BAB I PENDAHULUAN
Bab
pendahuluan
ini,
dimaksudkan
untuk
menjelaskan
urgensi
permasalahan penelitian yang diuraikan dengan sistematika (1) latar belakang; (2) pertanyaan penelitian; (3) tujuan penelitian; (4) manfaat penelitian; (5) batasan penelitian; (6) keaslian penelitian; dan (7) sistematika penulisan penelitian.
1.1 Latar Belakang Wacana pembangunan yang partisipatif di Indonesia sesungguhnya telah dimulai sejak 30 tahun lalu, yang semangatnya adalah “pembangunan dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat” telah dimasukkan dalam GBHN pada dekade 1970an. Sementara kebijakan yang lebih konkrit dimulai pada dekade 1980-an. Sejak dekade 1990-an, kegiatan pembangunan daerah dirancang lebih partisipatif melalui lembaga pengambilan keputusan tingkat desa, kecamatan, kabupaten, provinsi hingga nasional (Siregar, 2001; Chandra et al, 2003). Akan tetapi, pada saat itu partisipasi masyarakat diartikan sebatas pada upaya mendukung program pemerintah dan upaya-upaya yang pada awal dan konsep pelaksanaannya berasal dari pemerintah. Berbagai keputusan umumnya sudah diambil dari atas, dan sampai ke masyarakat dalam bentuk sosialisasi yang tidak bisa ditolak. Sejak tahun 2001 kepemerintahan di Indonesia terjadi perubahan. Perubahan itu bisa dikatakan berubah secara radikal. Hal tersebut karena
1
diberlakukannya Otonomi Daerah, yang merubah cara pemerintahan dari sentralistik menjadi desentralistik. Sejalan dengan ”kelahiran” Otonomi Daerah tersebut, konsep perencanaan pembangunan partisipatif kemudian mulai digagas dan dikembangkan di berbagai daerah di Indonesia, yang diikuti dengan adanya Undang–Undang Nomor 25 Tahun 2004 Pembangunan
Nasional,
yang
telah
tentang Sistem
menggeser
paradigma
Perencanaan perencanaan
pembangunan dari yang bersifat sentralistik dengan pendekatan top down planning, menjadi perencanaan pembangunan yang bersifat desentralistik dengan pendekatan bottom up planning melalui pola perencanaan partisipatif, yang dimulai dari musyawarah perencanaan pembangunan desa (musrenbang-desa) hingga nasional. Dalam konsep perencanaan pembangunan wilayah, partisipasi dilihat sebagai persyaratan untuk mendukung proses demokratisasi. Semua anggota masyarakat memiliki hak yang sama untuk berperan serta dalam pengambilan keputusan yang menyangkut hidup dan penghidupannya. Dalam bentuknya yang ideal, partisipasi dalam perencanaan dan desain pembangunan wilayah bukan hanya merupakan hak, tetapi sudah merupakan suatu aksi demokratis. Partisipasi menjanjikan suatu proses yang bersifat kolaboratif dimana seluruh lapisan masyarakat dapat merumuskan tujuan bersama (common goals), terlibat di dalam pengambilan keputusan kolektif, menciptakan ruang, dimana ruang ini merupakan tempat untuk mengekspresikan keinginan mereka bersama (Feldman dan Westpal dalam Lawrence Ed, 2000: 106). 2
Perencanaan partisipatif mulai dikenal secara luas sejak munculnya metode partisipatif yang biasa disebut participatory rural appraisal (PRA). Metode ini menekankan adanya peran serta aktif dari masyarakat dalam merencanakan pembangunan (penyelesaian masalah) mulai dari pengenalan wilayah, pengidentifkasian masalah sampai pada penentuan skala prioritas. Konsep pembangunan yang partisipatif merupakan suatu proses pemberdayaan masyarakat sehingga masyarakat mampu untuk mengidentifikasi kebutuhannya sendiri atau kebutuhan kelompok masyarakat sebagai suatu dasar perencanaan pembangunan. Partisipasi masyarakat adalah keterlibatan seseorang (individu) atau sekelompok masyarakat secara sukarela, dalam suatu kegiatan mulai dari proses perencanaan, pelaksanaan kegiatan, sampai kepada proses pengembangan kegiatan atau program tersebut. Partisipasi