1
BAB I PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG MASALAH Perkembangan zaman sekarang ini semakin pesat dengan adanya pembangunan yang semakin modern. Oleh sebab itu manusia dituntut agar lebih bijaksana. Menanggapi adanya perkembangan zaman saat ini maka pemerintah harus lebih serius terhadap penaganannya agar pembangunan tersebut dapat memberikan manfaat bagi kehidupan manusia di segala bidang. Pembangunan Indonesia bertujuan terbinanya manusia Indonesia seutuhnya. Manusia selalu berusaha memenuhi kebutuhan biologis, sosial, ekonomi, budaya, kesehatan yang pada kenyataannya merupakan hubungan dinamis satu dengan lainnya. Karenanya terjadi hubungan saling ketergantungan sangat akrab dan membentuk sistem yang kompak. Permasalahan
pembangunan
berwawasan
lingkungan
pun
dikumandangkan, dengan maksud agar pembangunan itu sendiri dilakukan dengan usaha jalinan kemitraan antara proses sampai hasil yang diharapkan dalam pembangunan itu sendiri. Berbagai peraturan perundangan pusat sampai kepada Peraturan Daerah diupayakan untuk mencapai kemitraan tersebut. Namun semuanya kembali pada masing-
2
masing orangnya bagaimana melaksanakan peraturan yang ada untuk mencapai hasil yang diharapkan. Mendukung uraian diatas, Kelestarian fungsi lingkungan hidup merupakan tanggung jawab setiap manusia. Menurut Leenen yang dikutip oleh Koesnadi Hardjasoemantri1, bahwa ancaman terhadap alam tidak dipertanggungjawabkan terhadap pihak lain, akan tetapi pada sikap manusia itu sendiri, baik sebagai pribadi secara mandiri maupun sebagai anggota masyarakat. Jadi dengan demikian, untuk melindungi dan meminta pertanggungjawaban atas sikap manusia diperlukan adanya aturan hukum yang mengatur mengenai lingkungan hidup. Seiring dengan berjalannya pembangunan, permasalahan yang muncul berkaitan dengan pencemaran lingkungan sebagai dampak dari adanya pembangunan itu sendiri. Salah satu masalah yang berkaitan dengan pencemaran lingkungan itu adalah menumpuknya sampah padat (solid), yang selanjutnya akan berhubungan dengan masalah kesehatan lingkungan. Sampah menjadi masalah umum yang pelik dan sangat mengkhawatirkan, baik bagi masyarakat yang ada di lingkungannya maupun bagi Pemerintah yang membawahi daerah tersebut. Hal ini juga dirasakan oleh Pemerintah Kabupaten Bantul.
1
Koesnadi Hardjasoemantri , 2005 , Hukum Tata Lingkungan ,Edisi Kedelapan , Cetakan Kedelapan belas , Gadjah Mada University Press , Yogyakarta , hlm 5 .
3
Bantul merupakan kota yang sudah memiliki kompleksitas, dengan kemajuan pembangunannya yang sangat pesat. Pembangunan baik sarana atau prasarana pemerintah maupun masyarakat telah dilakukan, yang tentunya memberikan dampak positif maupun dampak negatif, seperti kota-kota lain di Indonesia. Penanganan dan upaya pengelolaan sampah itu sendiri di kota Bantul tampak dengan jelas dilakukan oleh instansi yang dibentuk, yang berkaitan dengan penanganan lingkungan. Wujud kepedulian tampak jelas, salah satunya dengan diterimanya penghargaan Adipura tahun 1994. Namun demikian permasalahan sampah sampai saat ini masih menjadi permasalahan yang harus diberi perhatian khusus, dikarenakan produk yang satu ini tidak akan habis selama ada kehidupan. Menurut Peraturan Daerah Kabupaten Bantul Nomor 10 tahun 2000 tentang Ketertiban, Keindahan, Kesehatan Lingkungan dan Retribusi Pelayanan Persampahan/Kebersihan, dan tinjauan sampah menurut Rancangan Undang-undang Pengelolaan Sampah menyatakan bahwa yang disebut dengan sampah adalah semua jenis buangan/kotoran padat yang berasal dari kegiatan kehidupan masyarakat, termasuk puingpuing sisa bangunan, limbah rumah tangga, limbah pertanian, limbah industri, dan limbah lain yang sejenis. Berdasarkan latar belakang diatas maka judul yang akan kami ambil adalah tentang pengelolaan sampah padat di daerah Kabupaten Bantul, maka disini kami membatasi penelitian hanya pada wilayah
4
Kabupaten Bantul sebagai obyek. Hal ini dikarenakan secara umum wilayah pedesaan yang ada di Kabupaten Bantul masih bisa di tangani secara tradisional. Ini bisa dilakukan dengan cara mengumpulkan sampah di halaman yang kemudian dibakar atau ditimbun apabila sudah penuh. Karena sampah merupakan masalah yang tidak dapat diselesaikan oleh masyarakat dan sampah masih akan menjadi masalah besar di setiap daerah, apabila sampah tidak dikelola dengan baik maka dengan ini sampah merupakan masalah yang tidak dapat diselesaikan, karena pesatnya pembangunan dan sempitnya lahan penampungan. Berdasarkan permasalahan diatas kami tertarik untuk mengambil judul “PELAKSANAAN PENGELOLAAN SAMPAH PADAT DI KABUPATEN BANTUL”.
1. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah tersebut maka dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut: a.Bagaimanakah
Pelaksanaan
Pengelolaan
Sampah
Padat
di
Kabupaten Bantul? b. Hambatan–hambatan apa saja yang dihadapi oleh Pemerintah Kabupaten Bantul dalam menangani masalah sampah padat?
5
2. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian yang disampaikan dalam penelitian ini ada 2 (dua ) yaitu: a. Tujuan obyektif: 1) Untuk
mengetahui
pengelolaan
sampah
padat
oleh
Pemerintah Bantul memadai atau tidak memadai. 2) Untuk Mengetahui hambatan–hambatan dan penanganan masalah sampah padat oleh Pemerintah Kabupaten Bantul. b.
Tujuan Subyektif: 1) Agar memperoleh data yang akurat dan kongkret tentang masalah yang berhubungan sampah padat oleh Pemerintah Kabupaten Bantul dan instansi yang terkait. 2) Syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.
3. Manfaat Penelitian a.
Manfaat Akademis: Menambah pengetahuan serta wawasan di bidang ilmu hukum khususnya Hukum Administrasi Negara (HAN).
b.
Manfaat
Praktis:
Untuk
memberikan
masyarakat dan pemerintah supaya
pemikiran
bagi
lebih serius dalam
menangani sampah padat agar tidak semakin menumpuk dan menimbulkan berbagai penyakit.
6
BAB II TINJAUAN PERATURAN HUKUM YANG BERKAITAN DENGAN SAMPAH
A. Pengertian Sampah
Sampah secara umum dibedakan menjadi 2 (dua) jenis, yaitu sampah organik (biasa disebut sampah basah) dan sampah anorganik (sampah kering). Sampah basah adalah sampah yang berasal dari makhluk hidup seperti daun-daunan, sampah dapur, dan lain–lain. Sampah jenis ini dapat tergradasi (membusuk/hancur) secara alami.2 Menurut Juli Soemirat, sampah adalah segala sesuatu yang tidak lagi dikehendaki oleh yang punya dan bersifat padat. Sampah ini ada yang membusuk dan ada pula yang tidak membusuk. Sampah yang mudah membusuk terutama terdiri dari atas zat- zat organik seperti sisa sayuran, daging,daun dan lainnya. Sampah yang tidak mudah membusuk berupa plastik, karet, kertas logam maupun debu, bahan bangunan bekas dan lainnya. Kotoran manusia tidak termasuk kedalam definisi sampah ini, demikian pula dengan bangkai hewan yang besar.3
2
Nur Hidayati, 2005, Mengelola Sampah Mengelola Gaya Hidup, Artikel, Wahana Lingkungan Hidup Indonesia, Website :www.Walhi.com 3 Juli Soemirat Slamet, 2002, Kesehatan Lingkungan,Gadjah Mada Press, Yogyakarta,152.
7
Atas dasar definisi diatas, maka sampah dapat dibedakan atas dasar
sifat-sifat
biologis
dan
kimianya,
sehingga
akan
lebih
memudahkan dalam pengelolaannya, sebagai berikut4: 1. Sampah yang dapat membusuk, seperti sisa makanan, daun, sampah kebun dan sisa sampah lainnya. Sampah ini dalam pengelolaannya menghendaki
kecepatan baik pengumpulan maupun dalam
pembuangannya. Pembusukan sampah ini akan menghasilkan antara lain gas metan, gas H2s yang bersifat racun bagi tubuh. Selain beracun, gas H2s juga berbau busuk sehingga secara estetis tidak dapat, jadi penumpukan sampah yang membusuk
tidak dapat
dibenarkan. Di Negara yang sedang berkembang seperti Indonesia, sampah kebanyakan terdiri atas sampah jenis ini. Tetapi bagi lingkungan, sampah jenis ini relative kurang bahaya karena dapat terurai dengan sempurna menjadi zat-zat anorganik yang yang berguna bagi fotosintesa tumbuhan. Hanya saja orang harus mengangkut dan membuangnya di tempat yang aman, dengan kecepatan yang lebih daripada kecepatan membusuknya. 2. Sampah yang tidak dapat membusuk seperti kertas, plastik, karet, gelas, logam dan lainnya. Sampah jenis ini apabila memungkinkan sebaiknya didaur ulang sehingga dapat bermanfaat kembali baik melalui proses ataupun secara langsung. Apabila tidak dapat didaur 4
Ibid hlm. 153.
8
ulang, maka diperlukan proses seperti pembakaran, tetapi hasil ini masih memerlukan penanganan lebih lanjut. 3. Sampah yang berupa debu/abu. Sampah jenis ini biasanya berupa debu/abu hasil pembakaran, misalnya pembakaran bahan bakar kendaraan bermotor. Sampah ini tentunya tidak membusuk, tetapi dapat dimanfaatkan untuk mendatarkan tanah atau penimbunan selama tidak mengandung zat beracun, maka abu tersebut tidak terlalu berbahya bagi lingkungan dan masyarakat. Namun demikian ukuran debu atau abu yang relative kecil (< 10 mikron) dapat memasuki saluran pernafasan. 4. Sampah yang berbahaya bagi kesehatan, seperti sampah-sampah yang berasal dari kegiatan industri yang mengandung zat-zat kimia maupun zat fisis berbahaya. Sampah bahan berbahaya beracun (B3) adalah sampah yang karena jumlahnya, atau konsentrasinya atau karena
sifat
kimiawi,
fisika,
dan
mikrobiologinya
dapat
menyebabkan: a. Meningkatkan mortalitas dan morbiditas secara bermakna, atau menyebabkan penyakit yang tidak reversible ataupun sakit berat yang pulih atau reversible. b. Berpotensi menimbulkan bahaya di masa kini maupun masa yang akan datang terhadap kesehatan atau lingkungan apabila tidak diolah, ditransport, disimpan dan dibuang dengan baik.
9
Secara kualitas maupun kuantitas sampah sangat dipengaruhi oleh berbagai kegiatan dan taraf hidup masyarakat. Beberapa yang penting adalah sebagai berikut:5 1) Jumlah Penduduk Dapat dipahami bahwa semakin banyak penduduk semakin banyak pula sampah yang dihasilkan. Pengelolaan sampah tersebut berpacu dengan laju pertumbuhan penduduk. 2) Keadaan Sosial Ekonomi Semakin tingi keadaan sosial ekonomi masyarakat, semakin banyak pula jumlah perkapita sampah yang dibuang. Kualitas sampahnya juga semakin banyak dan bersifat tidak dapat membusuk. Perubahan kualitas sampah ini tergantung pada bahan yang tersedia, peraturan yang berlaku serta kesadaran masyarakat akan persoalan sampah. Kenaikan kesejahteraan hidup meningkatkan kegiatan konstruksi dan pembaharuan bangunan-bangunan, transportasi akan bertambah, produk pertanian, industri, dan lain sebagainnya. 3) Kemajuan Teknologi Kemajuan teknologi akan menambah jumlah maupun kualitas sampah, karena pemakaian bahan baku yang semakin beragam, cara pengepakan dan produk manufaktur yang semakin beragam pula. Lingkungan yang bersih, nyaman dan bebas dari sampah merupakan hal yang sangat penting bagi masyarakat karena dengan 5
Ibid hlm.154
10
lingkungan yang bersih, nyaman dan bebas dari sampah masyarakat akan terhindar dari suatu gangguan kesehatan. Disini Pemerintah memerlukan dukungan dari semua lapisan masyarakat, baik masyarakat desa maupun masyarakat kota. Eko Budiharjo menyebutkan bahwa meliputi pengelolaan sampah padat termasuk penangannanya dan pembuangannya.
Pencegahan
yang
diperlukan
untuk
menjamin
lingkungan umum bebas dari resiko terhadap kesehatan.6 Dalam
Undang–undang
tentang
ketentuan
pengelolaan
lingkungan hidup memiliki ciri sebagai berikut: a. Sederhana tetapi tidak dapat mencakup kemungkinan perkembangan di masa depan sesuai dengan keeadaan, waktu dan tempat. b. Mengandung
ketentuan–ketentuan
pokok
sebagai
dasar
pelaksanaanya lebih lanjut. c. Mencakup semua segi di bidang lingkungan hidup agar dapat menjadi dasar bagi pengaturan lebih lanjut segi masing–masing yang akan dituangkan dalam bentuk peraturan tersendiri.7 Undang–undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup yang
disingkat UUPLH, Pasal 1 butir 1
menyebutkan bahwa lingkungan hidup adalah kesatuan ruang dengan semua benda, daya keadaan dan makhluk hidup, termasuk manusia dan 6
Eko Budiharjo, 2004, Sejumlah Masalah Pemukiman Kota, Edisi Pertama, Cetakan
keempat ,P.T.Alumni, Jakarta hlm 66 . 7
Daud Silalahi, Hukum Lingkungan Dalam Sistem Penegakkan Hukum Lingkungan
Indonesia ,Alumni,1992, Bandung, hlm 241.
