1
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Dunia pada hari ini telah menginjak jaman dimana perkembangan teknologi sudah sangat maju.Hal ini dibuktikan dengan semakin merebaknya internet ke dalam kehidupan sehari – hari umat manusia.Memang tidak dapat dipungkiri bahwa dengan adanya internet sangat memudahkan kebutuhan masyarakat dunia dalam mengakses berbagai kebutuhan hidupnya baik dari kebutuhan primer hingga kebutuhan tersier.Penggunaan teknologi internet ini juga dirasakan manfaatnya oleh para penggiat industri kreatif1 dalam mendistribusikan karya atau ciptaannya. Salah satu contohnya adalah karya musik yang kini didistribusikan dalam bentuk digital dengan menggunakan akses internet untuk dapat segera dikonsumsi oleh para pendengarnya.Berbeda dengan jaman sebelum ditemukannya internet, dimana para pekerja seni khususnya di bidang musik masih harus memproduksi karyanya dalam bentuk rilisan fisik baik berupa kaset, CD, maupun piringan hitam.Para konsumen pun harus berusaha untuk membeli karya musik tersebut ke berbagai toko yang menjadi distributor dari rilisan fisik atas karya musik dari musisi tersebut.
1
Definisi Ekonomi Kreatif dan Industri Kreatif, http://mahasiswaekonomi.com/belajarekonomi/definisi-ekonomi-kreatif-dan-industri-kreatif/, diakses pada 20 Juni 2015. Menurut Kementrian Perdagangan Indonesia, Industri kreatif adalah industri yang berasal dari pemanfaatan kreativitas, keterampilan serta bakat individu untuk menciptakan kesejahteraan serta lapangan pekerjaan dengan menghasilkan dan mengeksploitasi daya kreasi dan daya cipta individu tersebut.
2
Industri kreatif sendiri merupakan satu faktor yang menunjang perkembangan ekonomi kreatif nasional. Dengan perkembangan ekonomi kreatif yang juga disertai dengan berkembangnya teknologi, kemudian menjadi dasar pemikiran adanya perubahan terhadap undang-undang hak cipta di Indonesia yang sebelumnya adalah Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta menjadi Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta (UUHC), mengingat Hak Cipta menjadi basis terpenting dari ekonomi kreatif nasional2. Perubahan
terhadap
undang-undang
hak
cipta
telah
menjadikan
perkembangan teknologi infomasi dan komunikasi sebagai salah satu variabel dari undang-undang tersebut, hal ini dikarenakan teknologi informasi dan komunikasi di satu sisi memiliki peran strategis dalam pengembangan hak cipta, tetapi di sisi lain dapat menjadi alat untuk pelanggaran hukum di bidang hak cipta. Lebih lanjut, pemerintah melakukan perubahan terhadap undang-undang ini adalah sebagai upaya serius dalam melindungi hak ekonomi dan hak moral pencipta serta pemilik hak terkait sebagai unsur penting dalam pembangunan kreativitas nasional3. Melalui
perkembangannya
juga
teknologi
internet
tidak
selalu
memberikan dampak positif karena tidak dapat dihindari pula dampak negatif yang timbul akibat terbukanya peluang terjadinya penyalahgunaan teknologi yang sebenarnya merupakan inovasi atau terobosan baru, namun hal tersebut telah mengakibatkan kerugian bagi pihak lain. Beberapa contoh dari perkembangan teknologi internet tersebut adalah dengan adanya inovasi seperti sistem peer-to2
Penjelasan Umum Paragraf I Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta. Ibid.
