BAB I PENDAHULUAN 1.1.
Latar Belakang Masalah Perkembangan mode pakaian pada era modern ini sudah menjadi sebuah
kebutuhan manusia untuk membeli pakaian sesuai tren yang ada. Bahkan mengikuti tren mode pakaian sudah menjadi gaya hidup dari kalangan menengah ke atas maupun ke bawah. Semua orang berlomba-lomba untuk tampil menarik dan dipandang lebih dari orang lain. Dalam dunia mode pakaian, merek merupakan sebuah nilai tambah sehingga memicu munculnya persaingan antar merek. Menurut Kotler dan Keller (2012: 304) mode adalah gaya yang popular dan diterima saat ini dalam bidang tertentu. Salah satu segmen yang potensial untuk dibidik adalah segmen eksekutif muda atau profesional muda. Selain jumlahnya yang terus membesar, golongan ini memiliki kemampuan membeli yang relatif tinggi sehingga banyak pelaku industri yang membidik segmen ini. Salah satunya adalah industri pakaian yang menyasar kaum eksekutif muda. Segmen eksekutif muda adalah kelompok yang dinamis, penuh perubahan, dan mengerti secara pasti kebutuhan mereka. Kelompok ini juga sangat memperhatikan gaya hidup. Menurut Pasaribu selaku Direktur Pemasaran The Executive dalam wawancara yang dilakukan oleh Mahmudah (2014), eksekutif muda adalah mereka yang berusia sekitar 23-32 tahun dan masuk golongan masyarakat berpenghasilan menengah ke atas. Seiring dengan berkembangnya segmen ini, 1
produk-produk yang melekat pada diri mereka pun ikut berkembang, baik dari sisi pasar maupun model. Bagi seorang eksekutif muda hendaknya memperhatikan pemilihan pakaian, terutama saat ke kantor. Mereka senantiasa dituntut untuk selalu tampil bersih dan profesional, terutama saat harus melakukan presentasi atau bertemu dengan rekan bisnis yang potensial. Pakaian formal menjadi keharusan bagi kaum eksekutif muda, selain itu aktivitas kantor yang mudah membuat lelah dan berkeringat juga dapat menjadi pertimbangan dalam membeli pakaian formal. Pastikan busana kerja terbuat dari bahan yang nyaman dipakai seharian dan tentunya sesuai dengan peraturan yang ada (www.duniaprofesional.com). Cara berpakaian juga dapat menunjukkan karakter dari seseorang sehingga pemilihan pakaian yang tepat diperlukan dalam dunia kerja. Seiring dengan tuntutan dunia kerja yang mengharuskan berpakaian formal, maka mulai bermunculan produk lokal pakaian formal yang mengikuti tren mode pakaian saat ini. Pertumbuhan produk lokal kini semakin berkembang, antara lain produk pakaian, sepatu, tas dan masih banyak lagi. Terdapat beberapa merek ternama asli Indonesia yang masih sering dianggap bahwa merek tersebut impor. Salah satunya adalah merek The Executive yang menjadi objek penelitian. The Executive sebelumnya bernama Executive 99 yang berdiri pada tahun 1974. Pada tahun 1985 berganti pemilik, dan tahun 2000 berganti nama menjadi The Executive. Merek The Executive berada di dalam perusahaan Delamibrands yang didirikan pada tahun 1979
2
oleh Bapak Johanes Farial. Kini perusahaan Delamibrands membawahi beberapa label pakaian seperti The Executive, et cetera, Wood, Choya, Colorbox, Jockey, Wrangler, Tira Jeans, Lee dan Billabong yang tersedia di beberapa pusat perbelanjaan di kota-kota besar di Indonesia (Mahmudah, 2014). Menurut keterangan wawancara yang dilakukan oleh Mahmudah dalam SWA online pada tahun 2014 kepada Rita Zulkaidarati, Manager dan Boysanto Pasaribu, Direktur Pemasaran The Executive menjelaskan bahwa The Executive merancang produk dan strategi pemasarannya dengan melakukan perubahan dari produk konvensional ke produk yang memperhatikan gaya hidup. Menurut Hawkins dan Mothersbaugh (2013: 427) gaya hidup adalah bagaimana seseorang memberlakukan dirinya atau konsep diri dan ditentukan oleh pengalaman masa lalu, karakteristik bawaan, dan situasi saat ini. Gaya hidup mengacu pada pola konsumsi yang mencerminkan pilihan seseorang tentang bagaimana dia menghabiskan waktu dan uang (Solomon, 2014: 174). Gaya hidup seseorang dapat memengaruhi semua aspek perilaku konsumsi dan merupakan fungsi dari karakteristik individu yang melekat dan dibentuk melalui interaksi sosial yang telah berkembang melalui siklus hidup. Bisnis The Executive saat ini sudah memperhatikan penampilan dari atas ke bawah. Strategi The Executive membuat konsumen terus loyal dengan cara menjaga kualitas dan mengikuti tren pakaian yang sedang berkembang. Produk The Executive tidak kalah dengan produk internasional, bahkan The Executive mempunyai harga