11
perilakunya yang mempengaruhi kelangsungan peri kehidupan dan kesejahteraan manusia serta makhluk hidup lainnya. Manusia disini jelas terungkap hanya menjadi satu unsur dari lingkungan hidup. Disisi lain manusia merupakan faktor utama dalam hal merusak, mencemari, serta menguras lingkungan. Pada kenyataannnya manusia sangat tergantung pada alam lingkungannya untuk melangsungkan hidupnya. Kenyataan sebaliknya bahwa makhluk hidup lain dapat hidup bergantung pada manusia (misalnya hewan dialam bebas dan tumbuhan). Jadi causa prima dari kerusakan lingkungan dapat di pastikan karena ulah atau aktivitas manusia untuk kelangsungan melestarikan lingkungan sendiri sangatlah perlu penanganan yang serius, sehubungan dengan kegiatan manusia yang menginginkan adanya kemajuan melalui pembangunan. Pembangunan lingkungan hidup bertujuan meningkatkan mutu, memanfaatkan sumber daya alam secara berkelanjutan, merehabilitasi kerusakan lingkungan, mengendalikan pencemaran dan meningkatkan kualitas hidup. Untuk mengatasi masalah ini sikap dan kelakuan masyarakat, termasuk para birokrat, haruslah di ubah menjadi Ramah Lingkungan. Ramah Lingkungan disini haruslah juga bersifat Pembangunan Ekonomi.
12
B. Pengelolaan Sampah Menurut Undang–Undang Nomor 23 Tahun 1997 1. Tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup (UUPLH) Sampah apabila dibiarkan atau tidak dikelola dapat menjadi ancaman yang serius bagi lingkungan dan kelangsungan hidup manusia. Sampah yang membusuk merupakan sarang bakteri, lalat, nyamuk, lipas, serangga dan lainnya. Selain itu timbunan sampah dapat menimbulkan bahaya kebakaran dan keracunan. Contoh– contoh di atas merupakan bentuk ancaman sampah yang tidak dikelola dengan baik oleh masyarakat. Menurut pasal 1 butir 16 UUPLH menyatakan bahwa limbah adalah sisa suatu usaha atau kegiatan. Dalam hal ini sampah merupakan salah satu sisa suatu usaha dan atau kegiatan dari rumah tangga. Di setiap desa yang ada di Bantul dalam menangani kebersihan atau keindahan di setiap kelurahannya bertolak pada Peraturan Daerah Kabupaten Bantul Nomor 10 tahun 2000 tentang Ketertiban, Keindahan, Kesehatan Lingkungan dan Retribusi Pelayanan
Persampahan/Kebersihan.
Namun
apabila
didalam
prakteknya masyarakat melanggar Peraturan Daerah Nomor 10 Tahun 2000, maka Pemerintah mengantisipasinya tertuang dalam Bab VII yang berisi tentang berbagai larangan terhadap masyarakat dan berbagai larangan terhadap masyarakat dan berbagai mengenai ketertiban, kebersihan, dan kesehatan lingkungan.
13
Menurut Pasal 1 butir 12 UUPLH, Pencemaran lingkungan hidup adalah masuknya atau dimasukkannya makhluk hidup, zat, energi dan atau komponen lainnya kedalam lingkungan hidup oleh kegiatan manusia sehingga kualitasnya turun sampai ke tingkat tertentu yang menyebabkan lingkungan hidup tidak dapat berfungsi sesuai dengan peruntukannya. Selanjutnya pada Pasal 1 butir 20 UUPLH menyebutkan bahwa dampak lingkungan hidup adalah pengaruh perubahan pada lingkungan hidup adalah pengaruh perubahan pada lingkungan yang diakibatkan oleh suatu usaha dan atau kegiatan, oleh karena itu pengelolaan sampah yang kurang baik dapat menimbulkan dampak negatif bagi lingkungan dampak negatif yang timbul akibat pengelolaan sampah yang buruk dapat menimbulkan pengaruh secara langsung
terhadap
lingkungan
hidup,
berupa
pencemaran
lingkungan. Lingkungan hidup seharusnya dikelola dengan baik agar dapat memberikan kehidupan dan kesejahteraan bagi manusia adapun tujuan pengelolaan lingkungan adalah sebagai berikut: a) Tercapainya keselarasan hubungan antara manusia dengan lingkungan
hidup
sebagai
tujuan
membangun
manusia
seutuhnya. b) Terkendalinya pemanfataan sumber daya secara bijaksana. c) Terwujudnya manusia sebagai pembina lingkungan hidup.
14
d) Terlaksananya pembangunan berwawasan lingkungan untuk generasi sekarang dan mendatang. e) Terlindunginya Negara terhadap dampak kegiatan luar wilayah Negara
yang
menyebabkan
kerusakan
dan
pencemaran
lingkungan. Kelestarian alam sangat dibutuhkan untuk menopang kebutuhan hidup manusia. Ironisnya, justru kerusakan alam dan penurunan daya dukung lingkungan sebagian besar berkibatkan oleh kekesadargiatan manusia dengan berbagai kegiatannya. Dengan demikian, terdapat berbagi kesenjangan pada manusia tentang dengan belum dimilikinya kesadaran dan
kepedulian. Untuk itu
maka kesenjangan tersebut harus segera diambil tindakan agar manusia memahami pentingnya mengelola lingkungan hidup melalui pendidikan, pelatihan, informasi, dan sebagainya. Terwujudnya manusia sebagai pengelola lingkungan hidup menjadi harapan kita semua agar kelestarian lingkungan dapat serasi dan seimbang sesuai dengan peruntukannya. Disinilah dibutuhkan peran semua pihak dan seluruh lapisan masyarakat agar berperan dan berpatisipasi untuk mengelola lingkungan hidup. Peran strategis untuk mengelola lingkungan hidup terutama pada pihak pemerintah yang memiliki kewenangan seperti eksplorasi sumber-sumber lain. Unsur penting bagi tercapainya pembangunan berwawasan lingkungan
adalah
terwujudnya
manusia
sebagai
Pembina
15
lingkungan hidup dimanapun berada. Pemerintah mempunyai peran yang sangat penting atau startegis yaitu mengeluarkan kebijakan dan mengawasinya. Mereka yang bergerak di sektor dunia usaha industri, jasa berperan langsung untuk mencemari atau tidak mencemari lingkungan hidup. Manusia yang bergerak di sektor pendidikan mempunyai peran penting untuk jangka panjang, karena akan membentuk manusia yang seutuhnya agar mempunyai wawasan dan kepedulian terhadap lingkungan hidup. Masyarakat umum juga mempunyai peran yang penting dimanapun berada untuk secara aktif menjaga dan melindungi lingkungan agar terhindar dari kerusakan. Dampak lingkungan,
dari
pada
pembangunan
umumnya
yang
tidak
mengakibatkan
berwawasan
lingkungan
dan
penurunan daya dukung lingkungan. Kondisi tersebut merupakan konstribusi dari pemerintah sebagai pengambil dan pengawas kebijakan serta dunia usaha sebagai pihak yang berperan langsung di sektor pembangunan. Akibat dari pembangunan yang tidak bertanggung jawab lingkungan akan rusak dan masyarakatlah yang akan menanggung dampaknya. Kegiatan
pembangunan
seharusnya
berkelanjutan
dan
mengacu pada kondisi alam dan pemanfaatannya berwawasan lingkungan. Adapun ciri-ciri pembangunan yang berwawasan lingkungan adalah:
16
1) Menjaga kelangsungan hidup manusia dengan cara melestarikan fungsi dan keampuan ekosistem yang mendukungnya, baik secara langsung maupun tidak langsung. 2) Memanfaatkan sumber daya alam secara optimal dala arti memanfaatkan sumber daya alam sebanyak alam dan teknologi pengelolaan mampu menghasilkannnya secara lestari. 3) Memberi kesempatan kepada sektor dan kegiatan lainnya di daerah untuk berkembang bersama-sama baik dalam kurun waktu berbeda secara berkelanjutan. 4) Meningkatakan
dan
melestarikan
kemampuan
dan
fungsi
ekosistem untuk memasok sumber daya alam, melindungi serta mendukung kehidupan secara terus-menerus. 5) Menggunakan prosedur dan tata cara yang memperhatikan kelestarian fungsi dan kemampuan ekosistem untuk mendukung kehidupan baik sekarang maupun yang akan datang. Dalam upaya
mendukung
tujuan
pembangunan
yang
berkelanjutan telah dilakukan upaya-upaya memasukkan unsur lingkungan dalam memperhitungkan kelayakan suatu pembangunan. Unsur-unsur lingkungan yang menjadi satu paket dengan kegiatan pembangunan yang bekelanjutan akan lebih menjamin kelestarian lingkungan hidup dan mempertahankan dan/atau memperbaiki daya dukung
lingkungannya.
Dengan
dimasukkannya
unsur-unsur
17
lingkungan menjadi satu paket dengan pembangunan berkelanjutan seharusnya sekaligus memperhitungkan kelayakan ekonominya. Dalam Bab II pada Pasal 3 butir 1 menyebutkan bahwa pengelolaan lingkungan hidup yang diselenggarakan dengan asas tanggung jawab negara, asas berkelanjutan, dan asas manfaat bertujuan untuk mewujudkan pembangunan berkelanjutan yang berwawasan lingkungan hidup dalam rangka pembangunan manusia Indonesia seutuhnya dan pembangunan masyarakat Indonesia seluruhnya yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa. Untuk menjamin pelestarian, setiap usaha dan atau kegiatan, dilarang melanggar baku mutu dan kriteria baku kerusakan lingkungan, maka dari itu Undang–undang Lingkungan Hidup memuat asas dan prinsip bagi pengelolaan lingkungan hidup sehingga berfungsi sebagai “payung” bagi penyusun peraturan perundang–undangan lainnya yang berkaitan dengan lingkungan hidup bagi dan bagi penyesuaian peraturan perundangan- undangan yang telah ada.8
8
SF Marbun, dkk, Dimensi–Dimensi Hukum Administrasi Negara, UII Press, Yogyakarta, November 2002, Hal.298.
18
Dalam Pasal 4 Undang–undang Nomor 23 Tahun 1997 disebutkan bahwa sasaran pengelolaan lingkungan hidup adalah: a. Tercapainya keselarasan, kelestarian dan keseimbangan antara manusia dan lingkungan hidup. b. Terwujudnya manusia Indonesia sebagai insan lingkungan hidup yang memiliki sikap dan melindungi dan membina lingkungan hidup. c. Terjadinya kepentingan, generasi masa kini dan generasi masa depan. d. Terciptanya kelestarian fungsi lingkungan hidup. e. Terkendalinya pemanfaataan sumber daya secara bijaksana. f. Terlindunginya Negara Kesatuan Republik Indonesia terhadap dampak usaha dan/atau kegiatan di luar wilayah negara yang menyebabkan pencemaran dan/atau perusakan lingkungan hidup. Menurut Undang-undang Nomor 4 Tahun 1982 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Pengelolaan Lingkungan hidup yang selanjutnya disingkat UULH, landasan hukum ganti kerugian apabila ada pencemaran atau perusakan lingkungan menurut UULH diatur dalam Pasal 20. Dalam pasal tersebut dinyatakan bahwa pelaku usaha yang merusak atau mencemarkan lingkungan hidup memikul tanggung jawab dengan membayar ganti rugi kepada penderita yang yang telah dilanggar haknya atas lingkungan hidup yang baik dan
19
sehat. Dengan digantikannya UULH dengan UUPLH maka Pasal 20 itu diakomodasikan ke dalam Pasal 34 tentang ganti kerugian. Untuk mengurangi tingkat pencemaran lingkungan maka pertama kali yang harus kita lakukan adalah efisiensi pengolahan bahan dalam setiap kegiatan pembangunan dan mengembangkan teknologi daur ulang dalam kegiatan–kegiatan tersebut, sehingga limbah yang akan terjadi semakin berkurang. Disamping itu akan dikembangkan juga pengaturan nilai ambang batas–batas limbah maksimal yang masih boleh dibuang kedalam lingkungan hidup yaitu tidak melebihi kemampuan lingkungan alam untuk mencerna limbah–limbah tersebut, hal ini akan tetap dan dilaksanakan secara kontinyu.9 Kerusakan dan pencemaran yang terjadi akibat ulah manusia secara pasti telah ditetapkan Allah SWT melalui firman-Nya dalam Al-quran Surah Ar-Rum ayat 41 yang berbunyi “Telah tampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebagian dari (akibat) perbuatan mereka,agar mereka kembali (kejalan yang benar)”. Disini disebutkan bahwa pencemaran dapat dicegah yaitu dengan
cara
dengan
diadakannya
pengendalian
pencemaran
lingkungan hidup. Program ini bertujuan untuk mengurangi 9
Hardjosumantri, Koesnadi,Hukum Tata Lingkungan ,ke -9, Edisi ke -5, hlm 73.
