...... " ...... . Differensia1 Diagnosa ................................
19
............ " .... " ........ " ........................ . .......... " ........ " .. " ...... " .................. .
22
GEJALA KLINIS
Tanda-tanda K1inis Perubahan Pasca Mati
VI.
DIAGNOSA DAN DIFFERENSIAL DIAGNOSA Diagnosa
VII.
PENGENDALIAN Pengobatan P encegah an
VIII.
iii
. " .......... " .. " ............ " .. " ..
KESIMPULAN DAN SARAN
22
"
23
.... " . " .......................... " .... .
26
" ""
................ " ...................... " " .......... . .................................................. " ......
26
............................ " " .. " .... " ............ .
28
................................................................
31
Kesimpu1an Saran
DAFTAR PUSTAKA LAMPI RAN
......
20
27
DAFT AR T ABEL Nomor
1.
Halaman
Perbandingan Reaksi Biokimia antara Aeromonas hydrophila dan Aeromonas salmonicida •••••
B
Lampiran 1.
Bagan Pemeriksaan Bakteriologi
. ............................ .
31
I.
PENDAHULUAN
Dalam rangka meningkatkan taraf hidup, kecerdasan dan kesejahteraan rakyat, pemerintah telah melakukan usaha di berbagai bidang termasuk sektor peternakan dan perikanan. Dewasa ini kebutuhan protein hewani baru terpenuhi sekitar 2,26 gr per kapita per hari atau baru terpenuhi 45,2% dari standard konsumsi 5 gr per kapita per hari. Rendahnya konsumsi antara lain disebabkan kurangnya persediaan protein hewani yang dapat mencukupi kebutuhan masyarakat.
Selain itu juga karena meningkatnya jumlah penduduk
menyebabkan permintaan akan protein hewani semakin meningkat pula. Perairan Indonesia mempunyai potensi yang besar sebagai sumber protein hewani, produksinya mencapai 2 juta ton pada tahun 1982.
Dari jumlah itu 74% berasal dari perikan-
an laut dan 26% dari perikanan darat, dari perikanan darat separuh berasal dari perikanan umum dan separuhnya lagi (260 000 ton) berasal dari perikanan budidaya.
Penduduk
Indonesia berjumlah kurang lebih 150 juta jiwa, berarti dari sektor perikanan telah ada kontribusi protein hewani 13,3 kg seorang setahun atau 36 gr seorang sehari (Hardjosworo, 1984). Namun tidak demikian halnya, karena hasil dari sektor perikanan tersebut tidak mungkin seluruhnya dapat dikonsumsi oleh masyarakat Indonesia.
Sebagian dari hasil perikan-
an tersebut meruPakan salah satu komoditi ekspor non migas negara kita ke negara-negara_lain.
2
Sebagian lagi rusak sebelum diolah, karena ikan adalah komoditi yang tidak dapat tahan lama. Salah satu hambatan dalam usaha peningkatan produksi budidaya ikan adalah masalah penyakit.
Adanya wabah penya-
kit ikan dapat mendatangkan kerugian yang tidak sedikit berupa kematian ikan, rasa khawatir di kalangan petani ikan dan masyarakat, penghasilan petani ikan yang menurun karena harga pemasaran yang merosot, besarnya biaya penanggulangan dan penelitian. Penyakit pada ikan dapat disebabkan karena bakteri, virus atau parasit, baik ektoparasit maupun endoparasit. Salah satu penyakit bakterial pada ikan adalah yang disebabkan oleh bakteri dari genus Aeromonas, diantaranYa Aeromonas hydrophila dan Aeromonas salmonicida. drophila merupakan bakteri gram negatif,
Aeromonas hy-
berbentuk batang
pendek, mempunyai satu polar flagella dan bersifat motil. Aeromonas hydrophila menyebabkan penyakit Motil Aeromonas Septicemia (MAS).
Nama lain dari penyakit ini ada-
lah bacterial hemorrhagi septicemia atau disebut juga hemorrhagic septicemia (McDaniel, 1979), infectious dropsy, penyakit merah, pest merah (Kabata, 1985) atau penyakit bercak merah (Eidman dkk., 1981). Aeromonas sa1monicida umumnya menyebabkan furunculosis pada ikan salmon.
Furunculosis adalah salah satu dari se-
kelompok penyakit septicemia (Richards dan Robert, 1978), merupakan penyakit sistemik akut pada ikan yang ditandai oleh bakterimia (Wolke, 1975).
3 Motil Aeromonas Septicemia ini menyerang semua jenis ikan air tawar, misalnya ikan mas (Cyprinus carpio), gurame (Osphronemus gouramy Lac), lele (Clarias batrachus L), dari segala umur maupun ukuran dan penyebarannya ada di seluruh dunia.
Angka kematian cukup tinggi, bahkan dapat
mencapai lebih dari 90% (Eidman dkk., 1981). Tanda penyakit yang ditimbulkan adalah ikan menjadi lemah, nafsu makan berkurang, kulit menjadi kering dan kasar, keseimbangan terganggu, sirip rusak, adanya perdarahan pada subkutis, insang, lubang kumlah dan organ-organ dalam, kebengkakan pada bagian perut yang berisi cairan, adanya abses atau borok (McDaniel, 1979; Eidman dkk., 19S1). perakut,
Kabata, 1985;
Bentuk penyakit ini ada empat yaitu
akut, subakut dan kronis (McDaniel, 1979).
Pemakaian antibiotika untuk pengobatan penyakit bakterial pada ikan telah biasa dilakukan baik melalui makanan, suntikan maupun-dengan cara perendaman (Taufik dan Supriyadi, 1982).
Jenis antibiotika yang biasa digunakan ada-
lah streptomycin, terramycin dan chloramphenicol.
Preparat
sulfa juga dapat digunakan untuk pengobatan. Dalam tulisan ini penulis mencoba menguraikan dua spesies bakteri dari genus Aeromonas, yaitu Aeromonas hydrophila dan Aeromonas salmonicida yang sering menimbulkan penyakit pada ikan.
II.
