BAB I PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang Penelitian Pendidikan merupakan salah satu hal yang sangat dibutuhkan bagi setiap
orang.
Melalui
pendidikan
lah
seseorang
bisa
meningkatkan
derajat
kehidupannya. Mendapat kehidupan yang jauh lebih baik, dibanding mereka yang tidak mengeyam dunia pendidikan. Fundamentalis pendidikan ini dapat ditemukan dari kedudukan pendidikan sebagai salah satu instrumen utama dan penting dalam meningkatkan segenap potensi anak menjadi sosok kekuatan sumberdaya manusia (human resource) yang berkualitas bagi suatu bangsa. Tanpa melalui pendidikan seorang anak diyakini tidak akan dapat menjadi manusia yang bermanfaat dan bermartabat , yakni menjadi sosok manusia utuh (a fully functioning person).1 Sayangnya pendidikan di Indonesia saat ini masih belum merata. Masih banyak penduduk di daerah-daerah pelosok Indonesia yang belum bisa mendapat pendidikan yang layak. Berbagai macam masalahnya. Mulai dari kualitas ekonomi yang kurang baik yang akhirnya memaksa anak-anak untuk bekerja dibanding pergi ke sekolah sampai kurangnya tenaga pendidik. Munawar Ali mengatakan bahwa, kurang optimalnya pelaksanaan pendidikan di Indonesia yang disebabkan sulitnya menyediakan guru-guru
1
Arif Rohman. Memahami Ilmu Pendidikan. Yogyakarta: Aswaja Pressindo. 2013 hal 2
1
2
professional untuk mengajar di daerah-daerah. Daerah terpencil cenderung bermutu pendidikan rendah, dikarenakan masalah efektifitas, efisiensi, dan standarisasi pengajaran. Sebenarnya kurikulum Indonesia tidak kalah dari kurikulum di negara maju, tetapi pelaksanaannya yang masih jauh dari optimal.2 Di kota besar seperti Jakarta kita bisa dengan mudah menemukan sekolah dengan jumlah tenaga pendidik yang memadai. Ada pula berbagai sekolah non formal seperti kursus atau tempat-tempat les privat. Kita bisa dengan mudah memilih sesuai keinginan kita. Namun bagaimana dengan mereka yang tinggal di daerah pelosok? Jangankan untuk memilih sekolah sesuai keinginan mereka. Untuk bisa bersekolah saja mereka harus menempuh jarak berkilo-kilo meter terlebih dahulu. Masalah utama yang tetap menjadi sorotan di daerah tertinggal adalah minimnya fasilitas, kurangnya tenaga pengajar serta susahnya akses, teknologi dan lain-lain. Masalah yang paling berpengaruh dalam mutu pendidikan di daerah pedalaman adalah kurangnya tenaga pengajar yang berkualitas dan mencukupi.3 Kekurangan tenaga pengajar ini salah satunya juga terjadi di Kepulauan Sangihe. Berdasarkan data dari Dinas Pendidikan setempat, saat ini kekurangan tenaga pendidik di Kepulauan Sangihe mencapai 625 orang terdiri dari TK 6 guru, SD 363 guru, SMP 133 guru, SMA 55 guru, dan SMK kekurangan 68 guru.4 2
Ira D. Arini. Sekolah Rakyat Perjuangan Mewujudkan Pendidikan Gratis. Jakarta: Rausyah Fikr Press. 2013 hal 165 3 Ngato U. Rohman. (2012, Januari). Memajukan Pendidikan Daerah Tertinggal. Pendis Kemenag [online]. Diakses pada tanggal 24 September 2014 dari http://pendis.kemenag.go.id/index.php?a=detilberita&id=6500#.VCWGCPmSyac 4 Terry Lumentut. (Juli, 2014). Sangihe Butuh 625 Guru. Okemanado [online]. Diakses pada tanggal 24 September 2014 dari http://www.okemanado.com/2014/07/21/sangihe-butuh-625-guru/
3
Kekurangan tenaga pendidik bukan merupakan satu-satunya problem yang kita hadapi di daerah pelosok. Masih ada setumpuk masalah lain yang akan kita temukan di dunia pendidikan di daerah pelosok. Beberapa tahun terakhir tema pendidikan menjadi salah satu tema yang sedang digandrungi untuk diangkat dalam sebuah film layar lebar maupun program televisi. Sebut saja film Laskar Pelangi (2008). Film yang menceritakan tentang perjuangan anak-anak SD Muhammadiyah di kawasan pinggir Belitong dalam memperjuangkan cita-cita mereka. Bagaimana perjuangan pantang menyerah mereka menuntut ilmu yang akan menjadi modal untuk lepas dari kemiskinan yang ironisnya terjadi di pulau penghasil timah. Di film ini digambarkan bagaimana anak-anak harus belajar di ruang kelas dengan lantai tanah, dinding papan, dan atap yang bocor. Di mana kondisi ini sangat berbeda dengan sekolah PN Timah yang sudah dilengkapi dengan fasilitas yang lebih memadai. Film inipun sukses di pasaran dan berhasil mendapat berbagai penghargaan internasional, salah satunya dalam ajang Hong Kong International Film Festival. Selain Laskar Pelangi, masih ada beberapa film lain bertema serupa seperti denias Senandung di Atas Awan (2006), Sokola Rimba (2013), dan masih banyak lagi. Film-film ini rata-rata merupakan film yang diadopsi dari kisah nyata. Dengan mengambil sudut pandang cerita dari sisi murid atau siswa. Sebagian besar film ini rata-rata mengisahkan bagaimana para murid harus berjuang keras dengan segala keterbatasannya untuk bisa mengenyam dunia pendidikan dan meraih cita-citanya.
