1
BAB I PENDAHULUAN
I.1. Latar Belakang Penelitian Dari masa ke masa arti dan fungsi tanah bagi kehidupan manusia semakin meningkat. Pada masa pembangunan, tanah sangat diperlukan karena kebutuhan tanah memegang peranan penting, baik untuk melaksanakan pembangunan pada khususnya maupun kehidupan manusia itu sendiri. Kebutuhan akan tanah dewasa ini semakin meningkat sejalan dengan bertambahnya jumlah penduduk, jumlah badan usaha, dan meningkatnya kebutuhan lain yang berkaitan dengan tanah. Tanah merupakan unsur vital dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Hubungan bangsa Indonesia dengan tanah adalah hubungan yang bersifat abadi. Seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) merupakan kesatuan tanah air dari keseluruhan Bangsa Indonesia. Tanah merupakan perekat Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), karena itu, tanah perlu dikelola dan diatur secara nasional untuk menjaga keberlanjutan sistem kehidupan berbangsa dan bernegara. Dalam kerangka ini, kebijakan pertanahan diarahkan untuk mewujudkan tanah untuk “sebesar-besarnya kemakmuran rakyat”. Arah
kebijakan
pertanahan
haruslah
sejalan
dengan
Rencana
Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2013-2014 yang didasarkan atas Visi Negara Indonesia, yaitu : "terwujudnya negara kebangsaan Indonesia modern yang aman dan damai, adil dan demokratis, serta sejahtera dengan menjunjung tinggi
nilai-nilai
kemanusiaan,
kemerdekaan dan
persatuan
2
berdasarkan Pancasila dan UUD 1945”. Amanat konstitusi dibidang pertanahan menuntut agar politik dan kebijakan pertanahan dapat memberikan kontribusi nyata dalam proses mewujudkan “keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia” (sebagaimana diamanatkan pada Sila kelima Pancasila dalam pembukaan UUD 1945) dan mewujudkan “sebesar-besarnya kemakmuran rakyat” (sebagaimana diamanatkan pada Pasal 33 ayat 3 UUD 1945). Nilai-nilai dasar ini mensyaratkan dipenuhinya hak rakyat untuk dapat mengakses berbagai sumber kemakmuran, terutama tanah. Tanah adalah sesuatu yang sangat vital bagi sebagian besar rakyat Indonesia yang susunan masyarakat dan perekonomiannya bercorak agraris. Tanah merupakan kehidupan, karena dengan terbukanya akses rakyat kepada tanah dan dengan kuatnya hak rakyat atas tanah, maka kesempatan rakyat untuk memperbaiki sendiri kesejahteraan sosial-ekonominya akan semakin besar. Martabat sosialnya akan meningkat, hak-hak dasarnya akan terpenuhi, rasa keadilan sebagai warga negara akan tercukupi, harmoni sosial akan tercipta. Kesemuanya
ini
akan
menjamin
keberlanjutan
sistem
kemasyarakatan,
kebangsaan dan kewarganegaraan Indonesia. Berkaitan dengan tanah, terdapat beberapa hak atas tanah. Menurut Undang-Undang (No. 5 Tahun 1960) tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria, menjelaskan bahwa hak atas tanah sebagai hak guna bangunan, hak pakai, hak sewa, hak membuka tanah, hak memungut hasil hutan dan hak-hak lain akan ditetapkan dengan undang-undang serta hak-hak yang sifatnya sementara, yaitu meliputi hak gadai, hak usaha bagi hasil, hak menumpang dan hak sewa
3
tanah pertanian diatur untuk membatasi sifat-sifat yang bertentangan dengan Undang-Undang (No. 5 Tahun 1960) dan diusahakan hapusnya di dalam waktu yang singkat. Dari hak-hak atas tanah tersebut tidak menutup kemungkinan timbul berbagai masalah. Seperti masalah batas atau tanda pemilikan tanah. Hal ini kadang menimbulkan ketegangan diantara para pihak yang berselisih, bahkan mungkin juga bisa memicu suatu tindak kriminal dengan alasan ingin mempertahankan apa yang diyakini menjadi hak miliknya. Selain itu, terdapat juga suatu masalah yang berkaitan dengan pengendalian penerbitan sertifikat tanah, yaitu sertifikat ganda dan gagalnya pemisahan dari sertifikat induk. Sertifikat ganda dapat terjadi karena antara lain akibat kesalahan dalam hal penunjukan batas tanah oleh pemohon atau pemilik sendiri sewaktu petugas Kantor Pertanahan melakukan pengukuran. Batas yang ditunjukkan oleh pemohon atau pemilik, secara sengaja atau tidak sengaja, adalah keliru sehingga surat ukur atau gambar situasinya menggambarkan keadaan batas-batas yang bukan sebenarnya atau sebagian, karena sebelumnya di lokasi yang sama telah diterbitkan sertifikat, akibatnya terdapat lebih dari satu sertifikat yang diterbitkan. Gagalnya pemisahan dari sertifikat induk dapat terjadi karena dalam pendataan yang dilakukan oleh petugas Kantor Pertanahan, induk tanah yang sudah terbagibagi tetap dihitung dan dijumlah dengan tanah yang sudah terbagi-bagi tersebut sehingga luas tanah menjadi bertambah.