3
yang terjangkau yaitu Rp250.000,00-Rp300.000,00 tetapi memang ada juga jas untuk pria yang sampai Rp2.000.000,00 (Mahmudah, 2014). Strategi The Executive agar konsumen mau merekomendasikan produk kepada orang lain dengan cara strategi yang kuat di bagian komunikasi pemasarannya, kolaborasi dengan pihak luar, terutama media, mengadakan acara dengan mengundang komunitas agar The Executive dapat memperkenalkan produknya ke kalangan yang belum mengenalnya. Inovasi yang dilakukan The Executive antara lain pengembangan dengan menjalani kolaborasi, mulai dari mengikuti acara Indonesia Fashion Week, kolaborasi dengan desainer lokal. Strategi The Executive agar produknya tetap menjadi pilihan konsumen dengan cara The Executive berada di mall-mall kelas A, harga produk The Executive terjangkau, dan produk The Executive tersedia di kota-kota besar di Indonesia. The Executive juga menempati tempat yang strategis dan mudah dilihat di bagian depan toko serba ada, sehingga menurut Pasaribu pemosisian merek The Executive sudah kuat. The Executive juga melakukan inovasi pada kategori pakaiannya dengan meluncurkan pakaian dalam, kaos, dan celana boxer untuk pria. Target pasar The Executive adalah profesional muda yang berusia 23-32 tahun, tetapi tidak menutup kemungkinan di bawah 23 tahun atau di atas 32 tahun, karena variasinya dapat juga untuk di luar usia tersebut (Mahmudah, 2014).
4
Saat ini jumlah toko The Executive yang berdiri sendiri ada 80 dan jumlah konter yang berada di dalam toko serba ada sebanyak 250 konter. Rencana The Executive ke depan menurut Pasaribu selaku Direktur Pemasaran The Executive dalam wawancara yang dilakukan oleh Mahmudah pada SWA online (2014) yaitu mengejar penjualan bersih Rp1 triliun pada tahun 2018 dan target tahun 2015 adalah membuka lagi 200 konter. Target penjualan bersih Rp1 triliun menjadi target tahun 2018 karena penjualan bersih tahun 2014 hampir mendekati Rp600 miliar. Menurut Rita selaku Manager, luas toko juga akan diperluas dari 100-150m2 menjadi 200-300m2 untuk pengembangan bisnis The Executive (Mahmudah, 2014). Di Yogyakarta saat ini terdapat tiga toko The Executive yang terletak di Mall Malioboro, Plaza Ambarrukmo, dan Galeria Jogja. The Executive juga memiliki konter di Matahari yang terletak di Mall Malioboro, Galeria Jogja, Jogja City Mall, dan di Centro yang terletak di Plaza Ambarrukmo.
Jumlah orang berpendapatan menengah keatas di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) terus bertambah. Makin banyaknya orang berpendapatan menengah keatas di DIY itu salah satunya terlihat dari meningkatnya Dana Pihak Ketiga (DPK) dan jumlah rekening Bank yang dimiliki setiap orang. Berdasarkan data dari Kantor Perwakilan Bank Indonesia (KPBI) DIY pada Maret 2013 lalu, jumlah DPK menembus angka Rp33 triliun jauh meningkat dari 2012 lalu yang berjumlah Rp28 triliun. “Dari sekitar 3,5 juta penduduk DIY, jumlah rekening yang ada saat ini sudah mencapai 2,8 juta rekening perkiraannya sekitar 75% dari jumlah 5
penduduk,” ujar Peneliti Senior KPBI DIY Djoko Raharto. Selain itu dana nasabah di perbankan dengan jumlah Rp500 juta ke atas juga meningkat. Jumlah simpanan baik deposito, rekening maupun giro dengan jumlah di atas Rp1 miliar pada 2013 juga meningkat dari Rp3,4 triliun menjadi Rp4,2 triliun. Peningkatan pendapatan masyarakat di DIY dipicu semakin membaiknya kondisi perekonomian di Indonesia termasuk DIY. Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2013, kinerja perekonomian DIY meningkat sebesar 2,93%, melaju dibanding laju pertumbuhan triwulan sebelumnya yang mencapai 2,03% (Krismawati, 2013).
