BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah Peranan hukum dalam mengatur kehidupan masyarakat sudah dikenal sejak masyarakat mengenal hukum itu sendiri, sebab hukum itu dibuat untuk mengatur kehidupan manusia sebagai makhluk sosial. Hubungan antara masyarakat dan hukum diungkapkan dengan sebuah adagium yang sangat terkenal dalam ilmu hukum yaitu :ubi so cietes ibi ius (dimana ada masyarakat di sana ada hukum).1Melihat perkembangan hukum dalam masyarakat, maka akan ditemukan bahwa peranan hukum dalam mengatur kehidupan masyarakat mengalami perubahan dan perbedaan dari suatu kurun waktu ke waktu lain. Dalam masyarakat yang sederhana, hukum berfungsi untuk menciptakan dan memelihara keamanan serta ketertiban.Fungsi ini berkembang sesuai dengan perkembangan masyarakat itu sendiri yang meliputi berbagai aspek kehidupan masyarakat yang bersifat dinamis yang memerlukan kepastian, ketertiban, dan perlindungan hukum yang berintikan kebenaran dan keadilan. Kehidupan masyarakat yang berkembang memerlukan kepastian hukum dalam sektor pelayanan jasa publik.Salah satu pekerjaan yang menawarkan pelayanan jasa dalam bidang hukum khususnya hukum perdata ialah Notaris.Notaris adalah pejabat umum yang diangkat oleh pemerintah untuk membantu masyarakat umum dalam hal membuat perjanjianperjanjian yang ada atau timbul dalam masyarakat.Perlunya perjanjian-perjanjian tertulis ini dibuat dihadapan seorang notaris adalah untuk menjamin kepastian hukum serta untuk memenuhi hukum pembuktian yang kuat bagi para pihak yang melakukan perjanjian.
1
Satjipto Raharjo, 1983, Masalah Penegakan Hukum, Sinar Baru, Bandung, h. 127.
Kebutuhan akan pembuktian tertulislah yang mengkehendaki pentingnya lembaga notariat ini.2 Notaris merupakan profesi hukum sehingga profesi notaris merupakan suatu profesi mulia (nobile officium). Notaris disebut sebagai pejabat mulia karena profesi notaris sangat erat hubungannya dengan kemanusiaan.Akta yang dibuat oleh notaris dapat menjadi alas hukum atas status harta benda, hak dan kewajiban seseorang.Kekeliruan atas akta yang dibuat notaris dapat menyebabkan tercabutnya hak seseorang atau terbebaninya seseorang atas suatu kewajiban, oleh karena itu notaris dalam menjalankan tugas jabatannya harus mematuhi berbagai ketentuan yang tersebut dalam Undang-Undang Jabatan Notaris.3Peran notaris dalam kehidupan masyarakat turut membantu upaya untuk mewujudkan prinsip negara hukum.Secara konstitusional, Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945 (UUDNRI 1945) menentukan secara tegas bahwa negara Republik Indonesia merupakan negara hukum. Eksistensi notaris diatur dalam Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris yang kemudian dilakukan perubahan-perubahan dengan dikeluarkannya Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 Tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris (Selanjutnya disebut UUJN). Sebelum berlakunya Undang-Undang ini pengaturan notaris tertuang dalam Peraturan Jabatan Notaris (Ord. Stbl. 1860 Nomor 3). Kewenangan notaris dalam menjalankan tugasnya tertuang dalam Pasal 15 UUJN, yang mengatur sebagai berikut : (1)
2
Notaris berwenang membuat Akta autentik mengenai semua perbuatan, perjanjian, dan penetapan yang diharuskan oleh peraturan perundang-undangan dan/atau yang dikehendaki oleh yang berkepentingan untuk dinyatakan dalam Akta autentik,menjamin kepastian tanggal pembuatan Akta, menyimpan Akta, memberikan grosse, salinan dan kutipan Akta, semuanya itu sepanjang
