BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Yogyakarta adalah kota yang sedang mengalami perkembangan pada sektor perekonomiannya ini dibuktikan dengan banyaknya pusat perbelanjaan dibangun dimana-mana. Akan tetapi perkembangan seni rupa di pada di Yogyakarta juga telah mengalami kemajuan yang begitu pesat. Hal yang mempengaruhi perkembangan seni rupa di Yogyakarta dapat kita lihat dan buktikan pada hal-hal berikut ini: 1. Datangnya para peneliti dan kurator seni rupa dari luar negeri pada tiga kota yang menjadi tujuan utama mereka, yaitu Yogyakarta, Jakarta dan Bandung, 2. Latar belakang kota Yogyakarta sendiri yaitu sebagai kota pariwisata, seni dan budaya serta sebagai kota pelajar, 3. Sering menjadi tempat diadakannya pertemuan dan pameran karya seni rupa oleh seniman-seniman ternama dan universitas seni yang ada di Yogyakarta maupun dari universitas seni kota lain. Sedangkan hal lain yang mempengaruhi perkembangan seni rupa di Yogyakarta adalah: 1. Berdasarkan fungsi dari seni dan keinginan manusia yang selalu mencari keindahan. Dimana Prof. M.T. Zen, juga menyatakan bahwa keindahan selalu dicari manusia melalui seni, baik seni sastra, seni plastik, seni bangunan, ataupun musik dan lainnya.
1
2. Dilihat dari fungsi seni, seni juga mempunyai fungsi pokok dan nilai. Nilai yang dimiliki seni adalah nilai intrinsik (nilai yang dikejar manusia demi nilai itu sendiri karena keberhargaan, keunggulan, atau kebaikan yang melekat pada nilai itu sendiri) dan nilai ekstrinsik (nilai yang dikejar manusia demi sesuatu tujuan yang di luar kegiatan yang dilakukannya), sedangkan fungsi pokok dari seni pada umumnya berupa fungsi spiritual (Kerohanian),
fungsi
hedonistis
(Kesenangan),
fungsi
edukatif
(Pendidikan), dan fungsi komunikatif (tata hubungan).1 3. Seni rupa juga kita peroleh pada waktu kita duduk di bangku sekolah yang paling dasar sampai keperguruan tinggi apabila seseorang ingin lebih mendalaminya dan seseorang juga dapat belajar seni rupa dari lingkungan alam yang ada di sekitar kita serta dari kehidupan sehari-hari seseorang atau lebih dan lain-lain. Dilihat dari animo masyarakat Yogyakarta sendiri terhadap aktivitas seni rupa cukup besar dibanding dengan seni-seni yang lain, sehingga banyak melahirkan sederetan seniman ternama seperti: Affandi, Bagong Kusudiharjo, Amri Yahya, Sapto Hudoyo, Ardiyanto, dan masih banyak lagi, yang ikut memperkuat peran kota Yogyakarta sebagai pusat kebudayaan khususnya dalam bidang seni rupa. Sehingga, menjadikan Yogyakarta mendapat pengakuan sebagai kota seni yang produktif, dan melahirkan banyak bidang seni diantara seni rupa, musik, teater, batik, kerajinan dan
1
The Liang Gie, “Filsafat seni” Sebuah Pengantar, 2004, p 47
2
masih banyak lagi. Ini juga telah dibuktikan banyaknya penghargaan yang diterima berupa anugerah penghargaan seni (dapat dilihat pada halaman lampiran “Potensi Budaya DIY”, Penerimaan Anugerah Penghargaan Seni). Hal ini akan sangat bermanfaat apabila warisan seni rupa yang kita punyai dipelihara dalam bentuk yang utuh sebagai bukti dan bisa untuk dipelajari, dilestarikan, dan dimanfaatkan untuk meningkatkan pendidikan, meningkatkan pariwisata, dan menjadi tempat apresiasi seni bagi masyarakat serta pencita seni maupun seniman itu sendiri. Karena seni rupa adalah cabang seni yang mengekspresikan pengalaman artistik manusia lewat obyek dua dimensi maupun tiga dimensi yang menelankan tempat dan tahan akan waktu.2 Dari hal tersebut di atas, maka sangat diperlukannya upaya untuk menyediakan tempat konservasi dan preservasi yang representatif dan terencana dengan baik dan di dukung oleh fasilitas-fasilitas yang seharusnya ada, sehingga dapat meningkatkan mutu pelayanannya dalam hal informasi tentang seni rupa, dimana juga dapat menjadi tempat untuk belajar, dapat menjadi tempat untuk merawat agar tidak rusak dan hilang, dapat menjadi tempat untuk memamerkan atau memajang karya-karya seni rupa yang ada dengan pola dan tata cara yang baik, dan diharap dapat mendukung citra kota Yogyakarta sebagai kota wisata, kota pendidikan serta sebagai kota seni dan budaya. Karena museum merupakan pengawalan warisan budaya, dalam arti pengawalan yang mengandung makna bahwa warisan budaya itu juga ditampilkan kepada masyarakat, dalam hal ini tidak berlebihan jika museum juga