SEJARAH
Aeromonas hydrophila pertama kali diisolasi oleh Sanarelli pada tahun IB91, isolat tersebut disebut sebagai Ba: cillus hydrophilus fuscus (Richards dan Robert, 1978). Bakteri ini menyebabkan penyakit yang disebut sebagai Bacterial hemorrhagi septicemia atau hemorrhagi septicemia atau motil aeromonas septicemia (McDaniel, 1979). Amlacher (1970) menyebutnya sebagai infectious abdominal dropsy, ascites atau myo-entero hepatic syndrome. Infectious abdominal dropsy telah lama diketahui dan telah dipelajari oleh Schaperclaus pada tahun 1930.
Petun-
juk tentang sejarah dari penyakit tersebut telah dibuat pula.
Pada tahun 192B Schaperclaus menggambarkan penyakit
ini secara ilmiah.
Dalam tulisan tersebut digambarkan ke-
mungkinan organisme penyebab yang pertama.
Nama dari penya-
kit ini didasarkan pada gejala menyolok yang timbul pada suatu waktu.
Beberapa peneliti terutama Lajmann. dan Spoli-
anskaia (1949), Herzog (1950), Wunder dan Dombrowski (1953), Brunner dan Riedmuller (1955),
Kopp (1951), lobe (1952), Fleming (1954, 1958), Offhaus, Schaperclaus (1956, 1957),
Amlacher (1957, 1958), Bank (1960) telah membantu melengkapi pengetahuan tentang penyakit ini, terutama tentang histopatologi dan fisiologi (Amlacher, 1970). Aeromonas salmonicida sebagai agen penyebab furunculosis pertama kali diisolasi dari budidaya ikan salmon di Bavaria, Jerman oleh Emmerich dan Werbel pada tahun IB94 (Christensen, 1972;
Richards dan Robert, 1978;
Wolke, 1975).
5
Pada waktu itu disebut sebagai Bacillus salmonicida (Richards
_. dan Robert, 197B). Di Amerika Serikat organisme ini pertama kali dilaporkan oleh Marsh pada tahun 1901.
Marsh mengamati penyakit
ini diantara pembibitan ikan salmon di Michigan pada musim panas (Wolke, 1975). Penyakit ini telah dilaporkan paling banyak dari Eropa dan Amerika utara, tetapi tidak terjadi di Rusia, Australia dan New Zealand (Christensen, 1972).
Sekarang pe-
nyebaran penyakit ini sudah ada di seluruh dunia (Wolke, 1975). porkan.
Di Indonesia kejadian penyakit ini juga sudah dila-
III.
ETIOLOGI
Ada 3 spesies bakteri dari genus Aeromonas yang patogen terhadap ikan, yaitu Aeromonas punctata, Aeromonas
~
drophila dan Aeromonas liguefaciens (Supriyadi dan Hardjamulia, 1985)."
Tetapi 8ergey l s
(1974) hanya mengklasifikasi-
kan dua spesies saja, yaitu Aeromonas hydrophila dan Aeromonas punctata.
Sedangkan menurut Bullock (1971) dan Jan-
ssen (1970) dalam Pramono dkk.
(1980) jenis Aeromonas mem-
punyai sembilan macam sinonim, yaitu Aeromonas hydrophila, ~.
punctata, Bacillus
punctatus,~.
ranicida, Bacterium
punctatus, Proteus hydrophilus, Pseudomonas granulata,
£.
hinedines dan
£.
punctata.
Menurut Griffin dalam Wolke
(1975) selain sembilan mac am nama diatas masih terdapat nama lainnya, yaitu Pseudomonas hydrophila, Proteus melanovogenes dan Aerobacter liquefaciens.
Spesies lain dari
genus Aeromonas ini adalah Aeromonas salmonicida.
A.
hydrophila merupakan bakteri berbentuk batang,
gram negatif, berukuran 0.7 -
0.8 x 1.0 - 1.5A-m.
Mempu-
nyai satu polar flagella, bersifat motil walaupun bakteri yang non motil juga kadang-kadang dapat ditemukan (Kabata, 1985;
Supriyadi dan Hardjamulia, 1985;
Richards dan
Rebert, 1978). A.
salmonicida mempunyai ukuran lebih besar, yaitu
0.8 - 1.0 x 1.5 - 2.0 ~m dan bersifat non motil (Richards dan Robert, 1978; 1985).
Wolke, 1975;
Supriyadi dan Hardjamulia,
7
Kabata (1985) mengemukakan bahwa
B..
hydrophila ber~
bentuk batang satu-satu, tetapi kadang-kadang berpasangpasangan, membentuk rantai atau filamen sampai 8 jangnya.
~m
pan-
8akteri ini juga bersifat oksidatif dan fermenta-
tif, fakultatif aerob, sitokrom oksidase positif (Wolke, 1975;
Kabata, 1985;
Richards dan Robert, 1978), serta
mempunyai kemampuan untuk menghasilkan 2.3 butanadiol (Kabata, 1985). Habitat dari
B..
hydrophila ada1ah air tawar, teruta-
ma yang mengandung kadar bahan oLganik yang tinggi, feces serta lumpur (McDaniel, 1979; Richards dan Robert, 1978).
Carter, 1973;
Kabata, 1985;
Mungkin juga terdapat pada
usus ikan (Kabata, 1985). 8akteri ini tumbuh cepat diatas media buatan pada temperatur kamar. adalah 20 -
Temperatur optimum untuk pertumbuhannya
30 0 C.
Pada temperatur 10 0 C tumbuh sangat
lambat dan kira-kira pada temperatur 35
0
C pertumbuhannya
terhenti (Hoffman, 1977). Pada agar darah terjadi p hemolisis, sedangkan pada agar pep ton membentuk ko1oni halus yang berwarna kelabu putih. 20
0
Oi dalam gelatin , gelatin cepat mencair pada suhu
C (Hoffman, 1977).
ruh pada temperatur 22
Pada media cair cepat menjadi ke0
C (Hoffman, 1977;
Amlacher, 1970)
dan membentuk lapisan pada permukaannya (Hoffman, 1977).
