BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Penelitian Penelitian ini bertujuan menguji pengaruh independensi board dan pengungkapan sukarela terhadap biaya modal ekuitas secara langsung maupun tidak langsung. Pengujian pengaruh tidak langsung dilakukan melalui kualitas laba sebagai pemediasi. Dalam penelitian, istilah independensi board merupakan terminologi yang digunakan untuk menjelaskan independensi Dewan Komisaris dan independensi Komite Audit sebagai satu kesatuan. Selanjutnya, biaya modal ekuitas dalam penelitian ini diukur dengan Capital Aset Pricing Model (CAPM). Biaya modal ekuitas dalam penelitian ini menjelaskan dua sisi. Pada sisi perusahaan biaya modal ekuitas merupakan biaya yang harus ditanggung perusahaan untuk memperoleh pendanaan eksternal. Sebaliknya dari sisi investor, biaya modal ekuitas merupakan tingkat required return atau imbal hasil yang diharapkan dari sebuah investasi. Penelitian ini didasarkan pada fenomena tingginya biaya modal ekuitas perusahaan di Indonesia dibandingkan negara ASEAN lainnya. Sebuah riset mengenai Asian Capital Market Development and Integration oleh Asian Development Bank dan Korea Capital Market Institute (2014) memperlihatkan bahwa tingkat biaya modal ekuitas sejumlah negara ASEAN selama tahun 20002012 adalah sebagai berikut,
Tabel 1.1 Rata-rata Biaya Modal Ekuitas Negara Anggota ASEAN Negara
Rata-rata COEC (diukur dengan CAPM)
Standar Deviasi
Indonesia
12, 32%
6.3284
Malaysia
9,42%
3.8064
Thailand
7,30%
3.1356
Philipine
4,76%
3.8428
Singapore
3,83%
3.2292
Sumber: Asian Development Bank and Korea Capital Market Institute (2014) Pada Tabel 1 di atas terlihat bahwa perusahaan Indonesia menanggung biaya modal ekuitas paling tinggi. Hal ini mengindikasikan tingginya risiko yang diantisipasi investor apabila berinvestasi pada perusahaan di Indonesia. Hasil riset tersebut juga memperlihatkan data standar deviasi Indonesia yang tinggi. Nilai standar deviasi yang tinggi artinya biaya modal ekuitas perusahaan Indonesia sangat bervariasi tinggi dan rendahnya, dan tidak berdekatan nilainya dengan ratarata. Permasalahan tingginya biaya modal ekuitas dapat diatasi dengan penerapan Corporate Governance. Hal ini sesuai dengan pernyataan Forum for Corporate Governance in Indonesia (FCGI, 2000) bahwa salah satu manfaat penerapan Corporate Governance adalah menurunkan biaya modal ekuitas. Corporate Governance mulai diatur penerapannya di Indonesia sejak tahun 2004 dengan dibentuknya Komite Nasional Kebijakan Governance (KNKG) pada 30 November 2004 melalui keputusan Menteri Koordinator Perekonomian Republik Indonesia No. Kep-49/M.Ekon/11/Tahun 2004.
Namun demikian hasil riset Asian Development Bank and Korea Capital Market Institute (2014) di atas juga memperlihatkan nilai standar deviasi yang tinggi. Nilai ini menunjukan bahwa meskipun sebagian perusahaan telah menikmati biaya modal ekuitas yang rendah, namun masih ada perusahaan yang biaya modal ekuitasnya tinggi. Hal ini berarti manfaat mewajibkan penerapan Corporate Governance belum optimal. Fenomena ini membutuhkan penjelasan secara ilmiah dan memberi ruang untuk mengoptimalkan manfaat penerapan Corporate Governance bagi perusahaan di Indonesia. Oleh sebab itu penelitian ini diawali dengan penelaahan penelitian terdahulu untuk menentukan faktor-faktor yang berpengaruh terhadap biaya modal ekuitas. Penelitian mengenai biaya modal ekuitas telah banyak dilakukan sebelumnya. Peneliti telah mengaitkan biaya modal ekuitas dengan berbagai faktor, diantaranya karakteristik perusahaan (Botosan, Plumlee, dan Wen 2011), asimetri informasi (Francis, LaFond, Olsson, dan Schipper, 2004; Leuz dan Verrecchia, 2000; Hail dan Leuz, 2006), kualitas laba atau kualitas informasi akuntansi (Aboody, Hughes, dan Lim, 2005; Bhattacharya, Daouk, dan Welker, 2003; Francis, LaFond, Olsson, dan Schipper, 2004; Leuz dan Verrecchia, 2000; Lambert, Leuz, danVerrecchia, 2006), perataan laba (Francis et al., 2004; Verdi 2006, McInnish, 2010). Berbagai penelitian tersebut menunjukan bahwa laba atau informasi akuntansi merupakan faktor yang relevan untuk menjelaskan biaya modal ekuitas. Di samping faktor laba, penelitian yang relatif baru mengaitkan biaya modal ekuitas dengan Corporate Governance. Dalam kerangka Corporate
