BAB I PENDAHULUAN
Bab ini akan memaparkan tentang latar belakang, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, serta penegasan istilah.
I.I Latar Belakang Penyelenggaraan pendidikan telah ditangani secara sentral oleh pemerintah pusat, sehingga masyarakat hanya menjadi pengguna jasa pendidikan yang disediakan pemerintah atau pihak swasta. Tuntutan reformasi yang menuntut pengembalian hak-hak demokrasi pada rakyat, berimbas pada otonomi daerah dan mendesentralisasikan kewenangan untuk mengurus sendiri bidang pendidikan di daerah-daerah. Melalui berbagai produk peraturan dan perundang-undangan, pemerintah memberikan kewenangan dan tanggungjawab pengelolaan pendidikan yang dilimpahkan ke daerah sesuai tuntutan otonomisasi (Amtu, 2011:153-154). Dampak dari pemberlakuan otonomi daerah, salah satu bidang yang diserahkan pengelolaannya kepada pemerintah daerah adalah bidang pendidikan. Dalam pasal 13 ayat (1) dan pasal 14 ayat (1) UU Nomor 32 Tahun 2004 disebutkan bahwa urusan wajib yang menjadi wewenang pemerintah daerah provinsi, kabupaten/kota salah satunya adalah penyelenggaraan pendidikan, artinya
masing-masing
mengorganisir,
daerah
melaksanakan,
bertanggungjawab mengendalikan
dan
untuk
merencanakan,
mengevaluasi
sendiri
penyelenggaraan pendidikannya. Bagi daerah-daerah yang memiliki potensi sumber daya manusia dan sumber daya alam yang memadai, kesempatan itu akan digunakan
untuk
mengejar
berbagai
ketertinggalannya
dan
mendorong
1
peningkatan mutu pendidikan pada setiap jenjang satuan pendidikan. Sebaliknya bagi daerah-daerah yang minim sumber daya manusia dan sumber daya alamnya, tanggungjawab untuk menyelenggarakan pendidikan yang bermutu dan berdaya saing serta bermartabat, sangat sukar diwujudkan. Menurut Tilaar (dalam Amtu, 2011: 155-156) pemerintah daerah berkewajiban untuk membantu masyarakat agar penyelenggaraan pendidikannya efisien dan bermutu. Kalau dahulu antara pemerintah daerah dengan masyarakat di dalam penyelenggaraan pendidikan terdapat hubungan hierarkis yang subordinatif, maka sekarang hubungan tersebut menjadi hubungan kemitraan yang sejajar dan keduanya mempunyai kewajiban menyelenggarakan pendidikan yang accountable terhadap pendidikan. Tujuan Pendidikan Nasional telah diamanatkan dalam UUD 1945 yaitu mencerdaskan kehidupan bangsa. Untuk mewujudkannya pemerintah telah memberlakukan Undang-undang Republik Indonesia No. 20 Tahun 2003 tentang sistem Pendidikan Nasioanl dan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan. UU No. 20 Tahun. 2003 tentang Sistem pendidikan Nasional Bab II pasal 3 menyebutkan: “Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka menghidupkan kecerdasan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga Negara yang demokratis serta bertanggungjawab”. Pendidikan nasional yang bermutu diarahkan untuk mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan
2
menjadi warga Negara yang demokratis serta bertangungjawab. Untuk menjamin terwujudnya hal tersebut diperlukan adanya sarana dan prasarana yang memadai, tenaga pendidik yang memadai dan berkualitas serta pengelolaan yang baik. Sarana dan prasarana yang memadai harus memenuhi ketentuan minimum yang ditetapkan dalam standar sarana dan prasarana, misalnya pengadaan buku perpustakaan, alat peraga serta sarana penunjang proses pembelajaran lainnya belum tersedia secara merata khususnya di daerah terpencil. Seperti yang dijelaskan dalam Peraturan Pemerintah RI Nomor 19 Tahun 2005 pasal 42 ayat 1 dan 2, tentang standar sarana dan prasarana yaitu; 1) Setiap satuan pendidikan wajib memiliki sarana yang meliputi perabot, peralatan pendidikan, media pendidikan, buku dan sumber belajar lainnya, bahan habis pakai, serta perlengkapan lain yang diperlukan untuk menunjang proses pembelajaran yang teratur dan berkelanjutan, dan 2) Setiap pendidikan memiliki prasarana yang meliputi lahan, ruang kelas, ruang pimpinan satuan pendidikan, ruang pendidik, ruang tata usaha, ruang perpustakaan, ruang laboratorium, ruang bengkel kerja, ruang unit produksi, ruang kantin, instalasi daya dan jasa, tempat berolahraga, tempat beribadah, tempat bermain, tempat berekreasi, dan ruang/yang diperlukan untuk menunjang proses pembelajaran yang teratur dan berkelanjutan. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 24 tentang Standar Sarana dan Prasarana untuk Sekolah Dasar/Madrasah Ibtidaiyah (SD/MI), sekolah Menengah Pertama/Madrasah Tsanawiyah (SMP/MTs), dan Sekolah Menengah Atas/Madrasah Aliyah (SMA/MA). Dalam rangka pelaksanaan ketentuan pasal 48 Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005
3
tentang Standar Nasional Pendidikan, perlu ditetapkan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional tentang Satndar Sarana dan Prasarana untuk Sekolah Dasar/Madrasah Ibtidaiyah (SD/MI), sekolah Menengah Pertama/Madrasah Tsanawiyah (SMP/MTs), dan Sekolah Menengah Atas/Madrasah Aliyah (SMA/MA). Standar Sarana dan Prasarana ini disusun untuk lingkup pendidikan formal, jenis pendidikan umum, jenjang pendidikan dasar dan menengah. Standar sarana dan prasarana ini mencakup: 1.
Kriteria minimum sarana yang terdiri dari perabot, peralatan pendidikan, media pendidikan, buku dan sumber belajar lainnya, teknologi informasi dan komunikasi, serta perlengkapan lain yang wajib dimiliki oleh setiap sekolah/madrasah.
2.
Kriteria minimum prasarana yang terdiri dari lahan, bangunan, ruang-ruang, dan
instalasi
daya
dan
jasa
yang
wajib
dimiliki
oleh
setiap
sekolah/madarasah. Salah satu penunjang efektivitas
dalam proses pembelajaran adalah
dengan adanya sarana yang memadai seperti kelengkapan media pendidikan, peralatan pendidikan, tersedianya buku teks pelajaran, buku pengayaan, buku referensi, serta adanya gedung, halaman, ruang kelas, dan prasarana pendidikan lainnya sehingga dengan ketersediaan sarana dan prasarana tersebut menjadikan guru mampu mengembangkan berbagai metode pembelajaran yang dikuasainya. Hal ini juga dapat menambah daya serap siswa dalam proses belajar mengajar. Kondisi yang terjadi di SDN Sera Barat II belum sesuai dengan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2007 tentang standar sarana dan prasarana pendidikan, antara lain dalam peraturan menteri
4
dijelaskan mengenai satu SD/MI dapat melayani minimum 6 rombongan belajar sedangkan yang terjadi di lapangan hanya terdapat 3 ruang kelas, dan sebuah SD/MI sekurang-kurangnya memiliki prasarana, yaitu: (1) ruang kelas, (2) ruang perpustakaan, (3) laboratorium IPA, (4) ruang pimpinan, (5) ruang guru, (6) tempat ibadah, (7) ruang UKS, (8) jamban, (9) gudang, (10) ruang sirkulasi, dan (11) tempat bermain/berolahraga, tetapi kenyataan yang terjadi dilapangan hanya
terdapat
ruang
guru,
tempat
beribadah,
jamban,
dan
tempat
bermain/olahraga, sehingga peneliti tertarik untuk meneliti sekolah dasar tersebut dengan judul ANALISIS IMPLEMENTASI KEBIJAKAN STANDAR SARANA DAN PRASARANA DI SDN SERA BARAT II KECAMATAN BLUTO KABUPATEN SUMENEP.
1.2 Rumusan Masalah 1) Bagaimanakah tingkat kepatuhan SDN Sera Barat II dalam penerapan standar sarana dan prasarana pendidikan? 2) Bagaimanakah dampak penerapan standar sarana dan prasarana di SDN Sera Barat II Kecamatan Bluto Kabupaten Sumenep? 3) Kendala apa sajakah yang dihadapi SDN Sera Barat II dalam penerapan standar sarana dan prasarana pendidikan? 4) Faktor pendukung apa sajakah yang mempengaruhi penerapan standar sarana dan prasarana pendidikan di SDN Sera Barat II Kecamatan Bluto Kabupaten Sumenep?