4
Masalah-masalah tersebut timbul karena seringkali didalam proses pembuatan sertifikat tanah selalu dibebani dengan syarat-syarat dan aturan-aturan yang begitu banyak sehingga dalam proses pengerjaannya membutuhkan waktu yang cukup lama. Masalah sertifikat ganda dan gagalnya pemisahan sertifikat induk, sebenarnya tidak perlu terjadi jika di dalam pembuatan sertifikat tersebut dilakukan dengan cara-cara yang benar, jujur, teliti, transparan dan mengikuti aturan-aturan yang berlaku. Hal ini merupakan salah satu alasan mengapa banyak sekali masyarakat yang melakukan jalan pintas didalam pembuatan sertifikat tanah, karena itu, Kantor Pertanahan juga perlu melaksanakan pengendalian dalam penerbitan sertifikat tanah hak milik. Pengendalian diperlukan agar dapat mengevaluasi apakah tujuan dapat dicapai, dan apabila tidak dapat dicapai di cari faktor penyebabnya. Begitu pentingnya kegunaan tanah bagi masyarakat atau badan hukum, menuntut adanya jaminan kepastian hukum atas tanah tersebut. Untuk mendapatkan jaminan kepastian hukum atas bidang tanah, memerlukan perangkat hukum yang tertulis, lengkap, jelas, dan dilaksanakan konsisten sesuai dengan jiwa dan isi ketentuan-ketentuan yang berlaku. Hal tersebut tercapai melalui pendaftaran tanah untuk pertama kali yang hasil akhirnya akan mendapatkan sertifikat tanah hak milik. Hak milik merupakan hak terkuat atas suatu tanah, dalam arti hak ini bersifat mutlak dan tidak dapat diganggu gugat oleh pihak lainnya. Definisi berdasarkan Pasal 20 ayat (1) UUPA,”Hak milik adalah hak turun-temurun, terkuat dan terpenuh yang dapat dipunyai orang atas tanah, dengan mengingat
5
ketentuan dalam Pasal 6.”. Hak milik mempunyai fungsi sosial sebagaimana disebutkan (dalam pasal 6 UUPA). Kata-kata “terkuat dan terpenuh” itu dimaksudkan untuk membedakannya dengan hak guna usaha, hak guna bangunan, hak pakai dan lain-lain, yaitu untuk menunjukkan bahwa di antara hak-hak atas tanah yang dapat dimiliki orang, hak miliklah yang mempunyai kekuatan hukum paling kuat dan paling penuh. Dari uraian itu, dapat dilihat bagaimana alur mendapatkan sertifikat tanah hak milik yang dilakukan sebagai berikut : Gambar 1.1 Proses Mendapatkan Sertifikat Tanah Hak Milik Pengurusan surat dan berkas persyaratan di kelurahan dan kecamatan. persyaratan di kelurahan dan Pendaftaran di Kantor Pertanahan kecamatan.
