BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Penelitian ini
mengkaji tentang hak-hak reproduksi
di
Lembaga
Pemasyarakatan Kelas II A Wanita Tanjung Gusta Medan. Perempuan merupakan kaum minoritas dalam masalah hukum dan kejahatan.Persentase kejahatan yang dilakukan perempuan dibanding laki-laki tergolong kecil. Ini terlihat dari jumlah tahanan dan narapidana di Indonesia yang berada di 33 kantor wilayah lembaga pemasyarakatan pada bulan Februari 2014, sebanyak 162.365 orang dengan 8.359 orang diantaranya adalah perempuan. Sementara di Sumatera Utara jumlah tahanan pada bulan Februari 2014 tercatat, sebanyak 17.948 orang dengan 834 orang diantaranya adalah perempuan. 1
Perempuan Indonesia adalah bagian yang tak terpisahkan dan menempati posisi yang sangat signifikan dalam kehidupan dan pembangunan di Indonesia.Perempuan Indonesia apakah sebagai ibu, istri, anak, nenek, pekerja kantoran, orang rumahan, hingga profesional, semuanya memberikan kontribusi yang tak dapat di pandang sebelah mata.
Perempuan di lapas (lembaga pemasyarakatan) sering mengalami masalah kesehatan fisik atau psikologis termasuk masalah kesehatan reproduksi. Masalah yang paling sering dilaporkan adalah depresi (56,6%), kecemasan (42,4%),
1
Smslap.ditjenpas.go.id/public/grl/current/monthly (diakses tanggal 24 Februari 2014)
1 Universitas Sumatera Utara
prevalensi penyakit fisik juga jauh lebih tinggi dibandingkan masyarakat umum. Prevalensi gangguan pernapasan (asma) 37,7%, dan sakit kepala 34,2% (Plugge, Douglas & Fitzpatrick, 2006). Masalah kesehatan reproduksi yang terjadi pada narapidana perempuan adalah penyakit infeksi menular seksual (IMS). Perempuan beresiko lebih besar daripada pria mengalami infeksi menular seksual seperti infeksi Chlamydia, gonore dan sifilis, dan juga HIV saat masuk atau selama di lembaga pemasyarakatan. Hal ini akibat dari perilaku beresiko tinggi, termasuk pekerja seks, dan kemungkinan peningkatan menjadi korban pelecehan seksual (Covington, 2007). Federasi Rusia, sebuah survei yang diselenggarakan pada tahun 2005 yang dilakukan di kalangan tahanan anak, kaum gelandangan dan perempuan yang berada di pusat tahanan sementara di Moskow 17 mengungkapkan bahwa lebih dari 50 persen tahanan anak-anak perempuan mengidap infeksi menular seksual (IMS); hal yang sama terjadi pada hampir dua pertiga perempuan di pusat –pusat tahanan sementara dan tiga perempat perempuan gelandangan. Di kalangan perempuan di rumah tahanan, empat persennya adalah perempuan dengan HIV positif, sementara angka di kalangan perempuan gelandangan adalah 1.8 persen.
Pada tahun 2004, di Amerika Serikat, prevalensi HIV keseluruhan di kalangan napi laki-laki adalah 1.7 persen dibanding 2.4 persen di kalangan perempuan. Meskipun demikian, di beberapa Negara bagian, seperti New York, prevalensi HIV di kalangan perempuan adalah 14.2 persen, sementara di kalangan laki-laki angka tersebut adalah 6.7 persen.18 Sama halnya, di Moldova pada tahun 2006, prevalensi HIV di kalangan napi perempuan adalah 3 persen sementara di kalangan napi laki-laki adalah 2 persen. 2 Meskipun perempuan merupakan kelompok minoritas di lembaga pemasyarakatan namun adanya kebutuhan spesifik pada perempuan seperti
2
www.unodc.org/unodc/en/hiv-aids/index.html (diakses tanggal 12 Desember 2013)
2 Universitas Sumatera Utara
pemenuhan hak-hak reproduksi sudah seharusnya terpenuhi agar tidak terjadi dampak buruk terhadap masalah kesehatan reproduksinya.
Perempuan sebagai suatu kelompok dalam masyarakat di dalam suatu negara, merupakan kelompok yang juga wajib mendapat jaminan perlindungan atas hak-hak yang dimilikinya secara asasi 3 tak terkecuali narapidana.Narapidana mempunyai hak-hak yang harus dilindungi dan diayomi.Hak antara narapidana pria, narapidana perempuan dan narapidana anak berbeda-beda.
Sudah menjadi kodrat perempuan mengalami siklus menstruasi, hamil, melahirkan dan menyusui yang tidak dialami oleh narapidana lain, sehingga sudah menjadi suatu kewajaran jika narapidana perempuan mempunyai hak-hak khusus dibandingkan dengan narapidana lain, seperti hak-hak reproduksi.Hak-hak reproduksi berkaitan erat dengan kesehatan reproduksi. Terpenuhinya hak-hak reproduksi sudah pasti berpengaruh terhadap kesehatan reproduksi. Kesehatan reproduksi serta hak reproduksi setiap orang harus terpenuhi agar kualitas hidup manusia terjaga dan manusia dapat hidup dengan tenang.
Kesehatan adalah salah satu kebutuhan dasar dari manusia, termasuk kebutuhan kesehatan reproduksi yang merupakan bagian dari kebutuhan terhadap kesehatan.Kebutuhan ini merupakan hak setiap individu baik laki-laki maupun
3
Menurut Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia, Hak Asasi Manusia merupakan hak dasar yang secara kodrati melekat pada diri manusia, bersifat universal dan langgeng, oleh karena itu harus dilindungi, dihormati, dipertahankan dan tidak boleh diabaikan, dikurangi atau dirampas oleh siapapun. www.studentsite.gunadarma.ac.id (diakses 12 Desember 2013)
3 Universitas Sumatera Utara
perempuan untuk memperoleh informasi serta memperoleh aksebilitas yang aman, efektif, terjangkau baik secara ekonomi maupun kultural (Irianto, 2006). Hak reproduksi merupakan bagian dari hak azasi manusia yang melekat pada manusia sejak lahir dan dilindungi keberadaannya. Sehingga pengekangan terhadap hak reproduksi berarti pengekangan terhadap hak azasi manusia. Hak reproduksi secara umum diartikan sebagai hak yang dimiliki oleh individu baik laki-laki maupun perempuan yang berkaitan dengan keadaan reproduksinya. Perempuan di lembaga pemasyarakatan dibatasi kebebasan geraknya, tetapi hak yang lain termasuk hak reproduksi harus tetap diberikan. Wawancara awal dilakukan dengan salah seorang narapidana yang ada di lembaga pemasyarakatan Tanjung Gusta Medan. “Kalau perempuan yang lagi hamil mendapat makanan tambahan yang sesuai dengan petunjuk dokter, dan kalau yang hamil itu mau melahirkan, langsung cepat-cepat dibawa kerumah sakit Bina Kasih. Setelah proses kelahiran selesai masuk lagi kelapas ini, anaknya ikut sama mamaknya dipenjara, kalau udah berumur 2 tahun baru dikasih ke keluarganya yang ada diluar, kalau yang gadak keluarganya ya ikut sama mamaknya disini sampai proses hukuman mamaknya selesai.” (Suarti, 50 tahun). Perempuan dalam lapas umumnya adalah perempuan muda dan sebagian di antaranya merupakan ibu yang anak-anaknya tinggal dalam lapas bersama mereka atau diasuh oleh orang lain di luar lapas. Mereka juga mungkin hamil atau menjadi hamil selama berada dalam lapas; sebagian bahkan melahirkan saat sedang berada di lapas.Namun, bayi yang dilahirkan harus berada dalam satu sel dengan ibunya dan bergabung dengan narapidana lainnya. Ketiadaan ruangan menyebabkan sang bayi harus tinggal berbarengan dengan narapidana lainnya.