5
1.3 Tujuan Penelitian 1) Untuk mendeskripsikan tingkat kepatuhan SDN Sera Barat II dalam penerapan standar sarana dan prasarana pendidikan 2) Untuk menjelaskan dampak penerapan standar sarana dan prasarana di SDN Sera Barat II Kecamatan Bluto Kabupaten Sumenep 3) Untuk menjelaskan kendala apa sajakah yang dihadapi dalam penerapan standar sarana dan prasarana pendidikan di SDN Sera Barat II Kecamatan Bluto Kabupaten Sumenep 4) Untuk menjelaskan faktor pendukung yang mempengaruhi penerapan standar sarana dan prasarana pendidikan di SDN Sera Barat II Kecamatan Bluto Kabupaten Sumenep
1.4 Manfaat penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat baik secara teoritik maupun praktis. 1. Manfaat Teoritik a. Penelitian ini dapat dijadikan acuan dalam pengembangan ilmu pengetahuan dibidang sarana dan prasarana. b. Bagi peneliti, penelitian ini dapat dijadikan referensi dalam penelitian dibidang pengadaan sarana dan prasarana. 2. Manfaat praktis a. Bagi sekolah, dapat memberikan gambaran dan masukan dalam pelaksanaan pengadaan sarana dan prasarana di sekolah khususnya di SDN Sera Barat II Bluto Sumenep.
6
b. Bagi
pemerintah,
dapat
dijadikan
pertimbangan
pengambilan
kebijakan dalam pengelolaan dan penyediaan sarana dan prasarana khususnya untuk sekolah yang berada di daerah terpencil
1.5 Penegasan Istilah 1. Analisis adalah penyelidikan terhadap suatu peristiwa (karangan, perbuatan,dsb) untuk mengetahui keadaan yang sebenarnya (sebabmusabab, duduk perkaranya, dsb) (Kamus Besar Bahasa Indonesia, 1990:32). 2. Analisis kebijakan adalah suatu bentuk analisis yang menghasilkan dan menyajikan informasi sedemikian rupa sehingga dapat member landasan dari para pembuat kebijakan dalam membuat keputusan (Dunn, 2000:95) 3. Analisis Standar Sarana dan Prasarana adalah penyelidikan terhadap sarana dan prasarana yang memadai yang memenuhi kriteria minimum yang ditetapkan dalam standar sarana dan parasarana. 4. Standar sarana dan prasarana adalah standar nasional pendidikan yang berkaitan dengan kriteria minimal tentang ruang belajar, tempat berolahraga, tempat beribadah, perpustakaan, laboratorium, bengkel kerja, tempat bermain, tempat berkreasi dan berekreasi, serta sumber belajar lain, yang diperlukan untuk menunjang proses pembelajaran, termasuk penggunaan teknologi informasi dan komunikasi. 5. Implementasi yaitu pelaksanaan; penerapan (Kamus Besar Bahasa Indonesia, 1990:327). 6. Kebijakan yaitu rangkaian konsep dan asas yang menjadi garis b esar dan dasar rencana dalam pelaksanaan suatu pekerjaan, kepemimpinan, dan
7
cara bertindak (ttg pemerintahan; organisasi, dsb) (Kamus Besar Bahasa Indonesia, 1990:115). 7. Sarana adalah perlengkapan pembelajaran yang dapat dipindah-pindah. 8. Prasarana
adalah
fasilitas
dasar
untuk
menjalankan
fungsi
sekolah/madrasah. 9. Kendala penerapan sarana dan prasarana adalah hambatan atau rintangan yang menghalangi tercapainya tujuan dalam penerapan sarana dan prasarana pendidikan 10. Dampak penerapan sarana dan prasarana adalah hal-hal yang timbul akibat penerapan sarana dan prasarana 11. Kepatuhan dalam penerapan sarana dan prasarana adalah sikap yang harus dijalanakan
sesuai dengan peraturan yang telah di tetapkan dalam
penerapan standar sarana dan prasarana
8