2
Radi Ngasiran, “Memaknai Seni Rupa Alternatif Indonesia,”p 29
3
disebut cagar budaya jika ia melestarikan warisan budaya dan menampilkannya kepada masyarakat. (Museografia). Museum yang terencana dengan baik adalah salah satu sarana yang dapat mewadahi kegiatan yang tersebut di atas, sehingga dapat meningkatkan kualitas permuseuman di Indonesia, khususnya di Yogyakarta dan memberi daya tarik tersendiri agar dapat meningkatkan minat pengunjung museum. Karena banyak karya seni dan benda-benda yang bersejarah di Indonesia khususnya di Yogyakarta, yang belum diwadahi secara representatif, karena selama ini merekalah yang berusaha mengabadikan karyanya pada museum-museum pribadi, dimana daya tampungnya terbatas, prasarana yang mendukung dari museum pun menjadi sangat minim dan teknik penyajian yang kurang terarah karena banyak karya yang hanya bisa dinikmati dari bagian-bagian tertentu saja dan bentuk bangunan seperti rumah tinggal. Semua itu disebabkan oleh peralihan fungsi bangunan sebagai contoh Museum Pribadi Affandi, Museum Pribadi Sri Sultan HB IX, Museum Smitaloka Sudirman, Museum Dharma Wiratama, Museum Kereta Keraton dan lain-lain. Ini juga dapat dilihat pada halaman lampiran pada “Potensi Budaya DIY: Potensi Museum dan Program Prioritas Kegiatan Dinas Kebudayaan Propinsi DIY tahun 2005-2008 dimana disitu dikatakan adanya usaha untuk peningkatan mutu pada museum seni karena terancam tutup. Karena museum seni rupa di Yogyakarta mempunyai peluang yang besar untuk lebih dikembangkan sebagai obyek wisata, tempat apresiasi seni dan tempat untuk mengumpulkan koleksi langka, memelihara koleksi, memamerkan koleksi,
4
meneliti, rekreasi dan pendidikan di Yogyakarta. Maka perlu adanya museum seni rupa yang dikelola oleh pemerintah karena, sebagian besar museum seni rupa yang ada di Yogyakarta merupakan museum pribadi milik seniman itu sendiri, sehingga menimbulkan banyak kekurangan baik dalam hal penyajiannya, penyediaan fasilitas pendukung museum, itu semua dikarenakan keterbatasan lahan dan bangunan yang digunakan merupakan bangunan yang dialih fungsikan menjadi fungsi lain yaitu museum. Dengan demikian “Museum Seni Rupa Murni (seni lukis, seni patung, dan patung) di Yogyakarta” ini diharapkan dapat memenuhi kebutuhan seperti di atas. Untuk itu “Museum Seni Rupa Murni di Yogyakarta” ini harus benar-benar terencana dengan baik, baik dalam hal sarana dan prasarana yang berupa fasilitas yang seharusnya ada di museum, serta dapat meningkatkan pengaturan ruang, pencahayaan penyajiannya, dan didukung dengan sirkulasi yang baik tentunya. “Museum Seni Rupa Murni di Yogyakarta” ini akan menggunakan konsep pemanfaatan unsur alam (unsur-unsur alam sebagai pembentuk persepsi dalam perancangan arsitektural yaitu unsur air, topografi, vegetasi dan material) sebagai acuan desain sistem sirkulasi pengunjung “Museum Seni Rupa Murni di Yogyakarta.”
5
1.2. Rumusan Masalah 1.2.1. Non Arsitektur Bagaimana peran museum sebagai sarana informasi dan sumber ilmu seni rupa yang dapat mengkomodir segala kebutuhan masyarakat dalam bentuk penyajian objek-objek pamer dengan mempertimbangkan kenyamanan pengunjung museum.
1.2.2. Arsitektur 1. Bagaimana merencanakan dan merancang suatu wadah yang berupa bangunan museum seni rupa yang dapat menyajikan atau memamerkan dengan baik dan dapat melindungi benda koleksi dari kerusakan. Sehingga benda-benda koleksi dapat tetap terjaga dan terawat dengan baik. 2. Bagaimana
pemanfaatan
unsur
alam
(unsur-unsur
alam
sebagai
pembentuk persepsi dalam perancangan arsitektural yaitu unsur air, topografi, vegetasi dan material) sebagai acuan desain sistim sirkulasi pengujung “Museum Seni Rupa Murni di Yogyakarta.”
1.3. Tujuan dan Sasaran 1.3.1. Tujuan Umum: 1. Menjadi tempat rekreasi, dan informasi mengenai seni rupa, serta menjadi tempat pendidikan non formal khususnya di bidang seni rupa yang dapat dimanfaatkan masyarakat luas.