3
3
peer (P2P) file sharing, mesin pencarian (search engine), buku elektronik (ebooks), hingga kompresi audio-video dalam berbagai format yang dapat dengan mudah diakses melalui media internet seharusnya memberikan manfaat ekonomis dalam kehidupan manusia, namun tidak jarang pula yang menimbulkan permasalahan dari segi hukum secara umum dan hak cipta secara khusus. Dari berbagai inovasi tersebut, mekanisme (P2P) file sharing merupakan teknologi yang paling efisien yang dapat dilakukan melalui internet4. Mekanisme ini memungkinkan untuk saling berbagi berkas antar pengguna jaringan internet sehingga sangat memudahkan untuk penyebaran konten. Jaringan P2P ini tidak membeda-bedakan isi konten yang ditawarkan apakah memiliki hak cipta atau tidak. Hal seperti inilah yang memicu terjadinya perang atas pembajakan hak cipta, dimana para pemegang hak cipta merasa hak ekonomis atas ciptaan mereka telah diambil5. Bermula dari Napster di tahun 1999, dunia dikejutkan oleh sebuah layanan berbagi musik dengan mekanisme P2P yang dikembangkan oleh Shawn Fanning dan Sean Parker. Napster menawarkan kepada para pengguna yang saling terhubung dengan server untuk saling berbagi file musik melalui komputer untuk kemudian dapat memainkan atau mengunduhnya. Kehadiran Napster tersebut kemudian mendapat banyak kecaman. Sebuah asosiasi di Amerika dengan nama The Recording Industry Association of America (RIAA) kemudian menggugat Napster atas pelanggaran hak cipta milik anggota asosiasi mereka. Anehnya, setelah adanya gugatan tersebut pengguna Napster justru melonjak drastis hingga 4
Lawrence Lessig, Free Culture : How Big Media Uses Technology and The Law to Lock Down Culture and Control Creativity, The Penguin Press (New York : 2004), hlm 17. 5 Ibid, hlm 18.
4
menjadi 57 juta pengguna yang semula hanya sekitar dua ratus ribu 6. Argumentasi yang digunakan oleh RIAA adalah bahwa Napster telah didesain untuk „mencuri' karya yang dilindungi oleh hak cipta sehingga Napster harus dihentikan. Tidak lama setelah itu situs Napster kemudian ditutup berdasarkan adanya putusan hakim. Kemudian dalam perkembangannya kini Napster mengubah layanan P2P menjadi layanan berbayar7. Dengan adanya kasus tersebut telah menunjukkan bahwa perkembangan teknologi telah jauh melewati perkembangan hukum. Sehubungan dengan masalah hak cipta, seorang profesor dari Fakultas Hukum Stanford University, yaitu Profesor Lawrence Lessig mengatakan bahwa pada dasarnya terdapat dua budaya kreatifitas yang berseteru dalam “copyright wars” yaitu Read/Only (RO) Culture dengan Read/Write (RW) Culture8. RO mewakili para profesional yang menghasilkan sebuah karya, yang memiliki kontrol penuh atas karya tersebut, serta berorientasi pada nilai ekonomis yang dikonsumsi oleh masyarakat atas hasil karya mereka. Sedangkan RW mewakili para amatir dan profesional yang menghasilkan karya dengan „membaca‟ dan dengan penuh kreatifitas „menulis kembali‟ hasil karya RO. Perkembangan teknologi yang sangat pesat kemudian juga berdampak dalam menentukan masa depan RO dan RW seperti di mana perusahaan rekaman menghadapi kerasnya usaha melindungi hak eksklusifnya
6
Lawrence Lessig, The Future of Ideas: The Fate of The Commons in a Connected world, Random House (Toronto : 2001), hlm 130-132. 7 Ibid, hlm 196. 8 Lawrence Lessig, Remix, Making Art dan Commerce Thrive in The Hybrid Economy, (London : Bloomsbury Publishing, 2008), Part One : Cultures, hlm 23-116.