4 Universitas Sumatera Utara
Hal tersebut dapat berpengaruh pada kesehatan bayi yang sangat rentan terhadap penyakit serta psikologisnya. Di sisi lain, narapidana yang baru melahirkan lebih nyaman jika tinggal sekamar dengan penghuni yang lain karena mempermudah dirinya jika membutuhkan pertolongan. Di lapas yang kelebihan penghuni dan kekurangan staf/petugas lapas menyebabkan akses narapidana terhadap fasilitas dan pelayanan yang terbatas. Ketersediaan kebutuhan spesifik dari perempuan kurang mendapat perhatian, misalnya ketersediaan kebutuhan untuk mandi, kebutuhan lain saat menstruasi (pembalut wanita, kain saniter yang bersih), kebutuhan untuk mencuci pakaian dalam serta pengadaan secara cuma-cuma untuk kebutuhan tersebut (WHO, 2009b) 4. “Perempuan di lembaga pemasyarakatan juga mengalami perubahan menstruasi akibat stress yang dialami, (Smith, 2009) melaporkan hasil penelitian pada lembaga pemasyarakatan di Inggris didapatkan data 49% perempuan melaporkan perubahan dalam periode menstruasi mereka, 41% melaporkan pendarahan yang lebih berat, 18% melaporkan jumlah hari pendarahan lebih lama dari biasanya, 20% melaporkan periode menstruasi menjadi kurang teratur atau berhenti sama sekali dan 21% melaporkan periode menstruasi kembali setelah mendapat pengobatan.” Kondisi ini bisa menjadi pemicu untuk terjadinya masalah kesehatan reproduksi perempuan di lapas dan tampak bahwa hak reproduksi terhadap perempuan dilapas juga kurang efektif. Hasil wawancara dengan salah seorang narapidana Lembaga Pemasyarakatan Wanita Kelas II A Tanjung Gusta Medan didapatkan data bahwa :
4
(WHO, 2009b) dalam Pengalaman Perempuan Berkaitan dengan Masalah Kesehatan Reproduksi di Lembaga Pemasyarakatan Cilacap, hlm 18.
5 Universitas Sumatera Utara
“Semuanya perlengkapan untuk kami ya kami sendirilah yang nyediakan dek, kek softex kami yang nyediakan sendiri, kalau yang ada keluarganya dibawain keluarganya, kalau yang ada uangnya ya beli dikantin, tapi kalau kek kakak yang gadak uang ini ya pakai kain ala kadarnya aja lah.” (Gita, 29 tahun) Masalah seperti ini tidak hanya dialami oleh narapidana yang ada di Lembaga Pemasyarakatan Wanita Kelas II A Tanjung Gusta Medan, di Lembaga Pemasyarakatan Kelas II B Cilacap juga mengalami hal yang serupa, dalam pemenuhan kebutuhan diri dan kebutuhan khusus, narapidana yang berada di lokasi tersebut harus menyediakan kebutuhannya sendiri atau harus disediakan oleh keluarganya. Di lembaga pemasyarakatan sekalipun, perempuan juga tetap dianggap lebih rendah daripada laki-laki dan kebutuhan yang memang sama-sama diperlukan oleh narapidana laki-laki maupun narapidana perempuan tidak pernah disetarakan, hal ini dapat dilihat dari perbedaan yang ada di lembaga pemasyarakatan. Di Lembaga Pemasyarakatan laki-laki ada tempat untuk para narapidana laki-laki yang ingin melakukan hubungan seks, disediakan tempat oleh petugas lembaga pemasyarakatan (bilik asmara 5), sedangkan di lembaga pemasyarakatan wanita tidak ada tempat seperti (bilik asmara) untuk melepaskan nafsu birahinya. Karena jumlah lapas untuk perempuan sedikit, mereka cenderung dipenjarakan jauh dari rumah; jarak yang memisahkan mereka dari anak-anak, keluarga dan teman-teman meningkatkan isolasi mereka dan dapat menjadi sumber dari stres tambahan seperti kecemasan dan kesulitan ekonomi, baik bagi perempuan terkait maupun keluarga mereka. 5
Tempat untuk berhubungan suami-istri.
6 Universitas Sumatera Utara
Setelah dibebaskan, stigma pernah dipenjara lebih berat ditanggung oleh perempuan dibanding laki-laki.Di beberapa negara, perempuan didiskriminasikan dan tidak dapat kembali ke komunitasnya segera setelah dibebaskan dari lapas, bahkan suami mereka pun mendiskriminasikan mereka. Beberapa masalah yang dominan muncul dalam proses pemasyarakatan narapidana perempuan terkait dengan kondisi psikologis narapidana serta kenyataan bahwa selama ini substansi pembinaan lebih menekankan pada pembinaan yang bersifat “kewanitaan”. Masalah psikologis berupa kecemasan hingga depresi yang dialami narapidana perempuan cenderung belum ditangani dengan baik, padahal tekanan ini sangat terkait dengan tekanan struktur sosial dan budaya dominan (patriarki).Selain itu beberapa narapidana perempuan juga berhadapan dengan masalah belum maksimalnya jaminan hak bagi mereka untuk merawat dan mengasuh anak yang masih berusia di bawah dua tahun dalam lapas.Selain terbatasnya kamar, ini juga terjadi karena kondisi lingkungan yang belum terjamin secara kesehatan.Selain itu kondisi lapas yang tertutup membuat anak-anak turut terpenjara bersama. Tekanan psikologis lainnya yang umum diderita perempuan adalah keputusan cerai dari para suami akibat stigma terhadap dirinya yang berstatus terpidana. Hal ini juga berujung pada tidak jelasnya nasib anak. Penghuni lapas sebagai salah satu komunitas kecil dari kaum marginal, yang patut mendapat perhatian. Perlakuan terhadap orang-orang yang ditahan/dipenjara seharusnya tidak ditekankan pada pemisahan mereka dari masyarakat, akan tetapi dengan meneruskan peran mereka sebagai bagian dari masyarakat. Petugas
7 Universitas Sumatera Utara
pemasyarakatan seharusnya dapat memberikan pelayanan yang sesuai dengan hukum dan hukuman dengan memberikan pelayanan yang semaksimal mungkin untuk melindungi hak-hak yang dimilki oleh para narapidana dengan kepentingan narapidana khususnya hak-hak reproduksi narapidana perempuan. Berbagai permasalahan dalam uraian diatas membuat penulis tertarik mengkaji bagaimana pemenuhan hak-hak reproduksi
yang ada di Lembaga
Pemasyarakatan Wanita Kelas II A Tanjung Gusta Medan.
1.2 Tinjauan Pustaka Di lembaga pemasyarakatan, napi perempuan memiliki akses yang lebih sedikit bila dibandingkan dengan napi laki-laki.Lemahnya posisi perempuan karena budaya yang didominasi oleh kaum laki-laki (budaya patriarki) dan membuat perempuan terbelakang.Patriarki juga dapat dijelaskan dimana keadaan masyarakat yang menempatkan kedudukan dan posisi laki-laki lebih tinggi dari pada perempuan dalam segala aspek kehidupan sosial, budaya dan ekonomi (Pinem. 2009. hlm. 42). Masyarakat yang amat patriarkal di dunia Arab seringkali dipakai sebagai alasan untuk menganggap bahwa Islam adalah agama yang memperlakukan perempuan lebih rendah dibandingkan laki-laki.Hampir mirip dengan itu, kebijakan Paus yang berpihak secara kuat kepada laki-laki dianggap sebagai indikator bahwa ajaran Katolik juga menempatkan perempuan lebih rendah dari laki-laki.
8 Universitas Sumatera Utara
Konsep Kristen menganggap bahwa semua manusia sama rata di mata Tuhan Pencipta, seperti yang ditunjukkan dalam Injil: Tidak ada Yahudi atau Romawi, Tidak ada budak atau manusia bebas Tidak laki-laki atau perempuan Karena kalian semuanya adalah satu 6 Islam juga memperlakukan perempuan dan laki-laki setara seperti yang disebutkan dalam banyak ayat Qur’an, misalnya:
Sesungguhnya Aku tidak akan menyia-nyiakan perbuatan orang yang beramal di antaramu, baik laki-laki atau perempuan karena sebagianmu berasal dari sebagian yang lain. 7 Barangsiapa mengerjakan kebajikan, baik ia laki-laki maupun perempuan, sedangkan ia orang yang beriman, mereka masuk ke sorga serta tidak dirugikan sedikitpun juga. 8 Tidak ada agama yang memandang perempuan lebih rendah daripada lakilaki. Namun para penafsirnya, yang kebanyakan adalah pria, dan mengaku sebagai yang berwenang menafsir ajaran agama, cenderung memilih menginterpretasikan ayat-ayat dengan cara yang menguntungkan bagi mereka dan menghindari interpretasi yang mereka anggap bakal membebani mereka. Jelaslah terlihat diuraian di atas bahwa adalah kultur atau tradisi dalam masyarakat yang didominasi pria (masyarakat patriarki) yang membedakan perlakuan terhadap perempuan dari laki-laki. Bukan agama yang melakukan pembedaan tersebut.