4
Pada
dasarnya
setiap
media
memiliki
caranya
sendiri
dalam
mengkonstruksikan kondisi pendidikan di daerah pelosok. Media massa merupakan salah satu media yang paling ampuh untuk digunakan sebagai perantara penyampaian pesan antara komunikator dengan komunikan. tema pendidikan baru banyak diangkat dalam film. Tidak banyak program televisi di Indonesia yang mengangkat pendidikan sebagai tema programnya. Selain itu juga mayoritas film pendidikan ini mengangkat kisah pendidikan di daerah pelosok dari sudut pandang murid. Bagaimana murid berjuang untuk menggapai citacitanya dengan segala keterbatasan. Dan pada tahun 2013 muncul sebuah acara baru di stasiun televisi NET bertema pendidikan dengan judul Lentera Indonesia. Lentera Indonesia merupakan program documenter yang bekerja sama dengan beberapa Non Government Organization (NGO). Salah satunya adalah Indonesia Mengajar. Indonesia Mengajar terbentuk untuk memenuhi kebutuhan guru di daerah-daerah terpencil di Indonesia. Organisasi ini berusaha meratakan pendidikan di seluruh tanah air. Indonesia Mengajar membantu mengisi kekurangan guru sekolah dasar, khususnya di daerah terpencil dengan mengirimkan lulusan terbaik Perguruan Tinggi di Indonesia yang telah dididik intensif untuk menguasai kapasitas kepengajaran dan kepemimpinan untuk bekerja sebagai guru selama satu tahun. Selain itu Indonesia Mengajar juga memiliki visi menjadi wahana belajar kepemimpinan bagi anak-anak muda terbaik Indonesia agar tak semata memiliki kompetensi kelas dunia, tetapi juga pemahanan akar rumput. Indonesia Mengajar mulai berdiri tahun 2009 dan terus berkembang hingga saat ini. Hingga tahun ini,
5
Indonesia Mengajar telah menempatkan para Pengajar Muda di 17 Kabupaten di seluruh Indonesia. Nyatanya kegiatan ini mendapat sambutan baik dari para pemuda pemudi Indonesia. Hal ini terbukti dengan jumlah pendaftar yang membludak setiap tahunnya.5 Para pemuda harapan bangsa dengan senang hati rela ditempatkan di daerah terpencil jauh dari kemapanan demi menagajar anak-anak sekolah dasar. Jangankan untuk mendapatkan kemapanan hidup, untuk mendapat aliran listrik ataupun sinyal HP pun merupakan hal mewah bagi mereka. Dengan tujuan mulia untuk membantu mendidik anak-anak di pelosok, merekapun mampu berjuang selama satu tahun mengabdi jauh dari hingar bingar kota. Selain dengan Indonesia Mengajar, Lentera Indonesia juga bekerjasama dengan NGO lain seperti Dompet Dhuafa, dan 1000Guru. Selain itu Lentera Indonesia juga bekerjasama dengan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan melalui program SM3T (Sarjana Mengajar di Daerah Terdepan, Terluar, dan Tertinggal). Semuanya ini merupakan organisasi yang memiliki program untuk mengirimkan lulusan sarjana dari berbagai perguruan tinggi untuk menjadi tenaga pendidik di daerah pelosok. Dan Lentera Indonesia merupakan program news documentary yang diangkat dari kisah nyata pengalaman para pengajar muda selama mengabdi di daerah masing-masing. Program ini menceritakan bagaimana kehidupan pengajar muda di daerah pengabdiannya. Bagaimana mereka menerapkan pendidikan dengan cara-cara yang lebih kreatif kepada anak-anak agar mereka lebih tertarik 5
Tentang Indonesia Mengajar. Indonesia Mengajar [online]. Diakses pada tanggal 02 Agustus
2014 dari http://www.indonesiamengajar.org/tentang-indonesia-mengajar/
6