20
penurunan kualitas lingkungan hidup, seperti lingkungan perairan dan udara, sebagai akibat dari kegiatan manusia yang menimbulkan pencemaran. Pihak-pihak yang memberikan konstribusi mencemari lingkungan hidup seharusnya melakukan identifikasi sehingga pencemaran yang timbul bukan dalam bentuk perkiraan tetapi dalam bentuk data yang akurat.Untuk mendapatkan data yang akurat, dilakukan pengujian sesuai standar atau peraturan yang berlaku. Ini dilakukan untuk mengetahui hasil pengujian melanggar peraturan atau tidak, maka hasil pengujian tersebut diperbandingkan dengan peraturan yang ada. Apabila sudah diketahui terdapat pencemaran, maka harus dilakukan tindakan pengendalian agar tidak mempunyai dampak negatif terhadap lingkungan hidup. Pengendalian yang dilakukan pada dasarnya terdapat dua langkah. Langkah pertama yaitu dengan mengurangi sumber pencemaran dengan melakukan pengendalian yang diperlukan, sehingga dapat memperkecil jumlah pencemaran. Langkah kedua, yaitu dengan menggunakan peralatan keselamatan bagi operator yang berada di sekitar sumber pencemaran. Sampah yang menimbun dan tidak segera diangkut merupakan salah satu penyebab pencemaran lingkungan. Akibat dari pencemaran lingkungan selain merusak lingkungan sekitar, juga dapat menimbulkan penyakit bagi manusia. Sampah merupakan masalah bersama yang sampai saat ini tidak bisa diatasi dengan baik.
21
Oleh karena itu, perlu dicari upaya agar masyarakat dapat ikut berperan serta dalam menangani sampah. Dalam Pasal 9 butir ke 2 menyebutkan bahwa pengelolaan lingkungan hidup, dilaksanakan secara terpadu oleh instansi pemerintah sesuai dengan tugas dan tanggungjawab masing-masing, masyarakat,
serta
memperhatikan
pelaku
keterpaduan
pembangunan keterpaduan
yang
lain
dengan
perencanaan
dan
pelaksanaan kebijaksanaan pengelolaan lingkungan hidup. Namun disini disebutkan bahwa dalam rangka pengelolaan lingkungan hidup pemerintah berkewajiban, antara lain: a) Mewujudkan,
menumbuhkan,
mengembangkan,
dan
meningkatkan kesadaran dan tanggung jawab para pengambil keputusan dalam pengelolaan lingkungan hidup. b) Mewujudkan,
menumbuhkan,
mengembangkan
dan
meningkatkan kesadaran akan hak dan tanggung jawab masyarakat dalam pengelolaan lingkungan hidup. c) Mewujudkan,
menumbuhkan,
mengembangkan
dan
meningkatkan kemitraan antara masyarakat, dunia usaha dan pemerintah dalam upaya pelestarian daya dukung dan daya tamping lingkunga hidup. d) Mengembangkan dan menerapkan perangkat yang bersifat preventif, dan proaktif dalam upaya pencegahan penurunan daya dukung dan daya tamping lingkungan.
22
e) Memanfatkan dan mengembangkan teknologi yang akrab dengan lingkungan hidup. Wujud peran serta masyarakat telah diatur dalam Bab III UUPLH tentang Hak, Kewajiban dan Peran serta Masyarakat. Masyarakat sebagi produsen sampah mempunyai kewajibankewajiban untuk memelihara lingkungan, seperti yang telah diatur dalam Pasal 6 ayat (1) dan ayat (2) UUPLH sebagai berikut: 1. Setiap orang berkewajiban memelihara kelestarian fungsi lingkungan
hidup
serta
mencegah
dan
menanggulangi
pencemaran dan perusakkan lingkungan hidup. 2. Setiap orang yang melakukan usaha dan atau kegiatan berkewajiban memberikan informasi yang benar dan akurat mengenai pengelolaan lingkungan hidup. Pada penjelasan Pasal 6 ayat (1) UUPLH diterangkan bahwa kewajiban-kewajiban mengandung makna setiap orang turut berperan serta dalam upaya memelihara lingkungan hidup. Misalnya peran serta dalam mengembangkan budaya bersih lingkungan hidup, kegiatan penyuluhan dan bimbingan di bidang lingkungan hidup. Selanjutnya pada penjelasan Pasal 6 ayat (2) UUPLH diterangkan bahwa informasi yang benar dan akurat itu dimaksudkan untuk menilai ketaatan penanggung jawab usaha dan atau kegiatan terhadap ketentuan peraturan perundang-undangan.
23
Selain kewajiban-kewajiban diatas, masyarakat sebagai makhluk individu dan sosial yang dapat terkena dampak secara langsung akibat pengelolaan sampah yang kurang baik, juga mempunyai hak-hak atas lingkungan yang sehat dan baik. Hak-hak masyarakat UUPLH diatur dalam Pasal 5 ayat (1), ayat (2) dan ayat (3) sebagai berikut: 1. Setiap orang mempunyai hak yang sama atas lingkungan hidup yang baik dan sehat. 2. Setiap orang mempunyai hak atas informasi lingkungan hidup yang berkaitan dengan peran dalam pengelolaan lingkungan hidup. 3. Setiap orang mempunyai hak untuk berperan dalam rangka pengelolaan
lingkungan
hidup
sesuai
dengan
peraturan
perundang-undangan yang berlaku. Hak atas informasi lingkungan hidup merupakan suatu konskuensi logis dari hak berperan dan hak berperan dalam pengelolaan lingkungan hidup yang berlandaskan pada asas keterbukaan.
Hak
atas
informasi
lingkungan
hidup
akan
meningkatkan nilai dan efektivitas peran serta dalam pengelolaan lingkungan hidup, disamping akan membuka peluang bagi masyarakat untk mengaktualisasikan haknya atas lingkungan hidup yang baik dan sehat.
24
Informasi lingkungan hidup sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (2) UUPLH diatas dapat berupa data, keterangan, atau informasi lain yang berkenaan dengan pengelolaan lingkungan hidup yang menurut sifat dan tujuannya memang terbuka untuk masyarakat, seperti dokumen analisis mengenai dampak lingkungan hidup, laporan evaluasi hasil pemantauan lingkungan hidup, baik pemantauan penataan maupun perubahan kualitas lingkungan hidup, dan rencana tata ruang. Masyarakat, seperti yang telah diatur dalam Pasal 7 ayat (1) UUPLH mempunyai kesempatan yang sama dan seluas-luasnya untuk berperan dalam pengelolaan lingkungan hidup, agar berfungsi dengan
baik.
Pelaksanaan
peran
serta
masyarakat
dalam
pengelolaan lingkungan hidup diatur dalam Pasal 7 ayat (2) UUPLH. Selanjutnya dalam Bab IV tentang Wewenang Pengelolaan Lingkungan Hidup UUPLH menyebutkan bahwa wewenang pengelolaan lingkungan hidup ini menjadi tanggung jawab Negara. Menurut Pasal 8 ayat (1), Sumber daya alam yang dikuasai Negara digunakan sebesar-besarnya bagi kemakmuran rakyat, serta pengaturannya ditentukan oleh Pemerintah. Sebagai konskuensi dari penguasaan sumber daya alam yang sebesar-besarnya,
Pemerintah
bertanggung
jawab
terhadap
pengelolaan lingkungan hidup, agar dapat berfungsi dengan baik.
25
Salah satu wujud dari pengelolaan lingkungan hidup adalah dengan mengelola sampah. Wujud dari tanggung jawab pemerintah dalam mengelola sampah, misalnya dalam menyediakan dan mengoperasionalkan alat-alat pengangkut sampah, menyediakan bak-bak sampah, dan memilih Lokasi Pembuangan Akhir. Hal ini sesuai dengan ketentuan Pasal 8 ayat (2) UUPLH, yang mengatur tentang bentuk tanggung jawab pemerintah dalam pengelolaan lingkungan hidup, sebagai berikut: a) Mengatur dan mengembangkan kebijaksanaan dalam rangka pengelolaan lingkungan hidup. b) Mengatur penyediaan, peruntukan, penggunaan, pengelolaan lingkungan hidup, dan pemanfaatan kembali sumber daya alam, termasuk sumber daya genetika. c) Mengatur perbuatan hukum dan hubungan hukum antara orangdan/atau subjek hukum lainnya serta perbuatan hukum terhadap sumber daya alam dan sumber daya buatan, termasuk sumber daya genetika. d) Mengendalikan kegiatan yang mempunyai dampak sosial. e) Mengembangkan pendanaan bagi upaya pelestarian fungsi lingkungan hidup sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
26
Pengelolaan lingkungan hidup, dilaksanakan sesuai secara terpadu oleh instansi pemerintah sesuai dengan bidang tugas dan tanggung
jawab
masing-masing,
masyarakat,
serta
pelaku
pembangunan dengan memperhatikan keterpaduan perencanaan dan pelaksanaan kebijaksanaan nasional dengan pengelolaan lingkungan hidup. Hal ini sesuai dengan ketentuan pada Pasal 9 ayat (2) UUPLH.
Dengan
memperhatikan
pasal
diatas,
jelas
peran
masyarakat sangat dibutuhkan dalam pengelolaan lingkungan hidup. Dalam rangka pengelolaan lingkungan hidup, seperti yang diatur dalam Pasal 10 UUPLH, Pemerintah mempunyai kewajiban sebagai berikut: 1) mewujudkan,
menumbuhkan,
mengembangkan
dan
meningkatkan kesadaran dan tanggung jawab para pengambil keputusan dalam pengelolaan lingkungan hidup. 2) mewujudkan,
menumbuhkan,
mengembangkan
dan
meningkatkan kesadaran akan hak dan tanggung jawab masyarakat dalam pengelolaan lingkungan hidup. 3) mewujudkan,
menumbuhkan,
mengembangkan
dan
meningkatkan kemitraan antara masyarakat, dunia usaha dan Pemerintah dalam upaya pelestarian daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup.
27
4) mengembangkan
dan
menerapkan
kebijaksanaan
nasional
pengelolaan lingkungan hidup yang menjamin terpeliharanya daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup. 5) mengembangkan dan menerapkan perangkat yang bersifat preemtif, preventif, dan proaktif dalam upaya pencegahan penurunan daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup. 6) memanfaatkan dan mengembangkan teknologi yang akrab lingkungan hidup. 7) menyelenggarakan penelitian dan pengembangan di bidang lingkungan hidup. 8) menyediakan
informasi
lingkungan
hidup
dan
menyebarluaskannya kepada masyarakat. 9) memberikan penghargaan kepada orang atau lembaga yang berjasa dibidang lingkungan hidup. Selanjutnya dalam Pasal 12 ayat (1) diatur, bahwa untuk mewujudkan keterpaduan dan keserasian pelaksanaan kebijaksanaan nasional
tentang
Pengelolaan
lingkungan
hidup,
pemerintah
berdasarkan peraturan perundang-undangan dapat: a. Melimpahkan wewenang tertentu pengelolaan lingkungan hidup kepada perangkat di wilayah. Pada penjelasan ketentuan ini diterangkan bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia kaya akan keanekaragaman potensi sumber daya alam hayati dan non hayati, karakteristik kebhinekaan budaya masyarakat dan aspirasi
28
dapat menjadi modal utama pembangunan nasional. Untuk itu guna mencapai keterpaduan dan kesatuan pola pikir, dan gerak langkah yang menjamin terwujudnya pengelolaan lingkungan hidup secara berdaya guna dan berhasil guna yang berlandaskan Wawasan Nusantara, maka Pemerintah Pusat dapat menetapkan wewenang tertentu dengan kondisi daerah baik potensi alam maupun kemampuan daerah, kepada perangkat instansi pusat yang ada di daerah dalam rangka pelaksanaan asas dekonsentrasi. b. Mengikutsertakan peran Pemerintah Daerah untuk membantu Pemerintah Pusat dalam pelaksanaan pengelolaan lingkungan hidup di daerah. Pemerntah pusat atau Pemerintah Daerah Propinsi
dapat
menugaskan
kepada
Pemerintah
Daerah
Kabupaten untuk berperan dalam pelaksanaan kebijaksanaan pengelolaan lingkungan hidup sebagai tugas pembantuan. Melalui tugas pembantuan ini maka wewenang, pembiayaan, peralatan dan tanggung jawab tetap berada pada pemerintah yang menugaskannya. Peraturan Daerah Kabupaten Bantul Nomor 10 Tahun 2000 tentang Ketertiban, Keindahan, Kesehatan Lingkungan dan Retribusi Pelayanan Persampahan/Kebersihan menyebutkan bahwa peran serta masyarakat dalam mengelola persampahan cukup besar hal ini dapat dilihat pada kegiatan-kegiatan sebagai berikut:
29
1)
Kegiatan pengelolaan sampah mandiri
2)
Kegiatan pewadahan dan pengumpulan
3)
Penyediaan sarana kebersihan
4)
Gerakan kebersihan lingkungan
5)
Aktif membyar retribusi
6)
Pengawasan dan monitoring
7)
Sebagai penyedia jasa layanan sampah
8)
Melapor dan mencegah terjadinya pembuangan sampah liar Akan tetapi mengenai tempat pengumpulan, penumpukan dan
kebersihan: jalan, sungai dan saluran, tempat-tempat umum masyarakat belum terlihat menanganinya secara baik10. Pelaku pembangunan juga turut serta berperan serta dalam pengelolaan lingkungan hidup, sesuai dengan ketentuan Pasal 9 ayat (2) seperti yang telah disebutkan diatas. Tidak ditemukan penjelasan lebih lanjut mengenai siapakah yang dimaksud dengan pelaku pembangunan tersebut namun pada penjelasan Pasal 10 huruf c disebutkan mengenai para pelaku pengelolaan lingkungan hidup yaitu pemerintah, dunia usaha, dan masyarakat termasuk antara lain lembaga swadaya masyarakat dan organisasi profesi keilmuan dari penjelasan tersebut dapat disimpulkan bahwa pelaku pembangunan adalah Dunia usaha. 10
Dokumen Dinas Pekerjaan Umum Tentang Satuan Kerja Pengembangan Kinerja Pengelolaan Persampahan dan Drainase DIY.
