BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Penelitian ini akan mengkaji tentang keterbatasan Sistem Informasi dalam mendukung proses perencanaan pembangunan di Pemerintah Daerah Daerah Istimewa Yogyakarta serta kendala-kendala yang menghambatnya. Sesuai dengan UU Nomor 25 Tahun 2004 yang dimaksud dengan Perencanaan adalah suatu proses untuk menentukan tindakan masa depan yang tepat, melalui urutan pilihan, dengan memperhitungkan sumber daya yang tersedia sedangkan Pembangunan Nasional adalah upaya yang dilaksanakan oleh semua komponen bangsa dalam rangka mencapai tujuan bernegara. Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional adalah satu kesatuan tata cara perencanaan pembangunan untuk menghasilkan rencana-rencana pembangunan dalam jangka panjang, jangka menengah, dan tahunan yang dilaksanakan oleh unsur penyelenggara negara dan masyarakat di tingkat Pusat dan Daerah. Dalam Undang-undang tersebut juga disebutkan bahwa Perencanaan Pembangunan meliputi tahapan-tahapan sebagai berikut: a.
penyusunan rencana;
b.
penetapan rencana;
c.
pengendalian pelaksanaan rencana; dan
d.
evaluasi pelaksanaan rencana.
1
sehingga Perencanaan Pembangunan merupakan sebuah proses yang kontinyu, terus-menerus dan berkesinambungan. BAPPEDA DIY adalah
institusi perencana yang mempunyai tugas
melaksanakan penyusunan dan pelaksanaan kebijakan daerah di bidang perencanaan pembangunan daerah dan statistik di Daerah Istimewa Yogyakarta. Proses pelaksanaan perencanaan pembangunan daerah ini dilaksanakan bersama institusi lain di daerah dan masyarakat melalui mekanisme yang telah diatur dalam peraturan perundangan. Proses perencanaan pembangunan ini dilakukan untuk menghasilkan dokumen perencanaan pembangunan jangka panjang, jangka menengah dan tahunan. Dalam proses perencanaan pembangunan daerah setiap tahunnya, semua unsur yang terlibat di dalam proses perencanaan berperan serta aktif untuk menghasilkan sebuah dokumen yang akan dipergunakan sebagai acuan untuk melaksanakan pembangunan daerah di tahun berikutnya. Keterlibatan banyak unsur ini seringkali menimbulkan permasalahan-permasalahan yang disebabkan oleh banyak faktor diantaranya adalah: 1.
Penyajian data dan informasi yang tidak tepat dan akurat baik dari segi kelengkapan maupun waktu.
2.
Sulitnya menepati jadwal waktu baik yang ditetapkan sendiri maupun jadwal yang ditetapkan sesuai dengan peraturan perundangan.
3.
Banyak permasalahan yang kompleks dan muncul secara tiba-tiba sebagai akibat dinamika yang berkembang di daerah maupun pusat.
4.
Kemampuan dan jumlah SDM yang terbatas 2
5.
Koordinasi yang dilakukan masih belum optimal
6.
Arus
informasi
antara
atasan
dan
bawahan
tidak
selalu
dikomunikasikan dengan baik sesuai dengan yang diharapkan 7.
Kesulitan dalam pengelolaan program dan kegiatan yang jumlahnya sangat banyak
Faktor-faktor tersebut membuat proses perencanaan pembangunan di daerah menjadi kurang optimal. Idealnya perencanaan pembangunan didukung oleh data dan informasi yang mendukung dan dapat dijadikan sebagai indikator dalam proses perencanaan. Perencanaan yang baik dilakukan secara sistematis, terukur, taat aturan dan menyerap aspirasi masyarakat di suatu daerah. Kemampuan SDM yang optimal serta koordinasi yang baik antara atasan dan bawahan dapat menghasilkan kebijakan-kebijakan yang menentukan hasil proses perencanaan. Disamping faktor kebijakan dan SDM, proses perencanaan sangat dipengaruhi oleh ketersediaan data yang akurat. Data merupakan salah satu elemen penting dalam proses perencanaan, pelaksanaan, pengendalian dan evaluasi pembangunan baik di pusat maupun di daerah. Tabel 1.1 adalah tabel data bencana pada Jogja Dataku. Tabel tersebut menunjukkan salah satu jenis data yang belum bisa terisi dengan baik, sehingga tidak bisa memberikan informasi yang baik kepada masyarakat maupun untuk kepentingan
perencanaan.