untuk belajar dan datang ke sekolah. Berbagaai rintangan dan hambatan sering dialami oleh pengajar muda. Melalui program inilah segala kesulitan dan kesenangan para pengajar muda digambarkan. Lentera Indonsesia juga menggambarkan bagaimana potret pendidikan di daerah terpencil tersebut.6 Dalam mengajar para pengajar muda ini tetap menggunakan panduan kurikulum yang telah ditetapkan pemerintah. Hanya saja mereka menerapkan kurikulum tersebut dengan cara yang lebih kreatif sehingga anak-anak lebih mudah menyerap setiap pelajaran yang mereka sampaikan dan juga agar anakanak tidak cepat bosan. Melihat begitu pentingnya pendidikan bagi setiap orang inilah maka penulis mengambil tema pendidikan untuk diteliti. Indonesia saat ini masih memiliki pekerjaan rumah yang berat tentang pendidikan dan masa depan generasi mudanya. Maka dari itu sudah saatnyalah kita sebagai generasi muda turut bertanggungjawab untuk membantu mengubah kondisi ini. Selama ini memang sudah banyak program televisi maupun film yang mengangkat tema tentang pendidikan di derah pelosok. Namun kebanyakan menggunakan sudut pandang dari siswa. Sedangkan dalam Lentera Indonesia ini sudut pandang yang dipakai adalah sudut pandang dari pengajar muda. Selain itu Lentera Indonesia juga baru saja mendapat penghargaan dari Dompet Dhuafa sebagai program televisi paling inspiratif. Ini berarti membuktikan bahwa tayangan Lentera Indonesia cukup berkualitas.
6
Lentera Indonesia. Netmedia [online]. Diakses pada tanggal 30 Juli 2014 dari http://www.netmedia.co.id/program/lentera-indonesia
7
Episode yang akan penulis angkat yaitu “Lentera Ilmu Menerangi Nanusa”. Peneliti memilih untuk meneliti episode “Lentera Ilmu Menerangi Nanusa” karena dari sekian banyak episode Lentera Indonesia, menurut peneliti episode ini merupakan salah satu episode yang paling menarik untuk ditelititi. Peran Sanuri sebagai pengajar muda dalam episode ini mampu membawa penonton seakan-akan benar-benar masuk ke dalam cerita. Kisah yang digambarkan dalam episode ini juga lengkap. Bukan hanya mengangkat potret pendidikan formal tapi juga non formal. Episode ini terbagi menjadi tiga segmen. Di segmen pertama menceritakan tentang kurangnya pendidikan agama di daerah Nanusa, Kepulauan Talaud, Sulawesi Utara. Meskipun sebagian besar siswa di sekolah ini mayoritas beragama Islam, namun karena sekolah tidak memiliki guru agama Islam akhirnya para siswa tidak bisa mendapatkan pelajaran agama sesuai agama yang mereka anut. Tak jarang jika banyak siswa di sini sama sekali tidak memahami agama yang mereka anut. Padahal agama merupakan salah satu pondasi penting dalam membangun karakter seorang manusia. Di segmen dua menceritakan tentang kreativitas murid-murid kelas enam SDN Inpres Nanedakele. Salah satunya dengan membentuk grup music sederhana. Grup ini awalnya dibentuk hanya untuk mengisi kekosongan jam belajar karena guru kelas yang seringkali terpaksa harus meninggalkan kelas karena ada keperluan sekolah di luar pulau. Namun seiring berjalannya waktu ternyata grup music ini semakin berkembang dan mampu tampil di acara kabupaten. Di segmen ini pula diceritakan bagaimana desa nanedakele masih jauh
8
dari peradaban, sehingga sepekan sekali guru honorere harus pergi ke pulau lain untuk mengusrus administrasi sekolah ataupun untuk menjalankan keperluan lain. Sedangkan di segmen akhir, lebih focus menceritakan tentang cita-cita dan harapan para murid. Dengan latar belakang pendidikan keluarga yang tidak terlalu tinggi, ternyata berpengaruh juga dengan pola pikir anak-anak. Meskipun beberapa murid kelas enam ini memiliki cita-cita tinggi, namun ada juga yang akhirnya pasrah dengan ijazah SD. Selain itu dalam segmen ini juga menceritakan tentang semangat murid-murid dalam mempersiapkan ujian nasional meski dalam keterbatasan ruang kelas dan fasilitas yang minim. Secara keseluruhan program