R. Soegondo Notodisoerjo, 1993,Hukum Notariat Di Indonesia, PT Raja Grafindo, Jakarta, h. 1. Abdul Ghofur Anshori, 2009,Lembaga Kenotariatan Indonesia, Perspektif Hukum dan Etika, UII Press, Yogyakarta, h.28. 3
(2)
(3)
pembuatan Akta itu tidak juga ditugaskan atau dikecualikan kepada pejabat lain atau orang lain yang ditetapkan oleh undang-undang. Selain kewenangansebagaimana dimaksud pada ayat (1), Notaris berwenang pula : a. mengesahkan tanda tangan dan menetapkan kepastian tanggal surat di bawah tangan dengan mendaftar dalam buku khusus; b. membukukan surat di bawah tangan dengan mendaftar dalam buku khusus; c. membuat kopi dari asli surat di bawah tangan berupa salinan yang memuat uraian sebagaimana ditulis dan digambarkan dalam surat yang bersangkutan; d. melakukan pengesahan kecocokan fotokopi dengan surat aslinya; e. memberikan penyuluhan hukum sehubungan dengan pembuatan Akta; f. membuat Akta yang berkaitan dengan pertanahan; atau g. membuat Akta risalah lelang. Selain kewenangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), Notaris mempunyai kewenangan lain yang diatur dalam peraturan perundang-undangan.
Pada umumnya kewenangan atau tugas notaris adalah membuat suatu perjanjian atau akta otentik.Menurut A. Kohar akta adalah tulisan yang sengaja dibuat untuk dijadikan alat bukti.Apabila akta dibuat dihadapan notaris maka akta tersebut dikatakan sebagai akta notarial, atau akta otentik, atau akta notaris. Suatu akta dikatakan otentik apabila dibuat dihadapan pejabat yang berwenang.4 Tujuan akta dibuat dihadapan pejabat berwenang adalah agar supaya akta tersebut dapat digunakan sebagai bukti yang kuat jika suatu saat terjadi perselisihan antara para pihak atau ada gugatan dari pihak lain.Berdasarkan uraian diatas, jelas begitu pentingnya fungsi dari akta notaris tersebut. Tidak jarang dalam penerbitan suatu akta yang dibuat oleh notaris menimbulkan suatu persoalan hukum baik itu berupa suatu sengketa atau suatu perbuatan hukum yang dikategorikan sebagai tindak pidana.Pada umumnya persoalan hukum yang sering terjadi dengan terbitnya suatu akta oleh notaris adalah adanya sengketa antara para pihak. Misal adanya sengketa antara para pihak dalam proses sewa menyewa, pinjam-meminjam uang, atau sebagainya. Oleh karena itu perlu suatu bentuk penyelesaian suatu sengketa yang berorientasi pada penyelesaian yang menguntungkan semua pihak. 4
A. Kohar, 1983, Notaris Dalam Praktek Hukum ̧ Alumni, Bandung, , h. 64.
Secara teoritis penyelesaian sengketa dapat dilakukan melalui 2 (dua) cara. Cara penyelesaian sengketa pertama melalui proses litigasi di dalam pengadilan, kemudian berkembang proses penyelesaian sengketa melalui kerjasama (kooperatif) di luar pengadilan. Proses litigasi menghasilkan putusan yang bersifat pertentangan (adversarial) yang belum mampu merangkul kepentingan bersama, bahkan cenderung menimbulkan masalah baru, lambat dalam penyelesaiannya, membutuhkan biaya yang mahal, tidak responsif, dan menimbulkan permusuhan diantara pihak yang bersengketa.5 Dari beberapa permasalahan hukum yang timbul dalam masyarakat, munculah pemikiran untuk melahirkan sebuah bentuk Alternatif Dispute Resolution atau Alternatif Penyelesaian Sengketa, termasuk di Indonesia.Hadirnya alternatif penyelesaian sengketa tersebut bukan bermaksud untuk mengacaukan pelaksanaan hukum acara sebagai hukum formil dari hukum publik dan hukum privat yang berlaku.Hal tersebut membuka pintu baru