BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Seiring dengan perkembangan pada era modern ini, manusia sebagai makhluk berbudaya dan berbahasa memiliki potensi dan ilmu dalam berintraksi di kehidupan sehari-harinya, tidak bisa dipungkiri bahwa manusia akan berintraksi satu sama lain yang memiki bahasa dan budaya yang berbeda. Bahasa merupakan sarana dalam menjalankan segala jenis aktivitas, antara lain sebagai sarana untuk menyampaikan informasi, meminta informasi, memberi perintah, membuat permintaan, melakukan ancaman, menyampaikan peringatan, membuat taruhan, mengungkapkan kebahagiaan, rasa senang ataupun sebaliknya, memberi nasihat dan berbagai maksud lainnya yang tidak mampu disampaikan hanya dengan melalui tindakan. Berbagai hal dapat dilakukan dengan menggunakan bahasa dengan tujuan agar penutur dapat mencapai tujuan yang diinginkan dari mitra tutur. Hal ini yang menjadikan bahasa amat berguna dalam kegiatan sehari-hari, seperti yang diungkapkan Yule (1996: 47) “Actions performed via utterances are generally called speech acts.” Menurut Yule dijelaskan bahwa tindak tutur berarti tindakan yang dilakukan melalui tuturan. Artinya, setiap tuturan yang diucapkan memiliki makna dan tujuan yang berbeda tergantung konteks pada saat tuturan tersebut dituturkan.
1
2
Dalam melakukan hal- hal di atas, manusia (penutur dan mitra tutur) harus saling bekerjasama agar pesan dapat sampai dengan baik terhadap peserta tutur dan tuturan tersebut tetap berlangsung. Dengan demikian, penutur dan mitra tutur perlu mempertimbangkan prinsip- prinsip berikut ini: (1) prinsip kejelasan (clarity), (2) prinsip kepadatan (conciseness), dan (3) prinsip kelangsungan (directness). Prinsip- prinsip itu secara lengkap dituangkan di dalam Prinsip Kerja Sama Grice (1975). Prinsip Kerja Sama Grice itu seluruhnya meliputi empat maksim. Seperti yang diungkapkan Grice dalam buku Thomas (1995: 63- 64), terdapat empat jenis maksim dalam prinsip kerjasama yaitu maksim kuantitas (maxim of quantity), maksim kualitas (maxim of quantity), maksim hubungan (maxim of relation), dan maksim pelaksanaan (maxim of manner). Dalam kenyataan berkomunikasi sehari-hari, pelaksanaan maksim-maksim tersebut dapat dibedakan ke dalam dua cara, yakni dengan menaati (observing) ataupun dengan tidak menaati maksim. Observing the maxims adalah kondisi di mana penutur dan mitra tutur mematuhi aturan maksim. Menurut Grice dalam buku Jenny Thomas (1995: 65) mengatakan bahwa bentuk tidak menaati maksim atau kegagalan seseorang dalam menaati maksim itu ada lima jenis yaitu flouting, violating, infringing, opting out dan suspending. Dalam film Django Unchained karya Quentin tarantino, penulis menemukan banyak percakapan yang mengandung flouting maxims. Flouting maxims itu terjadi apabila salah satu di antara penutur maupun mitra tutur tidak cukup bekerja sama sehingga percakapan terancam gagal. Bentuk
3
kegagalan itu misalnya tuturan salah satu partisipan dalam percakapan itu tidak dapat dipahami. Django Unchained ini merupakan sebuah film yang mengisahkan tentang Django, seorang budak yang dibebaskan dan bepergian ke seluruh Amerika bersama Dr. King Schultz, seorang pemburu harta. Karena hal tersebut, penulis tertarik untuk menganalisis percakapan yang terdapat pada dialog dalam film Django Unchained karya Quentin Tarantino. Dengan demikian, penulis berkonsentrasi dan memilih untuk menganalisis flouting maxims pada percakapan yang terdapat dalam film Django Unchained karya Quentin Tarantino yang berjudul “Flouting Maxims pada Percakapan Film Django Unchained Karya Quentin Tarantino: Kajian Pragmatik”.
1.2 Identifikasi Masalah Penulis tertarik mengkaji flouting maxims yang terdapat dalam film Django Unchained karya Quentin Tarantino diantaranya karena ingin mengetahui beberapa hal berikut: 1. Jenis flouting maxims apa sajakah yang terdapat dalam film Django Unchained karya Quentin Tarantino? 2. Apa alasan dari penggunaan flouting maxims dalam percakapan yang ada dalam film Django Unchained karya Quentin Tarantino?