Ketersediaan data yang baik akan membuat proses pembangunan khususnya perencanaan menjadi lebih baik, terstruktur dan dapat menjawab kebutuhan dan permasalahan yang ada di suatu daerah.
3
Tabel 1.1 Data Bencana Alam di DIY 2010-2014 Elemen 3 Bencana Alam 1. Pusat Evakuasi Bencana 1). Jumlah 2). Lokasi 2. Jumlah Pengungsi Akibat Bencana 1). Banjir 2). Gunung Meletus 3). Longsor 4). Gempa 5). Tsunami 6). Lainnya 3. Jumlah Lokasi Pengungsian 4. Jumlah Pengungsi Yang Telah Kembali Ke Lokasi Asal 5. Jumlah Pengungsi Yang Telah Direlokasi 6. Jumlah Korban bencana Alam 1). Meninggal 2). Hilang 3). Luka-Luka
2010 4
0
Tahun 2011 2012 2013 2014 5 6 7 8
0
6
6
Satuan 9
Unit Kecamatan
0
0 0 0 0 0 5
798 467 0 0 0 0 5
7 0 0 0 0 0 3
Orang Orang Orang Orang Orang Orang Lokasi
0 0 0 0 0 0
0
6211
82
Orang
0
0
0
0 0 0
7 0 0
3 0 0
Orang
5 0 0
Orang Orang Orang Orang
Sumber : Bappeda DIY, 2014 Dalam penyelenggaraan kegiatan pemerintahan, informasi dan data sangat diperlukan. Informasi adalah data yang diolah dan berguna bagi pemakainya dalam pengambilan keputusan (Anwar dan Oetojo,2004). Tidak adanya data dan informasi yang mencukupi akan menyebabkan perencanaan dibuat secara intuitif, yang pada akhirnya dapat menyebabkan perencanaan tersebut salah arah. Sebuah perencanaan yang salah arah akhirnya akan menghasilkan output pembangunan yang tidak optimal.
4
Agar proses dan hasil perencanaan pembangunan menjadi optimal dibutuhkan kreativitas dan ide-ide yang bisa menghasilkan solusi untuk mengatasi permasalahan-permasalahan tersebut. Salah satu solusi adalah dengan menemukan alat bantu untuk membantu dalam melakukan proses perencanaan sesuai dengan dinamika dan permasalahan di daerah serta tetap berpegang pada peraturan yang ada. Alat bantu ini diharapkan membuat waktu yang dimiliki untuk melakukan proses perencanaan menjadi lebih efektif dan tugas pekerjaan dapat dilakukan dengan baik, menjamin konsistensi proses perencanaan serta memberi kemudahan bagi setiap unsur yang memakainya sesuai dengan kebutuhan masing-masing. Di era modern ini, perkembangan teknologi informasi semakin pesat. Teknologi informasi telah merambah ke setiap bidang dan menjadi kebutuhan yang tidak dapat dipisahkan dalam kehidupan sehari-hari baik untuk keperluan pribadi, sosial maupun kepentingan umum. Perkembangan teknologi informasi ini menjadi salah satu solusi untuk menghasilkan alat bantu yang dipergunakan dalam proses perencanaan. Dengan memanfaatkan kemajuan teknologi informasi, dapat dibuat sebuah alat bantu yang dapat membantu proses perencanaan pembangunan di daerah. Pemanfaatan teknologi informasi ini sejalan dengan paradigma eGovernmet yang sudah mulai berkembang luas di lingkungan Pemerintah Pusat maupun Daerah. Menurut World Bank, e-governnment merupakan pemanfaatan teknologi informasi oleh lembaga pemerintah sehingga memiliki kemampuan untuk berhubungan dengan masyarakat dan dunia bisnis dan lembaga pemerintahan lainnya. Pengertian ini sejalan dengan Kumorotomo (2008) yang
5