bagi masyarakat selaku pencari keadilan, agar setiap sengketa tidak selalu diproses di pengadilan dengan waktu yang lama dan biaya yang mahal serta untuk tetap membantu pencapaian tujuan hukum (keadilan, kepastian, dan kemanfaatan).Salah satu bentuk penyelesaian sengketa alternatif adalah mediasi. Mediasi adalah proses negoisasi pemecahan masalah dimana pihak luar yang tidak memihak (imparsial) bekerja sama dengan pihak-pihak yang bersengketa untuk membantu mereka memperoleh kesepakatan perjanjian yang memuaskan.6 Mediasi merupakan alternatif penyelesaian sengketa atau biasa dikenal dengan istilah ”mekanisme alternatif penyelesaian sengketa” yang merupakan terjemahan dari ”alternative dispute resolution” yang tumbuh pertama kali di Amerika Serikat. Mediasi sebagai salah satu 5
Rachmadi Usman, 2003, Pilihan Penyelesaian Sengketa di Luar Pengadilan,PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, (selanjutnya disebut Rachmadi Usman I) h..3. 6
Garry Goospaster, 1993, Negoisasi dan Mediasi: Sebuah Pedoman Negoisasi dan Penyelesaian Sengketa Melalui Negoisasi, ELIPS Project, Jakarta, h.201.
alternatif penyelesaian sengketa yang sudah lama dikenal dalam berbagaikepercayaan dan budaya.Berbagai fakta telah menunjukan bahwa pada dasarnya mediasi bukan merupakan suatu metode yang asing dalam upaya menyelesaikan sengketa di tengah masyarakat.Hanya saja konteks pendekatan dan caranya berbeda yang lebih disesuaikan dengan budaya hukum setempat. Mediasi ini lahir dilatarbelakangi oleh lambatnya proses penyelesaian sengketa di pengadilan, oleh karena itu mediasi ini muncul sebagai jawaban atas ketidakpuasan yang berkembang pada sistem peradilan yang bermuara pada persoalan waktu, biaya dan kemampuannya dalam menangani kasus yang kompleks. Dalam Pasal 17 ayat (1) UUJN dijelaskan bahwa notaris tidak boleh rangkap jabatan, yang mengatur sebagai berikut : Notaris dilarang : a. menjalankan jabatan di luar wilayah jabatannya; b. meninggalkan wilayah jabatannya lebih dari 7 (tujuh) hari kerja berturut-turut tanpa alasan yang sah; c. merangkap sebagai pegawai negeri; d. merangkap jabatan sebagai pejabat negara; e. merangkap jabatan sebagai advokat; f. merangkap jabatan sebagai pemimpin atau pegawai badan usaha milik negara, badan usaha milik daerah atau badan usaha swastamerangkap jabatan sebagai Pejabat Pembuat Akta Tanah dan/atau Pejabat Lelang Kelas II di luar tempat kedudukan Notaris; Secara teoritis menurut ketentuan Pasal 17 ayat (1) UUJN disebutkan bahwa seorang notaris tidak boleh rangkap jabatan sebagaimana dijabarkan dalam aturan tersebut diatas.Akan tetapi dalam praktiknya ada notaris yang berpikir progresif (berpikir tidak berpatokan pada aturan hitam putih perundang-undangan) yakni berperan menjadi mediator dalam menyelesaikan sengketa diantara para pihak.Mediator disini diartikan sebagai pihak netral yang membantu para pihak dalam proses perundingan guna mencari berbagai kemungkinan penyelesaian sengketa tanpa menggunakan cara memutus atau memaksakan sebuah penyelesaian.Syarat seorang mediator adalah memahami suatu persoalan-persoalan tertentu yang akan dibantu proses penyelesaiannya. Misal mediator pasar modal berarti disini