A. salmonicida tumbuh baik diatas agar darah atau kemudian disebut ·sebagai agar furunculosis dan menghasilkan pigmen yang berwarna cokLat (Richards dan Robert, 1973;
8
steinhagen dan 8ahrs, 1984).
Koloni bersifat halus dan
berwarna kelabu putih (Hoffman, 1977).
Temperatur optimum
untuk pertumbuhannya adalah 20 - 30 0 C dan pada temperatur 37
0
C bakteri tersebut akan mati (Amlacher, 1970), sedang-
kan pada temperatur 35 0 C pertumbuhannya terhenti (Hoffman, 1977) • Hoffman (1977) mengatakan bahwa bakteri ini pada media cair sedikit membentuk kekeruhan pada permukaan dan sekeliling dindingnya, tetapi pada bagian bawah tetap jernih.
Pada gelatin memberikan sifat-sifat yang khas, yaitu
gelatin akan mencair dalam waktu 2 -
3 hari disertai oleh
pembentukan endapan yang berlimpah (Amlacher, 1970). Sifat biokimia lainnya dari
A.
hydrophila dan
A.
sa1-
monicida dapat dilihat pada tabel dibawah ini. Tabel 1.
Perbandingan Reaksi 8iokimia antara Aeromonas hydrophila dan Aeromonas salmonicida
Media Uji
A. hzdrophila
A. salmonicida
%,+
%+
Glukosa
+
100
+
100
Gas dari glukosa
d
49
+
100
Gas dari KH lain
d
100
d
76 31
+
Laktosa Sukrosa
+
91
Maltosa
+
98.5
+
100
Manitol
+
+
100
Dulcitol
98.5 0
Rhamnosa
1.5
Arabinosa Inositol
d
45 0
0 0
0 0 +
100 0
9
Lanjutan 0
0
Xilosa Raffinosa
3
Sorbitol
d
15.5
Sali sin
d
62.5 0
Adonitol
100
Trehalosa
+
Selobiosa
-/+
34
Gliserol
d
85
Indol
d
86.5
Merah Meti! 37°C
94
Voges Proskauer 22°C
+ -/+ -/+ +/-
Simon Sitrat Christensen sitrat
Merah Metil 22°C Voges Proskauer 37°C
45
-/ +w
28.5 0
+
95 0
+
100 0
d
85.5 0
+
100
22.5 72
0
d
74.5
0
d
76
0
Hidrogen Sulfat (TSI)
0
0
Urease
0
0
Nitrit
+
100
Ammon, salt glucose agar
d
78
Gelatin 22°C
+ -/+w
98.5
Phenilalanin diaminase Malonat KCN broth
-/+
21
0
+ -/+w
100
a 48
0
0
Lisin dekarboksilase
7.5 d
100
12 0
Reaksi asam ph enilpropionat Arginin dehidrolase
+
-/+w
19 5
86.5
Ornitin dekarboksilase
0
0
Mucate
0
0
Centrimide agar
0
0
Katalase ONPG
Sumber
+/+
80
+w/-
100
Ewing, Hugh dan Johnson dalam Carter, 1973.
62 0
IV.
EPIZOOTIOLOGI
Kejadian di Indonesia Pada akhir bulan September 1980 di Daerah Tingkat II 8ogor telah terjadi wabah penyakit ikan yang mendatangkan kerugian yang cukup besar, baik disebabkan ikan yang terserang maupun angka kematiannya yang cukup besar (Pramono dkk., 1980).
Wabah penyakit tersebut mula-mula terjadi di
suatu pembudidayaan ikan di desaCibening, Kecamatan Cibungbulang, Kabupaten 8ogor;
bersamaan dengan datangnya ikan
mas yang baru diimpor dari Taiwan (Eidman dkk., 1981). Penyakit ini ternyata ditemui juga di Jawa 8arat, Jawa Tengah dan Jawa Timur. Hasil penelitian 8astiawan dkk.
(1982), mengatakan bah-
wa bakteri penyebab penyakit ini ternyata te1ah menyebar di beberapa tempat di Pulau Jawa (8ogor, Cianjur, Sukabumi, Temanggung, Kediri, Tuban, Purwokerto, 8ojonegoro, Banjarnegara), Bali (Tabanan), Sulawesi (Ujung Pandang) dan Sumatera (Medan, Padang, Bengkulu) yang sewaktu-waktu dapat menimbulkan masalah penyakit pada usaha perikanan air tawar di daerah-daerah tersebut. Taufik dan Nazirudin dalam Kabata (19B5) juga melaporkan bahwa penyakit ini telah terjadi di Sumatera pada bulan Oktober - Oesember 1979 pada Leptobarbus hoeveni yang dipelihara dalam karamba. Wabah penyakit ikan yang disebabkan oleh A. salmonicida juga sudah dilaporkan.
Pramono dkk.
(1980) melaporkan
11
bahwa 34.8% dari seluruh isolat yang oikumpulkan pada waktu terjadi wabah penyakit bercak merah pada ikan di Jawa Barat adalah A. salmonicida. Hewan Rentan Motil Aeromonas Septicemia yang disebabkan
A.
hydrophi-
la mungkin merupakan penyakit yang paling umum dan penting pada ikan air hangat (Snieszko dan Bullock dalam Wolke, 1975).
Telah dilaporkan juga menginfeksi ikan salmon.
Penyebaran penyakit ini ada di seluruh dunia dan meginfeksi semua jenis ikan, termasuk teleost (ikan bertulang sejati) dan elasmobarch.
Walaupun penyakit ini merupakan penyakit
pada ikan air tawar, tetapi organisme tersebut telah didapatkan pula pada air payau, dimana kadar garamnya dibawah 7 ppt (Wolke, 1975). Pada wabah penyakit bercak merah jenis ikan yang terserang meliputi ikan mas, baik yang diimpor dari Taiwan maupun yang lokal dan juga gurame, nila, tawes, tambakan, mola, mujair dan lele.