menekankan bahwa tujuan penggunaan teknologi informasi pada organisasi publik adalah meningkatkan efetivitas, efisiensi dan kinerja organisasi secara keseluruhan sehingga dapat meningkatkkan transparansi, kontrol dan akuntabilitas para peyelenggara pemerintahan serta menciptakan tata-pemerintahan baru yang responsive terhadap perubahan global. Pelaksanaan e-government di DIY merupakan bagian dari pengembangan Jogja Cyber Province (JCP), yaitu model provinsi yang berorientasi pelanggan (masyarakat) dengan berbasis pada proses bisnis, informasi, dan pengetahuan yang memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi sebagai akselerator pembangunan wilayah provinsi yang berdaya saing, nyaman, mandiri, efisien, dan efektif (Anonim, 2005 dalam Djumadal). E-government diterapkan dalam Digital Government Service (DGS) yang bertujuan meningkatkan pelayanan kepada masyarakat yang dimulai dengan enam program unggulan yaitu bidang pendidikan, bidang perindustrian dan perdagangan, bidang pertanian, bidang perikanan dan kelautan, bidang pariwisata, dan bidang perhubungan. Sejak diinisiasikan sampai dengan sekarang ini penerapan e-government di DIY sudah berkembang dengan pesat. Teknologi Informasi sudah menjadi kebutuhan organisasi publik di DIY untuk mendukung kinerja pelayanannya kepada masyarakat. Dari hanya sekedar aplikasi dalam bentuk website hingga ke sistem informasi yang secara teknis mendukung kinerja sebuah organisasi. Bahkan teknologi informasi juga diterapkan dalam manajemen lalu lintas di DIY. Penerapan teknologi informasi tersebut semakin membantu organisasi publik dalam meningkatkan kinerja pelayanannya baik internal maupun eksternal.
6
Secara internal teknologi informasi mampu membantu organisasi publik dalam melaksanakan tugas-tugas dan pekerjaannya, sedangkan secara eksternal teknologi informasi mampu membantu organisasi publik dalam melayani masyarakat maupun organisasi lain baik pemerintah maupun swasta. Dalam siklus perencanaan pembangunan penyusunan rencana dan penetapan rencana merupakan proses yang harus dijalani lebih dahulu. Keluaran dari proses ini akan digunakan sebagai input proses penganggaran. Penganggaran bukan bagian dari proses perencanaan, akan tetapi keluaran dari proses penganggaran yang berupa dokumen APBD akan dijadikan bahan pengendalian dan evaluasi proses perencanaan pembangunan. Hasil evaluasi dapat digunakan sebagai bahan masukan penyusunan perencanaan di tahun berikutnya. Data dan informasi yang dihasilkan oleh masing-masing proses harus konsisten dan tidak menimbulkan kerancuan informasi. Ketiga proses tersebut saling berhubungan satu sama lain dan membentuk sebuah siklus perencanaan. Pada masing-masing proses perencanaan pembangunan, Pemda DIY menggunakan Sistem Informasi sebagai alat bantu. Sistem Informasi tersebut dirancang dan dikembangkan sesuai dengan kebutuhan masing-masing tahapan perencanaan. Dalam tahapan penyusunan rencana dan penetapan rencana, Pemda DIY menggunakan Sistem Informasi Perencanaan Pembangunan (Jogjaplan). Dalam tahap pengendalian pelaksanaan rencana dan evaluasi pelaksanaan rencana, Pemda DIY menggunakan sistem informasi pengendalian pembangunan daerah atau e-Monev APBD. Antara proses perencanaan dan pengendalian terdapat proses penganggaran yang juga menggunakan sistem informasi yaitu
7