orang-orang yang dapat dijadikan sebagai mediator adalah orang yang memahami seluk beluk pasar modal. Jadi dapat dikatakan bahwa mediator adalah pihak-pihak yang memahami persoalan yang akan dibahas. Pelaksanaan notaris menjadi mediator bagi para pihak yangbersengketa dikarenakan suatu akta yang dibuat oleh notaris, merupakan suatu bentuk tanggung jawab atau bentuk kepedulian oleh notaris dalam membantu penyelesaian suatu sengketa.Disamping itu tujuan notaris sebagai mediator disini adalahmembantu meringankan penumpukan berkas perkara di pengadilan dan melaksanakan asas trilogy peradilan (cepat, sederhana, biaya ringan). Permasalahan yang terjadi adalah berkenaan dengan kewenangan notaris sebagai mediator. Dalam UUJN tidak diatur bahwa notaris dapat atau tidak bertindak sebagai mediator, hal ini bukan berarti bahwa notaris boleh bertindak sebagai mediator. Menurut ketentuan yang diatur dalam Pasal 6 ayat (3) UU Nomor 30 Tahun 1999 dapat diketahui bahwa : “dalam hal sengketa atau beda pendapat sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) tidak dapat diselesaikan, maka atas kesepakatan tertulis para pihak, sengketa atau beda pendapat diselesaikan melalui bantuan seorang atau lebih penasehat ahli maupun melalui seorang mediator.” Penyelesaian melalui mediasi merupakan penyelesaian melalui musyawarah yang ditengahi oleh seorang atau lebih mediator.Mediator yang dipilih oleh para pihak yang bersengketa haruslah orang atau lembaga yang netral di mana mereka mampu menjembatani keinginan para pihak. Oleh karena mediasi belum diatur dengan jelas dan tuntas oleh Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 Tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa, maka pembahasan mengenai proses mediasi, para pihak yang terkait seperti mediator serta peran dan fungsinya tidak dapat diuraikan secara lengkap. Mediasi sangat tergantung pada lakon yang dimainkan oleh pihak yang terlibat dalam penyelesaian masalah.Pihak yang terlibat adalah pihak yang sedang bersengketa dan
mediator. Mediator adalah pihak netral yang membantu para pihak dalam proses perundingan guna mencari berbagai kemungkinan penyelesaian sengketa tanpa memutus atau memaksakan sebuah penyelesaian atau pandangan penilaiannya atas masalah-masalah kepada para pihak selama proses mediasi berlangsung. Intervensi mediator ke dalam proses perundingan antara para pihak hanya dapat dilakukan apabila para pihak itu sendiri dapat menerimanya. Proses mediasi jauh lebih murah biayanya, seperti halnya apabila yang menjadi mediator adalah notaris yang bersangkutan dalam akta yang dibuatnya, maka kita hanya perlu membayar biaya pembuatan akta notaris saja. Hasil mediasi tidak dapat diajukan banding, karena sifatnya adalah ”perdamaian”, sedangkan proses litigasi dapat dilakukan upayabanding dan kasasi, maka bagi pihak yang bersengketa pengeluaran biaya terus bertambah dan cenderung sulit di prediksi. Jadi dalam hal notaris dapat bertindak sebagai mediator hanya terkait dengan akta yang dibuatnya terhadap para pihak yang terikat di dalamnya. Berdasarkan latar belakang diatas mendorong penulis untuk melakukan penelitian hukum yang dituangkan dalam sebuh skripsi yang berjudul “PERAN NOTARIS SEBAGAI MEDIATOR DALAM PENYELESAIAN SENGKETA ANTAR PARA PIHAK DI DENPASAR” 1.2 Rumusan Masalah Dari latar belakang masalah sebagaimana telah diuraikan, maka dapatlah diajukan beberapa permasalahan yang akan merupakan pokok bahasan dalam tulisan ini. Permasalahan-permasalahan tersebut apabila dirumuskan adalah sebagai berikut: 1.
Bagaimanakahpengaturan notaris dalam menjalankan peran sebagai mediator di Denpasar?
2.
Bagaimanakah pelaksanaan peran notaris sebagai mediator dalam penyelesaian sengketa antara para pihak di Denpasar?