6
Galatia 3:28 (dalam buku Kontradiksi dalam Kesehatan Reproduksi hlm 26) Surah 3 (Al-Imran):195 (dalam buku Kontradiksi dalam Kesehatan Reproduksi hlm 26) 8 Surah 4 (An Nisa):124 (dalam buku Kontradiksi dalam Kesehatan Reproduksi hlm 27) 7
9 Universitas Sumatera Utara
Kesehatan Reproduksi
Menurut UU No.23/1992 sehat adalah keadaan sejahtera badan (jasmani), jiwa (rohani), dan sosial yang memungkinkan setiap orang hidup produktif secara sosial dan ekonomis.Produktivitas manusia dapat terganggu bahkan tidak dapat melakukan aktifitas apapun bila kesehatannya tidak terpenuhi, sehingga pemenuhan kesehatan sangat diperlukan manusia, baik laki-laki maupun perempuan.
Kesehatan merupakan kebutuhan dasar manusia yang harus dipenuhi agar kualitas hidup manusia tetap terjaga dengan baik dan dapat melakukan aktifitas kehidupan dengan optimal.Sehat menurut WHO adalah keadaan utuh secara fisik, mental dan sosial, dan bukan hanya satu keadaan bebas penyakit, cacat dan kelemahan.
Kesehatan reproduksi adalah suatu keadaan sejahtera fisik, mental dan sosial secara utuh, tidak semata-mata bebas dari penyakit atau kesehatan dalam semua hal yang berkaitan dengan sistem reproduksi, serta fungsi dan prosesnya.(Departemen Kesehatan RI/Depkes RI, 2005).
Agar dapat melaksanakan fungsi reproduksi secara sehat, dalam pengertian sejahtera fisik, mental maupun sosial, diperlukan beberapa syarat:
-
Pertama, tidak ada kelainan anatomis atau fisiologis baik pada perempuan ataupun laki-laki. Antara lain seorang perempuan harus memiliki rongga pinggul yang cukup besar untuk mempermudah kelahiran bayinya kelak.
10 Universitas Sumatera Utara
Ia juga harus memiliki kelenjar-kelenjar penghasil hormon (endokrin) yang mampu memproduksi hormon-hormon yang diperlukan untuk memfasilitasi
pertumbuhan
fisik
dan
fungsi
sistem
atau
organ
reproduksinya. Agar semua pertumbuhan itu berlangsung dengan baik, ia memerlukan makanan dengan mutu gizi yang baik dan seimbang. Hal ini juga berlaku bagi laki-laki. Kelenjar endokrinnya (penghasil hormon) harus berfungsi secara normal, sehingga ia akan dapat tumbuh kembang dengan kemampuan reproduksi yang normal pula. -
Kedua, baik laki-laki maupun perempuan memerlukan landasan psikis yang memadai agar perkembangan emosinya berlangsung baik.
-
Ketiga, setiap orang hendaknya terbebas dari kelainan atau penyakit yang baik langsung maupun tidak langsung mengenai organ reproduksinya. Setiap kelainan atau penyakit pada organ reproduksi, akan dapat pula mengganggu
kemampuan
seseorang
dalam
menjalankan
tugas
reproduksinya. -
Keempat, seorang perempuan hamil memerlukan jaminan bahwa ia akan dapat melewati masa tersebut dengan aman.
Kesehatan perempuan dipengaruhi oleh banyak faktor seperti budaya, adanya diskriminasi gender, pendidikan, gizi, akses pada informasi kesehatan dan akses pada berbagai pelayanan kesehatan, utamanya kesehatan reproduksi (Luhulima, 2007).
11 Universitas Sumatera Utara
Hak-hak reproduksi
Adapun Berdasarkan Kesepakatan Konferensi Internasional Kependudukan dan Pembangunan tahun 1994 di Kairo, pemerintah Indonesia telah menyetujui 12 hak reproduksi yang di dalamnya termasuk hak-hak reproduksi perempuan:
1. Hak untuk mendapatkan informasi dan pendidikan kesehatan reproduksi Setiap perempuan berhak untuk mendapatkan informasi dan pendidikan yang jelas dan benar tentang berbagai aspek terkait dengan masalah kesehatan reproduksi, termasuk banyaknya pilihan alat kontrasepsi yang dapat dipilih oleh perempuan atau laki-laki dan efek samping dari berbagai alat kontrasepsi.Contohnya: seorang wanita harus mendapatkan informasi dan pendidikan kesehatan reproduksi.
2. Hak untuk mendapatkan pelayanan dan perlindungan kesehatan reproduksi Setiap perempuan berhak untuk mendapatkan pelayanan kesehatan dan perlindungan yang memadai bagi kehidupan reproduksinya, termasuk agar terhindar dari kematian akibat proses reproduksi, misalnya jaminan kesehatan agar perempuan terhindar dari kematian akibat kehamilan atau melahirkan. Hak ini tidak boleh dibedakan atau didiskriminasikan berdasarkan status perkawinan perempuan atau usia atau status ekonominya. Semua perempuan baik remaja, lajang, maupun yang berstatus menikah berhak untuk mendapatkan dan menikmati hak ini.Contoh: seorang wanita yang mengalami kehamilan yang tidak
12 Universitas Sumatera Utara
diinginkan harus tetap mendapatkan pelayanan kesehatan yang baik agar proses kehamilan dan kelahirannya dapat berjalan dengan baik.
3. Hak untuk kebebasan berpikir tentang hak reproduksi Setiap wanita berhak untuk berpikir atau mengungkapkan pikirannya tentang kehidupan yang diyakininya tanpa paksaan dari siapapun.Perbedaan yang ada harus diakui dan tidak boleh menyebabkan terjadinya kerugian atas diri yang bersangkutan. Orang lain dapat saja berupaya merubah pikiran atau keyakinan tersebut namun tidak dengan pemaksaan akan tetapi dengan melakukan upaya advokasi dan Komunikasi, Informasi dan Edukasi (KIE). Contoh: seseorang dapat saja mempunyai pikiran bahwa banyak anak menguntungkan bagi dirinya dan keluarganya. Bila ini terjadi maka orang tersebut tidak boleh serta merta dikucilkan atau dijauhi dalam pergaulan.Upaya merubah pikiran atau keyakinan tersebut boleh dilakukan sepanjang dilakukan sendiri oleh yang bersangkutan setelah mempertimbangkan berbagai hal sebagai dampak dari advokasi dan KIE yang dilakukan petugas.
4. Hak untuk menentukan jumlah anak dan jarak kelahiran Setiap perempuan yang hamil dan akan melahirkan berhak untuk mendapatkan perlindungan dalam arti mendapatkan pelayanan kesehatan yang baik sehingga terhindar dari kemungkinan kematian dalam proses kehamilan dan melahirkan tersebut. Contoh: Pada saat melahirkan seorang perempuan mempunyai hak untuk mengambil keputusan bagi dirinya secara cepat terutama jika proses kelahiran tersebut berisiko untuk terjadinya komplikasi atau bahkan kematian. Keluarga tidak boleh menghalangi dengan berbagai alasan.
13 Universitas Sumatera Utara
5. Hak untuk hidup, yaitu hak untuk dilindungi dari kematian karena kehamilan dan proses melahirkan Setiap perempuan hamil dan yang akan melahirkan berhak untuk mendapatkan perlindungan, termasuk pelayanan kesehatan yang baik sehingga ia dapat mengambil keputusan secara cepat mengenai kelanjutan kehamilannya bila proses kelahirannya beresiko kematian atau terjadi komplikasi. Contoh: Dalam konteks program KB, pemerintah, masyarakat, dan lingkungan tidak boleh melakukan pemaksaan jika seseorang ingin memiliki anak dalam jumlah besar. Yang harus dilakukan adalah memberikan pemahaman sejelas-jelasnya dan sebenar-benarnya mengenai dampak negatif dari memiliki anak jumlah besar dan dampak positif dari memiliki jumlah anak sedikit.Jika pun klien berkeputusan untuk memiliki anak sedikit, hal tersebut harus merupakan keputusan klien itu sendiri.
6. Hak atas kebebasan dan keamanan berkaitan dengan kehidupan reproduksi Artinya setiap perempuan harus dijamin agar tidak mengalami pemaksaan, pengucilan, dan tekanan yang menyebabkan kebebasan dan keamanan yang diperolehnya tidak dapat digunakan, termasuk kebebasan memilih alat kontrasepsi yang dianggappnya paling aman.Contoh: Dalam konteks adanya hak tersebut, maka seseorang harus dijamin keamanannya agar tidak terjadi” pemaksaaan” atau “pengucilan” atau munculnya ketakutan dalam diri individu karena memiliki hak kebebasan tersebut.