Sistem Informasi Pengelolaan Keuangan Daerah. Untuk melengkapi ketiga sistem informasi diatas BAPPEDA menggunakan aplikasi Jogja Dataku dan SIPR sebagai penyedia data bagi pemerintah maupun masyarakat. Masing-masing sistem informasi tersebut telah beberapa waktu digunakan. Sejak pertama kali dibuat hingga sekarang ini, masing-masing sistem terus dikembangkan sehingga dapat berfungsi semakin baik sebagai alat bantu dalam proses perencanaan. Jika ada kebutuhan dan kebijakan baru sistem-sistem tersebut disempurnakan agar dapat lebih optimal dalam menjalankan fungsinya sebagai alat bantu di masing-masing proses tersebut. Sebagai sistem individual dan yang dirancang untuk kebutuhan fugsional tertentu, sistem-sistem tersebut telah dapat menjalankan perannya secara baik terutama dari segi ketepatan waktu yang dijadwalkan, kendati masih ada beberapa kekurangan dalam pelaksanaanya. Sejak pertama kali digunakan belum ada kajian untuk melihat bagaimana masing-masing sistem tersebut memberikan kontribusi bagi unsur-unsur yang terlibat dalam proses perencanaan. Keberhasilan implementasi sistem lebih dilihat dari hasil keluaran sistem tersebut. Sejatinya, kontribusi suatu sistem tidak hanya dilihat dari keluarannya saja, tetapi juga dari manfaatnya bagi semua unsur yang terlibat dalam sistem informasi tersebut. Sebuah sistem tentu saja berinteraksi dengan banyak unsur dan juga dipengaruhi oleh unsur-unsur dalam sistem itu sendiri, maupun oleh unsur-unsur di luar sistem yang berhubungan dengan sistem tersebut. Tahapan proses perencanaan pembangunan adalah proses yang saling berkaitan dan berkelanjutan. Idealnya sistem yang ada juga saling berhubungan
8
satu sama lain, sehingga pertukaran data dan informasi dapat berlangsung cepat dan tepat. Kondisi yang ada sekarang ini sistem-sistem tersebut berdiri terpisah dan tidak terkoneksi satu sama lain. Keluaran sistem pada proses yang satu tidak otomatis sebagai masukan proses yang lain sehingga kontinuitas data menjadi tidak konsisten. Sehingga masing-masing sistem tersebut ibaratnya bagai pulaupulau informasi yang tidak saling terhubung dan berkomunikasi. Data dari masing-masing sistem seakan-akan tidak berguna bagi sistem yang lain. Hal ini juga memberi pengaruh pada konsistensi proses perencanaan. RKPD sebagai penjabaran perencanaan tahunan dari RPJMD dan hasil penjaringan aspirasi masyarakat melalui musrenbang, merupakan pedoman penyusunan PPAS. PPAS berfungsi sebagai dokumen untuk pembicaraan pendahuluan APBD yang menjembatani antara perencanaan (RKPD) dengan kebijakan dan rancangan anggaran berdasar pada ketersediaan atau pagu anggaran. PPAS yang telah disepakati dijadikan pedoman untuk menyusun RAPBD yang kemudian disahkan menjadi APBD selama ini masih terjadi perbedaan yang mencolok mulai dari dokumen RKPD sampai dengan APBD maupun pelaksanaannya. Tabel 1.2 Jumlah Program, Kegiatan dan Besarnya Anggaran berdasarkan Prioritas pada dokumen RKPD, KUA/PPAS, RKA, DPA Jumlah Program Kegiatan Anggaran (M Rp.)
RKPD KUA/PPAS 220 221 2809 2814 2303 2413
RKA 254 2623 1783
DPA 275 2672 1810
Sumber: BAPPEDA DIY, 2014 Akibat lain dari sistem-sistem yang terpisah tersebut adalah pekerjaan berulang-ulang yang harus dilakukan oleh SDM pengguna sistem. Input data
9
secara manual ini mengakibatkan tingginya kesalahan pemasukan data sebagai akibat dari human error.