1.3
Ruang Lingkup Masalah Mengingat begitu luasnya permasalahan yang dapat diangkat, maka dipandang perlu
adanya pembatasan mengenai ruang lingkup masalah yang akan dibahas nanti. Adapun permasalahan pertama dibatasi hanya padaperaturan hukum notaris dalam menjalankan peran sebagai mediator.Selanjutnya permasalahan kedua membahas mengenai bagaimana pelaksanaan peran notaris sebagai mediator dalam penyelesaian sengketa. 1.4 Orisinalitas Dalam rangka menumbuhkan semangat anti plagiat didalam dunia pendidikan di Indonesia, maka mahasiswa diwajibkan untuk mampu menunjukan orisinalitas dari penelitian yang tengah dibuat dengan menampilkan, beberapa judul penelitian skripsi atau disertasi terdahulu sebagai pembanding. Adapun dalam penelitian kali ini, peneliti akan menampilkan 2 (dua) Skripsi terdahulu yang pembahasannya berkaitan dengan peran notaris sebagai mediator dalam penyelesaian sengketa antara para pihak : 1.
Khairina, ( Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Hasanudin Makasar), Tahun 2013. Judul Mediasi sebagai alternative penyelesaian sengketa antara bank dan nasabah. Rumusan masalah: a. Bagaimanakah tata cara penyelesaian sengketa antara bank dan nasabah menurut hukum perbankan? b. Bagaimanakah penerapan mediasi sebagai alternatif penyelesaian sengketa antara bank dan nasabah? Kemiripan antara penelitian ini dengan penelitian yang penulis lakukan yaitu terletak
pada mediasi. Perbedaan dari penelitian ini dengan yang penulis lakukan yaitu pada
penelitian ini menekankan penyelesaian sengketa secara mediasi antara bank dan nasabah, sedangkan penelitian yang penulis lakukan yaitu peranan notaris sebagai mediator. 2.
Rr Wilis Tantri Atma Negara , (Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta), Tahun 2009. Judul Penyelesaian sengketa perdata dengan cara mediasi oleh Pengadilan Negeri Surakarta. Rumusan masalah: a. Bagaimanakah proses penyelesaian sengketa perdata dengan cara mediasi? b. Apa akibat hukum mediasi bagi kedua belah pihak tersebut? Kemiripan antara penelitian ini dengan penelitian yang penulis lakukan yaitu sama-sama
meneliti mengenai mediasi. Letak perbedaannya yaitu penelitian ini meneliti mengenai mediasi dalam penyelesaian sengketa perdata di pengadilan, sedangkan penelitian yang penulis lakukan menekankan pada peranan notaris sebagai mediator.
1.5 Tujuan Penelitian Adapun tujuan yang hendak dicapai dari penelitian skripsi ini yaitu tujuan umum dan tujuan khusus sebagai berikut: 1.5.1. Tujuan Umum 1. Untuk mengetahui pengaturan notaris dalam menjalankan peran sebagai mediator di Denpasar. 2. Untuk mengetahui pelaksanaan peran notaris sebagai mediator dalam penyelesaian sengketa antara para pihak di Denpasar. 1.5.2. Tujuan Khusus 1. Untuk lebih memahamipengaturan notaris dalam menjalankan peran sebagai mediator. 2. Untuk lebih memahamipelaksanaan peran notaris sebagai mediator dalam penyelesaian sengketa antara para pihak.
1.6
Manfaat Penelitian Adapun manfaat penelitian yang hendak dicapai dari penelitian skripsi ini yaitu sebagai
berikut : 1.6.1 Manfaat Teoritis Secara teoritis hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat positif bagi perkembangan ilmu hukum, khususnya bidang hukum perdata dan alternatif penyelesaian sengketa terutama yang berkaitan dengan peranan notaris sebagai mediator dalam penyelesaian sengketa antara para pihak. 1.6.2 Manfaat Praktis Penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai masukan dan memberikan informasi kepada pihak-pihak yang terlibat dalam pengimplementasi peran notaris sebagai mediator dalam penyelesaian sengketa antara para pihak.Sehingga diharapkan pelaksanaan implementasi peran notaris sebagai mediator dalam penyelesaian sengketa antara para pihaktersebut sesuai dengan ketentuan yang berlaku dan tidak merugikan para pihak yang bersengketa.