1.3 Batasan Masalah Banyak aspek dan sisi serta nilai yang dapat digali dalam film Django Unchained karya Quentin Tarantino, untuk itu perlu ada batasan masalah
4
dalam penelitian ini dengan tujuan agar pembahasan dalam skripsi ini lebih terarah. Menurut Grice dalam buku Jenny Thomas (1995:65) mengatakan bahwa bentuk tidak menaati maksim atau kegagalan seseorang dalam menaati maksim itu ada lima jenis yaitu flouting a maxim, violating a maxim, infringing a maxim, opting out of a maxim dan suspending a maxim. Untuk itu, dari lima kegagalan dalam menaati maksim tersebut penulis hanya berkonsentrasi menganalisis flouting maxims yang terjadi pada percakapan yang terdapat dalam film Django Unchained karya quentin Tarantino. Teori yang digunakan sebagai referensi adalah teori pragmatik Levinson (1983), Parker (1986), Jacob L. Mey (1993). Teori konteks Leech (1983) dan teori maksim percakapan Grice (1975) yang dikutip dari Jenny Thomas (1995) dalam bukunya yang berjudul Meaning in Interaction: An Introduction to Pragmatics.
1.4 Tujuan dan Manfaat Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah untuk: 1. Mengidentifikasi jenis flouting maxims yang terdapat dalam film Django Unchained karya Quentin Tarantino 2. Menjelaskan alasan dari penggunaan flouting maxims
dalam
percakapan yang ada dalam film Django Unchained karya Quentin Tarantino. Manfaat dari penelitian ini adalah mengembangkan studi tentang flouting maxims pada percakapan yang terdapat dalam film, memperdalam pemahaman
5
tentang flouting maxims, serta membantu masyarakat luas agar lebih mudah memahami flouting maxims pada film.
1.5 Metode Penelitian
Pada Penelitian ini penulis menggunakan metode deskriptif. Metode deskriptif adalah salah satu jenis metode penelitian yang berusaha menggambarkan dan menginterpretasi objek sesuai dengan apa adanya (Best,1982 : 119). Penelitian Deskriptif ini juga sering disebut noneksperimen, karena pada penelitian ini peneliti tidak melakukan kontrol dan manipulasi variabel penelitian. Dengan penelitian metode deskriptif, memungkinkan peneliti untuk melakukan hubungan antar variabel, menguji hipotesis, mengembangkan generalisasi, dan mengembangkan teori yang memiliki validitas universal (West, 1982). Di samping itu, penelitian deskriptif juga merupakan penelitian dimana pengumpulan data untuk mengetes pertanyaan penelitian atau hipotesis yang berkaitan dengan keadan dan kejadian sekarang. Mereka melaporkan keadaan objek atau subjek yang diteliti sesuai dengan apa adanya.
Pada umumnya tujuan utama penelitian deskriptif adalah untuk menggambarkan secara sistematis fakta dan karakteristik objek dan subjek yang diteliti secara tepat. Dalam perkembangannya, akhir-akhir ini metode penelitian deskriptif banyak digunakan oleh peneliti karena dua alasan. Pertama, dari pengamatan empiris didapat bahwa sebagian besar laporan
6
penelitian dilakukan dalam bentuk deskriptif. Kedua, metode deskriptif sangat berguna untuk mendapatkan variasi permasalahan yang berkaitan dengan bidang pendidikan maupun tingkah laku manusia.
Di samping kedua alasan tersebut di atas, penelitian deskriptif pada umumnya menarik bagi para peneliti muda, karena bentuknya sangat sederhana dengan mudah dipahami tanpa perlu memerlukan teknik statistika yang kompleks.
1.6 Sistematika Penulisan
Berikut merupakan sistematika penulisan yang penulis gunakan dalam penelitian ini.
Skripsi ini dimulai dengan Bab I yang membahas pendahuluan, yang mencangkup latar belakang penelitian, identifikasi masalah, batasan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, metode penelitian, dan sistematika penelitian.
Bab II membahas tentang kajian pustaka yang berisi teori- teori yang digunakan untuk mendukung penelitian yang dilakukan penulis.
Bab III memuat semua analisis atau pembahasan tentang permasalahan dalam penelitian ini.
7
Hasil analisis pada Bab III tersebut kemudian diambil simpulan dan saran yang dimuat di Bab IV.