6
2. Sebagai wadah untuk menampung, merawat dan memamerkan segala hasil karya seni rupa yang berkaitan dengan seni lukis, patung dan keramik dari seniman daerah maupun dari luar yang mengandung nilai tinggi dan langka
1.3.2. Tujuan Khusus: Mewujudkan konsep pemanfaatan unsur alam (unsur-unsur alam sebagai pembentuk persepsi dalam perancangan arsitektural yaitu unsur air, topografi, vegetasi dan material) sebagai acuan desain sistem sirkulasi pengunjung “Museum Seni Rupa Murni di Yogyakarta.”
1.3.3. Sasaran: 1. Menyusun landasan konseptual dan program perencanaan dan perancangan sebagai dasar pencapaian konsep desain yang akan dilaksanakan, 2. Melakukan studi tentang museum, 3. Melakukan studi tentang sirkulasi di museum, 4. Melakukan studi tentang landscape, 5. Melakukan studi tentang site yang dipilih, 6. Melakukan studi tentang teknik pencahayaan alami dan buatan, 7. Melakukan studi tentang macam-macam unsur alam.
7
1.4. Lingkup Pembahasan 1.4.1. Pembahasan Tentang Museum Seni Rupa Materi pembahasan merupakan lingkup kegiatan di dalam museum seni rupa yang menjadi tempat untuk belajar, menyimpan, memelihara, mengumpulkan koleksi, informasi tentang seni rupa murni, penelitian, dan rekreasi.
1.4.2. Pembahasan Tentang Pola Sirkulasi yang Baik untuk Museum Seni Rupa Pembahasan ditekankan pada pencarian sirkulasi yang baik untuk diterapkan pada museum seni rupa, sehingga dapat memberikan rasa aman, nilai lebih khususnya keindahan, batasan yang jelas dan tidak membingungkan pengunjung museum.
1.4.3. Pembahasan Tentang Pemanfaatan Unsur Alam Sebagai Acuan Desain Sirkulasi Pengunjung Museum Dalam hal ini pembahasan ditekankan pada bagaimana pemanfaatan unsur alam (unsur-unsur alam sebagai pembentuk persepsi dalam perancangan arsitektural yaitu unsur air, topografi, vegetasi dan material) sebagai acuan desain sistem sirkulasi pengujung “Museum Seni Rupa Murni di Yogyakarta”.
1.5. Metode Pengumpulan Data a. Observasi: mengamati dari dekat, mencatat dan mengambil dokumentasi sesuai dengan pokok bahasan
8
b. Studi dokumentasi: pengumpulan sejumlah dokumentasi tertulis yang berkaitan dengan studi penelitian c. Studi literature: mencari buku-buku literature dan mencari di internet yang berkaitan dengan obyek penelitian.
1.6. Sistematika Penulisan BAB I PENDAHULUAN Menerangkan tentang latar belakang masalah mengenai pentingnya proyek adanya proyek museum seni rupa murni yang dikelola pemerintah, tujuan dan sasaran pembahasan proyek Museum Seni Rupa di Yogyakarta, lingkup pembahasan, metode pembahasan, metode pembahasan serta sistimatika penulisan.
BAB II TINJAUN TENTANG SENI RUPA DAN MUSEUM Berisi tinjauan umum tentang seni dan museum, museum seni, keamanan, pencahayaan, jarak pandang, persyaratan pendirian museum dan studi khasus serta kesimpulan dari studi khasus.
BAB III TINJAUAN
KHUSUS
TENTANG
PEMANFAATAN
UNSUR
ALAM
SEBAGAI ACUAN DESAIN SISTEM SIRKULASI PENGUNJUNG MUSEUM
9
Membahas secara khusus mengenai pengertian sirkulasi, pola sirkulasi museum, sirkulasi di luar museum, manfaat unsur alam dalam perancangan dan manfaat unsur alam sebagai acuan desain sistem sirkulasi pengunjung museum.
BAB IV PENDEKATAN PERENCANAAN DAN PERANCANGAN MUSEUM SENI RUPA MURNI DI YOGYAKARTA Merupakan pendekatan konsep dasar (analisa) perencanaan dan perancangan “Museum Seni Rupa Murni di Yogyaakarta,” seperti analisa site, analisa aktivitas, analisa gubahan massa, analisa pencapaian bangunan, aanalisa struktur dan bahan bangunan, analisa pencahayaan serta sistim utilitas.
BAB V KONSEP DASAR PERENCANAAN DAN PERANCANGAN MUSEUM SENI RUPA MURNI DI YOGYAKARTA Berisi tentang konsep-konsep desain perencanaan dan perancangan “Museum Seni Rupa Murni di Yogyakarta, seperti konsep dasar arsitektur, konsep penataan site, konsep penataan massa, ekspresi bangunan, konsep ruang
10