30
Untuk mencapai hal tersebut, asumsi “membuang” dalam pengelolaan sampah yang harus diganti dengan tiga prinsip–prinsip baru sebagai berikut : Pertama, Sampah yang dibuang harus dipilah, sehingga tiap bagian dapat dikomposkan atau didaur-ulang secara optimal, daripada dibuang ke sistem pembuangan yang tercampur seperti yang ada saat ini. Kedua, pemerintah Kabupaten Bantul harus mau mendesak industri-industri yang memasarkan produknya ke wilayah Kabupaten Bantul agar mendesain ulang produk-produk berdasarkan prinsip reduce, reuse, recyle serta mensosialisasikan kepada konsumennya prinsip memilah sampah untuk memudahkan proses daur-ulang produk tersebut. Prinsip ini berlaku untuk semua jenis dan alur sampah. Pembuangan sampah yang tercampur merusak dan mengurangi
nilai
dari
material
yang
mungkin
masih
bisa
dimanfaatkan lagi. Ketiga, program pengelolaan sampah di Kabupaten Bantul harus disesuaikan dengan kondisi setempat agar berhasil, dan tidak mungkin dibuat sama dengan kota lainnya. Program pengelolaan sampah seharusnya tidak begitu saja mengikuti pola program yang telah berhasil dilakukan di negara-negara maju, mengingat perbedaan kondisi-kondisi fisik, ekonomi, hukum dan budaya. Khususnya sektor informal di Kabupaten Bantul khususnya tukang sampah atau
31
pemulung merupakan suatu komponen penting dalam sistem penanganan sampah yang ada saat ini, dan peningkatan kinerja mereka harus menjadi komponen utama dalam sistem penanganan sampah. Berkaitan dengan sampah berbahaya (B3) dibutuhkan penanganan khusus. Pemilahan sampah di sumber merupakan hal yang paling tepat dilakukan agar potensi penularan penyakit dan berbahaya dari sampah yang umum. Sampah yang secara potensial menularkan penyakit memerlukan penanganan dan pembuangan, dan beberapa teknologi non-insinerator mampu mendisinfeksi sampah medis ini. Teknologi-teknologi ini biasanya lebih murah secara teknis, tidak rumit, dan rendah pencemarannya bila dibandingkan dengan insenator. Selanjutnya diatur dalam Pasal 15 ayat (1) UUPLH, bahwa setiap rencana usaha dan/atau kegiatan yang kemungkinan dapat menimbulkan dampak besar dan penting terhadap lingkungan hidup, wajib memiliki analisis mengenai dampak lingkungan hidup. Pada Pasal 1 butir 21 UUPLH diatur, bahwa yang dimaksud dengan AMDAL adalah analisi mengenai dampak lingkungan hidup yaitu kajian mengenai dampak besar dan penting suatu usaha dan/atau kegiatan yang direncanakan pada lingkungan hidup yang diperlukan
bagi
proses
pengambilan
keputusan
tentang
penyelenggaraan usaha dan/atau kegiatan. Penjelasan Pasal 15 ayat
32
(1) UUPLH menyebutkan bahwa analisis mengenai dampak lingkungan disatu sisi merupakan bagian studi kelayakan untuk melaksanakan suatu rencana usaha dan/atau kegiatan, di sisi lain merupakan syarat yang harus dipenuhi untuk mendapatkan izin melakukan usaha dan/atau kegiatan. Dalam setiap usaha atau kegiatan yang menimbulkan dampak besar dan penting terhadap lingkungan hidup wajib memeliki analisis mengenai dampak lingkungan hidup untuk memperoleh izin melakukan suatu usaha dan atau kegiatan. Dalam hal ini undangundang tidak membedakan antara instansi pemerinth, orang perorang atau masyarakat. Maka setiap kegiatan harus dengan syarat analisis dampak
lingkungan
(AMDAL)
yang
diatur
oleh
Peraturan
pemerintah Pasal (7) ayat 1 Nomor 27 Tahun 1999 tentang AMDAL: "Analisis mengenai dampak lingkungan hidup merupakan syarat yang harus dipenuhi untuk mendapatkan izin melakukan usaha dan/atau kegiatan yang diterbitkan oleh penjabat yang berwenang”. Pasal ini diharapkan menjadi perhatian bagi setiap usaha yang ingin mengajukan permohonan izin dan dapat mengawasi setiap jenis kegiatan yang dilakukan sehingga tidak menimbulkan kerugian bagi lingkungan dan masyarakat. Dalam menerbitkan izin melakukan usaha dan atau kegiatan wajib memperhatikan: a) Rencana tata ruang b) Pendapat masyarakat
33
c) Pertimbangan dan rekomendasi penjabat yang berwenang, yang berkaitan dengan usaha dan atau kegiatan tersebut. Tanpa suatu keputusan izin, setiap orang dilarang melakukan pembuangan limbah ke media lingkungan hidup. Hal ini sesuai dengan ketentuan pada Pasal 20 ayat (1) UUPLH yang menyebutkan bahwa tanpa suatu keputusan izin, setiap orang dilarang melakukan pembuangan limbah ke media lingkungan hidup. Menurut ketentuan Pasal 1 butir 16 UUPLH, limbah adalah sisa suatu usaha atau kegiatan. Pembuangan limbah ke media lingkungan hidup sebagaimana dimaksudkan di atas hanya dapat dilakukan di lokasi pembuangan yang ditetapkan oleh Menteri. Hal ini sesuai dengan ketentuan pada Pasal 20 ayat (4) UUPLH. Kemudian pada penjelasan Pasal 20 ayat (4) UUPLH diterangkan, bahwa suatu usaha dan/atau kegiatan akan menghasilkan limbah. Pada umumnya limbah tersebut harus diolah terlebih dahulu sebelum dibuang ke media lingkungan hidup sehingga tidak menimbulkan pencemaran atau perusakan lingkungan hidup. Pembuangan (dumping) adalah pembuangan limbah sebagai residu suatu usaha dan/atau kegiatan dan/atau bahan lain yang tidak terpakai atau kadaluwarsa kedalam media lingkungan hidup, baik tanah, air, maupun udara. Pembuangan limbah dan/atau bahan tersebut ke media lingkungan hidup akan menimbulkan dampak terhadap ekosistem. Pembuangan limbah ke media lingkungan hidup
34
merupakan hal yang dilarang, kecuali ke media lingkungan hidup tertentu yang telah ditetapkan oleh pemerintah. Permohonan pencabutan izin usaha dan/atau kegiatan dapat diajukan oleh Kepala Daerah setempat dan pihak lain yang berkepentingan. Hal ini sesuai dengan ketentuan pada Pasal 27 ayat (2) menyebutkan bahwa Kepala Daerah mengajukan usul untuk mencabut izin dan /atau kegiatan kepada penjabat yang berwenang. Menurut ketentuan Pasal 27 ayat (3) juga menyebutkan, bahwa Pihak yang berkepentingan dapat mengajukan permohonan kepada penjabat yang berwenang untuk mencabut izin usaha dan atau/ kegiatan karena merugikan kepentingannya. Apabila ada warga masyarakat yang terganggu kesehatannya dengan adanya pencemaran dan/atau perusakan lingkungan hidup sebagai akibat pembuangan (dumping) yang dilakukan oleh suatu usaha dan/atau kegiatan, masyarakat berhak mengajukan gugatan perwakilan ke pengadilan dan/atau melaporkan ke penegak hukum mengenai berbagai masalah lingkungan hidup yang merugikan kehidupan masyarakat. Hal ini sesuai dengan ketentuan Pasal 37 ayat (1) UUPLH, kemudian pada penjelasan ayat ini diterangkan bahwa yang dimaksudkan hak mengajukan gugatan perwakilan pada ayat ini adalah sekelompok kecil masayarakat untuk bertindak mewakili masyarakat dalam jumlah besar yang dirugikan atas dasar kesamaan
35
permasalahan, fakta hukum, dan tuntutan yang ditimbulkan karena pencemaran dan/atau perusakan lingkungan hidup. C. Pengelolaan Sampah menurut Undang-undang Nomor 18 Tahun 2008 Tentang Pengelolaan Sampah. Beberapa pengelolaan sampah yang telah dilaksanakan antara lain adalah: 1. Teknologi Komposting Pengomposan adalah salah satu cara pengolahan sampah, merupakan proses dekomposisi dan stabilisasi bahan secara biologis dengan produk akhir yang cukup stabil untuk digunakan di lahan pertanian tanpa pengaruh yang merugikan (Haug, 1980). Penelitian yang dilakukan oleh Wahyu (2008) menemukan bahwa pengomposan dengan menggunakan metode yang lebih modern (aerasi) mampu menghasilkan kompos yang memiliki butiran lebih halus, kandungan C, N, P, K lebih tinggi dan pH, C/N rasio, dan kandungan Colform yang lebih rendah dibandingkan dengan pengomposan secara konvensional. 2. Pengelolaan sampah mandiri
Pengelolaan sampah mandiri adalah pengelolaan sampah yang dilakukan oleh masyarakat di lokasi sumber sampah seperti di rumahrumah tangga. Masyarakat perdesaan yang umumnya memiliki ruang pekarangan lebih luas memiliki peluang yang cukup besar untuk melakukan pengolahan sampah secara mandiri. Model pengelolaan
36
sampah mandiri akan memberikan manfaat lebih baik terhadap lingkungan serta dapat mengurangi beban TPA. 3 . Pengelolaan sampah berbasis masyarakat 1) Berbagai masalah yang dihadapi masyarakat dalam pengelolaan sampah pemukiman kota yaitu: masalah pengadaan lahan untuk lokasi devo, terbatasnya peralatan teknologi dan perawatannnya, terbatasnya dana untuk perekrutan tenaga kerja baru yang memadai, produksi kompos yang masih rendah, sulit dan terbatasnya pemasaran kompos sehingga secara ekonomi pengelola cendrung mengalami defisit. 2) Model pengelolaan sampah pemukiman kota yang berbasis sosial kemasyarakatan dapat dilakukan secara adaptif dengan memperhatikan aspek karakteristik sosial dan budaya masyarakat, aspek ruang (lingkungan), volume, dan jenis sampah yang dihasilkan. Pola pengelolaan sampah berbasis masyarakat sebaiknya dilakukan secara sinergis (terpadu) dari berbagai elemen (Desa, pemerintah, LSM, pengusaha/swasta, sekolah, dan komponen lain yang terkait) dengan menjadikan komunitas lokal sebagai objek dan subjek pembangunan, khususnya dalam pengelolaan sampah untuk menciptakan lingkungan bersih, aman, sehat, asri, dan lestari
37
STRUKTUR ORGANISASI TPA SAMPAH PIYUNGAN KABUPATEN BANTUL KEPALA UNIT Muh.Zainudin ST.MT.
KEPALA ADMIN UMUM Sunarto S.H.
KEPALA SEKSI OPERASIONAL Soeroto
KEPALA SEKSI PEMELIHARAAN Sumito
KEPALA SEKSI PERENCANAAN Sudaryono ST.
STAF ADMIN UMUM Sudarmanto SE. Ibnu Zulkarnanto.S.Psi.
STAF OPERASIONAL Sugiyanto SE
STAF PEMELIHARAAN Tohari
STAF PERENCANAAN Ariyanto Wibowo S.H.
PETUGAS OPERASIONAL 1. Rustamto 2. Yulianto 3. Santoso 4.Widayatin Heri Purnomo 5.Yudha Nur yuswanto 6. Wahyu Sarjunadi 7. Tukijo 8. Kismadi Pengemudi Dalwanto Sugiran Operator Timbangan 1. Mujinar 2. Endi Fatoni Anwar 3. Beny Surya Aditya 4. Rohadi 5. Anang Christanto
Penjaga Samto Giyono Wukir
PETUGAS PEMELIHARAAN 1. Ponidi 2. Heru Purnama 3.Purwanta 4. Eko widodo 5.. Suprapriyadi
OPERATOR ALAT BERAT 1. Suryanto 2. Suwandi 3. Narjo 4. Suyono 5. Iksanudin
38
C. Pengelolaan Sampah menurut Peraturan Daerah Kabupaten Bantul Nomor 10 Tahun 2000 Tentang Ketertiban, Keindahan, Kesehatan Lingkungan dan Retribusi Pelayanan Persampahan/Kebersihan. Dengan
semakin
tingginya
pertambahan
penduduk
dan
meningkatnya aktivitas kehidupan masyarakat di Kabupaten Bantul, berakibat semakin banyak pula volume sampah yang dihasilkan yang jika tidak dikelola secara baik dan teratur bisa menimbulkan berbagai masalah, bukan saja bagi pemerintah Daerah tetapi juga bagi seluruh masyarakat. Penumpukan sampah dapat menyebabkan turunnya estetika lingkungan karena akan merusak Keindahan, yang pada akhirnya dapat menimbulkan keraturan perusakan lingkungan. Pasal 1 butir 10 Peraturan Daerah Kabupaten Bantul Nomor 10 Tahun 2000 tentang Ketertiban, Keindahan, Kesehatan Lingkungan dan Retribusi Pelayanan Persampahan/Kebersihan menyatakan bahwa sampah yang disebut sampah adalah semua jenis buangan/kotoran padat yang berasal dari kegiatan kehidupan masyarakat, termasuk puing-puing sisa bangunan, limbah rumah tangga, limbah pertanian, limbah industri dan limbah lain yang sejenis. Sumber pembawa/penghasil sampah didaerah Kabupaten Bantul menyangkut masalah pelayanan terhadap persampahan atau kebersihan sesuai Ketentuan Umum Peraturan Daerah Pasal 1 butir 5 menunjuk Dinas Pekerjaan Umum sebagai pengelola. Yang dimaksud dengan Dinas Pekerjaan Umum disini adalah unsur Pelaksana Pemerintah daerah di bidang Pekerjaan Umum.