Governance, telah ditemukan penelitian terdahulu tentang independensi board (Dewan Komisaris dan Komite Audit) yang dilakukan antara lain oleh Asbaugh, Collins dan LaFond (2004), Reeb dan Zhao (2009), Mazzotta dan Veltri (2014). Di samping indepedensi Dewan Komisaris dan Komite Audit, penelitian mengenai pengaruh pengungkapan sukarela terhadap biaya modal ekuitas juga telah banyak dilakukan. Botosan (1997) mulai mengaitkan pengungkapan sukarela dan biaya modal ekuitas. Penelitian Botosan (1997) tersebut diikuti dengan berbagai penelitian serupa diantaranya Botosan dan Plumlee (2002), Francis et al. (2004), Lambert, Leuz, dan Verrecchia (2006), Dhaliwal, Li, Tsang, dan Yang (2011), Souissi dan Khlif (2012), Cheynel (2013), dan Dhaliwal, Li, Tsang, dan Yang (2014). Namun demikian pengaruh Corporate Governance terhadap biaya modal ekuitas relatif rendah (Asbaugh et al., 2004), apabila dibandingkan dengan pengaruh laba terhadap biaya modal ekuitas (Francis et al., 2004). Oleh sebab itu penelitian ini menduga ada peran kualitas laba dalam pengaruh Corporate Governance terhadap biaya modal ekuitas. Dugaan tersebut dimungkinkan karena telah didukung dengan sejumlah penelitian terdahulu yang menemukan adanya pengaruh independensi board dan pengungkapan sukarela terhadap kualitas laba. Sejumlah penelitian terdahulu yang mendukung pengaruh independensi board terhadap kualitas laba adalah Felo, Krishnamurthy, dan Solieri (2003), Bryan, Liu, dan Tiras (2004), Klein (2006), Larcker, Richardson, dan Tuna (2007) dan Shah, Butt dan Hasan (2009). Wujud dari independensi adalah jumlah Komisaris Indepeden dalam Dewan Komisaris dan jumlah anggota independen dalam komite audit yang membantu
peran pengawasan Dewan Komisaris. OECD (2004) menjelaskan bahwa jumlah anggota independen menentukan tingkat independensi board dalam menjaga objektivitas penilaian/ judgement-nya. Independensi yang memadai ini berkaitan dengan kemampuan board dalam mengambil keputusan yang indepeden pada saat terdapat potensi konflik kepentingan. Salah satu bentuk tanggung jawabnya yang menuntut independensi adalah menjamin integritas pelaporan keuangan dan nonkeuangan. Sedangkan penelitian mengenai pengaruh pengungkapan sukarela terhadap kualitas laba antara lain dilakukan oleh Dhaliwal, Naiker, dan Navissi (2007), Sarikhani dan Ebrahimi (2011), Roychowdhury dan Sletten (2012). Sesuai dengan prinsip Corporate Governance yaitu transparansi, OECD (2004) menyatakan bahwa kebijakan pengungkapan yang kuat merupakan salah satu wujud monitoring yang diharapkan bermanfaat sebagai dasar informasi yang memadai bagi pengambilan keputusan oleh investor. Dalam penelitian ini tingkat pengungkapan sukarela merupakan informasi tambahan yang dibutuhkan investor dalam tahapan analisis fundamental (Penman, 2013). Di sisi lain pengungkapan sukarela dalam penelitian ini mencerminkan rezim pengungkapan yang kuat dari perusahaan (OECD, 2004). Pernyataan OECD di atas memperlihatkan pentingnya peran pengungkapan bagi investor sebagai bentuk monitoring. Berbagai
penelitian
tentang
pengaruh
independensi
board
dan
pengungkapan sukarela terhadap kualitas laba tersebut memperlihatkan dukungan penelitian empiris terhadap dugaan adanya mediasi kualitas laba terhadap pengaruh independensi board dan pengungkapan sukarela terhadap biaya modal
ekuitas, meskipun penelitian terdahulu yang menguji mediasi kualitas laba belum ditemukan. Selain dukungan penelitian empiris, dugaan mediasi juga didasarkan pada pendapat La Porta et al., (2000) yang menyatakan bahwa Corporate Governance bermanfaat menurunkan risiko bagi investor. Salah satu risiko tersebut adalah kualitas laba yang dihasilkan perusahaan (Francis et al., 2004; dan Dechow Ge dan Schrand, 2010). Kemudian, risiko ini diantisipasi investor dalam bentuk required return, atau biaya modal ekuitas dari sisi perusahaan. Penjelasan ini memperlihatkan alasan logis dari pengujian mediasi dalam penelitian ini. Di samping alasan logis tersebut, pengujian mediasi memerlukan alasan teoritis. Terdapat dua alasan mengapa penelitian ini menguji kualitas laba sebagai pemediasi pengaruh Corporate Governance terhadap biaya modal ekuitas. Alasan pertama di dasarkan pada pendapat Cristie dan Zimmerman (1991), yang menyatakan bahwa: “If there are sufficient control on manager’s discresion then manager will make ex post accounting choices to maximize the value of the firm.....”