masyarakat memiliki banyak bentuk, mulai dari yang berupa keikutsertaan langsung masyarakat dalam program pemerintahan maupun yang sifatnya tidak langsung, seperti berupa sumbangan dana, tenaga, pikiran, maupun pendapat dalam pembuatan kebijakan pemerintah. Namun demikian, ragam dan kadar partisipasi seringkali hanya ditentukan berdasarkan banyaknya individu/kelompok masyarakat yang dilibatkan. Konsep perencanaan pembangunan yang partisipatif seperti yang dikemukakan di atas dapat kita lihat pada salah satu program yaitu “Rekompak”, yakni proses partisipatif pasca erupsi Merapi beberapa waktu yang lalu dan “kekhasan” dari proses partisipasi tersebut. Rekompak merupakan suatu program 3
rehabilitasi dan rekonstruksi permukiman yang berbasis pada pemberdayaan masyarakat. Dalam implementasinya, program Rekompak dilakukan oleh Departemen Pekerjaan Umum atau sekarang menjadi Kementerian Pekerjaan Umum sebagai Executing Agency dan implementasi di lapangan ditunjuk konsultan sebagai pendamping masyarakat. Di tingkat nasional ditunjuk National Management Consultant (NMC), di tingkat provinsi ditunjuk District Management Consultant (DMC) dan untuk implementasi di tingkat masyarakat didampingi oleh fasilitator. Upaya penanganan bencana pada saat ini, mengalami perubahan paradigma maupun tindakan. Penanganan bencana sesuai dengan UU No. 25 tahun 2007 menitikberatkan pada partisipasi masyarakat dalam penanggulangan bencana. Jadi masyarakat bukan hanya sekedar menjadi korban/objek dari bencana, tetapi juga sebagai pelaku dari penanggulangan bencana. Bencana erupsi Gunung Merapi pada pertengahan Oktober hingga awal November 2010 di Provinsi DIY dan sekitarnya, menimbulkan korban jiwa dan kerusakan yang diakibatkan
oleh
erupsi
Merapi
berdampak
pada
sektor
permukiman,
infrastruktur, sosial, ekonomi, lintas sektor yang mengakibatkan terganggunya aktivitas dan layanan umum di daerah sekitar merapi. Material semburan Merapi telah mengakibatkan kerusakan beberapa dusun di Kabupaten Sleman, DIY dan menimbun serta menghancurkan 2.682 rumah penduduk (Rekompak, 2010). Beberapa dusun di antaranya itu adalah dusun-dusun di Desa Wukirsari (Kecamatan Cangkringan) dan Desa Candibinangun (Kecamatan Pakem). 4
Berdasarkan Peraturan Kepala BNPB No. 5 Tahun 2011 tentang Rencana Aksi Rehabilitasi dan Rekonstruksi Wilayah Pascabencana Erupsi Merapi Tahun 2010, menetapkan kegiatan rehabilitasi dan rekonstruksi sektor perumahan dan permukiman dilaksanakan dengan pendekatan relokasi penduduk dari Kawasan Rawan Bencana III ke area yang lebih aman dengan skema “Rekompak”. Relokasi dilakukan di lahan milik warga sendiri (relokasi mandiri) dan di tanah yang disiapkan Pemerintah Daerah (relokasi kolektif) yang dilakukan secara bertahap sesuai dengan kesiapan lahan dan kesiapan warga untuk ikut relokasi. Kegiatan relokasi bukan dimaknai sekedar memindahkan hunian warga dari area bahaya ke tempat yang lebih aman, tetapi juga memindahkan kehidupan warganya. Dalam skema Rekompak, kegiatan rehabilitasi dan rekonstruksi dilakukan melalui pendekatan pemberdayaan dengan mengedepankan perpaduan antara pembangunan bertumpu pada kelompok masyarakat dan pembangunan bertumpu pada nilai. Pembangunan bertumpu pada kelompok masyarakat, artinya: menempatkan masyarakat sebagai pelaku utama yang dipercaya mampu mengambil keputusan penting menyangkut hidup mereka dan mampu menyelenggarakan pemulihan permukiman mereka dengan pendampingan yang tepat. Pembangunan bertumpu pada nilai, artinya: pembangunan permukiman harus menjadi sarana pengembangan nilai-nilai luhur seperti saling percaya, peduli, gotong royong, dan lain-lain menuju pembangunan kapital sosial.