1.7
Landasan Teoritis Pranata penyelesaian sengketa alternatif pada dasarnya merupakan suatu bentuk
penyelesaian sengketa diluar pengadilan, yang berdasarkan pada kesepakatan para pihak yang bersengketa.Sebagai konsekuensi dari kesepakatan para pihak yang bersengketa tersebut, alternatif penyelesaian sengketa bersifat sukarela dan karenanya tidak dapatdipaksakan oleh salah satu pihak kepada pihak lainnya yang bersengketa.Walau demikian, sebagai suatu bentuk perjanjian (Alternatif Penyelesaian Sengketa), kesepakatan yang telah dicapai oleh para pihak untuk menyelesaikan sengketa melalui forum diluar pengadilan harus ditaati oleh para pihak.Sampai seberapa jauh kesepakatan untuk menyelesaikan sengketa diluar pengadilan ini mengikat dalam sistem hukum positif yang berlaku, ternyata tidak dapat kita
temukan suatu persamaan yang berlaku secara universal untuk semua aturan hukum yang berlaku. Adapun salah satu bentuk mekanisme penyelesaian sengketa alternatif adalah mediasi.Lucy V. Kazt menyatakan bahwa keberhasilan proses penyelesaian sengketa alternatif melalui mediasi dikarenakan adanya “equitable and legal remedies” yang memberikan adanya kesederajatan yang sama dan penggantian kerugian secara hukum yang harus dihormati oleh para pihak. Para pihak mempunyai keyakinan bahwa penyelesaian sengketa melalui mediasi akan mendapat remedy for damages bagi mereka dengan win-win solution bukan win-lose solution. Di sini, para pihak “sama-sama menang” tidak saja dalam arti ekonomi atau keuangan, melainkan termasuk juga kemenangan moril dan reputasi (nama baik dan kepercayaan). Selanjutnya, mediasi memiliki prinsip bahwa putusan tidak mengutamakan pertimbangan dan alasan hukum, melainkan atas dasar kesejajaran kepatutan dan rasa keadilan. Selain dapat mempersingkat waktu penyelesaian, mediasi juga diharapkan mengurangi beban psikologis yang akan mempengaruhi berbagai sikap dan kegiatan pihak yang berperkara. Proses mediasi juga menimbulkan efek sosial, yaitu semakin mempererat hubungan sosial atau hubungan persaudaraan. Dengan mediasi, dapat dihindari cara-cara berperkara melalui pengadilan yang mungkin menimbulkan keretakan hubungan antara pihak-pihak yang bersengketa. Sedangkan penyelesaian sengketa melalui proses mediasi dapat berjalan lebih informal, terkontrol oleh para pihak serta lebih mengutamakan kepentingan kedua belah pihak yang bersengketa untuk mempertahankan kelanjutan hubungan yang telah dibina.7 Penyelesaian sengketa melalui mediasi juga dapat mengurangi permusuhan dan mengizinkan para pihak mengontrol hasil penyelesaian sengketanya dengan satu penekanan kenetralan, tanggung jawab individu, dan kewajaran timbal balik yang ada dalam 7
Yayah Yarotul Salamah, 2009, Mediasi dalam Proses Beracara di Pengadilan Studi Mengenai Mediasi di Pengadilan Negeri Proyek Percontohan Mahkamah Agung RI, Disertasi, Program Pascasarjana Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Jakarta, h.26.