5
dengan munculnya teknologi merekam dalam pemutar kaset atau CD hingga kehadiran internet dengan segala macam kontennya9. Lebih lanjut Lessig mengatakan bahwa adalah sebuah kesalahan untuk menghasilkan sebuah peraturan yang hanya melindungi kultur RO dengan menjadikan kultur RW sebagai tindakan yang ilegal, sehingga muncullah anggapan bahwa sistem hukum hak cipta menghambat kreativitas dan memperlambat penyebaran karya cipta karena hak cipta hanya cocok untuk karyakarya yang ditujukan sebagai objek yang dikomersilkan. Budaya kerjasama dan kebersamaan pun hilang, digantikan oleh budaya korporat kapitalis10. Hal-hal tersebut pun terkesan lebih mengedepankan „budaya komersial‟ yang merupakan bagian dari kebudayaan kita yang diproduksi dan dijual, atau diproduksi untuk dijual. Namun, Lessig tetap sepakat bahwa pembajakan karya cipta adalah tindakan yang salah dan harus mendapatkan hukuman, baik itu dilakukan melalui atau tidak melalui internet11. Atas dasar fenomena tersebut, Lawrence Lessig dengan dukungan rekanrekannya dari Institut Teknologi Massachusetts, Universitas Harvard, Universitas Duke, dan Universitas Villanova membentuk suatu organisasi non-profit bernama Creative Commons pada tahun 200112. Creative Commons pada awalnya dibentuk sebagai sarana untuk menjembatani dua paham yang sangat bertentangan. Paham pertama terbentuk dari kultur RO yang mengatur ketat penggunaan karya cipta
9
Ibid, hlm 99 Kusuma Prasetyo Putro, Creative Common License sebagai Alternatif Perlindungan Karya Cipta Musik di Era Digital, Makalah, hlm 1. 11 Lawrence Lessig, Op.cit. 12 Hal Plotkin, http://www.sfgate.com/news/article/All-Hail-Creative-Commons-Stanford-professor2874018.php, diakses pada 7 April 2015. 10
6
secara „all rights reserved‟, dimana pemegang hak cipta memiliki seluruh hak terkait dengan sebuah ciptaan dan paham kedua yang mewakili kultur RW yang penuh dengan kebebasan berkreasi atas penggunaan karya cipta dengan „no rights reserved‟. Creative Commons hadir sebagai penengah kedua paham tersebut dengan „some rights reserved‟ sebagai prinsip utama dari lisensi konten terbuka yang tetap mendukung penggunaan hak cipta dalam ranah publik (public domain)13. Creative Commons mengeluarkan lisensi berbentuk peraturan dan ketentuan khusus dalam mengaplikasikan perlindungan terhadap karya cipta dengan memberdayakan penyebaran dan penggunaan ulang kreativitas dan pengetahuan melalui penyediaan perangkat hukum bebas. Lisensi Creative Commons memungkinkan setiap orang, dari pencipta individu sampai dengan perusahaan dan lembaga besar untuk memberikan izin hak cipta atas ciptaan kreatif mereka14. Beberapa diantaranya adalah untuk menyalin, menyebarluaskan, hingga menggunakan ciptaan mereka sebagai kepentingan komersial maupun nonkomersial. Melalui konsep ini Creative Commons mengantisipasi penyebaran karya cipta dalam ranah dunia digital agar tetap pada penggunaan yang semestinya di bawah suatu persyaratan Lisensi Creative Commons. Pergerakan dari Creative Commons tersebut kemudian diikuti oleh Indonesia. Sebuah organisasi Creative Commons yang digagas oleh Ivan Lanin dan Ari Juliano Gema pada tahun 2009 dengan nama Creative Commons Indonesia (CCID) ini adalah salah satu dari afiliasi Creative Commons 13
Lawrence Lessig, CC in Review : Lawrence Lessig on supporting the Commons, http://creativecommons.org/weblog/entry/5661, diakses pada 21 Juni 2015 14 About, https://creativecommons.org/about, diakses pada 8 April 2015
7