Harga merupakan satu faktor penting dari suatu produk yang dapat menarik konsumen untuk membeli suatu produk. Scitovszky dalam Dodds et al. (1991) mengamati bahwa penggunaan harga sebagai indikator kualitas produk tidak rasional, tetapi harga merupakan suatu kepercayaan di dalam pasar yang ditentukan oleh interaksi dari kekuatan kompetitif terhadap penawaran dan permintaan. Harga suatu produk akan memiliki peranan terhadap membangun kekuatan bersaing dengan perusahaan lain dan menghasilkan kekuatan hubungan yang positif dengan kualitas produk. Harga secara alamiah akan digunakan konsumen sebagai indikator dari kualitas. Merek disini terkait dengan citra merek yang tertanam dalam benak konsumen, sehingga tidak akan mudah ditiru oleh pihak lain. Citra merek adalah deskripsi tentang asosiasi dan keyakinan konsumen terhadap merek tertentu (Tjiptono, 2005: 49). Merek merupakan suatu ekspresi yang akan menjadi simbol yang unik yang 6
nantinya akan berada dalam pikiran dan hati konsumen sehingga konsumen akan dapat membayangkan kualitas dan nilai yang ada pada produk yang ditawarkan. Penelitian yang dilakukan Rao dan Monroe (1988) dalam Dodds et al. (1991) menyatakan bahwa pembeli yang mempunyai citra merek yang tinggi akan menimbulkan niat beli. Kualitas produk adalah totalitas fitur dan karakteristik produk yang bergantung pada kemampuannya untuk memuaskan kebutuhan yang dinyatakan atau tersirat (Kotler dan Keller, 2012: 143). Hal ini merupakan pengertian kualitas yang berpusat pada konsumen sehingga dapat dikatakan bahwa seorang penjual telah memberikan kualitas bila produk telah memenuhi atau melebihi harapan konsumen. Promosi merupakan salah satu bauran pemasaran yang digunakan oleh perusahaan untuk mengadakan komunikasi dengan pasarnya. Promosi juga sering dikatakan sebagai proses berlanjut, karena dapat menimbulkan rangkaian kegiatan selanjutnya bagi perusahaan (Peter dan Olson, 2014: 204). Pemasar mengembangkan promosi guna menyampaikan informasi mengenai produknya dan membujuk konsumen agar mau membelinya. Berdasarkan paparan yang telah dikemukakan, penulis akan melakukan penelitian mengenai analisis pengaruh harga, citra merek, kualitas produk, dan promosi pada niat beli konsumen pakaian The Executive di Yogyakarta.
7
1.2. Rumusan Masalah Penelitian ini terinspirasi oleh masih banyaknya anggapan bahwa merek pakaian impor lebih berkualitas dan terdapat beberapa merek ternama asli Indonesia yang masih sering dianggap bahwa merek tersebut impor. Salah satunya adalah merek The Executive yang merupakan merek asli Indonesia yang berkualitas. The Executive juga menargetkan tahun 2015 akan membuka lagi 200 konter dan mengejar penjualan bersih Rp1 triliun pada tahun 2018, karena saat ini hampir mendekati Rp600 miliar. Dari penjelasan di atas, peneliti telah merumuskan masalah penelitian ini yaitu menganalisis apakah harga, citra merek, kualitas produk, dan promosi mempunyai pengaruh pada niat pembelian pakaian The Executive di kota Yogyakarta. Kota Yogyakarta dipilih sebagai lokasi penelitian karena jumlah orang kaya di Yogyakarta terus bertambah. Kondisi ini berimbas pada gaya hidup sebagian warga Yogyakarta yang memiliki pendapatan jauh di atas rata-rata, termasuk gaya hidup dalam pembelian pakaian kerja. 1.3. Pertanyaan Penelitian Berdasarkan informasi dari latar belakang di atas, pertanyaan-pertanyaan yang dapat diajukan untuk penelitian adalah: a. Apakah harga memiliki pengaruh pada niat pembelian produk pakaian The Executive di Yogyakarta?