14 Universitas Sumatera Utara
7. Hak untuk bebas dari penganiayaan dan perlakuan buruk , termasuk perlindungan dari perkosaan, kekerasan, penyiksaan, dan pelecehan seksual Setiap perempuan berhak untuk dilindungi dari ancaman bentuk-bentuk kekerasan yang dapat mmenimbulkan penderitaan secara fisik, seksual, dan psikis yang mengganggu kesehatan fisik, mental, dan reproduksinya. Contoh: Perkosaan terhadap wanita misalnya dapat berdampak pada munculnya kehamilan yang tidak diinginkan oleh yang bersangkutan maupun oleh keluarga dan lingkungannya. Penganiayaan atau tindakan kekekerasan lainnya dapat berdampak pada trauma fisik maupun psikis yang kemudian dapat saja berpengaruh pada kehidupan reproduksinya. 8. Hak untuk mendapatkan manfaat dari kemajuan ilmu pengetahuan yang terkait dengan kesehatan reproduksi Setiap perempuan berhak untuk memanfaatkan kemajuan teknologi dan ilmu pengetahuan terkait dengan kesehatan reproduksi, misalnya informasi yang jelas dan benar serta kemudahan akses untuk mendapatkan alat kontrasepsi baru.Contoh: Jika petugas mengetahui tentang Kesehatan Reproduksi Wanita, maka petugas berkewajiban untuk memberi informasi kepada wanita , karena mungkin pengetahuan tersebut adalah hal yang paling baru untuk wanita
9. Hak atas kerahasiaan pribadi dengan kehidupan reproduksinya Setiap perempuan berhak untuk dijamin kerahasiaan kesehatan reproduksinya, misalnya informasi tentang kehidupan seksualnya, masa menstruasi, jenis alat kontrasepsi yang digunakan.Contoh :Petugas atau seseorang yang memiliki
15 Universitas Sumatera Utara
informasi tentang kehidupan reproduksi seseorang tidak boleh “membocorkan” atau dengan sengaja memberikan informasi yang dimilikinya kepada orang lain. Jika informasi dibutuhkan sebagai data untuk penunjang pelaksanaan program, misalnya data tentang prosentase pemakaian alat kontrasepsi masih tetap dimungkinkan informasi tersebut dipublikasikan sepanjang tidak mencantumkan indentitas yang bersangkutan.
10. Hak untuk membangun dan merencanakan keluarga Setiap perempuan berhak untuk menentukan kapan, di mana, dengan siapa, serta bagaimana ia akan membangun perkawinan atau keluarganya. Contoh :Seseorang akan menikah dalam usia yang masih muda, maka petugas tidak bisa memaksa orang tersebut untuk membatalkan pernikahannya. Yang bisa di upayakan adalah memberitahu orang tersebut tentang peraturan yang berlaku di Indonesia tentang batas usia terendah untuk menikah dan yang penting adalah memberitahu tentang dampak negatif dari menikah dan hamil pada usia muda.
11. Hak atas kebebasan berkumpul dan berpartisipasi dalam politik yang berkaitan dengan kesehatan reproduksi Setiap perempuan berhak untuk menyampaikan pendapat atau aspirasinya mengenai kehidupan reproduksi secara pribadi atau melalui organisasi atau partai.Contoh: Orang tidak mampu harus mendapatkan pelayanan kesehatan reproduksi yang berkualitas (bukan sekedar atau asal-asalan) yang tentu saja sesuai dengan kondisi yang melingkupinya. Demikian pula seseorang tidak boleh mendapatkan perlakuan yang berbeda dalam hal mendapatkan pelayanan kesehatan reproduksi hanya karena yang bersangkutan memiliki keyakinan berbeda dalam kehidupan reproduksi.Misalnya seseorang tidak mendapatkan pelayanan pemeriksaan
16 Universitas Sumatera Utara
kehamilan secara benar, hanya karena yang bersangkutan tidak ber-KB atau pernah menyampaikan suatu aspirasi yang berbeda dengan masyarakat sekitar.Pelayanan juga tidak boleh membedakan apakah seseorang tersebut perempuan atau laki-laki.
12. Hak untuk bebas dari segala bentuk diskriminasi dalam kehidupan berkeluarga dan kehidupan reproduksi Setiap perempuan berhak untuk terbebaskan dari perlakuan diskriminasi berdasarkan gender/perbedaan jenis kelamin, ras, status perkawinan atau kondisi sosial-ekonomi, agama/keyakinannya dalam kehidupan keluarga dan proses reproduksinya. Misalnya, orang tidak mampu harus mendapatkan pelayanan kesehatan reproduksi yang berkualitas, demikian pula remaja yang hamil di luar nikah.Contoh: seseorang berhak menyuarakan penentangan atau persetujuan terhadap aborsi baik sebagai individu maupun bersama dengan kelompok. Yang perlu diingatkan adalah dalam menyampaikan pendapat atau aspirasi tersebut harus memperhatikan azas demokrasi dan dalam arti tidak boleh memaksakan kehendak dan menghargai pendapat orang lain serta taat kepada hukum dan peraturan peraturan yang berlaku.
Pemenuhan hak-hak reproduksi pada perempuan di dunia sekarang ini tampaknya masih belum terpenuhi dan masih penuh dengan persoalan. Dalam sebuah acara diskusi di kantor Komnas HAM, Ketua Komnas HAM, Siti Noor Laila, menilai pemerintah Indonesia belum maksimal memenuhi hak-hak reproduksi, sehingga menyebabkan kesehatan reproduksi masyarakat menurun dan jika kondisi ini terus terjadi, pemerintah berpotensi melanggar Hak Azasi Manusia.
17 Universitas Sumatera Utara
Hak kesehatan reproduksi diatur dalam Konvensi Hak-hak Ekonomi, Sosial, dan Budaya (Ekosob) yang sudah diratifikasi Pemerintah Indonesia sejak tahun 2005.Ironisnya, sejak Konvensi itu diratifikasi, pemenuhan hak kesehatan reproduksi belum menunjukkan kemajuan atau bahkan sebaliknya, justru menunjukkan kemunduran 9. “Belum ada kemajuan dalam pemenuhan hak ekosob, termasuk kesehatan.Itu terjadi kemunduran, buktinya angka kematian ibu sekarang meningkat”. Dari pernyataan di atas dapat dilihat bahwa pemerintah kurang aktif memberikan informasi kepada masyarakat seputar hak-hak reproduksi dan apabila hak-hak reproduksi tidak terpenuhi akan berdampak kepada kesehatan reproduksi masyarakat. Misalnya, dalam mata pelajaran tentang hak-hak reproduksi dan kesehatan reproduksi tidak termasuk dalam kurikulum sehingga banyak masyarakat yang minim informasi akan hak-hak reproduksi dan dampak tidak terpenuhinya hak-hak reproduksi tersebut. Strategi Adaptasi Terry Rambo mengemukakan bahwa manusia akan melakukan strategi yang sesuai dengan pengetahuan budayanya untuk menghadapi perubahan. Manusia mempunyai strategi yang tepat akan berhasil, yang tidak mempunyai strategi yang tepat akan gagal dan mati (process of natural selection) (Rambo, 1983) 10. Adaptasi dibagi menjadi tiga bagian, yakni, adaptasi fisiologis, adaptasi morfologis, dan adaptasi kultural, dalam penelitian ini penulis menggunakan 9
www.hukumonline.com (diakses pada tanggal 4 April 2014) El-noya.blogspot.com/2011/12/adaptasi-kultural-terhadap.html?m=1 (diakses tanggal 24 Februari 2014) 10
18 Universitas Sumatera Utara
adaptasi kultural. Adaptasi kultural : Berhubungan dengan teknologi, yang disesuaikan dengan keadaan sekitar. Adaptasi tentunya tak dapat dilakukan secara tiba-tiba, melainkan dilakukan secara bertahap. Cohen (1974) menyebutkan bahwa adaptasi dapat diterangkan dalam empat tahap : •
Tahap pertama, adaptasi yang paling mudah dengan semua habitat; perubahan teknologi dan organisasi yang didapat dari hubunganhubungan sosial/bermasyarakat/pergaulan.