Internasional di 83 negara. CCID, dengan dukungan dari Wikimedia Indonesia dan Ford Foundation, menyebarluaskan penggunaan Lisensi Creative Commons sebagai alternatif dari perlindungan hak cipta yang seringkali dianggap kaku dan menjadi kendala publik dalam menggunakan sebuah ciptaan khususnya dalam bentuk digital15. CCID menjalankan misinya dengan menerjemahkan lisensi dari Creative Commons ke dalam bahasa Indonesia dan mengharmonisasikannya dengan undang-undang hak cipta, serta mensosialisasikannya kepada masyarakat di Indonesia. Hingga hari ini CCID telah melakukan penerjemahan terhadap lisensi Creative Commons versi 4.016 setelah sebelumnya juga menerjemahkan lisensi Creative Commons versi 3.0. Berkaitan dengan adanya perubahan undang-undang hak cipta di Indonesia setidaknya terdapat beberapa pasal yang bersinggungan dengan cara kerja CCID seperti dalam pasal 84 yang kini mengatur mengenai Lisensi Wajib. Dalam pasal tersebut dijelaskan bahwa Lisensi Wajib merupakan Lisensi untuk melaksanakan penerjemahan dan/atau penggandaan ciptaan demi kepentingan ilmu pengetahuan yang diberikan oleh Menteri atas dasar permohonan. Dengan adanya masa transisi dari undang-undang hak cipta yang lama ke undang-undang yang baru lantas bagaimanakah kedudukan CCID berikut dengan peranannya dalam mengenalkan Lisensi Creative Commons kepada masyarakat di Indonesia?
15
Till Kreutzer, Konten Terbuka – Pedoman Praktis Penggunaan Lisensi Creative Commons, Wikimedia Indonesia (Jakarta : 2015), hlm 6. 16 Jessica Coates, 4.0 Bahasa Indonesia translation-and a book, http://creativecommons.org/weblog/entry/45859, diakses pada 13 Agustus 2015.
8
Berdasarkan hal tersebut diatas, penulis tertarik untuk meneliti lebih lanjut mengenai kedudukan CCID setelah adanya perubahan undang-undang hak cipta, serta bagaimana CCID dalam menyikapi hal tersebut. Melalui penelitian ini pula penulis akan memusatkan subyek penelitian pada lembaga terkait seperti Creative Commons Indonesia dan juga Wikimedia Indonesia sebagai lembaga yang menaungi Creative Commons Indonesia. Maka dari itu penulis mengangkat tema permasalahan penelitian ini dengan judul Tinjauan Yuridis Terhadap Peranan Creative Commons Indonesia Dalam Menerapkan Lisensi Creative Commons Di Indonesia Ditinjau Dari Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta.
B. Rumusan Masalah Berdasarkan uraian latar belakang permasalahan diatas, maka dapat ditentukan perumusan masalahnya adalah sebagai berikut : A. Bagaimanakah peran Creative Commons Indonesia dalam menerapkan Lisensi Creative Commons di Indonesia ditinjau dari Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014? B. Faktor-faktor apa sajakah yang menjadi penghambat pergerakan Creative Commons Indonesia dalam penerapan Lisensi Creative Commons di Indonesia?
9
C. Tujuan Penelitian Tujuan yang ingin dicapai oleh penulis di dalam melakukan penelitian ini meliputi 2 (dua) hal, yaitu : 1. Tujuan Obyektif a. Mengetahui
peranan
Creative
Commons
Indonesia
dalam
menerjemahkan, mensosialisasikan, serta menerapkan Lisensi Creative Commons dari perspektif Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta. b. Mengetahui faktor-faktor yang menjadi penghambat bagi Creative Commons Indonesia di dalam strateginya mengenalkan Lisensi Creative Commons kepada masyarakat di Indonesia. 2. Tujuan Subyektif a. Memperoleh informasi dan data yang akurat terkait dengan peranan Creative
Commons
Indonesia
dalam
mengenalkan
kepada
masyarakat mengenai Lisensi Creative Commons apabila ditinjau dari perspektif Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta. b. Menjadi bahan di dalam Penulisan Hukum, yang merupakan salah satu mata kuliah wajib di Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada.