Gambar 1.1 Tampilan sorting kegiatan pada Jogjaplan Pemasukan data ke dalam sistem secara berulang-ulang juga membuat kinerja menjadi tidak efisien. Sistem yang seharusnya bisa melakukan otomatisasi masih membutuhan input manual. “….data program kegiatan dari SIPKD harus diinputkan secara manual ke sistem monev APBD. Akan lebih baik jika data program kegiatan dari SIPKD secara otomatis bisa masuk ke Sistem Monev APBD untuk keperluan pengendalian dan evaluasi kegiatan…”
Secara kelembagaan Sistem Perencanaan dan Sistem E-Monev APBD, Jogja Dataku dan SIPR menjadi tanggung jawab BAPPEDA DIY, sedangkan SIPKD menjadi tanggung jawab DPPKA. Untuk mengintegrasikan sistem-sistem tersebut tidak bisa hanya mempertimbangkan faktor-faktor teknis saja, tetapi juga 10
harus mempertimbangkan aspek politis dan komitmen pimpinan. Selama pimpinan tidak mendukung maka akan sulit untuk mewujudkan sebuah sistem yang terintegrasi. Wacana untuk mengintegrasikan masing-masing sistem dalam proses perencanaan dan penganggaran telah lama muncul. Namun hingga sekarang ide tersebut sulit terlaksana karena sikap over protective dari masing-masing pengampu
sistem.
Kekhawatiran
itu
timbul
karena
kecemasan
untuk
menggunakan sistem yang baru atau salah satu sistem yang ada dihilangkan dan dilebur ke sistem yang lain. “…sistem SIPKD ini juga mempunyai menu perencanan, jadi seharusnya bisa digunakan untuk input perencanaan juga. Dengan menu ini tidak harus membuat sistem aplikasi perencanaan lagi…”
Kekurangan-kekurangan dalam penggunaan Sistem Informasi tersebut menjadikan sistem kurang optimal sebagai alat bantu dalam proses perencanaan. Untuk itu perlu dipikirkan cara agar sistem informasi yang digunakan dapat memberikan kontribusi yang optimal dalam proses perencanaan pembangunan di DIY. 1.2. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang permasalahan diatas dapat ditarik rumusan permasalahan tentang pemanfaatan sistem informasi dalam proses perencaaan pembangunan di Pemda DIY yaitu “Mengapa penggunaan sistem informasi dalam proses perencanaan pembangunan belum optimal?”
11
Untuk menjawab pertanyaan tersebut dapat dirumuskan beberapa pertanyaan penelitian sebagai berikut: 1. Apa keterbatasan Sistem Informasi dalam mendukung proses perencanaan pembangunan di DIY? 2. Apa saja kendala yang menyebabkan penggunaan Sistem Informasi dalam proses perencanaan pembangunan di DIY kurang optimal? 1.3. Batasan Masalah Penelitian ini akan membatasi penelitian pada tiga sistem yang digunakan dalam proses perencanaan pembangunan yaitu Jogjaplan, SIPKD, dan E-Monev APBD serta dua sistem pendukung yaitu Jogjadataku dan SIPR, serta pada kendala-kendala yang mempengarui implementasi sistem-sistem tersebut. Penggunaan sistem dibatasi pada penggunaan aplikasi sampai dengan tahun 2014. 1.4. Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah: 1. Menjelaskan keterbatasan sistem informasi dalam mendukung proses perencanan pembangunan di DIY; 2. Menjelaskan kendala-kendala yang menyebabkan penggunaan sistem informasi dalam proses perencanaan kurang optimal; 1.5. Manfaat Penelitian Manfaat dari penelitian ini adalah: 1. Manfaat Praktis
12
a. Sebagai bahan kajian dalam pengembangan sistem informasi sebagai alat bantu proses perencanaan pembangunan b. Sebagai masukan bagi pemerintah daerah lain dalam pemanfaatan sistem informasi dalam proses perencanaan pembangunan. 2. Manfaat Teoritis a. Sebagai bahan kajian kebijakan publik dalam hal perencanaan pembangunan pembangunan. b. Sebagai masukan bagi penelitian selanjutnya mengenai sistem informasi perencanaan pembangunan.
13