5
Strategi pelaksanaan kegiatan di lapangan oleh Rekompak dilakukan melalui organisasi masyarakat warga yang telah ada yaitu Badan Keswadayaan Masyarakat (BKM) yang pembentukannya difasilitasi Program Pengembangan Kecamatan (PPK). Badan Keswadayaan Masyarakat (BKM) mempunyai fungsi utama mengkoordinasikan komunitas dalam penyusunan Rencana Penataan Permukiman (RPP) dan pemanfaatan Bantuan Dana Lingkungan (BDL) dan Bantuan Pembangunan Rumah (BDR). Dalam melaksanakan fungsinya, BKM didampingi oleh tim fasilitator. Tim ini memberikan pendampingan teknis agar masyarakat dapat mengimplementasikan standar mutu, transparansi, dan akuntabilitas dalam semua kegiatannya melalui berbagai pelatihan. Untuk menjamin kualitas hasil kegiatannya, Rekompak menyiapkan berbagai pedoman operasional dan berbagai pelatihan serta bimbingan teknis sesuai dengan tahapan kegiatannya serta dilakukan pengendalian dengan strategi yang tepat agar semua kegiatannya terarah dan terukur. Adapun pelatihanpelatihan kepada masyarakat di sekitar kawasan Merapi oleh REKOMPAK tersebut mencakup tiga bagian yakni: (1) Training for Community Settlement Planning (Pelatihan Pemetaan Swadaya; Pelatihan Analisis Potensi dan Masalah Tata Ruang dan Resiko Bencana; dan Pelatihan Indikasi Program); (2) Training for Community Infrastructure Implementation (Pelatihan Tata Cara Penyaluran Dana BDL dan Administrasi Keuangan BDL; Pelatihan Pembukuan dan Penyusunan LPJ; Pelatihan Kapasitas Perempuan; Pelatihan Operasional dan Pemeliharaan); (3) Training for Housing Reconstruction (Pelatihan Teknis di 6
Lapangan/Manajemen Konstruksi; Pelatihan Pengadaan Bahan; dan Pelatihan Tukang). Berdasarkan penjelasan di atas terkait perencanaan partisipatif, diketahui bahwa pada dasarnya proses perencanaan partisipatif itu selalu melibatkan masyarakat di dalamnya sehingga masyarakat di sini bukan hanya sebagai objek, tetapi sebagai subjek/pelaku/aktor dalam suatu kegiatan. Pendekatan bottom up planning melalui pola perencanaan partisipatif, akhir-akhir ini sudah mulai diterapkan, tetapi masih belum banyak kasus-kasus yang berkaitan dengan proses perencanaan partisipatif itu sendiri. Namun, pada kenyataannya proses perencanaan partisipatif semacam ini terjadi di daerah sekitar Merapi (khususnya di Desa Wukirsari dan Desa Candibinangun) dalam rehabilitasi dan rekonstruksi permukiman pascabencana Merapi pada beberapa waktu yang lalu. Oleh karena itu, peneliti merasa tertarik untuk melakukan penelitian tentang “Proses Perencanaan Partisipatif dalam Rehabilitasi dan Rekonstruksi Permukiman Pascabencana Merapi Tahun 2010”.
1.2 Pertanyaan Penelitian Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah di atas, maka penelitian ini berupaya untuk menjawab pertanyaan penelitian sebagai berikut: 1. Bagaimana proses perencanaan partisipatif dalam rehabilitasi dan rekonstruksi permukiman pascabencana Merapi 2010 (kasus perencanaan partisipatif yang dibantu oleh Rekompak) ? 7
2. Faktor-faktor apa yang mempengaruhi proses perencanaan partisipatif tersebut?
1.3 Tujuan Penelitian Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah sebagai berikut: a. Mendeskripsikan proses perencanaan partisipatif dalam rehabilitasi dan rekonstruksi permukiman pascabencana merapi di Desa Wukirsari dan Desa Candibinangun. b. Menggali faktor-faktor yang mempengaruhi proses perencanaan partisipatif.
1.4 Manfaat Penelitian Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat, yaitu: a. Dapat memberikan masukan bagi Pemerintah dalam merumuskan kebijakan dan peraturan untuk penanggulangan bencana yang lebih partisipatif. b. Dapat dijadikan acuan bagi penelitian selanjutnya.
1.5 Batasan Penelitian Adapun batasan fokus dan lokasi dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: a. Fokus Penelitian ini berfokus pada proses perencanaan partisipatif dalam rehabilitasi dan rekonstruksi permukiman pascabencana Merapi 2010. Proses perencanaan 8
partisipatif dalam kegiatan rehabilitasi dan rekonstruksi permukiman pascabencana Merapi 2010 yang didampingi oleh Rekompak ini dibahas secara kualitatif dengan menggali informasi dari para informan/masyarakat yang mengetahui dan terlibat langsung dalam kegiatan yang didampingi oleh Rekompak tersebut. b. Lokasi Wilayah
amatan
penelitian
ini
adalah
Desa
Wukisari
(Kecamatan
Cangkringan) dan Desa Candibinangun (Kecamatan Pakem) di Kabupaten Sleman, Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta.
1.6 Keaslian Penelitian Sepengetahuan
penulis,
penelitian
berjudul
Proses
Perencanaan
Partisipatif dalam Rehabilitasi dan Rekonstruksi Permukiman Pascabencana Merapi 2010 (Studi Kasus Desa Wukirsari dan Desa Candi Binangun, Kabupaten Sleman), belum pernah dilakukan. Beberapa penelitian tentang perencanaan partisipatif dan partisipasi masyarakat sudah pernah dilakukan tetapi fokusnya berbeda dengan penelitian ini. Adapun penelitian terdahulu tentang perencanaan partisipatif, partisipasi masyarakat, dan dampak erupsi Merapi adalah sebagai berikut:
9
Tabel I.1 Penelitian Tedahulu
No
Nama Peneliti
1
Hartanto (2012)
2
Silalahi (2010)
3
Suksesno (2010)
4
Urbanus (2005)
Lokasi Penelitian
Judul Proses perencanaan partisipatif dalam program pengembangan lingkungan permukiman berbasis komunitas (PLP-BK) Partisipasi masyarakat dalam penyusunan rencana pembangunan permukiman di Kabupaten Bantul.