•
Tahap kedua, terhadap bentuk hunian, rumah tangga, organisasi politik, dan kekerabatan.
•
Tahap ketiga, dalam agama dan kepercayaan.
•
Tahap keempat, tahap yang paling sulit karena ini merupakan persepsi subyektif terhadap habitat, lingkungan, berhubungan dengan mata pencaharian, pemeliharaan anak, taboo (pantangan), incest (hubungan sedarah), ritual-ritual/upacara-upacara, termasuk musik dan tarian kebudayaan.
Kebudayaan juga berkaitan dengan reproduksi, kaitannya dapat dilihat dari pemaparan di bawah ini : Punyailah tujuh belas anak laki-laki dan enam belas anak perempuan (Petuah tradisional perkawinan orang Batak) Manusia percaya bahwa salah satu tugas mereka di dunia adalah melestarikan eksistensi manusia di bumi ini. Memiliki anak merupakan salah satu cara untuk memenuhi kewajiban itu. Sementara itu banyak budaya yang membolehkan atau malah mendorong seorang laki-laki untuk menceraikan isterinya, dan mendorong untuk kawin lagi, kalau perkawinan mereka tidak
19 Universitas Sumatera Utara
menghasilkan keturunan.Seolah-olah penyebab kemandulan hanya terdapat pada perempuan saja. Di kalangan masyarakat agraris, kelangsungan hidup mereka amat bergantung pada kesuburan, baik kesuburan tanah tempat mereka hidup maupun kesuburan kaum perempuannya.Pandangan terhadap pentingnya kesuburan pertanian dan keluarga bagi kelangsungan hidup manusia itu sudah ada sejak jaman purba.Tak heran jika kepercayaan itu tertanam begitu mendalam di dalam benak manusia dan bertahan hingga kini. 11Oleh karena itu, perempuan yang subur sangat dihargai, sedangkan yang tidak subur dipandang rendah.Budaya semacam itu telah menanamkan konsep pada kaum perempuan bahwa mengandung dan melahirkan anak adalah kewajiban, tanpa diimbangi dengan hak dan juga pilihan yang lainnya. Dengan begitu, keinginan untuk tidak hamil dan tidak mempunyai anak akan dianggap menyimpang dari aturan sosial dan budaya. Lembaga Pemasyarakatan memerlukan kerangka spesifik untuk perawatan kesehatan pada perempuan khususnya kesehatan reproduksi, penyakit mental, masalah penggunaan narkoba, kekerasan fisik dan seksual.Akses yang tepat terhadap
semua
layanan
yang
tersedia
bagi
perempuan
di
lembaga
pemasyarakatan harus juga tersedia bagi perempuan di lembaga pemasyarakatan serta kerahasiaan catatan medis harus selalu terjamin (WHO, 2009). Adapun pengaturan mengenai pelaksanaan hak narapidana wanita tertuang di dalam Peraturan Pemerintah Nomor : 32 Tahun 1999, tentang Syarat dan Tata
11
Sai, F., Adam & Eve and the Serpent, London: International Planned Parenthood Federation, 1995, hal.1. (dalam buku Kontradiksi dalam Kesehatan Reproduksi hlm 50)
20 Universitas Sumatera Utara
Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan, dimana Pasal 20 mengatur perlindungan terhadap narapidana wanita yaitu : 1. Narapidana dan Anak didik pemasyarakatan yang sakit, hamil dan menyusui berhak mendapat makanan tambahan sesuai dengan petunjuk dokter. 2. Makanan tambahan juga diberikan kepada narapidana yang melakukan jenis pekerjaan tertentu. 3. Anak dari narapidana wanita yang dibawa kedalam LAPAS ataupun yang lahir di LAPAS dapat diberi makanan tambahan atas petunjuk dokter, paling lama sampai berumur 2 (dua) tahun. 4. Dalam hal anak sebagaimana dimaksud dalam ayat 3 telah mencapai umur 2 (dua) tahun, harus diserahkan kepada bapaknya atau sanak keluarga, atau pihak lain atas persetujuan ibunya dan dibuat dalam satu berita acara. 5. Untuk kepentingan kesehatan anak, Kepala LAPAS dapat menentukan makanan tambahan selain sebagaimana di maksud dalam ayat 3 berdasarkan pertimbangan. Dalam penjelasan Peraturan Pemerintah Nomor : 32 Tahun 1999 disebutkan bahwa narapidana dan Anak didik pemasyarakatan yang sakit, hamil dan menyusui berhak mendapat makanan tambahan sesuai dengan petunjuk dokter, yang dimaksud makanan tambahan adalah penambahan jumlah kalori diatas rata-rata jumlah kalori yang ditetapkan. Bagi wanita yang sedang hamil ditambah 300 (tiga ratus) kalori seorang sehari.Bagi wanita yang sedang menyusui dapat ditambah antara 800 (delapan ratus) kalori sampai dengan 1000 (seribu) kalori sehari seorang sehari.Pemberian makanan tambahan dimaksudkan
21 Universitas Sumatera Utara
untuk menjaga terpeliharanya pertumbuhan dan perkembangan anak. Anak yang lahir di Lembaga Pemasyarakatan telah mencapai 2 tahun harus diserahkan kepada bapaknya atau sanak keluarga atau pihak lain atas persetujuan ibunya. Namun, kenyataannya di lembaga pemasyarakatan, seperti di lembaga pemasyarakatan Cilacap belum sampai mencapai usia 2 tahun sudah di ambil oleh pihak keluarga. 1.3 Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang dan tinjauan pustaka yang telah dipaparkan sebelumnya, secara spesifik permasalahan dari penelitian ini adalah hak-hak reproduksi yang ada di lembaga pemasyarakatan wanita. 1. Dari 12 Hak-hak Reproduksi, hak-hak apa saja yang terpenuhi dan bagaimana pemenuhan hak-hak tersebut pada narapidana yang ada di Lembaga Pemasyarakatan. 2. Bagaimana strategi adaptasi narapidana manakala hak-haknya tidak dipenuhi oleh pihak Lembaga Pemasyarakatan. 1.4 Tujuan dan Manfaat Penelitian Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana hak-hak reproduksi perempuan di lembaga pemasyarakatan wanita terpenuhi. Manfaat dari hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan tentang hak-hak reproduksi serta apa-apa saja resiko atau dampak yang akan ditimbulkan jika hak-hak tidak terpenuhi, dan diharapkan juga agar hasil
dari
penelitian
ini
menjadi
acuan
bagi
petugas
lembaga
22 Universitas Sumatera Utara
pemasyarakatan atau pihak terkait dalam memberikan hak-hak yang terkait dengan reproduksi perempuan di lembaga pemasyarakatan. 1.5 Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan di Lembaga Pemasyarakatan Wanita Kelas II A Tanjung Gusta Medan. Alasan pemilihan lokasi ini karena diawali besarnya rasa keingin tahuan penulis mengenai bagaimana pemenuhan hak-hak reproduksi para narapidana perempuan yang berada di lapas, dan berhubung jarak antara lapas dengan rumah penulis tidak terlalu jauh, maka dari itu penulis memilih lokasi ini. 1.6 Metode Penelitian 1.6.1 Tipe Penelitian Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kualitatif.Dengan tahapan penelitian pra-lapangan, pekerjaan lapangan, analisis data, dan diakhiri dengan tahap penulisan laporan penelitian.Metode ini digunakan agar mampu menghasilkan data-data deskriptif mengenai hak-hak reproduksi di lembaga pemasyarakatan wanita.Dengan demikian, eksplorasi data secara mendalam tentang hak-hak reproduksi bisa terjaring dengan baik.Prosedur penelitian kualitatif lebih bersifar sirkuler, artinya dalam hal-hal tertentu, langkah atau tahapan penelitian dapat diulang satu atau beberapa kali sampai diperoleh data yang lengkap untuk membangun teori dasar.Dalam konteks ini, peneliti dimungkinkan untuk beberapa kali turun ke lapangan. (Berutu, dkk. 2001)
23 Universitas Sumatera Utara
1.6.2 •
Teknik Pengumpulan Data Observasi Awal ketika berada di lapangan, yang penulis lakukan dalam penelitian ini