mediasi.Penyelesaian sengketa dengan mediasi juga mengizinkan para pihak menemukan suatu penyelesaian yang sesuai dengan keinginan mereka, bahkan terhadap persetujuan yang mereka sepakati bersama.8Selain itu, mediasi juga memiliki kapasitas untuk mengakui adanya secara psikologis akan adanya kebutuhan-kebutuhan rohani dari para pihak, termasuk kebutuhan untuk berdamai, memaafkan, dan untuk dimaafkan.9
1.8 Metode Penelitian 1.8.1 Jenis Penelitian “Penelitian adalah merupakan suatu kegiatan ilmiah yang berkaitan dengan analisa dan konstruksi yang dilakukan secara metodelogis, sistematis, dan konsisten.”10Jenis penelitian dalam penulisan skripsi ini adalah dengan menggunakan metode yuridis empiris, metode yuridis yaitu suatu metode penulisan hukum yang berdasarkan pada teori-teori hukum, literatur-literatur dan peraturan perundang-undangan yang berlaku dalam masyarakat. Sedangkan metode empiris yaitu suatu metode dengan melakukan observasi atau penelitian secara langsung ke lapangan guna mendapatkan kebenaran yang akurat dalam proses penyempurnaan penulisan skripsi ini. Dipergunakannya jenis penelitian yuridis empiris adanya pertentangan antara teori/aturan dan prakteknya. Dimana dalam aturan perundangundangan yaitu UUJN tidak mengenal kewenangan notaris melakukan mediasi ataupun tidak dikenal adanya rangkapan jabatan notaris sebagai mediator (berdasarkan Pasal 17 UUJN) akan tetapi realitanya dalam masyarakat ada notaris-notaris yang berperan sebagai mediator dalam menyelesaikan sengketa yang terjadi diantara para pihak.
1.8.2.Jenis Pendekatan Penelitian ini mempergunakan Pendekatan Undang-Undang (The StatuteApproach) dan Pendekatan Fakta (The Fact Approach). Pendekatan undang-undang untuk mengetahui 8
Ibid, h.29. Ibid. 10 Soerjono Soekanto, 1984, Pengantar Penelitian Hukum, UI Press, Jakarta, h. 42. 9
pengaturan tentang landasan hukum bagi notaris dalam melaksanakan mediasi bagi para pihak yang bersengketa. Pendekatan fakta adalah menjelaskan fakta-fakta yang terjadi dilapangan. Disini melihat bagaimana fakta yang ada tentang implementasi peran notaris sebagai mediator dalam penyelesaian sengketa antara para pihak.
1.8.3 Sifat Penelitian Sifat penelitian hukum empiris yang digunakan dalam penyusunan skripsi ini adalah penelitian yang sifatnya deskriptif yaitu penelitian secara umum yang bertujuan menggambarkan secara tepat sifat-sifat individu, keadaan, gejala atau kelompok tertentu atau untuk menentukan penyebaran suatu gejala, atau untuk menentukan ada atau tidaknya hubungan antara suatu gejala dengan gejala lain dalam masyarakat. Dimana dalam skripsi ini yang diteliti adalahimplementasi peran notaris sebagai mediator dalam penyelesaian sengketa antara para pihak.
1.8.4.Sumber Data a.
Data Primer Data primer adalah data yang didapat langsung dari masyarakat sebagai sumber
pertama dengan melalui penelitian lapangan atau Field Research, dilakukan baik melalui wawancara atau interview.11Data primer yang dipergunakan dalam penulisan skripsi ini bersumber atau diperoleh dari penelitian di lapangan yang dilakukaan dengan cara mengadakan penelitian di beberapa notaris. Adapun sumber data primer merupakan sumber data yang diperoleh dari narasumber yang paling utama, dalam hal ini adalah beberapa notaris. b.
Data Sekunder Bahan hukum yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yang terdiri 11
Bambang Waluyo, 1996,Penelitian Hukum Dalam Praktek. Cet. II, Sinar Grafika, Jakarta, h. 16.
atas bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, dan bahan hukum tersier. Adapun bahanbahan hukum sebagaimana dimaksud adalah sebagai berikut : 1.
Bahan hukum primer yaitu bahan hukum yang bersifat autoritatif atau mempunyai otoritas atau memiliki kekuatan mengikat,12yaitu: a.
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945;
b.
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata;
c.
Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 Tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa;
d.
Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 Tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris.
2.