documenter ini menggambarkan bagaimana potret kehidupan pendidikan di daerah pelosok. Sebagai media komunikasi massa, Program dokumenter ini tidak terlepas dari teori konstruksi realitas, dimana sebuah realitas dibangun dengan cara-cara tertentu untuk menghasilkan paradigma atau gagasan tertentu. Lalu bagaimana dengan program documenter Lentera Indonesia? Bagaimana pendidikan di daerah pelosok dibingkai pada program ini dan dengan cara yang seperti apa? Begitulah pertanyaan tersebut muncul. Jadi, bagaimana pendidikan di daerah pelosok dibingkai pada program documenter Lentera Indonesia? Teknik analisa dalam penelitian ini menggunakan metode framing karena peneliti ingin mengetahui bagaimana cara media memaknai, memahami, dan membingkai kasus atau suatu peristiwa. Sebagai sebuah metode analisis teks, analisis framing mempunyai karakteristik yang berbeda dibanding dengan analisis isi kuantitatif. Dalam analisis isi kuantitatif, yang ditekankan adalah isi (content)
9
dari suatu pesan atau teks. Sementara dalam analisis framing yang menjadi pusat perhatian adalah pembentukan pesan dari teks. Framing terutama melihat bagaimana pesan/peristiwa dikonstruksikan oleh media dan menyajikannya ke pemirsa.7 Sedangkan model yang dipilih yaitu framing model Gamson dan Modigliani karena penulis yakin formula ini bila dibandingkan dengan formula framing yang lain dapat melihat pengkonstruksian makna peristiwa yang berkaitan dengan objek penelitian. Formula framing ini dapat membantu peneliti lebih sensitif untuk melihat bahasa secara lebih detail melalui perangkat-perangkat dalam framing Gamson dan Modigliani.
1.2.
Fokus Penelitian Berangkat dari latar belakang di atas maka penelitian ini kami fokuskan
terhadap analisa pendidikan di daerah terpencil dalam Program News Documentary Lentera Indonesia di NET TV. Hal ini untuk mengetahui bagaimana Lentera Indonesia mengkonstruksikan tayangannya dalam menggambarkan pendidikan di daerah pelosok Indonesia? Penelitian difokuskan untuk membahas teori konstruksi pendidikan dalam program dokumenter Lentera Indonesia episode Lentera Ilmu Menerangi Nanusa berdasarkan analisis Framing model Gamson dan Modigliani. Yaitu dengan melakukan analisa Framing devices yang terdiri dari methapors (perumpamaan atau pengandaian), catchphrases (frase yang menarik), exemplar (mengaitkan bingkai dengan contoh), depiction (penggambaran isu yang bersifat konotasi),
7
Eriyanto. Analisis Framing. Yogyakarta: LKiS Group. 2011 hal 11
10
visual images (gambar yang mendukung pembingkaian). Juga analisa reasoning devices yang meliputi roots (analisis kausal sebab akibat), appeals to principle (klaim moral), dan consequences (efek atau konsekuensi yang didapat).
1.3.
Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui framing yang dikonstruksikan
NET TV dalam tayangan Lentera Indonesia episode Lentera Ilmu Menerangi Nanusa dalam menggambarkan pendidikan di daerah pelosok Indonesia, khususnya di Kecamatan Nanusa, Kabupaten Kepulauan Talaud, Sulawesi Utara.
1.4.
Manfaat Penelitian
1.4.1. Manfaat Akademis Penelitian
ini
diharapkan
mampu
memberikan
kontribusi
bagi
perkembangan dan kemajuan dari ilmu komunikasi, khususnya dalam pembahasannya mengenai keragaman tayangan program televisi dari segi analisis secara akademis.
1.4.2. Manfaat Praktis Penelitian ini diharapkan akan bermanfaat terhadap industri tayangan televisi khususnya untuk program news documentary di NET TV, termasuk bagi para produser dan pihak yang terlibat dalam tayangan news documentary Lentera Indonesia sehingga bisa terus menghasilkan karya-karya yang lebih baik lagi.