adalah melakukan observasi (pengamatan) kepada narapidana yang ada di Lembaga Pemasyarakatan Wanita Kelas II A Tanjung Gusta Medan. Penulis mengawali dengan pengamatan saja, yakni dengan turun langsung ke lapas, dan melihat bagaimana situasi dan kondisi di lapas tersebut.Dalam penelitian ini penulis tidak dapat melakukan observasi partisipasi (participant observation) yakni, terlibat langsung ke dalam keseharian informan, misalnya ikut tinggal langsung bersama narapidana karena peraturan yang tidak mengijinkan.Seorang peneliti tidak diperbolehkan tinggal bersama para narapidana untuk keperluan penelitian, bahkan pada saat penulis melakukan wawancara terhadap informan, penulis diawasi oleh petugas. •
Wawancara Selain melakukan observasi (pengamatan), penulis juga melakukan
wawancara mendalam mengenai masalah yang diteliti oleh penulis. Wawancara mendalam (in-depth interview) adalah proses memperoleh keterangan untuk tujuan penelitian dengan cara tanya jawab dan bertatap muka antara pewawancara dengan informan atau orang yang diwawancarai, dengan atau tanpa menggunakan pedoman wawancara, pewawancara dan informan terlibat dalam kehidupan sosial yang relatif lama. Wawancara ini dilakukan untuk mengungkapkan masalah yang
24 Universitas Sumatera Utara
sedang diteliti, wawancara ini dilakukan beberapa kali sesuai dengan keperluan si peneliti yang berkaitan dengan kejelasan dan kemantapan masalah yang diteliti. Dalam wawancara ini digunakan metode wawancara mendalam yang dilakukan secara akrab dan penuh kekeluargaan.Sesuai dengan pendapat (Spradley, 1997) yang mengatakan bahwa, metode wawancara mendalam (indepth interview) jenis ini tentunya berpijak pada prinsip bahwa peneliti melakukan learning from people (belajar pada masyarakat), bukan study of people (mengkaji masyarakat). Pada penelitian ini, penulis mempunyai lima informan, dan kelima informan yang diwawancarai memiliki umur yang berbeda-beda. Wawancara dilakukan di dalam Lembaga Pemasyarakatan Wanita Kelas II A Tanjung Gusta Medan. Wawancara dilakukan di Mushola, gereja dan di kantor pegawai yang berada di dalam Lembaga Pemasyarakatan Wanita Kelas II A Tanjung Gusta Medan. Dalam melakukan wawancara, penulis tidak membatasi umur yang menjadi informan.Dalam penelitian ini, penulis melakukan wawancara dengan pegawai lapas serta narapidana yang ada di lapas tersebut. 1.6.3
Rangkaian Pengalaman Penelitian Penulis tiba di Lembaga Pemasyarakatan Wanita Kelas II A Tanjung
Gusta Medan awal bulan November 2013. Awal bulan November 2013 penulis masih akan meminta ijin untuk melakukan penelitian di lapas itu. Penulis ke lapas ditemani oleh Ibu dan Mak Tua penulis.Mak Tua penulis mempunyai teman yang bekerja di dalam lapas itu. Pada waktu itu Mak Tua penulis akan merencanakan
25 Universitas Sumatera Utara
membuat acara Natal di lapas pada bulan Desember, sekalian akan memperkenalkan penulis dengan salah satu teman Mak Tua yang bekerja di lapas itu. Sesampainya di lapas, bertemu dengan teman Mak Tua, lalu Mak Tua pun memberitahukan bahwa penulis akan melakukan penelitian di lapas itu. Pegawai itu pun menyuruh penulis meminta surat keterangan akan melakukan penelitian yang dibuatkan oleh pihak kampus dan ditujukan ke kantor Kementerian Hukum dan Hak Azasi Manusia yang ada di Jl. Putri Hijau, setelah pihak Kementerian Hukum dan Hak Azasi Manusia mengeluarkan surat balasan diijinkan meneliti di lapas, lalu surat balasan itu dibawa ke lapas, maka pihak lapas akan memberikan ijin untuk melakukan penelitian di lapas. Penulis pun melakukan seperti apa yang diminta oleh pegawai itu. Lalu surat ijin untuk melakukan peneliitian di lapas keluar, dan keesokan hari penulis mengantarkan surat balasan itu ke lapas. Panas terik matahari siang itu mempengaruhi suasana hati para pegawai. Sesampainya penulis di lapangan, penulis menunjukkan surat balasan itu. Lalu penulis dimarahi oleh pegawai yang bekerja dibagian umum itu karena penulis datang tidak di pagi hari. “Kok gak pagi datangnya dek? Kalau jam segini kamu datang udah kesiangan, kalau mau ngurus apa-apa itu datangnya pagi. Kalau jam segini pegawai-pegawai pun udah pada istirahat dan banyak yang keluar mau makan siang”. (Ibu Asma) 12 Penulis sempat disuruh untuk datang kembali esok hari namun penulis membujuk pegawai itu agar pegawai itu mau menerima surat balasan itu tanpa menunggu esok hari. Penulis berhasil membujuk pegawai itu dan pegawai itu pun
12
Pegawai Lembaga Pemasyarakatan, Kabid bidang Pembinaan Narapidana
26 Universitas Sumatera Utara
luluh dan menerima surat balasan. Pegawai itu bertanya kepada penulis sampai kapan penulis akan meneliti di lapas itu. “Tidak bisa saya pastikan Bu, saat informasi yang saya butuhkan sudah dapat, saat itulah saya berhenti meneliti Bu (kata penulis dengan nada membujuk)”. Pegawai pun menyuruh salah satu napi untuk menemani penulis ke ruangan Kabid bagian Pembinaan Narapidana untuk meminta ijin karena akan melakukan penelitian di lapas dan akan meminta informasi kepada narapidana terkait dengan yang diteliti oleh penulis. Sesampainya di ruangan Kabid bidang pembinaan, napi tersebut menunjukkan surat ijin penelitian penulis. Penulis pun tidak lupa untuk memperkenalkan diri, dan meminta diberikan bantuan selama penulis melakukan penelitian. Permintaan ijin sudah diberikan lalu penulis pun permisi untuk pulang dan akan mulai meneliti secepatnya. Pada tanggal 14 Desember 2013, penulis melakukan pra-lapangan karena pada saat itu penulis masih dalam proses penulisan proposal. Penulis masuk ke pintu pertama, sampai di pintu pertama, penulis memperkenalkan diri dan memberitahukan maksud dan tujuannya ada di lapas itu kepada petugas yang sedang berjaga di pintu pengamanan lapas. Penulis pun diberi masuk untuk ke pintu selanjutnya, dan tidak lupa, penulis harus menitipkan semua barang-barang yang dibawa dan hanya bisa membawa buku dan pulpen untuk keperluan penelitian. Penulis juga disuruh memakai badge 13yang digantung di leher yang bertuliskan tamu. Pada saat akan masuk ke pintu selanjutnya penulis harus diikuti oleh salah satu napi yang sudah dipercaya oleh petugas untuk mengawasi penulis. 13
Sebuah tanda atau lencana
27 Universitas Sumatera Utara
Saat akan masuk ke pintu selanjutnya penulis harus permisi ke setiap ruangan pegawai yang akan dilewati oleh penulis yang dipandu oleh napi itu serta memberitahukan maksud dan tujuan penulis berada di lapas itu. Saat akan masuk ke bagian para narapidana, penulis harus melewati 4 ruangan pegawai dan melewati 2 gerbang besar menuju hunian para narapidana. Masuk ke ruangan bidang pembinaan narapidana yang mana ruangan tersebut berada tepat diantara kamar para narapidana.Penulis permisi kepada Ibu Asma (Kabid di bidang pembinaan napi), sebelum meneliti, penulis berbincangbincang dengan Ibu Asma. Ibu Asma bertanya penulis mengambil jurusan apa di USU. Penulis pun memberitahukan bahwa penulis jurusan Antropologi Sosial. “Antropologi?Baru kaulah yang meneliti disini yang jurusannya Antropologi.Karna biasanya yang meneliti disini jurusan Hukum”. Penulis tersenyum, dan menjelaskan bahwa fokus Antropologi mengkaji tentang manusia, kebiasaan, budaya, dan semua yang menyangkut manusia. Narapidana kan juga manusia yang perlu dikaji kata penulis. Tidak lama berbincang, penulis pun diantar ke mushola bersama para napi. Berkenalan dan bertanya seperlunya, setelah selesai penulis pun pamit. Wawancara hanya sebentar karena penulis masih melakukan pra-lapangan. Beberapa hari setelah pra-lapangan penulis seminar proposal.Seminggu setelah seminar proposal, penulis melakukan penelitian.Penulis melakukan penelitian ditemani oleh adik perempuan.Permisi dan meninggalkan barangbarang di loker, lalu penulis masuk diawasi oleh napi yang ditugaskan oleh pegawai lapas.Sesampainya di ruangan Kabid bidang pembinaan narapidana,