39
Bab V Peraturan Daerah Nomor 10 Tahun 2000 tentang tempat Penampungan dan Pembuangan Sampah menurut Pasal 12 butir 3 mengatur dan menunjuk Lokasi Pembuangan Sampah Sementara. Lokasi Pembuangan Akhir dan Lokasi Pemusnahan sampah yang selanjutnya masing- masing disebut LPS, LPA, dan LP. Sampah yang ditimbulkan dari suatu lokasi timbunan sampah, membutuhkan suatu upaya penyingkiran untuk memperkecil peluang kontak yang ditimbulkan oleh sampah tersebut dengan produsen sampah, khususnya masyarakat. Sampah-sampah yang dibuang masyarakat seharusnya melalui prosedur yang benar dengan salah satunya adalah dengan disediakannya gerobak sampah dan truk sampah sebagai penyediaan Lokasi Pembuangan Sementara. Masalah sampah sebenarnya tidak melulu terkait dengan TPA, seperti yang terjadi selama ini karena sistem manajemen sampah merupakan sistem yang terkait dengan dengan banyak pihak mulai dari penghasil sampah (seperti rumah tangga, pasar, institusi, industri, dan lain-lain), pengelola (dan kontraktor), pembuat peraturan, sektor informal, maupun masyarakat yang terkena dampak pengelolaan sampah tersebut sehingga penyelesaiannya pun membutuhkan keterlibatan semua pihak terkait dan beragam pendekatan. Oleh karena itu menurut Pasal 13 butir 1 disebutkan bahwa pelaksanaan pembersihan dan pengelolaan sampah di daerah menjadi tanggung jawab Pemerintah Daerah dan masyarakat, seperti yang dimaksudkan di atas.
40
Tidak hanya sampah rumah tangga tetapi sampah yang berada di pasar pun harus melalui prosedur yang ada dan ini menjadi tanggung jawab semua pihak termasuk Pemerintah. Menurut Pasal 13 butir ke 2 Pengelolaan Sampah dalam pasar dan pengangkutannya ke tempat Lokasi Pembuangan Sementara menjadi tanggung jawab Dinas Pendapatan Daerah. Di daerah Kabupaten Bantul besarnya pemungutan retribusi sampah didasarkan kepada Peraturan Daerah Kabupaten Bantul Nomor 10 tahun 2000, pelaksanaan penarikan retribusinya dilaksanakan secara langsung dari pelanggan, melalui masing-masing RT/RW untuk selanjutnya disetorkan ke UPTD Kebersihan dan Pertamanan untuk daerah permukiman, tetapi untuk daerah komersial dan lainnya dengan cara langsung dibayarkan ke UPTD Kebersihan dan Pertamanan. Berikut ini adalah Struktur Organisasi Tempat Pembuangan Akhir Sampah Piyungan.
41
BAB III METODE PENELITIAN 1. Tipe penelitian Penelitian hukum ini merupakan gabungan penelitian hukum normatif dan penelitian hukum empiris adalah penelitian hukum yang menggunakan sumber data sekunder dan data primer yaitu data yang diperoleh melalui bahan–bahan kepustakaan serta hasil studi lapangan. 2. Bahan dan Data Penelitian Penelitian ini akan menggunakan data primer dan data sekunder dengan uraian sebagai berikut : a. Data sekunder merupakan bahan penelitian yang diambil dari studi kepustakaan yang terdiri dari bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum tersier. 1) Bahan Hukum Primer, merupakan bahan pustaka yang berisikan peraturan perundangan yang terdiri dari : a)
Undang-undang
Nomor
23
Tahun
1997
tentang
Pengelolaan Lingkungan. b)
Undang-undang Nomor 4 Tahun 1982 tentang Ketentuanketentuan Pokok Pengelolaan Hidup.
c)
Peraturan
Daerah
Nomor
10
Tahun
2000
tentang
Ketertiban, Keindahan, Kesehatan Lingkungan, dan tentang Retribusi Pelayanan Persampahan/Kebersihan.
42
d) Keputusan Bupati Bantul Nomor 158 Tahun 2001 tentang Tugas Pokok dan Fungsi Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Bantul. 2) Bahan Hukum Sekunder, yaitu bahan–bahan yang erat kaitannya dengan bahan hukum primer dan dapat membantu untuk memproses analisis yaitu : a)
Buku–buku ilmiah yang terkait
b)
Dokumen–dokumen yang terkait
c)
Makalah–makalah yang terkait
d)
Jurnal–jurnal dan literatur yang terkait.
3) Bahan Hukum Tersier, yaitu berupa bahan-bahan pelengkap atau tambahan seperti kamus-kamus yang terkait dengan permasalahan yang diteliti, yaitu Kamus Umum Bahasa Indonesia. b. Data primer merupakan bahan penelitian yang akan diambil dari studi lapangan. 1) Lokasi Penelitian Lokasi Penelitian adalah Lingkup Wilayah Kabupaten Bantul, sesuai
dengan
judul
yang
ditetapkan,
untuk
obyek
penelitiannya dipilih yaitu instansi pemerintah yang diwilayah Kabupaten Bantul.
43
2) Nara Sumber Penelitian Nara Sumber dalam penelitian meliputi : (1) Pemerintah Kabupaten Bantul (2) Kepala Dinas Pekerjaan Umum Bantul. (3) Instansi Lingkungan di Wilayah Kabupaten Bantul dalam hal ini Badan Pengendalian Dampak Lingkungan atau biasa disebut BAPEDAL. (4) Aparat pemerintah di Kecamatan Bantul yaitu Kepala Bagian Pemerintahan, Kepala Bagian Umum Aparat Pemerintah di Kecamatan Piyungan untuk Kelurahan Siitimulyo yaitu Kepala Dusun Banyakan. 3) Responden dalam penelitian Adalah
Instansi
yang
berkaitan
dengan
Pelaksanaan
Pengelolaan Sampah padat di Kabupaten Bantul. 3. Alat Pengumpulan Data Adapun data yang akan dikumpulkan oleh peneliti adalah dengan cara wawancara yaitu tanya jawab secara langsung kepada responden tentang hal-hal yang berhubungan dengan permasalahan yang diteliti baik yang terstruktur maupun yang tidak terstruktur. Wawancara terstruktur yaitu dengan mengadakan tanya jawab langsung dengan responden, jenisnya dengan menggunakan pedoman wawancara.
44
4. Teknik Analisis Data Di dalam melakukan analisis data, penulis menggunakan jenis analisis deskriptif-kualitatif. Deskriptif merupakan penelitian yang bertujuan untuk menguraikan dan menggambarkan data secara sistematis, faktual dan akurat terhadap suatu populasi atau daerah tertentu mengenai sifat–sifat, karakteristik atau faktor–faktor tertentu. Sedangkan kualitatif adalah jenis analisis data yang didasarkan pada kualitas dari data, yaitu data–data baik perpustakaan maupun lapangan yang paling berkaitan dengan perumusan masalah serta tujuan penelitian.
45
BAB IV PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Profil Kabupaten Bantul Jumlah penduduk Kabupaten Bantul terdiri atas 809.971 jiwa yang tersebar di 75 desa dan 17 kecamatan. Kabupaten Bantul terletak di Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta bagian Selatan yang merupakan salah satu kabupaten dari 5 kabupaten/kota di Wilayah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta dengan luas sekitar 50.658 Ha dan terletak antara 110°.12’34”- 110°.31’08” Bujur Timur dan 7°44‘04”-8°00’27” Lintang Selatan. Batas-batas wilayah Kabupaten Bantul adalah sebagai berikut: a. Sebelah Utara berbatasan dengan Kota Yogyakarta dan Kabupaten Sleman. b. Sebelah Timur berbatasan dengan Kabupaten GunungKidul. c. Sebelah Barat berbatsan dengan Kabupaten Kulonprogo. d. Sebelah Selatan berbatasan dengan Samudera Indonesia Disini Kabupaten Bantul mempunyai 17 kecamatan yang terdiri dari kecamatan: Srandakan, Sanden, Kretek, Pundong, Bambangplipuro, Pandak, Bantul, Jetis, Imogori, Dlingo, Pleret, Piyungan, Banguntapan, Sewon, Kasihan, Panjangan dan Sedayu. Sarana prasarana yang ada di wilayah Kabupaten Bantul, yang banyak memerlukan penanganan masalah sampah adalah berupa
46
perkantoran, sekolah, rumah sakit, dan sarana umum lainnya. Tempat inilah yang secara langsung penangananya dilakukan oleh Dinas Pekerjaan Umum. Selain itu banyak ditemukan tempat-tempat yang memasang semacam plakat, bertuliskan “Menerima Urug” tetapi pada kenyataannya masyarakat menyalahgunakan untuk membuang sampah padat hingga menggunung di beberapa tempat, sehingga dapat menimbulkan berbagai bentuk pencemaran. Sehingga peneliti akan mengupas tentang pelaksanaan pengelolaan sampah padat di Kabupaten Bantul. B. Tinjauan Lapangan tentang Persampahan/Kebersihan oleh Unit Pelaksana Tekhnis Dinas (UPTD) Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Bantul Sebagai akibat dari pertambahan jumlah penduduk yang pesat, berbagai prasarana di daerah dapat disediakan oleh pemerintah, masyarakat dan pihak swasta guna memenuhi berbagai kebutuhan masyarakat. Berbagai upaya telah dilakukan oleh pemerintah untuk mengantisipasi
keperluan
diatas,
diantaranya
melalui
kebijakan
pemerintah yang dituangkan ke dalam Program Pembangunan Prasarana Kota Terpadu (P3KT). Salah satu kegiatan yang dilaksanakan melalui program ini diwilayah YUPD (Yogyakarta Urban Development Project) adalah penyusunan Program Jangka Menengah (PJM). Pengelolaan sampah padat bertujuan untuk meningkatkan atau memperbaiki kualitas lingkungan hidup yang menurun karena pengelolaan sampah padat yang
47
tidak benar.11 Sampah merupakan masalah yang sangat komplek dan terus menerus ada sepanjang kehidupan, sehingga diperlukan kesadaran dan kebersamaannya dari semua unsur baik pemerintah maupun masyarakat dalam menanganinya. Landasan pengelolaan lingkungan dari kegiatan pengolahan sampah ini mengacu pada peraturan menganai lingkungan hidup yang telah ditetapkan oleh Pemerintah Republik Indonesia antara lain Undang-undang No.4 Tahun 1982 dan Peraturan Pemerintah No.51 Tahun 1993. Sebagaimana telah diamanatkan dalam Undang-undang No.23 tahun 1997 Pasal 9 ayat (2) bahwa pengelolaan hidup dilaksanakan secara tanggungjawab masing-masing, masyarakat, serta pelaku pembangunan lain dengan memperhatikan keterpaduan perencanaan dan pelaksanaan kebijakan pengelolaan lingkungan hidup.12 Berdasarkan hasil pengamatan dilapangan, peneliti menemukan banyak jenis sampah yang dibuang, maupun proses pengumpulannya hingga akhirnya smpai ke Lokasi Pembuangan Akhir untuk dimusnahkan. Sampah-sampah tersebut berupa daun basah maupun kering, plastik, kertas, dan kaleng. Disini juga menjelaskan tentang jumlah produksi sampah yang dihasilkan oleh per orang adalah rata-rata 2,5 liter per hari. Besarnya
timbulan
sampah
sesuai
dengan
ketentuan
pada
pengembangan spesifikasi tekhnis program bidang perkotaan TA 2005, untuk kota-kota besar lainnya ditetapkan3,25-3,75/per orang.
11 12
Dokumen AMDAL TPA Piyungan, Propinsi DIY, 2002, hlm.1 Dokumen AMDAL TPA Piyungan, Kabupaten Bantul, 2002,hlm 3.
48
ALUR KEGIATAN PENGELOLAAN PERSAMPAHAN
DARI SUMBER SAMPAH SAMPAI TPA PIYUNGAN
Sumber Sampah • •
RT/ RW Wilayah
Pengumpulan • • • • • •
Penyapu Pengumpulan Gerobak Angkut ke TPS sampah Tanggung Jawab Masyarakat
Pemindahan • • • •
TPS Transfer Depo Pemindahan Tanggung Jawab Pemda
49
Pengangkutan • • • •
Dump Truk Armoll Truck Tanggung Jawab Pemda Masyarakat
Pengolahan • Pemadatan • Pemilahan • Exavator • Tanggung Jawab Pemda
TPA Sampah Piyungan • • • •
Truck leader Bouldozer Exavator Santry landfill/Control landfill
50
Penjelasan Alur Kegiatan dari Sumber Sampah Padat Masyarakat hingga menuju Tempat Pembuangan Akhir Sampah Piyungan: 1. Pengumpulan/Pewadahan Sistem Pengumpulan sampah dari sumber sampah sampai ke Tempat Pembuangan Sampah Sementara (TPSS) dilaksanakan oleh masyarakat dan oleh institusi pengelola dengan cara sebagai berikut: a. Untuk daerah permukiman yang padat dan tidak teratur, masing-masing masyarakat membawa sampahnya ke Tempat Pembuangan Sampah Sementara (TPSS) yang disiapkan oleh institusi pengelola. b. Untuk daerah permukiman yang teratur, sampah dari rumah-rumah dikumpulkan di masing-masing rumah lalu diangkut dengan gerobak sampah ke Tempat Pembuangan Sampah Sementara (TPSS) yang disiapkan oleh institusi pengelola. c. Untuk rumah-rumah yang berlokasi di sepanjang jalan protokol dan tempat-tempat
komersial,
sampah
dari
rumah-rumah/bangunan-
bangunan komersial dikumpulkan dimasing-masing rumah lalu diangkut dengan truk sampah ke Tempat Pembuangan Akhir Sampah (TPA) yang disiapkan oleh institusi pengelola. d.