Menyerang ikan dari segala umur
maupun ukuran (Eidman dkk., 1981). Di Thailand, Motil Aeromonas Septicemia dipertimbangkan sebagai penyakit yang penting pada Clarias batrachus dan
f.
macrocephalus di dalam kolam budidaya yang berisi
bermacam-macam ikan (Kabata, 1985).
Kabata (1985) juga
mengemukakan bahwa penyakit ini juga telah menyerang Clarias batrachus di Philipina, waleupun egen penyebab tidak diidentifikesi, t~tapi A. hydroohila sebagai agen yang
12 dicurigai.
Sedangkan di India, Gopalakrishnan pada tahun
1961 menggambarkan penyakit ini pada Catla ·catla (Kabata, 1985). Di Jepang
A.
salmonicida menginfeksi ikan dari ordo
Salmonidae, Anguillidae dan Cyprinidae.
A.
Di Asia Tenggara
salmonicida ini juga terdapat pada Dsphronemus gouramy
yang terse rang cacar dan pada Cyprinus carpio yang terserang hemorrhagi septicemia (Kabata, 1985). Wolke (1975) mengatakan bahwa furunculosis tidak hanya patogen terhadap salmonidae, tetapi telah dilaporkan tidak kurang dari 13 genera ikan yang lain juga terserang. Virulensinya bervariasi diantara spesies yang terinfeksi. Ikan belut kelihatannya lebih resisten, Salve linus fontialis sangat peka dan Salmo gairdneri lebih resist en diantaraikan salmon. Penyebaran dan Cara Penularan Penyakit 8udidaya ikan di kolam air deras at au tenang dengan sumber air dari sungai, saluran irigasi, pemeliharaan dengan atau tanpa karamba baik di dataran tinggi, sedang atau rendah, pemupukan dengan atau bukan pupuk kandang, tidak ada pengaruhnya terhadap wabah, yakni derajat morbiditas serupa dan geja1a k1inis sama untuk segal a keadaan (Eidman dkk., 1981). Kejadian penyakit Motil Aeromonas Septicemia ini ke1ihatannya berhubungan dengan faktor lingkungan.
Kabata
(1985) mengemukakan bahwa penyakit cenderung ada pada
13 setiap musim, kejadiannya meningkat selama musim kering. Meyer mempelajari fluktuasi musim dalam kejadian penyakit pada perusahaan perikanan.
Kejadian infeksi tinggi pada
bulan April dan Agustus dan kembali tinggi selama musim panas (Wolke, 1975). Dapat juga disebabkan karena stress akibat temperatur dan kekurangan oksigen.
Pada musim gugur temperatur air
berubah tajam dan pada musim panas tingkat oksigen dalam air rendah (Wolke, 1975;
McDaniel, 1979;
Kabata, 1985).
Pengaruh yang hampir sama dari pengurangan oksigen juga dilaporkan oleh Haley;
Davis dan Hyde;
Rock dan Nelson
dalam Wolke (1975), dim ana keadaan tersebut menyebabkan kematian pada ikan belut dan lele. Lebih jauh diamati bahwa wabah selalu terjadi beberapa minggu setelah stress, populasi yang terlalu padat atau penanganan yang salah (Wolke, 1975;
McDaniel, 1979).
Infeksi mungkin juga terjadi melalui makanan serta dapat juga ditularkan oleh invertebrata seperti Leeches, Argulus 2E dan Gyrodactylus (Wolke, 1975) Menurut Eidman dkk. (1981) derajat penularan penyakit (morbiditas) tinggi.
Di kolam yang mempunyai kepadatan
populasi tinggi, 97% ikan menunjukkan gejala klinis, sedangkan kolam yang berpopulasi rendah derajat morbiditasnya lebih rendah (45~).
Dari 7 kabupaten yang diamati, dera-
jat morbiditasnya rata-rata 86%.
Masa inkubasi 3 -
4 hari.
Demikian juga dengan pendapat yang dikemukakan Sri Lestari Angka dalam Kabata (1985), bahwa penyakit hemorrhag i
14 septicemia pada ikan mas menyebar sangat cepat di seluruh kolam. Angka kematiannya tinggi, yaitu 90 -
94% dari ikan
yang menunjukkan gejala klinis mati (Eidman dkk., 1981). Sedangkan menu rut Kabata (1985) angka kematian penyakit ini pada Clarias batrachus mencapai 80%. Infeksi penyakit furunculosis terjadi mungkin malalui air dan feces ikan yang terinfeksi, melalui kontak langsung atau melalui makanan yang terkontaminasi.
Belum ada keja-
dian yang melaporkan bahwa penyakit ini ditularkan secara vertikal, artinya mengkontaminasi telur ikan.
Ikan yang
terinfeksi secara laten bertindak sebagai carrier dan penularan melalui carrier ini dianggap penting.
Jumlah ikan
yang terinfeksi secara laten meningkat bila temperatur menurun dibawah 7
0
C.
Madesley - Thomas dalam Wolke (1975) melaporkan bahwa
A. salmonicida menimbulkan kematian yang tinggi pada ikan sungai liar di Great Britain.
V.
GEJALA KLINIS
Tanda-tanda Klinis Menurut Amlacher (1970) dan Amlacher dalam Wolke (1975) dikenal tiga bentuk gejala klinis penyakit hemorrhagi septicemia pada ikan mas, yaitu bentuk laten, ascites akut dan ulcerasi kronis.
Pada bentuk laten tanda-tanda lUar
tidak dijumpai, walaupun kelakuan ikan tersebut berubah. Ikan akan memisahkan diri dari kelompoknya dan berenang dengan lemah.
8entuk ascites akut ditandai dengan ascites,
mata menonjol dan prolapsus anus.
Sedangkan bentuk ulcara-
si kronis ditandai dengan adanya borok pada kulit dan ocot. Kabata (1985) menyatakan bahwa penyakit ini juga terdiri dari tiga bentuk, tetapi berbeda dengan pendapat Amlacher. Ketiga bentuk penyakit tersebut adalah bentuk abdominal dropsy, ulcerasi dan bakterial hemorrhagi septicemia umum. 8entuk abdominal dropsy ditandai dengan membengkaknya rongga perut dan berisi cairan.