10
D. Keaslian Penelitian Berdasarkan penelusuran penulis mengenai topik penelitian ini, terdapat beberapa hasil penelitian yang memiliki kemiripan dengan penelitian yang penulis lakukan, antara lain : 1. Tesis Andy Bernard Desman Simanjuntak dari Fakultas Hukum Universitas Indonesia dengan judul Lisensi Creative Commons Dalam Perspektif Hukum Hak Cipta Indonesia (Analisis Kasus Susan Chang v Virgin mobile, LLC, Virgin Mobile Pty dan Creative Commons) dengan rumusan masalah : (1) Bagaimanakah kedudukan lisensi Creative Commons dalam perspektif Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002
tentang
Hak
Cipta
di
Indonesia?
(2)
Bagaimanakah
penyelenggaraan dan penerapan lisensi Creative Commons atas sebuah ciptaan? (3) Bagaimanakah mekanisme penyelesaian sengketa atas sebuah karya cipta yang mendapat lisensi Creative Commons?. Kesimpulan dari penelitian ini adalah : (1) Lisensi Hak Cipta dan sarana yang ditawarkan oleh Creative Commons menyeimbangkan “all rights reserved” tradisional yang diciptakan oleh hukum hak cipta serta memungkinkan Pencipta untuk memberikan izin hak cipta atas karya kreatif mereka. Sehubungan dengan hal tersebut, kedudukan lisensi Creative Commons adalah sesuai dengan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2022 tentang Hak Cipta. (2) Lisensi Creative Commons tidak menghilangkan hak eksklusif pencipta karena pencipta tetap memiliki hakpenuh atas karya ciptanya tersebut. (3) Mekanisme penyelesaian
11
sengketa dapat diselesaikan melalui alternatif penyelesaian sengketa (ADR), gugatan perdata di Pengadilan Niaga, atau menggunakan mekanisme pidana. Persamaan penelitian tersebut dengan penelitian yang hendak penulis lakukan adalah terkait subyek penelitian secara umum yaitu Creative Commons dengan dianalisa keberlakuannya berdasarkan hukum hak cipta Indonesia. Namun perbedaannya adalah, bahwa secara spesifik penelitian tersebut mengacu pada studi kasus yang terjadi di Amerika, sedangkan penelitian yang penulis lakukan mempunyai titik berat terhadap suatu lembaga afiliasi Creative Commons di Indonesia dengan ditinjau melalui hukum hak cipta terbaru. 2. Tesis Sekar Ayu Satyaningrum dari Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada dengan judul Efektivitas Penggunaan Lisensi Creative Commons Sebagai Perlindungan Hak Cipta Terhadap Lagu Indie Pada Perusahaan Netlabel Di Indonesia pada tahun 2013 dengan rumusan masalah : (1) Bagaimana hubungan hukum antara pencipta lagu indie dengan perusahaan netlabel di Indonesia atas penggunaan lisensi Creative Commons sebagai perlindungan hak cipta terhadap lagu indie? (2) Bagaimana akibat hukum atas penggunaan lisensi Creative Commons sebagai perlindungan hak cipta terhadap lagu indie pada perusahaan netlabel di Indonesia?. Kesimpulan dari penelitian tersebut adalah : (1) Hubungan hukum antara pencipta atau pemegang hak cipta dengan perusahaan netlabel bersifat pemberian lisensi, dimana
12
perusahaan netlabel mendistribusikan ciptaan dari pencipta atau pemegang hak cipta secara online di tingkat nasional maupun internasional. (2) Akibat hukum atas pelanggaran ketentuan yang telah ditentukan dalam perjanjian lisensi Creative Commons adalah bahwa pengguna atau pengunduh tersebut akan mendapatkan sanksi dari Creative Commons Indonesia. Persamaan penelitian yang dilakukan penulis terhadap penelitian ini adalah meninjau mengenai penggunaan lisensi Creative Commons di Indonesia. Sedangkan perbedaannya yaitu penelitian yang dilakukan oleh penulis bertujuan untuk menunjukkan peran dari lembaga Creative Commons Indonesia terhadap penggunaan lisensi Creative Commons, berbeda