Untuk sampah pasar, sampah dari sumbernya (pedagang) dikumpulkan oleh petugas pasar lalu dibuang ke Tempat Pembuangan Sampah Sementara (TPSS) yang disiapkan oleh institusi pengelola dan berlokasi di daerah pasar.
51
Pada umumnya sarana pewadahan yang digunakan adalah sebagai berikut: a. Kantong plastik bekas, dengan kapasitas 3 - 5 liter digunakan didaerah permukiman b. Kantong plastik bekas, dengan kapasitas 30–50 liter digunakan didaerah perumahan dan perkantoran c. Tong plastik tidak permanen d. Tempat sampah permanen e. Bak sampah permanen Penampungan atau pewadahan sampah disediakan oleh masyarakat, kecuali tempat sampah permanen yang berlokasi di sepanjang jalan (trotoar), fasilitas umum disediakan oleh Bagian Kebersihan. Pengumpulan sampah dilakukan secara individu oleh masingmasing produsen sampah, maupun secara komunal yang diangkut oleh petugas
RT/RW
dengan
menggunakan
gerobaksampah
ketempat
pembuangan sampah sementara yang berupa container, atau berupa transfer depo, ada transfer depo permanen ada juga hanya sebagai tempat pertemuan antara gerobak sampah dengan truk sampah, setelah pemindahan sampah dari gerobak ke truk sampah selesai dilakukan, tempat tersebut digunakan untuk keperluan lainnya.
52
Sarana Pengangkutan untuk mengangkut sampah dari sumber sampah ketempat pembuangan sampah sementara (TPSS) adalah Gerobak.
Gambar 1.1 Gerobak Sampah Untuk menunjang program pemerintah di dalam pengelolaan persampahan bahwa sampah perlu direduksi dari sumbernya, maka disarankan untuk disosialisasikan kepada masyarakat untuk memilah-milah sampah dengan cara memisahkan antara sampah organik dan sampah non organik, serta B3 (Bahan Buangan Beracun). Oleh karena itu pihak institusi pengelola perlu menyiapkan sarana pengangkutan sampah yang sudah dipilah-pilah. Demikian pun dengan gerobak sampah, harus direncanakan sedemikian rupa agar sampah yang sudah sudah dipilah-pilah tidak tercampur lagi.
53
2. Pemindahan Untuk pemindahan sampah ke alat pengangkutan (alat angkut untuk mengangkat sampah dari Tempat Pembuangan Sampah Semantara ke Tempat Pembuangan Akhir sampah) dilaksanakan dengan cara sebagai berikut: a. Menggunakan Transfer Depo b. Container c. TPSS tetap (berupa bak terbuat dari pasangan batu) Untuk pemindahan sampah ke depan disarankan sebagai berikut: Menggunakan Transfer Depo atau Station transfer dengan berbagai tipe: a. Station Transfer tipe I : tempat pertemuan peralatan pengumpul (gerobak)
dengan peralatan pengangkutan dan dapat merupakan
tempat penyimpanan alat kebersihan, bengkel sederhana dan kantor wilayah/pengendali . Dengan luas lahan 200 m² b. Station Transfer tipe II : tempat pertemuan peralatan pengumpul (gerobak) atau peralatan pengangkutan dan hanya merupakan tempat parker gerobak-gerobak saja dengan luas lahan 50 m² c. Menggunakan Container : tempat pertemuan peralatan pengumpul (gerobak) dengan container besar (6 -10) m³, atau lokasi penempatan container komunal (1-10) m³. Dengan luas (2-10) m² d. TPSS tetap (berupa bak terbuat dari pasangan batu), tidak disarankan.
54
3. Pengangkutan sampah Sampah yang berada di Kabupaten Bantul berupa sampah padat bersal dari masyarakat, perkantoran, perbankan, sekolah, pasar, maupun rumah sakit. Cara lain pengumpulan sampah dilakukan oleh seseorang atau kumpulan orang yang digaji dari jasanya mengangkut sampah yang ada dimasyarakat menuju lokasi Pembuangan Sementara yang tempatnya berbentuk Armoll truck yang telah disediakan Pemerintah Kabupaten Bantul Pemerintah memberikan bantuan kepada suatu lingkungan masyarakat yang melaksankn cara ini untuk lebih memudahkan proses pelayanan
Persampahan
dan
Kebersihan.
Kenyataan
yang
ada
mengungkapkan banyak didapatkan anggota masyarakat. Yang kurang sadar akan bahaya sampah seperti menimbun sampah di tempat yang bukan semestinya, ada pula yang membuang sampah di dekat selokan pemukiman. Sistem pengangkutan yaitu dimulai dari Transfer Depo baik yang permanen maupun tidak permanen dan dari sumber sampah langsung (system door to door) menggunakan : Pick up, dump truck, dan arm roll truck, tetapi kondisi alat tersebut umumnya sudah sangat tua berumur lebih dari 7 tahun. Oleh karena itu disarankan peremajaan alat angkut tersebut.
55
Alat angkut yang disarankan diantaranya adalah sebagai berikut: a. Arm roll truck dengan container serta berkapasitas : 6m³, 8m³, dan 10m³. b. Dump truck dengan jaring pengaman/penutup sampah dengan kapasitas : 6m³, 8m³, dan 10m³. c. Compactor truck dengan kapasitas : 6m³, 8m³, dan 10m³. Pengangkutan sampah sumbernya dari perkantoran, sekolah, perbankan dan kantor Kecamatan Bantul yang berada di wilayah Kabupaten Bantul menju lokasi Pembuangan Akhir Piyungan sebagian besar dilakukan menggunakan kendaraan sampah milik pemerintah yang berjumlah sedikit dan hanya sebagian kecil sampah yang diangkut menggunakan kendaraan pribadi/swasta. Jumlah kendaraan yang dipakai untuk mengangkut sampah setiap harinya di Kabupaten Bantul dan berada di Dinas Pekerjaan Umum antara lain: Dump Truck 8 buah, Armoll truck 6 buah dan pick up 3 unit. Jumlah volume sampah setiap harinya mencapai 350-400 ton yang berasal dari Kota Yogyakarta, Sleman serta Kabupaten Bantul. Akan tetapi jumlah sampah yang berada diKabupaten Bantul 183m³ setiap harinya. Petugas yang menangani ada sekitar empat puluh lima orang dengan ketua regu tujuh orang. Masing-masing Ketua regu membawahi sejumlah petugas enam sampai tujuh orang. Petugas2 tersebut bekerja dari pagi dengan memulai jam kerja atau beraktivitas mulai 6 pagi. Petugas langsung mendatangi masing-masing Lokasi Pembuangan
56
Sementara tersebut yaitu di Pasar Bantul sebanyak dua Lokasi Pembuangan Sementara , di Palbapang,di Rumah Sakit Umum daerah Penambahan Senopati, di Daerah Bantul Timur, di depan Bank Rakyat Indonesia dan di Lapangan Trirenggo. Sampah yang diambil petugas tersebut adalah sampah padat non B3 ( bahan berbahaya dan beracun).
Gambar.1.2 Armoll Truck Penyediaan Lokasi Pembuangan sementara mutlak diperlukan untuk lebih memudahkan dalam pengumpulan sampah, sebagai bagian dari system pengelolaan dan pengangkutan/transportasi sampah, sebelum di bawa ke Lokasi Pembuangan Akhir. Menurut Pasal 13 Peraturan Daerah Kabupaten Bantul No.10 Tahun 2000, Pengelolaan pembersihan sampah menuju Lokasi Pembuangan sementara menjadi tanggung jawab Dinas Pendapatan Daerah sedangkan pembersihan, pengambilan dan pengangkutan sampah dari Lokasi Pembuangan Sementara ke Lokasi Pembuangan Akhir menjadi Tanggung Jawab Dinas Pekerjaan Umum.
57
MEKANISME PENGELOLAAN PERSAMPAHAN DI KABUPATEN BANTUL
BERDASARKAN UU NO 18 TAHUN 2008
Penjelasan Mekanisme Pengelolaan Persampahan
58
Penjelasan Mekanisme Pengelolaan Sampah di Kabupaten Bantul adalah sebagai berikut : a. Sampah dari sumber sampah ditampung pada pewadahan individu, setiap individu membuang sampah ke transfer depo tidak permanen, untuk selanjutnya diangkut oleh truk sampah ke lokasi tempat pembuangan akhir sampah (TPA). b. Sampah dari sumber sampah ditampung pada pewadahan individu, lalu dibuang oleh masing-masing penghasil sampah ketempat transfer depo permanen (yang berupa unit transfer depo permanen atau kontener), untuk selanjutnya diangkut oleh truk sampah kelokasi tempat pembuangan akhir sampah (TPA). c. Sampah dari sumber sampah ditampung pada pewadahan individu, lalu dibuang oleh perseorangan individual ke transfer depo tidak permanen, untuk selanjutnya diangkut oleh truk sampai kelokasi tempat pembuangan akhir (TPA). d. Sampah dari sumber sampah ditampung pada pewadahan individu, dan setiap sampah dibuang oleh setiap individu ke transfer depo tidak permanen(Container), untuk selanjutnya di angkut oleh truk sampah ke lokasi tempat pembuangan akhir sampah (TPA).
59
4. Pengolahan Sampah Sistem pengolahan Sampah disini dari sumbernya dibuang ke tempat pembuangan akhir (TPA) tidak melalui pengolahan terlebih dahulu, misalnya melalui proses pemadatan (balling). Proses pemadatan sampah di TPA ini biasanya dilakukan dalam kurun waktu 1 bulan sekali. Pengelolaan Sampah Padat di Kabupaten Bantul, menggunakan sistem Sanitary Renfill ( Pengurugan 3 hari)/Control landfill (Pengurugan tidak rutin) disini di jelaskan bahwa pelaksanaan ini biasanya dilakukan apabila sampah sudah mencapai ketebalan 3 meter baru dilakukan pengurugan. Pengurugan dilakukan oleh pihak ke 3 (tiga) jadi disini bukan semua tugas di TPA menjadi tugas atau tanggungjawab karyawan TPA.
Gambar. 1.3 Dump Truck
60
5. Pembuangan Akhir Disini baik sampah organik maupun anorganik, bahkan sampah B3 (bahan buangan beracun) proses pembuangannya melalui pemilihan sampah, harus dilakukan sejak dari sumbernya sekurang-kurangnya dipisahkan antara sampah organik dan anorganik dan lebih baik jika B3 pun diwadahi secara tersendiri. Hal ini perlu ditekankan mengigat bahwa pemilihan dalam jumlah yang akan merepotkan para petugas pengelola/pengolahan sampah. Pembuangan akhir sampah (TPA) yang berlokasi di wilayah piyungan, tepatnya di Desa Sitimulyo yang berjarak 15 km dari pusat Kabupaten Bantul kearah Timur. Tempat Pembuangan Akhir Sampah Piyungan ini sudah dikelola dengan baik oleh Pemerintah Kabupaten Bantul adapun masing-masing dari Kota Yogyakarta maupun Sleman juga mempunyai perwakilan dari kantor Dinas Kebersihan.
Gambar 1.4 Tempat Pembuangan Akhir Sampah Piyungan Sampah yang dihasilkan masyarakat semakin hari semakin bertambah karena banyaknya aktivitas yang dilakukan masyarakat serta banyaknya hasil buangan yang dihasilkan masyarakat juga. Di
61
Kabupaten Bantul pun juga semakin tahun jumlah sampah semakin banyak karena jumlah penduduknya juga semakin bertambah. C.
Lembaga
Pemerintah
Pengelola
Persampahan/Kebersihan
di
Kabupaten Bantul Sampah adalah semua jenis buangan/kotoran padat yang berasal dari kegiatan kehidupan masyarakat termasuk puing-puing sisa bangunan, limbah rumah tangga, limbah pertanian, limbah industri dan limbah yang lain yang sejenis13. Kabupaten Bantul merupakan bagian Daerah Istimewa Yogyakarta yang terletak di Selatan dan paling rendah daerahnya, sehingga merupakan daerah limpasan limbah daerah yang lebih tinggi. Untuk itulah disusun Peraturan Daerah tentang Persampahan dan Kebersihan. Persampahan di Kabupten Bantul dikelola oleh Unit Pelaksana Teknis Daerah Kebersihan dan Pertamanan (UPTD K&P) Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Bantul dengan dasar hukum Peraturan Daerah Kabupaten Bantul Nomor 53 Tahun 2000 tentang Pembentukan dan Organisasi Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Bantul dan Keputusan Bupati Bantul Nomor 158 Tahun 2001 tentang Tugas Pokok dan Fungsi Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Bantul. Unit Pelaksana Teknis Daerah Kebersihan dan Pertamanan mempunyai tugas merencanakan dan melaksanakan usaha kebersihan dan pertamanan yang meliputi penampungan, pengangkutan, pembuangan, dan 13
Peraturan Daerah Kabupaten Bantul Nomor 10Tahun 2000.