8entuk ulcerasi ditandai de-
ngan adanya luka-luka pada kulit dan otot. Sedangkan McDaniel (1979) membagi penyakit ini dalem empat bentuk, yaitu bentuk perakut, akut, subakut dan k=onis.
Bentuk perakut ditandai dengan terjadinya kematian
tanpa adanya gejala yang jelas.
Bentuk akut ditandai de-
ngan adanya perdarahan pada insang, lubang kumlah dan organ-organ dalam, serta adanya cairan berwarna merah pada rongga tubuh.
8entuk subakut dan kronis ditandai dengan
adanya abses dan Dorok pada bagian luar tubuh.
16 Eidman dkk.
(1981) mengemukakan bahwa tanda-tanda
klinis penyakit bercak merah yang terjadi di Jawa Barat pada tahun 1980 berupa hilangnya nafsu makan, peradangan kulit, perdarahan atau kematian atau adanya borok.
Kulit
ikan menjadi kesat karena lendir tubuh berkurang, sisik lepas dan sirip menjadi rapuh.
Tingkah laku ikan berubeh,
tidak responsif, bergerek lamban, diam atau mengapung di permukaan air.
Kelainan lainnya adalah mata menonjol, in-
sang berwarna kelabu suram, sebagian tertutup fibrin at au mengalami nekrosa, busung perut dan kematian ikan. Supriyadi dan Hardjamulia (1985) mengemukakan bahwa selain tanda-tanda seperti diatas, masih terdapat tanda lain yaitu warn a tubuh ikan menjadi gelap. Ternyata tanda klinis yang ditimbulkan penyakit hemorrhagi septicemia pada Clarias batrachus dan
~.
macrocepha-
lus di Thailand tidak berbeda dengan tanda-tanda yang di timbulkan penyakit bercak merah yang terjadi di Jawa Barat pada tahun 1980. Tanda-tanda klinis penyakit furunculosis yang disebabkan
A.
salmonicida hampir sama dengan penyakit hemorrhagi
septicemia.
Tanda-tanda klinis penyakit furunculosis ter-
sebut digambarkan secara bervariasi. Menurut McDaniel (1979) bentuk penyakit furunculosis ada empat, yaitu bentuk perakut, akut, subakut dan kronis. Bentuk perakut ditandai dengan terjadinya kematian tanpa ada kerusakan.
Bentuk akut ditandai dengan adanya perda-
rahan peda insang.
Sedangkan bentuk subakut bila tUbuh
17 Bentuk kronis ditandai dengan terben-
ikan menjadi gelap.
tuknya lepuh-lepuh yang berisi cairan berwarna merah. Apabila lepuh-lepuh tersebut pecah akan menjadi borok. Herman dalam Wolke (1975) mengemukakan penyakit furunculosis ini dalam empat bentuk juga, yaitu bentuk sub klinis atau bentuk laten, akut, subakut dan kronis.
Bentuk sub-
akut ditandai dengan terbentuknya echymosa, vesikula dan ulcerasi.
Bentuk kronis ditandai dengan kematian yang ren-
dah dan perdarahan pada dasar sirip.
Sedangkan yang paling
umum menimbulkan kematian adalah bentuk akut. Perubahan Pasca Mati Pada penyakit hemorrhagi septicemia kulit ikan akan ter11hat peradangan, perdarahan dan nekrosa yang.berupa ulcer/borok (Eidman dkk., 1981, Richards dan Robert, 1978; Wolke, 1975).
Bagian abdomen membengkak dan berisi cairan
berbau, berwarna kekuningan .sampai kemerahan atau menyerupai masa gelatin (Wolke, 1975). Organ-organ dalam terlihat mengalami pembengkakan dan perdarahan.
Ginjal membengkak dan konsistensinya menurun
(Wolke, 1975);
cairan akan keluar bila disayat (Richards
dan Robert, 1978).
Limpa juga mengalami pembengkakan.
Hati membengkak,
berwarna kuning (Kabata, 1985), ku-
ning gelap, kelabu kuning, kelabu hijau atau hijau. Kadang-kadang berbintik putih, kuning atau terjadi perdarahan titik (Wolke, 1975).
Menurut Eidman dkk (1981) hati
mengalami degenerasi lemak, kematian sel-sel hati dan
18 nekrosa setempat tanpa disertai infiltrasi sel radang polymorph.
Organ lain yang mengalami nekrosa setempat adalah
otot jantung, gonad dan pankreas (Richards dan Robert, 1978). Usus mengalami peradangan sehingga terlihat membengkak dan kemerahan (Kabata, 1985;
Wolke, 1975).
Membrana
mukosa usus biasanya mengalami nekrosa dan sel-sel epitelnya lepas masuk ke dalam lumen usus (Richards dan Robert, 1978). Pada penyakit furunculosis bentuk akut dan laten, kerusakan kulit tidak ada, sedangkan pada bentuk subakut terdapat kerusakan kulit dan nekrosa otot.
Lapis dermis kulit
terlihat zona perdarahan setempat yang diikuti terbentuknya lepuh-lepuh dan borok.
Ukuran dari borok bervariasi,
tidak beraturan, kasar dan mungkin meluas sampai ke dalam otot. Meackie dan Menzies, Duff dan stewart dalam Wolke (1975) melaporkan adanya nekrosa liquefactive pada ginjal dan limp a serta perdarahan titik pada hati.
Adanya sple-
nomegali dilaporkan oleh Klontz dalam Wolke (1975). Alat pencernaan mungkin mengalami kongesti dan oedema. Amlacher dan Herman dalam Wolke (1975) melaporkan adanya kongesti usus dan prolapsus anus.
Madeslay - Thomas menga-
mukakan adanya infiltrasi limphosit pada lamina propia dan sub mukosa usus pada kasus yang manyarang Carrasius auratus (Wolke, 1975). Infiltrasi sal-sal limphosit juga dilaporkan tardapat pada lemel-lamal insang dan sel-sel epitelnya yang barprolifarasi
VI.