Bahan hukum sekunder, yaitu bahan hukum yang memberikan penjelasan terhadap bahan hukum primer, yaitu meliputi buku-buku, literature, makalah, tesis, skripsi, dan bahan-bahan hukum tertulis lainnya yang berhubungan dengan permasalahan penelitian,13 disamping itu, juga dipergunakan bahan-bahan hukum yang diperoleh melalui electronic research yaitu melalui internet dengan jalan mengcopy (download) bahan hukum yang diperlukan.
3.
Bahan hukum tertier, yaitu bahan hukum yang memberikan petunjuk maupun penjelasan terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder, yaitu berupa kamus, yang terdiri dari : a.
Kamus Besar Bahasa Indonesia, Penerbit Balai Pustaka, Jakarta;
b.
Kamus Hukum.
1.8.5.Teknik Pengumpulan Data
12
Soerjono Soekanto dan Sri Mahmmudji, 1988, Penelitian Hukum Normatif, Rajawali Press, Jakarta, h.
34. 13
Peter Mahmud Marzuki, 2008, Penelitian Hukum, Cetakan ke-IV, Kencana, Jakarta, h.141.
Pengumpulan bahan hukum dilakukan melalui studi dokumentasi. Bahan hukum yang diperolehnya, diinfentarisasi (dikumpulkan) dan diidentifikasi serta kemudian dilakukan pengklasifikasian bahan-bahan sejenis, mencatat dan mengolahnya secara sistematis sesuai dengan tujuan dan kebutuhan penelitian.Tujuan dari tehnik dokumentasi ini adalah untuk mencari konsepsi-konsepsi, teori-teori, pendapat-pendapat, penemuan-penemuan yang berhubungan dengan permasalahan penelitian. a.
Teknik studi dokumen Teknik studi dokumen merupakan teknik awal yang digunakan dalam melakukan
penelitian ini dengan cara mengumpulkan data berdasarkan pada benda-benda berbentuk tulisan, dilakukan dengan cara mencari, membaca, mempelajari dan memahami data-data sekunder yang berhubungan dengan hukum sesuai dengan permasalahan yang dikaji yang berupa buku-buku, majalah, literatur, dokumen, peraturan yang ada relevansinya dengan masalah yang diteliti. b. Teknik wawancara Metode wawancara adalah metode untuk mengumpulkan data dengan cara tanya jawab. Dalam penelitian ini wawancara yang merupakan teknik untuk memperoleh data dilapangan dipergunakan untuk menunjang dari data-data yang diperoleh melalui studi dokumen. Dimana peneliti sebagai penanya dan sumber informan sebagai obyek yang akan dimintai keterangan dan informasi terkait penelitian tersebut. Pedoman daftar pertanyaan dibuat secara sistematis dan telah disiapkan oleh peneliti.Penelitian yang dilakukan dengan wawancara kepada narasumber.Narasumber diberikan pertanyaan-pertanyaan yang berhubungan dengan topik skripsi yang dibuat.
1.8.6.Teknik Pengolahan Data dan Analisa Data Setelah data terkumpul secara lengkap tahap berikutnya adalah tahap pengolahan data.Winarno Surachmad mengemukakan bahwa yang dimaksud dengan pengolahan data
adalah kegiatan mengolah data berdasarkan tehnik kualitatif, yang hasilnya disajikan dalam bentuk deskriptif .14 Dengan demikian data yang sudah diperoleh dan terkumpul secara lengkap selanjutnya akan diolah secara kualitatif, yaitu data yang bersangkutan di hubungkan antara yang satu dengan yang lainnya tetapi tetap bertumpu pada isinya dan tanpa dihitung jumlahnya dan frekuensinya dari seluruh data yang diperoleh dengan kata lain tanpa menggunakan angka, kemudian disajikan secara deskriptif analisis yaitu dengan menggambarkan secara lengkap tentang aspek-aspek tertentu yang bersangkut paut dengan masalah dan kemudian dianalisa untuk mendapatkan kebenaran dan berusaha memahami kebenaran tersebut.
14
Winarno Surachmad, 1991, Dasar dan Teknik Research Pengantar Metodologi Ilmiah. Cet. I, Tarsito, Bandung, h. 137.