62
pemusnahan segala macam dan jenis sampah, mengelola lokasi pembuangan sampah akhir dan melaksanakan pengadaan taman, perawatan taman, memungut retribusi serta melaksankan tugas-tugas lain yang diberikan oleh Kepala Dinas sesuai dengan bidang tugasnya. UPTD K&P mempunyai visi dan misi serta tujuan dalam melaksanakan tugasnya sehingga perlu menentukan strategi dalam rangka pencapaian sasaran dengan masyarakat dalam pengelolaan kebersihan, peningkatan kesadaran masyarakat dalam menangani kebutuhan retribusi kebersihan dengan mencari pelanggan-pelanggan baru serta efisiensi penggunaan peralatan.14 Proses pengambilan sampah yang dibuang pada tempat sampah umum, rumah sakit, hotel, toko, dan pasar ke Lokasi Pembuangan Sementara menurut Bab VI Pasal 15 ayat (3) Peraturan Daerah Kabupaten Bantul Nomor 10 Tahun 2000 mengatur, bahwa pengambilan sampah dari tempat-tempat
umum
sampai
di
lokasi
pembuangan
sementara
dilaksanakan oleh petugas sampah di lingkungan yang bersangkutan. Pengambilan sampah dari pasar dilaksanakan oleh masing-masing penghasil sampah secara terkoordinir di bawah tanggungjawab Dinas Pendapatan Daerah. Hal ini telah diatur dalam Pasal 13 ayat (2) Peraturan Daerah Kabupaten Bantul Nomor 10 Tahun 2000. Sampah-sampah yang terkumpul di lokasi Pembuangan Sementara, selanjutnya akan diangkut ke lokasi Pembuangan Akhir. Proses 14
Keputusan Bupati Bantul Nomor 158 Tahun 2001, Website : www.bantul.go.id
63
pengangkutan sampah dari Lokasi Pembuangan Sampah Sementara ke Lokasi
Pembuangan
Akhir
sepenuhnya
menjadi
tanggungjawab
Pemerintah Daerah, dalam hal ini adalah Dinas Pekerjaan Umum. Hal ini sesuai dengan ketentuan pada Pasal 13 ayat 3 Peraturan Daerah Kabupaten Bantul Nomor 10 Tahun 2000
pada dasarnya, setiap orang dapat
memproleh pelayanan Ketertiban, Keindahan, Kesehatan Lingkungan dan kebersihan yang menjadi tugas dan kewajiban pemerintah. Hal ini sesuai dengan ketentuan Pasal 2 Peraturan Daerah Kabupaten Bantul Nomor 10 Tahun 2000. Masyarakat dapat dipungut retribusi oleh pemerintah daerah karena masyarakat telah mendaptkan pelyanan umum yang berkaitan dengan pengendalian kebersihan dengan menyediakan saran dan prasarana persampahan.Tetapi
diaturnya
retribusi
dalam
Peraturan
Daerah
Kabupaten Bantul Nomor 10 Tahun 2000 bukan dimaksudkan untuk membebani, tetapi semata-mata harus dipandang sebagai salah satu wujud sikap kepedulian, tanggungjawab dan peran serta masyarakat terhadap pengelolaan persampahan/kebersihan. Retribusi kepada setiap orang atau badan yang mendapatkan pelayanan persampahan/kebersihan. Hal ini sesuai dengan Ketentuan Pasal 10 Peraturan Daerah Kabupaten Bantul Nomor 10 Tahun 2000. Pada Pasal 1 butir 15 Peraturan Daerah Kabupaten Bantul Nomor 10 Tahun 2000 disebutkan bahwa retribusi persampahan/kebersihan yang selanjutnya
64
disingkat retribusi adalah pungutan daerah sebagai imbalan atas pelayanan persampahan/kebersihan yang diberikan oleh Pemerintah Daerah. Retribusi dipungutkan kepada setiap orang atau badan yang menghasilkan sampah yang memperoleh pelayanan persampahan/ kebersihan dari Pemerintah Daerah. Hal ini sesuai dengan ketentuan Pasal 27 Peraturan Daerah Kabupaten Bantul Nomor 10 Tahun 2000 Retribusi yang terutang dipungut di wilayah daerah, dalam hal ini adalah wilayah Kabupaten Bantul, hal ini sesuai dengan ketentuan pada Pasal 35 Peraturan Daerah Kabupaten Bantul Nomor 10 Tahun 2000, komponen biaya retribusi, menurut ketentuan Pasal 32 ayat 2 Peraturan Daerah Kabupaten Bantul Nomor 10 Tahun 2000 meliputi: 1. Biaya Pengumpulan sampah. 2. Biaya Pengangkutan sampah. 3. Biaya Penampungan sampah. 4. Biaya Pemusnahan sampah/pengolahan sampah. 5. Biaya Penyediaan lokasi tempat. 6. Biaya Operasional pemeliharaan. Selanjutnya pada Pasal 33 Peraturan Daerah Kabupaten Bantul Nomor 10 Tahun 2000 ditentukan tarif retribusi. Daftar retribusi (terlampir) penetapan berdasarkan SPTRD (Surat Penerbitan Tarif Retribusi Daerah) dengan menerbitkan SKRD (Surat Keputusan Retribusi Daerah) atau dokumen hal lain yang dipersamakannya. Hal ini sesuai dengan ketentuan Pasal 37 ayat (2) Peraturan Daerah Kabupaten Bantul
65
Nomor 10 Tahun 2000 dijelaskan bahwa yang dimaksud dengan dokumen lain yang dipersamakan antara lain adalah semua jenis surat yang berisi penetapan besarnya retribusi terutang. Setelah SKRD diterima oleh wajib retribusi, maka wajib retribusi dapat membayar retribusi terutangnya. Dengan kata lain, retribusi dipungut dengan menggunakan SKRD atau dokumen lain yang dipersamakan hal ini sesuai dengan ketentuan pada Pasal 38 Peraturan Daerah Kabupaten Bantul Nomor 10 Tahun 2000. Untuk retribusi persampahan yang di tentukan berdasarkan Peraturan Daerah Kabupaten Bantul Nomor 10 Tahun 2000 tentang ketertiban, keindahan, kesehatan lingkungan dan retribusi pelayanan persampahan dikelompokkan dalam 7 (tujuh) kelompok. Kelompok-kelompok tersebut tersebut yaitu : I.
Kelompok Pasar
II. Industri, Pabrik, dan Perusahaan III. Usaha dan Jasa IV. Perdagangan V. Faslitas Umum VI. Rumah Tangga VII. Lain-lain Setiap kelompok diatas masih di bagi-bagi lagi menjadi beberapa jenis pelayanan persampahan/kebersihan yang dilakukan oleh Dinas
66
Pekerjaan Umum Kabupaten Bantul diwilayah Kabupaten Bantul tidak semuanya
diberlakukan
bagi
jenis-jenis
yang
ada
berdasarkan
kelompoknya. Pengklasifikasian atau pembagian jenis-jenis kelompok diterapkan oleh Bupati langsung berikut pengklasifikasiannya : 1. Klasifikasi pasar diterapkan oleh Bupati 2. Kelompok II, III, IV, V diterapkan oleh Bupati berdasarkan lokasi, jenis, dan jumlah tenaga yang dipergunakan serta volume sampah. 3. Kelompok VI klasifikasi ditentukan oleh bupati berdasarkan perkiraan jenis kegiatan, keadaan sosial, dan volume sampah. 4. Kelompok VII klasifikasi ditentukan oleh bupati berdasarkan jenis jangkauan dari pool ke obyek. Pembayaran retribusi dilakukan tiap hari untuk kelompok (kelompok pasar), pembayaran retribusi dilakukan tiap kali izin diperbarui utuk kelompok VII (lain-lain), dan retribusi dilakukan tiap bulan, untuk kelompok IV (perdagangan), Kelompok V (fasilitas Umum), dan terakhir untuk kelompok VI (rumah tangga). Besarnya retribusi perkelompok masih dapat dibagi lagi menurut kelasnya. Setiap kelompok besarnya retribusi dapat dibagi ke dalam 4 (empat kelas), yaitu kelas I, kelas II, kelas III, dan kelas IV dengan besar tarif dimulai dari Rp 200,00 (dua ratus rupiah) sampai dengan Rp 160.000,00 (seratus enam puluh ribu rupiah). Untuk keterangan lebih lanjut dapat dilihat dalam lampiran.
67
D. Analisa Yuridis Tentang Ketertiban, Keindahan, Kesehatan Lingkungan Dan Retribusi Pelayanan Persampahan/Kebersihan Dalam penegakan hukum lingkungan telah diatur segala pelanggaran maupun kejahatan, bagi pelaku baik yang dilakukan perseorangan maupun badan dengan upaya pencegahan (preventif) maupun penindakannya (represif). Instrumen bagi penegakan hukum preventif adalah penyuluhan, pemantauan, dan penggunaan wewenang yang sifatnya pengawasan. Untuk tindakan represif ada beberapa jenis instrumen yang dapat diterapkan dan penerapannya tergantung dari keperluannya dengan melihat dampak yang ditimbulkan. Dengan demikian, penegakan hukum lingkungan hidup merupakan upaya untuk mencapai ketaatan terhadap peraturan dan persyaratan dalam ketentuan hukum yang berlaku secara umum dan individual, melalui pengawasan dan penerapan (atau ancaman) secara admistrasi, keperdataan, dan kepidanaan, untuk menghindari penindakan pidana secara berulang-ulang pelaku pencemaran dan/atau perusak sendirilah yang harus menghentikan keadaan itu15. Siti Sundari Rangkuti berpendapat, bahwa penegakan hukum lingkungan merupakan upaya untuk mencapai ketaatan terhadap peraturan dan persyaratan dalam ketentuan yang berlaku secara umum dan
15
Nanik Suparni, op cit, 1994. Hlm 160
68
individual, melalui pengawasan dan penerapan (ancaman) tindakan administratif, keperdataan, dan kepidanaan16. Tindakan administratif, keperdataan, dan kepidanaan sebagai suatu pengawasan dan ancaman dapat diuraikan secara rinci yaitu : 1.
Tindakan Administratif Tindakan dengan sanksi administratif dapat berupa : a. Penutupan Usaha b. Pencabutan izin c. Membayar Dwangsom d. Membayar uang denda Dalam UUPLH, mengenai sanksi administratif diatur dalam Pasal 25, Pasal 26 dan Pasal 27. 2. Tindakan Perdata Tindakan dengan Perdata dapat berupa : a. Pemulihan b. Membayar ganti rugi Dalam UUPLH, ketentuan mengenai sanksi perdata diatur dalam Pasal 34 sampai dengan Pasal 39 UUPLH.
16
Siti Sundari Rangkuti, Hukum Lingkungan Dan Kebijakan Lingkungan Nasional, Airlangga University Press, Surabaya, Hlm 190.
69
3. Tindakan Pidana Apabila telah ditempuh proses pidana, maka yang diperlukan adalah perencanaan dan terlaksananya investigasi yang detail dan akurat dalam hal : a. Pengambilan sampel b. Pembuatan foto c. Bantuan saksi ahli Mengenai sanksi pidana, dapat berupa ; a. Penjara b. Denda c. Penutupan perusahaan d. Membyar ganti rugi e. Perampasan keuntungan yang diperoleh Ketentuan mengenai sanksi pidana diatur dalam Pasal 41 sampai dengan Pasal 48 UUPLH. Dengan adanya berbagai macam sanksi tersebut diatas, diharapkan dapat menumbuhkan kesadaran hukum dimasyarakat. Membina kesadaran hukum adalah suatu tuntutan pembaharuan sosial yang ada pada saat ini, yaitu dalam rangka mendorong terwujudnya hukum nasional
maupun penerapan hukum. Oleh
karena itu dalam memupuk kesadaran hukum serta membina kesadaran hukum aparat penegak hukum mempunyai peranan yang amat besar. Hukum merupakan sarana penting untuk memelihara
70
ketertiban dan kedamaian, itulah tujuan dari ditegakannya hukum yang harus ditaati oleh semua warga masyarakat. Selain Undang-undang Nomor 23 Tahun 1997, Undangundang Nomor 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Persampahan juga menjelaskan tentang sanksi administratif, sanksi administratif ini dapat berupa : (1) Bupati/walikota dapat menerapkan sanksi administratif kepada pengelola sampah yang melanggar ketentuan persyaratan yang ditetapakan dalam perizinan. (2) Sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa : a. Paksaan pemerintah b. Uang paksa dan/atau c. Pencabutan izin. (3) Ketentuan lebih lanjut mengenai penerapan sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dilaksanakan sesuai dengan peraturan perundang-undangan Disini pemerintah dalam menangani sampah di Indonesia khususnya daerah perkotaan kurang serius ini dapat dilihat dari kehidupan sehari-hari contohnya saja banyaknya sampah yang berserakan dimana-mana terutama di jalan-jalan raya atau ditempattempat umum. Ini membuat pemandangan di sekitarnya tidak nyaman terutama para pejalan kaki maka dari itu masing-masing
71
Pemerintah tiap daerah pun akhirnya membuat Peraturan tentang Kebersihan daerah setempat, disini khususnya daerah Kabupaten Bantul
membuat
Peraturan
tentang
Ketertiban,
Keindahan,
Kesehatan Lingkungan dan Retribusi Pelayanan/Kebersihan yaitu dengann dibuatnya Peraturan Daerah Kabupaten Bantul Nomor 10 Tahun 2000, Pemerintah Kabupaten Bantul membuat Peraturan ini karena sudah banyaknya keluhan dari masyarakat tentang sampah yang berserakan dimana-mana khususnya tempat-tempat umum seperti sampah pasar. Di dalam Peraturan Daerah Kabupaten Bantul Nomor 10 Tahun 2000 disebutkan bahwa bagi siapa yang tidak mengikuti Ketentuan Peraturan Daerah Kabupaten Nomor 10 Tahun 2000 Pasal 40 butir 28 menyebutkan bahwa: (1)
Barang siapa melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud
pasal 2 sampai dengan 25 Peraturan Daerah ini diancam pidana paling lama 6 (enam) bulan atau denda paling banyak Rp. 5000.000,00 (lima juta rupiah). (2)
Wajib retribusi yang tidak melaksanakan kewajibannya
sehingga merugikan keuangan daerah diancam pidana kurungan paling lama 3 (tiga) bulan atau denda paling banyak 4 (empat) kali jumlah retribusi yang terhutang. (3)
Tindak pidana yang sebagaimana dimaksud ayat (1) dan
ayat (2) adalah pelanggaran.