DIAGNDSA DAN DIFFERENSIAL DIAGNOSA
Diagnosa Secara Bakteriologis Dasar dari diagnosa secara bakteriologis adalah isolasi dan identifikasi agen penyebab.
Menurut McDaniel (1979)
ada dua cara yang harus dilakukan untuk mendiagnosa, yaitu presumptive diagnosa dan confirmatory diagnosa. Presumptive Diagnosa Bahan isolasi
~.
hydrophila atau
~.
salmonicida diam-
bil dari ginjal, limpa, darah, insang dan kulit (Bullock, 1971 dalam Pramono dkk., 19BO).
Oibiakkan pada Trypticase
Soy Agar (TSA), diinkubasikan pada suhu 20 - 25 24 - 48 jam.
0
C selama
Selanjutnya diuji secara biokimia (McDaniel,
1979). Hasil positif
~.
hydrophila bila bakteri berbentuk ba-
tang pendek, gram negatif, sitokrom oksidase positif dan memfermentasi glukosa pada OfF media (McDaniel, 1979). Sedangkan
~.
salmonicida bila bakteri berbentuk batang
pendek, gram negatif, non motil, sitokrom oksidase positif, menghasilkan pigmen berwarna coklat (McDaniel, 1979). Confirmatory Diagnosa Diagnosa penegasan terhadap
~.
hydrophila didapat jika
isolat dari Trypticase Soy Agar (TSA) menghasilkan gas selama fermentasi glukosa.
Atau jika memfermentasi glukosa se-
cara anaerob dan tidak sensitif terhadap agen vibriostatic
20 0/129 dan novobiocin (McDaniel, 1979). Bila dibiakkan pada media RimIer Shotts (RS) dan diinkubasikan pada temperatur 35 0 C, maka k010ni dari bakteri tersebut akan berwarna kuning, terlihat dalam jangka waktu 18 -
24 jam.
Dan adanya reaksi sitokrom oksidase positif
bila kemudian ditanam pada Trypticase Soy Agar (TSA) (McDaniel, 1979). Secara Serologis Pemeriksaan 1akukan.
~.
hydrophila secara sero10gis tidak.di-
Diagnosa penegasan terhadap A. salmonicida di1a-
kukan secara serologis, yaitu dengan metoda Slide Aglutination Test (McDaniel, 1979).
Dasar dari reaksi ini adalah
adanya aglutinasi (penggumpalan) dari isolat yang telah dilarutkan dalam NaCl fisi010gis bila dicampur dengan antiserum spesifik. Differensial Diagnosa Bila dilihat dari tanda-tanda k1inis, penyakit Motil Aeromonas Septicemia yang disebabkan nyakit furunculosis yang disebabkan
~. ~.
hydrophila dan pesalmonicida tidak
jauh berbeda, yaitu tubuh ikan menjadi gelap, terdapat luka-luka/borok pada kulit dan otot, perdarahan pada insang dan pada bagian sirip. Begitu pula jika dilihat dari perubahan pasca mati, yaitu adanya perdarahan pada kulit dan nekrosa pada kulit ·serta otot, pembengkakan ginjal dan limpa, perdarahan titik pada hati
dan peradangan usus.
21 5elain itu kedua penyakit tersebut secara histipatologi tidak berbeda dengan infeksi yang disebabkan oleh Pseudomonas ~ (Richards dan Robert, 1978).
Perubahan histopa-
tologi pada kejadian alam telah digambarkan pada ikan belut oleh Andre ~ al.
(1972) dan Hastein dalam Richards dan
Robert (1978), yaitu terjadi perubahan pada kulit dan jaringan hemopoitik.
Kulit mula-mula hyperemi dan terjadi oede-
ma pada epidermis bagian bawah, diikuti dengan adanya ulcerasi secara cepat pada kulit danotot. Kelainan pada limpa dan ginjal terutama pada bagian interstitial dan terjadi ruptur pada pusat melanomakrofag, nekrosa unsur-unsur hemopoitik dan adanya sejumlah besar melanin granuler makrofag dalam sinus-sinus pembuluh darah ginjal (Richards dan Robert, 1978). Menurut Wolke (1975) perdarahan titik juga ada pada peritonium, myocardium dan usus bagian bawah.
VII.
PENGENDALIAN
Pengobatan Prinsip dari penanggulangan penyakit ikan pada dasarnya hampir sama dengan yang digunakan pada vertebrata tingkat yang lebih tinggi.
Beberapa cara dapat dilakukan, ba-
ik melalui makanan, suntikan maupun perendaman. Pemakaian kemoterapeutika untuk pengobatan penyakit bakterial pada ikan telah biasa dilakukan.
Menurut hasil
penelitian Eidman dkk. (1981) pada penanggulangan wabah penyakit bercak merah, chloramphenicol dengan dosis 9 - 30 mg/kg ikan memberi kesembuhan paling cepat, yaitu 3 harij terramycin dengan dosis 10 -
25 mg/kg ikan dalam 5 - 7 hari
dan streptomycin dengan dosis 25 mg/kg ikan setelah 7 hari. Penyuntikan antibiotika tersebut dilakukan secara intramuskuler atau intraperitoneal. Pengobatan dengan kalium permanganat juga efektif, lebih dari 90% ikan terhindar dari kematian.
Pengobatan
dilakukan dengan merendam ikan dalam larutan kalium permanganat 20 ppm selama 30 -
60 menit di dalam bak atau 3 ppm
selama 24 jam di kolam (Eidman dkk., 1981). Supriyadi dan Taufik (1981) mengemukakan tentang hasil penelitiannya, ternyata terramycin dapat dipakai untuk pengobatan terhadap ikan lele dengan dosis 50 mg per kg ikan per hari yang diberikan melalui makanan. Pada kesempatan lain Supriyadi dan Taufik (1982) juga mengemukakan hasil penelitiannya tentang keampuhan Rhodicin 1.
23 Rhodicin 1 dengan dosis 20 -
40 mg/kg ikan diberikan mela-
lui suntikan 2 kali selang 3 hari dapat digunakan untuk mengobati ikan terserang penyakit yang disebabkan oleh
~.