28 Universitas Sumatera Utara
penulis kembali memberitahukan maksud penulis ada di lapas itu. Lalu Ibu Asma yang menentukan narapidana yang mana yang akan diwawancarai oleh penulis. Di lapas penulis berjumpa dengan Gita (29 tahun) dan Suarti (50 tahun) yang menjadi informan awal penulis. Wawancara dilakukan di Mushola.Di Mushola ada sekitar 5 orang, 3 orang tampak sedang sholat dan yang 2 orang sedang membaca Al-Quran.Ada tawa dan ada juga haru saat berbincang-bincang bersama Kak Gita dan Bu Suarti. Bukan hanya dengan Kak Gita dan Bu Suarti, setelah napi yang 5 tadi sudah selesai sholat dan membaca Al-Quran, penulis juga melakukan perbincangan bersama mereka. Para narapidana terbuka dan menerima baik kedatangan dan maksud penulis berada disitu. Setelah wawancara menurut penulis sudah cukup, penulis pun permisi pulang dan mengucapkan banyak terimakasih. Penulis pun pamit ke kamar yang berada tepat di samping Mushola dan menyalami napi satu persatu. Pamit kembali ke ruangan-ruangan pegawai, lalu penulis pun pulang. Penelitian sebelumnya belum selesai, penulis masih merasa banyak yang harus dipertanyakan lagi.Penulis kembali melakukan penelitian dan penelitian selanjutnya penulis datang bersama 3 orang teman kampus.Datang kesiangan karena kecelakaan kecil di jalan.Penulis dan teman-temannya permisi masuk ke setiap ruangan hingga sampai ke ruangan Ibu Kabid bidang pembinaan narapidana.Sesampainya di ruangan itu, penulis tidak dikenal lagi oleh Ibu Kabid karena senggang waktu penulis meneliti kembali sudah terlalu lama. Penulis pun meyakinkan Ibu Kabid bahwa penulis memang sudah pernah datang ke lapas dan melakukan penelitian. Narapidana yang ada di dalam ruangan itu membantu 29 Universitas Sumatera Utara
meyakinkan Ibu itu, karena memang narapidana itu pernah melihat penulis berada di lapas itu dan sudah jumpa dengan Ibu itu pada penelitian sebelumnya.Ibu itu pun percaya kepada napi yang meyakinkan ibu itu. Lalu penulis dan teman-teman penulis dimarahi dan disuruh untuk datang kembali esok hari, Ibu Kabid bidang pembinaan juga menyuruh pulang karena sedikitnya pegawai yang hadir pada waktu itu sehingga tidak ada yang akan mengawasi penulis dan teman-teman jika akan melakukan penelitian. Penulis dan teman-teman pun membujuk Ibu itu. “Udah besok ajalah kalian datang, udah kesiangan kalian kalau mau neliti sekarang.Aku mau kusuk, pegawai cuma sedikit yang datang, gadak yang ngawasi kalian nanti. Lagianpun napi-napi lagi sibuk sekarang, yang Kristennya lagi ibadah, yang Muslimnya lagi sholat, bentar lagi pun udah mau apel, terus jam makan siang”. (Ibu Asma) Tidak mau pulang sia-sia, penulis dan teman-teman penulis pun meminta ijin agar diberikan ijin untuk ikut ibadah bersama para narapidana. Ibu itu pun memberi ijin dan menyuruh penulis dan teman-teman meminta ijin kepada Ibu Purba di bagian pengurusan ibadah agar diberikan ijin untuk masuk ibadah dengan para napi. Menemui Ibu Purba, memberitahukan niat penulis dan temanteman penulis yang meminta ijin untuk masuk ibadah dengan para napi, lalu Ibu Purba pun memberi ijin serta mengantarkan penulis dan teman-teman ke ruangan ibadah para napi. Bernyanyi, berdoa, dan mendengarkan khotbah bersama para narapidana di lapas, rasanya sangat berbeda dengan yang biasa dirasakan oleh penulis dan teman-teman.Saat berdoa terdengar suara tangisan dari para napi, dan tak luput penulis dan teman-teman ikut merasakan kesedihan yang para napi rasakan.Lagu
30 Universitas Sumatera Utara
terakhir sebelum ibadah ditutup “Indah Rencanamu Tuhan”.Meskipun penulis dan teman-teman tidak tahu lirik lagu itu, tetapi penulis dan teman-teman ikut terlarut dalam setiap lirik lagu yang dinyanyikan napi-napi yang ada di tempat ibadah itu. Selesai ibadah, bersalaman satu dengan yang lain dan saling memberikan semangat satu dengan yang lainnya, agar mereka sama-sama kuat untuk menanggung masa hukuman yang dijalani oleh masing-masing napi. Tempat ibadah pun mulai sepi, karena para napi sedang apel 14 dan setelah apel dilanjutkan dengan makan siang.Sembari menunggu para napi apel dan mengambil jatah makan siang. Penulis dan teman-teman penulis pun membersihkan ruangan tempat ibadah. Dan tak lama para napi kembali datang dengan membawa nasi ditangan.Mereka pun menawari penulis dan teman-teman untuk makan dan berbagi nasi dengan mereka.Kedekatan antara narapidana dengan penulis dan teman-teman mulai terjalin.Tertawa bersama, cerita-cerita bersama, dan tidak lupa penulis bertanya mengenai hal yang terkait dengan penelitian penulis. “Makan kalian dek, sini bagi-bagi kita.Inilah namanya nasi cumpreng dek, liatlah inilah nasi napi, ikannya ikan asin, ayok kita bagi-bagi dek, sini. (Ibu Simanjuntak, 51 tahun) Sambil tersenyum penulis dan teman-teman pun menolak karena penulis dan teman-teman tidak tega bila nasi Ibu itu akan dibagi dengan penulis dan teman-teman, yang nasi mereka hanyalah dijatah. Makan sambil berbincangbincang. Perbincangan panjang lebar, bertanya dimana alamat Ibu Simanjuntak dan ternyata Ibu Simanjuntak seperti mengenal salah satu teman penulis, dan 14
Kegiatan baris-berbaris yang bertujuan untuk memberi arahan dan pemeriksaan
31 Universitas Sumatera Utara
sudah tidak asing lagi buat Ibu itu, lalu penulis pun memanggil teman penulis, Nuri. Ibu Simanjuntak ternyata kenal dengan Nuri, karena Nuri adalah teman sekolah Nuri waktu di SMA.Nuri dan Ibu Simanjuntak pun berbincang-bincang dengan akrab. Waktu pun tak terasa sudah hampir sore, penulis dan teman-teman pun permisi untuk pulang dan memberi semangat kepada mereka agar tetap kuat dalam menjalani masa hukumannya. Penulis kembali datang melakukan penelitian. Penulis datang bersama dengan adik perempuan, dan rencana penelitian kali ini tidak bertanya dengan para napi melainkan dengan pegawai di Lembaga Pemasyarakatan Wanita Kelas II A Tanjung Gusta Medan. Sama seperti penelitian sebelumnya, penulis harus permisi dan memberitahukan maksud dan tujuannya.Lalu penulis diantarkan ke ruangan bagian umum, dan dibagian umum penulis bertemu dengan Ibu Marlia, pegawai yang ramah dan cantik.Ibu Marlia menjawab semua pertanyaan yang ditanyakan oleh penulis dan menyuruh penulis untuk tidak sungkan apabila masih ada yang perlu dipertanyakan. Wawancara dengan Ibu Marlia selesai, penulis pun permisi pulang. Penelitian sudah sering dilakukan penulis.Penulis bolak-balik datang karena penulis tidak diijinkan hidup dan tinggal bersama napi.Maka dari itu penulis hanya boleh datang berulang kali ke lapas untuk melakukan penelitian sampai informasi yang diperlukan oleh penulis sudah didapatkan.Penelitian yang dilakukan di lapas ternyata seram-seram seru.Penulis sudah dikenal dan sudah akrab dengan sebagian napi dan sebagian pegawai.Banyak pengalaman baru yang diperoleh saat melakukan penelitian bersama napi.Dan pada saat penelitian 32 Universitas Sumatera Utara