8
b. Apakah citra merek memiliki pengaruh pada niat pembelian produk pakaian The Executive di Yogyakarta? c. Apakah kualitas produk memiliki pengaruh pada niat pembelian produk pakaian The Executive di Yogyakarta? d. Apakah promosi memiliki pengaruh pada niat pembelian produk pakaian The Executive di Yogyakarta? e. Apakah harga, citra merek, kualitas produk, dan promosi memiliki pengaruh pada niat pembelian produk pakaian The Executive di Yogyakarta? 1.4.
Tujuan Penelitian
Tujuan yang ingin peneliti capai dalam penelitian ini adalah: a. Menguji adanya pengaruh positif variabel harga pada niat pembelian produk pakaian The Executive di Yogyakarta. b. Menguji adanya pengaruh positif variabel citra merek pada niat pembelian produk pakaian The Executive di Yogyakarta. c. Menguji adanya pengaruh positif variabel kualitas produk pada niat pembelian produk pakaian The Executive di Yogyakarta. d. Menguji adanya pengaruh positif variabel promosi pada niat pembelian produk pakaian The Executive di Yogyakarta. e. Menguji adanya pengaruh positif variabel harga, citra merek, kualitas produk, dan promosi pada niat pembelian produk pakaian The Executive di Yogyakarta.
9
f. Tujuan peneliti memodifikasi penelitian yang dilakukan oleh Walsh et al. (2012) adalah memperkuat pemahaman dalam pengembangan teori dari penelitian sebelumnya dengan menganalisis beberapa variabel yang berbeda dari penelitian sebelumnya dan membatasi penelitian hanya pada produk pakaian The Executive di Yogyakarta. 1.5.
Manfaat Penelitian
Dari berbagai hal yang telah dikemukakan, penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat sebagai berikut: a. Manfaat akademis Menambah pengetahuan tentang teori pemasaran terkait topik penelitian mengenai pengaruh harga, citra merek, kualitas produk, dan promosi yang mempengaruhi niat beli konsumen. b. Manfaat praktis Bagi perusahaan, dapat menambah informasi bagi pihak The Executive untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi niat beli konsumen dan dapat menjadi bahan pertimbangan dalam menetapkan strategi pemasaran The Executive dimasa yang akan datang agar dapat menjadi lebih baik. Bagi peneliti, dengan melakukan penelitian ini dapat mengujikan teori-teori yang telah didapatkan secara empiris di universitas dan peneliti dapat lebih memahami permasalahan yang dihadapi dalam dunia bisnis secara nyata.
10
1.6.
Ruang Lingkup Penelitian Penelitian ini memerlukan ruang lingkup agar permasalahan yang dibahas lebih
terarah dan seakurat mungkin untuk memenuhi tujuan penelitian. Ruang lingkup dalam penelitian ini adalah: a. Pria atau wanita yang sudah bekerja atau profesional muda, dan mahasiswa yang mengetahui merek The Executive. b. Pria atau wanita yang sudah bekerja atau profesional muda, dan mahasiswa yang mengetahui harga, citra merek, kualitas produk, dan promosi yang dilakukan The Executive. c. Wilayah tempat tinggal di Yogyakarta. 1.7
Sistematika Penulisan Dalam penyusunan tesis, penulis membahas kedalam lima bab yang
diperincikan sebagai berikut: 1) Bab pertama pendahuluan yang terdiri dari latar belakang masalah, rumusan masalah, pertanyaan penelitian, tujuan penelitian, manfaat penelitian, ruang lingkup penelitian, dan sistematika penulisan. 2) Bab kedua tinjauan pustaka dan pengembangan hipotesis yang berisikan landasan teori, penelitian terdahulu, model penelitian, dan hipotesis. 3) Bab ketiga metode penelitian yang terdiri dari desain penelitian, definisi operasional variabel, populasi dan sampel, pengujian instrumen penelitian,
11
metode pengumpulan data, teknik pengumpulan data, variabel penelitian, dan metode analisis data. 4) Bab keempat hasil penelitian dan pembahasan hipotesis. 5) Bab kelima penutup yang terdiri dari kesimpulan, keterbatasan penelitian, dan implikasi.
12