~
drophila. Gopalakrishnan pada tahun 1961 dalam Wolke (1975) menggunakan chloromycetin untuk pengobatan penyakit ikan yang disebabkan
~.
hydrophila dengan cara perendaman.
Dosis
3 mg/150 - 400 gr ikan secara intraperitoneal juga dapat digunakan. Oxytetracyclin HCl juga dapat dipakai untuk pengobatan. Supriyadi dan Hardjamulia (1985) mengemukakan bahwa oxytetracyclin HCl dengan dosis 30 mg/kg ikan dapat diberikan melalui suntikan, dan dosis 50 mg/kg ikan per hari diberikan melalui makanan selama 7 - 10 hari berturut-turut. Sulfamerazin telah dipakai pula untuk pengobatan Leptobarbus hoeveni dan Cyprinus carpio yang terinfeksi. Ternyata sulfamerazin dapat mencapai pengaruh yang Sarna dengan pemakaian streptomycin bila diberikan dalam makanan dengan dosis 100 mg per ikan per hari selama 7 - 10 hari (Wolke, 1975;
Taufik dan Rukyani, 1982).
Sedangkan Supri-
yadi dan Hardjamulia (1985) menganjurkan pemberian sulfamerazin dengan dosis 100 mg per kg ikan per hari selama 4 hari berturut-turut. Pencegahan Tindakan pencegahan terhadap penyakit ini dapat dilakukan dengan jalan memelihara lingkungan perairan kolam
24 supaya tetap bersih dan mempertahankan kualitas air agar tetap baik (5upriyadi dan Hardjamulia, 1985).
5elain itu
pengeringan dan pengapuran kolam yang terinfeksi penyakit dapat digunakan sebagai tindakan pencegahan. Pemakaian desinfektan pada konsentrasi tertentu dapat menghambat pertumbuhan bakteri atau membunuhnya.
8eberapa
desinfektan dapat digunakan untuk pencegahan maupun pengobatan ikan-ikan kultur yang terinfeksi bakteri.
Hasil pene-
litian Taufik dan Koesoemadinata (1982) mengatakan bahwa betadine 200 ppm, actomar 1000 ppm, biocid 100 ppm dan kalium permanganat 50 ppm dapat digunakan untuk mendasinfeksi peralatan perikanan sebagai salah satu usaha pencegahan penularan penyakit. Cara lain yang dapat dilakukan dalam tindakan pencegahan pada penyakit ikan adalah vaksinasi.
Duff (1942), Ross
dan Klontz (1965) dalam 5upriyadi dan Taufik (1983) telah meneliti bahwa ikan teleostei berkemampuan untuk membentuk antibodi bila diinfeksi dengan bakteri melalui vaksinasi, baik melalui mulut maupun suntikan. Thune dan Plumb (1982) dalam hasil penelitiannya mengatakan bahwa vaksin yang dibuat dengan metoda sonicati dan diberikan melalui suntikan menghasilkan titer antibodi yang paling baik dibandingkan dengan metoda freeze-thaw dan whole cell. Paterson dan Fryer (1974) dalam Michel (1982) juga mengemukakan bahwa vaksinasi dengan vaksin mati yang dilakukan terhadap O. kisutch secara intraperitoneal dan"setelah
25 di-challence secara intraperitoneal juga ternyata memberikan perlindungan positif. Hasil penelitian Supriyadi dan Taufik (1982) bahwa dosis vaksin 0.2 ml/ekor (7.6 mg bakteri) yang disuntikkan tanpa memakai adjuvant pada ikan dengan berat rata-rata 4.9 gr sudah dapat menurunkan angka kematian.
VIII.
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan Motil Aeromonas Septicemia yang disebabkan oleh
A.
~
drophila dan furunculosis yang disebabkan oleh A. salmonicida merupakan penyakit bakterial yang penting pada ikan. Terutama karena angka kematiannya tinggi, sehingga sering menimbulkan kerugian ekonomi yang cukup besar pada budidaya ikan air tawar. Diagnosa dari kedua penyakit ini dapat didasarkan pada tanda-tanda klinis, perubahan pasca mati maupun secara bakteriologis.
Tetapi diagnosa lebih baik dilakukan dengan
cara mengisolasi dan identifikasi agen penyebab dari pada didasarkan tanda-tanda klinis dan perubahan pasca mati. Karena kedua penyakit tersebut
mempun~ai
banyak persamaan
tanda klinis dan perubahan pasca mati. Differensial diagnosa dari kedua penyakit ini adalah penyakit yang disebabkan oleh Pseudomonas 2£. Dalam pengendalian penyakit ini, tindakan pencegahan sangat penting dilakukan.
Baik dengan cara memelihara ling-
kungan perairan kolam supaya tetap bersih dan mempertahankan kualitas air agar tetap baik.
Pengeringan dan pengapur-
an bekas kolam yang terinfeksi dapat dilakukan.
Penggunaan
desinfektan, misalnya betadine, actomar, biocid dan kalium . permanganat juga dapat dilakukan. Pengobatan dengan menggunakan antibiotika maupun preparat sulfa dapat dilakukan.
Antibiotika yang dapat
27
digunakan adalah streptomycin, terramycin, chloramphenicol dan oxytetracyclin, baik melalui suntikan maupun melalui makanan.
Preparat sulfa yang sering digunakan adalah sul-
famerazin yang diberikan melalui makanan. Saran Perlu diadakan penelitian tentang penggunaan vaksin pada kedua penyakit ini sebagai salah satu tindakan pencegahan, baik mengenai jenis vaksin yang digunakan maupun cara aplikasinya, sehingga memberi hasil yang optimal.