terakhir yang dilaksanakan pada tanggal 27 Maret 2014, penulis kembali ditemani oleh ketiga teman kampus.Pada penelitian ini penulis kembali masuk dan permisi untuk masuk ke dalam lapas. “Kalian tetap harus pakek badge dek, karna kalian kan tamu. Kami takut kalian tertukar pula nanti sama napi yang disini”. (Kata salah satu petugas sambil tertawa) Memakai badge, lalu masuk dan hingga akhirnya sampai ke ruangan Ibu Asma, suasana di ruangan Ibu Asma sangat ramai, pegawai dan sebagian napi tampak memenuhi ruangan itu.lalu penulis pun meminta kepada Ibu Asma agar Ibu Asma memberikan penulis 2 orang napi yang akan di wawancara oleh penulis. Ibu Asma menyuruh penulis dan teman-teman untuk menunggu di Mushola sampai napi yang akan diwawancarai datang. Tampak 2 orang yang kelihatan masih seumuran dengan penulis dan datang menghampiri penulis dan temanteman.Lalu penulis dan teman-teman pun berkenalan dengan napi itu.Sri (19 tahun) dan Cika (18 tahun), narapidana yang dihukum karena kasus Narkoba. Sri dan Cika juga tinggal satu ruangan. Wawancara pun terus berlanjut, sampai pada akhirnya aroma kue yang baru siap dimasak menggoda. Penulis pun menghampiri napi yang tampak sedang membawa loyang kue beserta kue-kue yang baru masak dan membeli kue itu. Satu kue harganya Rp. 4000, penulis pun tidak lupa menawarkan kepada Sri dan Cika. Makan kue bersama, ternyata kue buatan napi itu enak.Penulis teringat dengan hasil wawancaranya dengan Ibu Marlia, yang mengatakan kalau kue buatan para napi yang ada di lapas itu tidak kalah enaknya dengan kue buatan Hot Buns 15. Kue habis, dan wawancara pun tak terasa sudah
15
Salah satu toko kue yang ada di Medan
33 Universitas Sumatera Utara
cukup. Penulis pun permisi pulang dan mengucapkan banyak terimakasih kepada Sri dan Cika. Tidak lupa penulis dan teman-teman juga permisi pulang kepada pegawai-pegawai serta dengan narapidana yang ada di lapas itu. Lalu penulis dan teman-teman pun pamit ke ruangan Ibu Risma dan dengan pegawai-pegawai lain yang berada diruangan itu. Lalu penulis pun melanjutkan ke bagian umum untuk meminta surat balasan dari lapas itu bahwa si penulis memang benar melakukan penelitian disitu. Sesampainya di bagian umum, penulis meminta surat balasan dengan Ibu Risma. Tampak dimeja Ibu Risma, beliau sedang sibuk membungkus buah (parcel).Saat penulis meminta surat balasan itu, penulis disuruh untuk datang lain waktu karena surat balasan belum selesai. Lalu penulis dan teman-teman pun permisi pulang kepada pegawaipegawai yang ada di ruangan itu.Melepaskan badge, ambil hp dari loker, lalu keluar. Setelah lama tidak ke lapas karena penelitian sudah selesai, penulis datang kembali ke lapas untuk meminta surat balasan yang menerangkan bahwa penulis memang benar telah melakukan penelitian di lapas tersebut. Siang hari tepat pada saat lebaran, suasana di lapas begitu ramai dan antri untuk mengunjungi pihak keluarga yang ada di lapas. Pintu dibuka dan menyilahkan penulis untuk masuk bersama-sama dengan pihak keluarga yang akan berkunjung ke lapas. Lalu petugas bertanya maksud kedatangan penulis, dan penulis memberitahukan maksud kedatangannya, petugas memberitahukan bahwa pegawai yang mengurus di bagian surat tidak hadir pada hari itu, dan menyuruh penulis untuk datang lagi
34 Universitas Sumatera Utara
esok harinya. Menggumam di dalam hati karena kesal telah datang sia-sia padahal sudah melalui macet, dan panas teriknya matahari. Keesokan harinya, penulis pun datang pada pagi hari ke lapas. Keadaan di lapas tidak seramai ketika penulis datang semalam. Suasana masih sepi, penulis langsung dipersilahkan masuk dan disuruh menunggu. Petugas naik ke atas untuk melihat ke bagian umum, dan tidak berapa lama petugas pun turun dan memberitahukan bahwa pegawai yang mengurus surat balasan tersebut juga tidak hadir, dan menyuruh penulis untuk datang kembali keesokan harinya. Penulis membujuk petugas tersebut agar diberi ijin untuk menunggu sampai pegawai tersebut datang.Lalu petugas tersebut mempersilahkan penulis untuk naik ke atas dan menunggu di atas di bagian umum. Pegawai yang ada di kantor bagian umum tempat para pegawai bertugas masih terlihat sepi, ada yang baru datang, ada yang lagi sarapan pagi, ada yang membaca Koran da nada juga yang tampak sibuk menyelesaikan sesuatu. Tak lama kemudian tampak seorang pegawai yang bertugas di bagian umum tersebut. Bu Heni namanya, Ibu tersebut sempat lupa dengan penulis
lalu penulis
mengingatkan kembali dan memberitahukan maksud dan tujuannya. Lalu Bu Heni menyuruh penulis untuk menunggu karena surat balasan yang diminta oleh penulis belum selesai dikerjakan olehnya. Sejam, dua jam berlalu, penulis pun disuruh untuk masuk ke dalam ruangan Kalapas. Sempat terkejut, karena selama melakukan penelitian di lapas, penulis tidak pernah mengenal dan berjumpa dengan Kalapasnya, karena kesibukan Kalapas yang menghadiri rapat kesana kemari. Setibanya di ruangan Kalapas, jantung penulis berdetak begitu kencang, 35 Universitas Sumatera Utara
karena tidak siap untuk bertemu dengan Kalapas. Dipersilahkan masuk, dan duduk oleh Kalapas, lalu berjabat tangan saling memperkenalkan diri.Kalapas yang bernama Ibu Marselina Budiningsih, berbadan tinggi, rambut pendek, dan cantik.Ibu Marselina memulai percakapan kepada penulis sambil sesekali bercanda dengan penulis.Jantung penulis yang berdetak begitu kencang perlahan kembali
dengan
normal
karena
keramahan
yang
diberi
oleh
Ibu
Marselina.Ternyata para napi tidak salah bahwa memang benar kalau Ibu Marselina memang baik dan ramah.Ibu Marselina membaca judul yang diteliti oleh penulis di lapas tersebut. Lalu Ibu Marselina bertanya kembali kepada penulis mengenai apa saja yang sudah penulis dapatkan setelah meneliti di lapas tersebut. Setelah tanya jawab berlangsung, Ibu Marselina kembali menjelaskan sedikit tentang pemenuhan hak-hak reproduksi di lapas. “Pemenuhan hak-hak reproduksi tidak semuanya bisa dipenuhi di lapas ini, karena kita tahu kan kalau napi yang ada disini dihukum karena mereka melakukan kesalahan dan tidak bisa sebebas dengan orang yang diluar sana. Mungkin kamu sudah mendapatkan hasilnya pada saat kamu melakukan penelitian disini”. Ibu Marselina (49 tahun) Setelah berbincang-bincang dengan Ibu Marselina, Ibu Marselina meminta jika pada akhirnya skripsi telah selesai dibuat oleh penulis, Ibu Marselina meminta 1 skripsi untuk dijadikan pertinggal di lapas. Lalu menyuruh penulis untuk menandatangani surat perjanjian yang berisi janji bahwasanya nanti jika penulis telah selesai menulis skripsi, penulis akan memberikan skripsi sesuai dengan yang tertulis di surat perjanjian tersebut. Lalu Ibu Marselina pamit kepada penulis karena Ibu Marselina akan segera pergi untuk menghadiri rapat di luar. 36 Universitas Sumatera Utara
Tak lupa penulis juga pamit untuk pergi, sambil berjabat tangan lalu mengucapkan terima kasih. Dari hasil wawancara yang penulis lakukan dengan informan, bahwa 12 hak-hak reproduksi yang disetujui oleh pemerintah Indonesia, tidak sepenuhnya diterima oleh para narapidana yang ada di Lembaga Pemasyarakatan Wanita Kelas II Tanjung Gusta Medan. Namun para narapidana mengerti bahwa hak-hak reproduksi mereka tidak semuanya dipenuhi oleh pihak petugas karena status yang mereka sandang sebagai narapidana. Mereka tahu bahwa tidak mungkin hak yang mereka terima akan sama dengan hak yang diterima oleh yang bukan narapidana.
37 Universitas Sumatera Utara