Pernyataan tersebut dapat menjelaskan pengaruh monitoring terhadap diskresi manajer, yang selanjutnya akan mengubah perilakunya menjadi selaras dengan kepentungan investor dan pada akhirnya meningkatkan nilai perusahaan, yang dalam penelitian ini adalah biaya modal ekuitas. Alasan teoritis kedua, didasarkan pada pendapat Scott (2012), yang menyatakan bahwa: “...good corporate governance, limit oportunism and motivate managers to choose accounting policy to control contracting cost, thereby aligning the interest of the firm and its shareholder.”
Senada dengan pernyataan Cristie dan Zimmerman (1991), pernyataan Scott (2012) ini menunjukan bahwa Corporate Governance membatasi perilaku oportunis manajer sehingga menyelaraskan kepentungannya dengan investor (pemegang sahamnya). Berdasarkan kedua penjelasan mengenai alasan mediasi di atas, maka dapat dijelaskan bahwa penerapan Corporate Governance dalam penelitian ini merupakan wujud mekanisme monitoring terhadap konflik keagenan. Hal ini karena manajer dan investor cenderung memaksimalkan keuntungan dirinya (utility maximizer) masing-masing (Jensen dan Meckling, 1976). Jensen dan Meckling (1976) menjelaskan bahwa terdapat tiga jenis pengorbanan (biaya keagenan) untuk mengatasi konflik keagenan yaitu “monitoring expenditure by principal, bonding by agent and residual loss”. Penelitian ini berfokus pada salah satunya yaitu monitoring. Penerapan monitoring untuk mengatasi konflik mensyaratkan keyakinan investor bahwa perilaku manajer dapat diubah dari mementingkan diri sendiri menjadi selaras dengan kepentingan investor. Keyakinan investor ini menurut Jensen dan Meckling (1976) diperoleh dari kejelasan dalam kontrak yang memungkinkan monitoring oleh prinsipal. Dalam perkembangannya, monitoring diatur melalui regulasi mengenai penerapan Corporate Governance yang bersifat wajib bagi perusahaan masuk bursa. Dengan demikian monitoring yang diterapkan perusahaan saat ini tidak lagi mensyaratkan kontrak secara jelas (tanpa ambiguitas) mengenai hak investor untuk memantau dan untuk membatasi perilaku manajer sebagaimana kondisi
yang digambarkan oleh Jensen Meckling (1976). Baik monitoring yang didasarkan atas kebutuhan investor ataupun regulasi keduanya memiliki tujuan yang sama, yaitu mengupayakan keselarasan kepentingan antara prinsipal dan agen. Namun demikian menarik untuk ditelaah bagaimana regulasi monitoring ini mengatasi konflik keagenan sebagaimana dimaksud Jensen dan Meckling (1976). Untuk dapat meyimpulkan ada atau tidaknya mediasi oleh kualitas laba pada pengaruh independensi board dan pengungkapan sukarela terhadap biaya modal ekuitas, maka penelitian ini dilakukan dengan empat pengujian. Pertama, menguji pengaruh langsung independensi board terhadap biaya modal ekuitas. Kedua, menguji pengaruh langsung pengungkapan sukarela terhadap biaya modal ekuitas. Ketiga, menguji pengaruh tidak langsung independensi board terhadap biaya modal ekuitas melalui kualitas laba, dan keempat, menguji pengaruh tidak langsung pengungkapan sukarela terhadap biaya modal ekuitas melalui kualitas laba.