DAFTAR PUSTAKA Amlacher, E. 1970. Text book of fish diseases. Trans by D.A. Conroy and R.L. Herman. TFH publ. p. 11 7 - 145. Bergey, D.H. 1974. Bergey's manual of Determinative Bacteriology, ed. R.E. Buchanan and N.E. Gibbons, Bth ed. Baltimore Williams and Wilkins. publ. p. 355. Bastiawan, P., H. Supriyadi dan A. Rukyani. 19B2. Identifikasi bakteri patogen pada tiga jenis ikan kultur yang diperoleh dari beberapa tempat di pulau Jawa, Bali, Sulawesi dan Sumatra. Bulletin Penelitian Perikanan Darat Th ke 3 No. 2 hal 26 - 30. Christensen, N.D. 1972. Some diseases of trout in Denmark dalam Diseases of fish. Edited by L.E. Wadesley Thomas. Published for the zoological society of London by Academic Press London and New York. p. B3 ~ 88. Carter, G.R. 1973. Diagnostic procedures in veterinary microbiology. Charles C Thomas Publisher, Springfield, Illinois U.S.A. p. 32. Eidman, M., K. Sumawidjaja, S. Hardjosworo, Sri Lestari Angka. 1981. Wabah penyakit bercak merah ikan. Laporan kelompok kausal Team Crash Program Penanggulangan Epidemi Penyakit Ikan. Institut Pertanian Bogor. Herman, R.L. 1972. The principles of therapy in fish diseases dalam Diseases of fish. Edited by L.E. Wadesley - Thomas. Published for the zoological society of London by Academic Press London and New York. p. 141 - 151. Hardjosworo, S. 1984. Penyakit dan produksi perikanan. Kongres dan Konferensi Nasional ~X Perhimpunan Dokter Hewan Indonesia. Hoffman, G.L. (Ed.). 1977. Methods for the diagnosis of fish diseases. Published for the fish and wild life services. United State Dept. of the interior and national science foundation, Washington D.C. by Amerind Publishing Co. Put. Ltd New Delhi. p •. 55 - 67. Kabata, Z. 1985. Parasites and diseases of fish cultured in the tropics. Taylor and Francis London Philadelphia. p. 92 - 107. McDaniel, D. 1979. Procedures for detection and identification of certain fish patogen. Reviced. Fish health American fisheries Society. p. 42 - 82.
29 Michel, C. 1982. Progess toward furunculosis vaccination dalam Microbial diseases of fish. Edited by R.J. Roberts. Published for the society for general microbi0199y by Academic Press. p. 151 - 167. Pramono, S.U., S.L. Angka, F .H. Pasaribu, M. Alifudin. 1980. Isolasi dan identifikasi jasad renik penyebab epidemi penyakit bercak merah pada ikan di Jawa Barat. Sub team mikrobiologi kelompok kausal team crash program penanggulangan epidemi penyakit ikan. Instit0t Pertanian Bogor. Richards, R.H. and R.J. Robert. 1978. The bacteriology of teleost dalam Fish pathology. Edited by R.J. Robert. Bailliere Tindall - London. p. 190 - 197. 1979. Handbook of trout Robert, R.J. and C.J. Shepherd. salmon diseases. Fishing News Books Ltd. Farnham Surrey, England. p. 67 - 69. Steinhagen, P. und P. Bahrs. 1984. Vibriose and furunculose. Zwei Fishkrankheiten von Regenbogenforellen in intensiven Aquakulturen. Tierarztl Prax 12. 93 - 103 FK, Schattauer verlag Gmbtt Sttugart. Pedoman cara-cara Supriyadi, H. dan A. Hardjamulia. 19B5. pencegahan wabah penyakit bakterial dan parasiter daDirektorat Jendral lam usaha budidaya ikan air tawar. Per ik anan. Supriyadi, H. dan P. Taufik. 1981. Identifikasi dan cara penanggulangan penyakit bakterial pada ikan lele (Clarias batrachus) • . Bulletin Penelitian Perikanan Darat Vol. 1 No. 3 hal 447 - 454. 1982. Keampuhan Rhodicin 1 terhadap Aeromonas hydrophila. Bulletin Penelitian Perikanan Darat Th ke 3 No.2 hal 40 - 43. • 1983. Penelitian pendahuluan ----:-i-m-u-n--:i,-s-a-s--=-i-=-i7"k-a-n-d-:-e-n-g-a-n-c a r a v ak 5 ina s i • Bull e tin Pen el i tian Perikanan Darat Th ke 4 No.1 hal 34 - 36. Thune, R.L. and J.A. Plumb. 1982. Effect of delivery method and antigen preparation on the production of antibodies against Aeromonas h)drophila in channel catfish. Prog. fish Cult. 44 (1 Januari 1982. p. 53 54. Taufik, P. dan S. Koesoemadinata. 1982. Pengaruh beberapa desinfektan terhadap Aeromonas hydrophila secara in vitro. Pewarta 8PPD Th ke 3 No.1 hall - 3.
30
Taufik, P. dan A. Rukyani. 1982. Daya guna obat-obat antibiotika dan sulfa terhadap Aeromonas hydrophila secara in vitro. Pewarta 8PPD Th ke 3 No.1 hal 4 -
7. Wolke, R.E. 1975. Pathology of bacterial and fungal diseases affecting fish dalam The pathology of fishes. Edited by W.E. Ribelin and G. Migaki. The University of Wisconsin Press. p. 51 - 63.
LAMPIRAN
31 Lampiran 1.
Bagan Pemeriksaan Bakterio10gi (McDaniel, 1979) Bahan isolasi
(Ku1it, insang, darah,
ginjal, 1impa)
1 1
Trypticase Soy Agar
0 20-25 C, 24-48 jam
Pewarnaan Gram/KOH Test . (-)
(+)
1
~
Coccus Batang - Kata1ase - Koagu1ase - d11.
-------------Sitokrom oksidase
(,!-) - - -
1
.... (,.)
Moti1itas (.+)
(.,.)
1
"~d~l sa monlCl
""d a
P _. PSlClCl a
~.
- Pigmen (-) - OfF glukosa -- asam
- Gelatin (+) - Pigmen coklat - OfF glukosa -- asam dan J gas Fermentatif
OfF Test (glukosa)
[
j
1-
Dksidatif/Pseudoma~
nas .2.P.
Sensitivitas novobiocin dan agen vibrio static 0/129~
/ (-) 1:,.. hydrophila
"~
C+) Vibrio .2.P.