72
Sanksi pidana tersebut dapat diberikan apabila masyarakat sekitar telah melanggar apa yang telah ditentukan oleh Peraturan Daerah Kabupaten Bantul Nomor 10 Tahun 2000. Pemerintah Kabupaten
Bantul
dalam
Persampahan/Kebersihan
berpegang
menangani pada
Peraturan
tentang Daerah
Kabupaten Bantul Nomor 10 Tahun 2000. E. Hambatan-hambatan yang dihadapai oleh Pemerintah Kabupaten Bantul dalam menangani Masalah Sampah Padat. Dalam mewujudkan pembangunan berwawasan lingkungan, budaya hidup bersih dan sehat memberikan motivasi dan partisipasi masyarakat dalam mewujudkan Bantul yang bersih dan sehat. Disini Unit Pelaksana Teknis Daerah mempunyai tugas merencanakan dan melaksanakan usaha kebersihan dan pertamanan yang meliputi penampungan, pengangkutan, pembuangan dan pemusnahan segala macam dan jenis sampah, mengelola lokasi pembuangan akhir dan melaksanakan pengadaan taman, perawatan taman dan lapangan olah raga, memungut retribusi serta melaksanakan tugas-tugas lain yang diberikan oleh Kepala Dinas sesuai dengan tugasnya. Dalam menjelaskan tugas tersebut tidak menutup kemungkinan adanya hambatan yang dihadapi dalam rangka pelaksanaan pengelolaan sampah padat yaitu sebagai berikut:
73
1. Peralatan atau piranti keras sudah tua (lebih dari 7 tahun) dilain sisi beban sampah semakin bertambah sehingga perlu penambahan peralatan ataupun pembaharuan. 2. Biaya operasional dan pemeliharaan minim. 3. Kurangnya kesadaran masyarakat dalam membuang sampah yang dihasilkannya di tempat yang telah disediakan oleh Pemerintah ataupun di tempat sementara ditempat tinggal sekitar mereka. 4. Kesadaran masyarakat dalam membayar retribusi masih kurang. F. Pengaruh Pembangunan Tempat Pembuangan Akhir Sampah di Piyungan terhadap Masyarakat Sekitar Lokasi
Pembuangan
Akhir
sampah
Piyungan
ini
beroperasional tahun 1995, lokasi Tempat Pembuangan Akhir Sampah ini terletak didusun Ngablak, Sitimulyo, Piyungan, Bantul. Jarak Tempat Pembuangan Akhir Sampah ini dengan area pelayanan Kabupaten Bantul sejauh 10,5 km. Tempat Pembuangan Akhir Sampah berupa lembah dengan kemiringan bervariasi, curam dan mendatar membentuk tanah berkelok dengan jurang sedalam 40 m dan dikelilingi bukit. Salah satu kebutuhan yang mendesak dari saran permukiman yang harus dipenuhi untuk memenuhi kualitas lingkungan hidup adalah Tempat Pembuangan Akhir Sampah yang layak secara
74
ekologi
maksudnya
adalah
bahwa
pembangunan
Tempat
Pembuangan Akhir Sampah Piyungan mempunyai tujuan untuk memenuhi masyarakat sekitar, akan pelayanan persampahan demi terwujudnya kebersihan permukiman dan tetap melestarikan lingkungan hidup. Setiap pembangunan pasti mempunyai dampak yang menguntungkan maupun dampak yang merugikan begitu juga dengan pembangunan Tempat Pembuangan Akhir Sampah Piyungan. 1. Berikut
adalah
dampak
menguntungkan
dengan
adanya
pembangunan Tempat Pembuangan Akhir Sampah Piyungan : a.
Lingkungan disekitar Tempat Pembuangan Akhir Sampah Piyungan
meliputi
hutan
dan
tegalan.
Setelah
adanya
Pembangunan TPASP mata pencaharian mereka menjadi bertambah yaitu sebagai pemulung, saat menanti masa panen tiba dan menunggu musim penghujan untuk menggarap sawah tadah hujan mereka. Lapangan pekerjaan baru sebagai pemulung (tenaga pemisah sampah di Tempat Pembuangan Akhir Sampah Piyungan). Merupakan sumber mata pencaharian bagi penduduk sekitar
yang
meningkatkan
sumber
pendapatan
mereka
perbulannya, yang dapat dikatakan sebagai Peningkatan tarif ekonomi bagi masyarakat sekitar Tempat Pembuangan Akhir Sampah Piyungan. b. Adanya kegiatan pengurukan membutuhkan banyak pekerja yang guna mengambil tanah untuk pengurukan yang melibatkan
75
pekerja dari penduduk sekitar. Hal ini menjadikan penduduk sekitar yang semula sebagai penganggur menjadi tenaga formal. c. Tidak terjadi peningkatan gangguan kesehatan yang sangat signifikan ataupun sangat serius bagi masyarakat sekitar maupun terjadinya gangguan kriminalitas setelah adanya pembangunan Tempat Pembuangan Akhir Sampah Piyungan. 2. Dampak-dampak merugikan setelah adanya pembangunan Tempat Pembuangan Akhir Sampah Piyungan adalah: a. Menimbulkan bau tidak sedap saat truk pengangkut sampah melintas menuju Tempat Pembuangan Akhir Sampah Piyungan. b. Timbul kebisingan yang diakibatkan oleh truk pembawa sampah sudah mulai beraktivitas dari pukul 09.00-16.00 c. Sering
berjatuhannya
sampah
di
jalan
menuju
TPASP
mengakibatkan jalanan menjadi kotor. d. Timbulnya polusi udara yang disebabkan oleh asap truk pengangkut sampah . 3. Mengahadapi adanya hambatan yang ditemui saat melaksanakan tugas perlu diupayakan : a. Sarana prasarana penanganan pengelolaan persampahan, adalah mutlak, diakibatkan sampah tidak semakin berkurang tetapi semakin bertambah. Dengan sarana yang memadai setidaknya masalah persampahan, kebersihan masalah dapat dikurangi akibatnya bagi masyarakat.
76
b. Pengelolaan retribusi yang baik dianggarkannya dana untuk mencukupi kebutuhan saran atau prasarana piranti keras. c. Perlunya sosialisasi mengenai dampak dari pengelolaan sampah yang buruk bagi lingkungan, dengan tujuan memacu peran serta masyarakat dalam menangani sampah. Masih adanya masyarakat yang bersikap masa bodoh, harus mendapatkan perhatian khusus dari Pemerintah Daerah. Dengan demikian hak setiap warga masyarakat untuk mendapatkan lingkungan yang bersih terpenuhi.
77
BAB V PENUTUP A. Kesimpulan 1.
Bahwa Kabupaten
Pelaksanaan Bantul
Pengelolaan
sudah
memadai,
Sampah karena
Padat
di
Pengelolaan
persampahan di Tempat Pembuangan Akhir Sampah Piyungan pelaksanaannya
menggunakan
sistem
Sanitary
Renfill
(Pengurukan 3 hari)/Control landfill (Pengurukan tidak rutin) disini di jelaskan bahwa pelaksanaan ini biasanya dilakukan apabila sampah sudah mencapai ketebalan 3 meter baru dilakukan pengurugan, pengurugan dilakukan oleh pihak ke 3(tiga). 2.
Hambatan-hambatan
yang
dihadapi
oleh
Pemerintah
Kabupaten Bantul dalam menangani masalah sampah padat yaitu sebagai berikut : a. Peralatan atau piranti keras sudah tua (lebih dari 7 tahun) dilain sisi beban sampah semakin bertambah sehingga perlu penambahan peralatan ataupun pembaharuan. b. Biaya operasional dan pemeliharaan minim. c. Kurangnya kesadaran masyarakat dalam membuang sampah yang dihasilkannya di tempat yang telah disediakan oleh Pemerintah ataupun di tempat sementara ditempat tinggal sekitar mereka.
78
d. Kesadaran masyarakat dalam membayar retribusi masih kurang. B. Saran 1. Untuk mengurangi dampak negatif dari pembangunan Tempat Pembuangan Akhir Sampah Piyungan diajukan saran sebagai berikut : a.. Untuk truk pembawa sampah dengan bak terbuka harus dilengkapi dengan terpal yang lebar sesuai dengan ukuran bak pengangkut sampah tersebut agar bau tidak sedap tidak terlalu menyengat dan menganggu saat truk melintas menuju Tempat Pembuangan Akhir Sampah Piyungan. b. Truk atau pengangkut sampah agar tidak menimbulkan kebisingan seharusnya dilakukan peremajaan dengan cara mengganti yang sudah tua dengan yang baru. c. Dilakukan penghijauan disekitar jalan menuju Tempat Pembuangan Akhir Sampah Piyungan untuk mengurangi polusi udara yang diakibatkan oleh truk pengangkut sampah. 2.
Mengahadapi
adanya
hambatan
yang
ditemui
saat
melaksanakan tugas perlu diupayakan: a. Sarana prasarana penanganan pengelolaan persampahan, adalah
mutlak,
diakibatkan
sampah
tidak
semakin
berkurang tetapi semakin bertambah. Dengan sarana yang
79
memadai setidaknya masalah persampahan, kebersihan masalah dapat dikurangi akibatnya bagi masyarakat. b. Pengelolaan retribusi yang baik dianggarkannya dana untuk mencukupi kebutuhan saran atau prasarana piranti keras. c. Perlunya sosialisasi mengenai dampak dari pengelolaan sampah yang buruk bagi lingkungan, dengan tujuan memacu peran serta masyarakat dalam menangani sampah. Masih adanya masyarakat yang bersikap masa bodoh, harus mendapatkan perhatian khusus dari Pemerintah Daerah. Dengan demikian hak setiap warga masyarakat untuk mendapatkan lingkungan yang bersih terpenuhi.
DAFTAR PUSTAKA Daud Silalahi, 1992, Hukum Lingkungan Dalam Sistem Penegakkan Hukum Lingkungan Indonesia ,Alumni, Bandung.
80
Dokumen Dinas Pekerjaan Umum, 2010,
Tentang Satuan Kerja
Pengembangan Kinerja Pengelolaan Persampahan dan Drainase DIY. Dokumen Amdal TPA Piyungan, Kabupaten Bantul, 2002. Emil Salim, Lingkungan Hidup dan Pembangunan, Percetakan Mutiara sumber widya. Hardjosumantri, Koesnadi, Hukum Tata Lingkungan Hasil Penelitian Airmas Engineering and manajemen Consultan, Yogyakarta, 2005. Juli Soemirat Slamet, 2002, Kesehatan Lingkungan, Percetakan Gadjah Mada Press. Koesnadi Hardjasoemantri, 2005, Hukum Tata Lingkungan, Yogyakarta, Gadjah Mada University Press. Nur Hidayati, 2005, Mengelola Sampah Mengelola Gaya Hidup, Artikel Wahana Lingkungan Hidup Indonesia, Website :www.Walhi.com SF Marbun, Deno Kamelus, Saut P.Panjaitan, Gede Pantja Astawa , Zainal Muttaqin, Dimensi–Dimensi Hukum Administrasi Negara, UII Press, Yogyakarta. Siti Sundari Rangkuti, Hukum Lingkungan Dan Kebijakan Lingkungan Nasional, Airlangga University Press, Surabaya. Pramudya Sunu, 2001, Melindungi Lingkungan Dengan Menerapkan ISO14001, Yogyakarta, PT Gramedia Widiawarsana Indonesia.
Daftar Peraturan Perundang-undangan : RI, Undang-undang Nomor 23 Tahun 1997 Tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup.
81
RI, Undang-undang Nomor 18 Tahun 2008 Tentang Pengelolaan Sampah. RI,
Undang-undang Nomor 4 Tahun 1982 tentang Ketentuan- ketentuan Pokok Pengelolaan Lingkungan hidup.
RI, Peraturan Daerah Kabupaten Bantul Nomor 10 Tahun 2000 Tentang Ketertiban, Keindahan, Kesehatan Lingkungan dan Retribusi Pelayanan Persampahan/Kebersihan. RI, Peraturan Daerah Kabupaten Bantul Nomor 53 Tahun 2000 tentang Pembentukan dan Organisasi Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Bantu. RI, Keputusan Bupati Bantul Nomor 158 Tahun 2001 tentang Tugas Pokok dan Fungsi Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Bantul. RI, Undang-undang Nomor 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Persampahan.