1.2 Keterbaruan Penelitian Keterbaruan penelitian ini terletak pada pengujian mediasi kualitas laba terhadap pengaruh independensi board dan pengungkapan sukarela terhadap biaya modal ekuitas. Penelitian ini merumuskan argumen bahwa independensi board dan pengungkapan sukarela berpengaruh terhadap perilaku manajer dalam mengelola keuangan perusahaan (dalam bentuk kualitas laba akuntansi yang lebih baik). Kualitas laba yang baik tersebut selanjutnya akan menurunkan risiko yang
diantisipasi investor, sehingga menurunkan tingkat biaya modal ekuitas yang ditanggung perusahaan.
1.3 Perumusan Masalah Agency theory terkait dengan konflik antara prinsipal dan agen. Merujuk pada pernyataan Scott (2012), penerapan teori keagenan dalam penelitian ini digunakan untuk menjelaskan konflik kepentingan antara manajer dan pihak internal lainnya (sebagai agen) dengan pihak investor (outside investor sebagai prinsipal). Kondisi asimetri informasi yang terjadi antara kedua pihak tersebut dapat diatasi dengan monitoring terhadap pengelola perusahaan, sehingga perilaku manajer dapat diubah. Perubahan perilaku manajer sebagai akibat adanya monitoring, mempengaruhi diskresi manajemen dalam kebijakan akuntansi, sehingga meningkatkan kualitas laba perusahaan. Informasi laba yang dipublikasikan perusahaan digunakan investor untuk menghitung tingkat biaya modal ekuitas yang diharapkannya, dengan demikian berarti tingkat kualitas laba yang dipublikasikan perusahaan menentukan tingkat perusahaan tersebut. Penelitian terdahulu yang telah dilakukan untuk membuktikan bahwa independensi board berpengaruh terhadap biaya modal ekuitas, antara lain dilakukan oleh Asbaugh et al. (2004), Lombardo dan Pagano (2002), Anderson et al. (2004). Penelitian mengenai pengungkapan sukarela terhadap biaya modal ekuitas antara lain dilakukan oleh Botosan (1997), Diamond dan Verrechia (1991), Botosan dan Plumlee (2002), Lang dan Lundhom (2000), Lambert et al.
(2006), Francis, Khurana, dan Pereira (2005), Gulo (2000), Gao (2010), Dhaliwal et al. (2011), dan DeBoskey dan Gillett (2013). Namun belum ditemukan penelitian yang menguji peran mediasi kualitas laba. Meskipun telah terdapat penelitian terdahulu yang mengaitkan Corporate Governance terhadap kualitas laba, menggunakan proksi independensi board (Felo, Krishnamurthy, dan Solieri, 2003; Bryan, Liu, dan Tiras, 2004; Klein, 2006; Larcker, Richardson, dan Tuna, 2007; Shah, Butt dan Hasan, 2009), dan pengungkapan sukarela (Dhaliwal, Naiker, dan Navissi, 2007; Sarikhani dan Ebrahimi, 2011; Roychowdhury dan Sletten, 2012). Permasalahan penelitian ini selanjutnya memotivasi penelitian ini untuk menjelaskan pola hubungan independensi board, pengungkapan sukarela dan biaya modal ekuitas melalui mekanisme mediasi. Berdasarkan penelitian terdahulu dan motivasi penelitian tersebut, maka pertanyaan penelitian ini dirumuskan sebagai berikut. 1. Apakah independensi board berpengaruh langsung terhadap biaya modal ekuitas? 2. Apakah pengungkapan sukarela berpengaruh langsung terhadap biaya modal ekuitas? 3. Apakah independensi board berpengaruh tidak langsung melalui laba terhadap biaya modal ekuitas? 4. Apakah pengungkapan sukarela berpengaruh tidak langsung melalui laba terhadap biaya modal ekuitas?
1.4 Tujuan Penelitian Berdasarkan penjelasan mengenai latar belekang penelitian ini dan rumusan masalahnya, maka dapat dinyatakan bahwa tujuan penelitian ini adalah untuk menguji pengaruh independensi board dan pengungkapan sukarela terhadap biaya modal ekuitas perusahaan, baik secara langsung maupun tidak langsung melalui kualitas laba perusahaan.
1.5 Kontribusi Penelitian Penelitian ini diharapkan berkontribusi dua hal, sebagai berikut: 1. Kontribusi Teoritis Hasil penelitian diharapkan mendukung teori keagenan dan teori regulasi dalam menjelaskan fenomena variasi biaya modal ekuitas melalui pengaruh independensi board dan pengungkapan sukarela, dan kualitas laba. 2. Kontribusi Praktis Bagi
perusahaan,
hasil
penelitian
ini
diharapkan
dapat
mengkonfirmasi manfaat penerapan independensi board dan pengungkapan sukarela untuk meningkatkan integritas laporan keuangan dan akhirnya menurunkan tingkat biaya modal ekuitas perusahaan.