Tingkat partisipasi masyarakat dalam program PLP-BK mengalami perubahan dari non partisipatif menjadi kekuasaan masyarakat Desa Perencanaan Wonokromo, efektif dari Desa Trimulyo, hubungan timbal dan Desa balik antara Karang Tengah, karakter dari Kabupaten partisipasi Bantul masyarakat dan setting dari proses perencanaan Proses partisipasi Desa Proses partisipasi masyarakat dalam Gunungpringan, masyarakat dalam pelaksanaan Kabupaten pelaksanaan program Magelang dan program pemngembangan Kelurahan pengembangan lingkungan Wonokriyo, lingkungan permukiman Kabupaten mengalami berbasis komunitas kebumen perubahan bentuk dan memiliki perbedaan antara wilayah rural dan wilayah urban Proses perencanaan Kecamatan Proses partisipatif dalam Paga, perencanaan program Kabupaten partisipatif dalam pengembangan Sikka, Provinsi PPK telah 10
Kelurahan Karangwaru, Kecamatan Tegalrejo, Kota Yogyakarta
Hasil Penelitian
5
Petrasa Wacana (2011)
6
Alvyntha G.A. (2012)
kecamatan
NTT
Rekonstruksi Akses dan Kontrol Lahan terhadap Aset Peghidupan Masyarakat Pasca Bencana Erupsi Gunungapi Merapi 2010. Dampak Erupsi Merapi 2012 terhadap Pemanfaatan Lahan dan Aktivitas Perekonomian Masyarakat di Daerah Aliran Sungai Gendol
Kecamatan Cangkringan, Kabupaten Sleman, Yogyakarta
DAS Gendol, Kecamatan Cangkringan, Kabupaten Sleman.
dijalankan sesuai mekanisme umum perencanaan, namun lebih bersifat mechanistic planning Menjelaskan dan merekonstruksi akses dan kontrol lahan terhadap penghidupan masyarakat.
Perubahan aktivitas ekonomi warga pasca erupsi dan upaya pemulihan ekonomi masyarakat.
Penelitian ini berbeda dengan penelitian-penelitian sebelumnya. Fokus penelitian ini adalah mendeskripsikan proses perencanaan partisipatif dalam rehabilitasi dan rekonstruksi permukiman pascabencana Merapi pada tahun 2010 di Desa Wukirsari dan Desa Candibinangun yang dibantu oleh Rekompak. Menurut pengetahuan peneliti, penelitian mengenai proses perencanaan partisipatif seperti ini belum banyak dilakukan. Oleh karena itu, penelitian mengenai proses perencanaan partisipatif dalam rehabilitasi dan rekonstruksi di
11
Desa Wukirsari dan Desa Candibinangun ini masih relevan untuk dilakukan dan diharapkan mampu memberikan sumbangan konsepsual bagi pengembangan ilmu tentang perencanaan partisipasif.
1.7 Sistematika Penulisan Sistematika penulisan penelitian ini adalah sebagai berikut: Bab I Pendahuluan Bab ini berisi latar belakang penelitian, rumusan masalah/pertanyaan penelitian, tujuan penelitian, manfaat penelitian, batasan penelitian, dan keaslian penelitian. Bab II Tinjauan Pustaka Bab ini menjelaskan teori-teori yang digunakan sebagai pengetahuan dasar peneliti sebelum melakukan penelitian dan diakhiri dengan proposisi. Bab III Metode Penelitian Bab ini menjelaskan metode penelitian yang dipilih dan langkah-langkah untuk melakukan penelitian, baik dari metode pencarian data, instrumen penelitian, sampai pada analisis yang digunakan. Bab IV Deskripsi Wilayah Penelitian Bab ini berisi penjelasan mengenai kondisi wilayah penelitian, baik kondisi fisik maupun non fisik. Bab V Hasil dan Pembahasan
12
Dalam bab ini dijabarkan berbagai temuan penelitian yang kemudian dianalisis sehingga menghasilkan jawaban atas pertanyaan penelitian yang ada. Bab VI Kesimpulan dan Saran Bab ini menjelaskan intisari dari hasil analisis dan pembahasan yang telah dijelaskan pada bab sebelumnya. Selain itu dalam bab ini terdapat rekomendasirekomendasi terkait dengan kesimpulan dari penelitian ini.
13