dengan
penelitian
yang
dilakukan
oleh
Sekar
Ayu
Satyaningrum yang meninjau mengenai hubungan hukum dan efektivitasdari penggunaan lisensi Creative Commons. 3. Penulisan hukum oleh Agi Tiara dari Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada dengan judul Perlindungan Hak Cipta Konten Blog Dengan Menggunakan
Lisensi Creative Commons Attribution-
ShareAlike 4.0 International Version Di Indonesia pada tahun 2015 dengan rumusan masalah : (1) Bagaimana bentuk perlindungan hak cipta menggunakan Lisensi Creative Commons Attribution-ShareAlike 4.0 terhadap konten blog di Indonesia? (2) Apakah penerapan perlindungan hak cipta menggunakan Lisensi Creative Commons Attribution-ShareAlike 4.0 terhadap konten blog dapat diterapkan sesuai
13
hukum positif di Indonesia?. Kesimpulan dari penelitian tersebut adalah : (1) Didalam perlindungan konten blog dengan menggunakan lisensi Creative Commons Attribution-ShareAlike 4.0, terdapat tiga lapis lisensi yang ditujukan untuk memastikan perlindungan sepenuhnya terhadap konten yang dilisensikan. Lapisan tersebut adalah Commons Deedyang ditujukan untuk orang awam dan pihak yang hendak melisensikan karyanya dengan lisensi Creative Commons, Legal Code yang ditujukan bagi lawyer dan penegak hukum sebagai isi dari lisensi yang memiliki kekuatan hukum, dan Digital Code sebagai kode yang dapat dibaca oleh komputer dalam bentuk metadata. (2) Perlindungan konten blog dengan menggunakan lisensi Creative Commons di Indonesia sudah sesuai dengan hukum positif Indonesia dan tidak melanggar ketentuan perundang-undangan yang ada khususnya ketentuan yang ada pada Undang-Undang Hak Cipta, hanya saja memang belum ada kasus terkait perlindungan hak cipta konten blog berlisensi Creative Commons sehingga tidak ada putusan pengadilan yang menguatkan posisi lisensi Creative Commons di Indonesia. Persamaan penelitian tersebut dengan penelitian penulis adalah untuk menunjukkan bagaimana lisensi Creative Commons melakukan perlindungan hak cipta terhadap suatu konten. Perbedaannya adalah penelitian tersebut secara spesifik terhadap salah satu lisensi Creative Commons dalam memberikan perlindungan terhadap konten blog, sedangkan penelitian yang dilakukan oleh penulis lebih kepada peran
14
lembaga afiliasi Creative Commons dalam menerapkan lisensi creative Commons di Indonesia. Berdasarkan ketiga hasil penelitian di atas, maka penelitian penulis mengenai peranan Creative Commmons Indonesia ditinjau dari Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta merupakan penelitian yang original karena memiliki objek penelitian yang berbeda dan belum pernah diteliti oleh peneliti sebelumnya.
E. Manfaat Penelitian Melalui penelitian ini diharapkan dapat berguna dan menjadi bahan masukan bagi : Penulis Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan pengalaman baru bagi penulis terlebih dalam meneliti tentang dampak dan hasil pergerakan dari Creative Commons Indonesia berupa Lisensi Creative Commons yang dapat diterapkan terhadap karya – karya cipta yang ada di Indonesia. Masyarakat Penelitian ini diharapkan memberikan ilmu pengetahuan dan wawasan kepada para mahasiswa khususnya mahasiswa fakultas hukum mengenai dampak dan hasil pergerakan dari Creative Commons Indonesia terkait penerapan lisensi Creative Commons terhadap karya cipta di Indonesia.
15
Ilmu Pengetahuan Diharapkan hasil daripada penelitian ini dapat memberikan sumbangan ilmu pengetahuan ataupun pemikiran yang bermanfaat bagi kemajuan ilmu pengetahuan, khususnya di dalam perkembangan hukum di Indonesia.