Pengumpulan data fisik dan data yuridis
Pengumuman data fisik dan data yuridis
Pengesahan data fisik dan data yuridis
Pembukuan hak
Penerbitan sertifikat tanah hak milik
(Sumber : Kantor Pertanahan Kota Tangerang, 2012)
6
Sebagai bagian dari proses pendaftaran tanah, sertifikat sebagai alat bukti hak atas tanah terkuat pun diterbitkan. Dokumen-dokumen pertanahan sebagai hasil proses pendaftaran tanah adalah dokumen tertulis yang memuat data fisik dan data yuridis tanah yang bersangkutan. Dokumen-dokumen pertanahan tersebut dapat dipakai sebagai jaminan dan menjadi pegangan bagi pihak-pihak lain yang memiliki kepentingan atas tanah. Calon pembeli tanah atau calon kreditor merupakan pihak-pihak yang memiliki kepentingan atas tanah jika terjadi transaksi jual beli atau transaksi perkreditan. Tidak hanya calon pembeli dan calon kreditor, pemerintah juga membutuhkan pencatatan atas tanah guna melaksanakan kebijakan pertanahan dengan tertib dan tidak tumpang tindih. Dengan demikian, maka makna sertifikat sebagai alat pembuktian yang kuat dan bahwa tujuan pendaftaran tanah yang diselenggarakan adalah dalam rangka memberikan jaminan kepastian hukum di bidang pertanahan. Menurut Pasal 1 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia (Nomor 24 Tahun 1997) tentang Pendaftaran Tanah, pengertian sertifikat yaitu : “Sertifikat adalah surat tanda bukti hak yang meliputi hak atas tanah, hak pengelolaan, tanah wakaf, hak milik atas satuan rumah susun dan hak tanggungan yang masing-masing sudah dibukukan dalam buku tanah yang bersangkutan.” Sengketa atau konflik atas tanah yang terjadi akhir-akhir ini, tidak hanya atas tanah yang belum terdaftar secara hukum dan memiliki sertifikat tetapi juga atas atas tanah yang sudah didaftar dan mempunyai sertifikat. Kenyataan ini menunjukkan betapa alat bukti berupa sertifikat (sertifikat atas tanah), belum menjamin kuatnya hak seseorang atau badan hukum atas tanah. Dalam sertifikat tanah dicantumkan data fisik dan data yuridis yang harus diterima sebagai data
7
yang benar, baik dalam pembuatan hukum sehari-hari maupun dalam sengketa di pengadilan. Data yang tertuang dalam sertifikat harus sesuai dengan apa yang tercantum dalam surat ukur dan buku tanah. Selain itu, orang atau badan hukum tidak dapat menuntut tanah yang sudah bersertifikat atas nama orang atau badan hukum lain jika selama 5 (lima) tahun sejak dikeluarkannya sertifikat itu, orang atau badan hukum tersebut tidak mengajukan gugatan pada pengadilan, sedangkan tanah tersebut diperoleh orang atau badan hukum yang lain tersebut dengan itikad baik dan secara fisik nyata dikuasai olehnya atau oleh orang lain atau badan hukum yang mendapatkan persetujuannya. Pengendalian diperlukan karena dalam perencanaan yang sebaik-baiknya sekalipun dapat terjadi penyimpangan, sehingga pengendalian dapat membantu untuk dapat memonitoring perubahan lingkungan dan pengaruhnya pada kemajuan organisasi tersebut. Pengendalian penerbitan sertifikat tanah hak milik yang
dilakukan
pada
Kantor
Pertanahan
akan
dapat
meminimalkan
penyimpangan-penyimpangan yang terjadi, jika penyimpangan-penyimpangan tersebut sudah terjadi, dengan pengendalian maka akan dapat dilakukan perbaikan dan pengkoreksian dari penyimpangan tersebut. Berdasarkan observasi awal yang dilakukan penulis di Kantor Pertanahan Kota Tangerang, menemukan permasalahan yang berkaitan dengan pengendalian penerbitan sertifikat tanah hak milik. Adapun masalah dari pengendalian penerbitan sertifikat tanah hak milik, yaitu mengenai jumlah luas tanah yang menjadi obyek pensertifikatan di Kota Tangerang melebihi luas tanah di Kota Tangerang itu sendiri. Dapat dilihat dalam tabel berikut :
8
Tabel 1.1 Obyek Pensertifikatan Tanah di Kantor Pertanahan Kota Tangerang Jumlah No.
Kecamatan/Desa
Luas (m2)
Bidang 1.
Batu Ceper
12.138
8.536.551
2.
Benda
14.320
11.480.485
3.
Cibodas
24.853
9.075.660
4.
Ciledug
21.880
6.722.755
5.
Cipondoh
33.481
45.020.147
6.
Jati Uwung
6.410
31.118.780
7.
Karang Tengah
19.435
7.941.241
8.
Karawaci
21.326
10.654.194
9.
Larangan
18.208
56.973.439
10.
Neglasari
14.301
9.419.689
11.
Periuk
25.061
14.256.720
12.
Pinang
20.421
11.082.782
13.
Tangerang
20.919
14.289.028
253.818
236.571.471
Jumlah Sumber : Kantor Pertanahan Kota Tangerang 2012 Berdasarkan
tabel
1.1
luas
tanah
obyek
pensertifikatan
adalah
236.571.471 m2, sedangkan luas tanah Kota Tangerang adalah 181.730.000 m2, disini dapat dilihat terdapat kelebihan luas tanah obyek pensertifikatan sebesar 54.841.471 m2. Dari pemaparan itu, penulis beranggapan bahwa pengendalian penerbitan sertifikat tanah hak milik dapat dikatakan belum efektif. Belum efektifnya pengendalian penerbitan sertifikat tanah hak milik di Kantor Pertanahan Kota Tangerang dikarenakan adanya beberapa masalah, berikut indikasi-indikasi masalah yang berkaitan dengan hal itu :
9
1. Sertifikat ganda, adalah sertifikat yang diterbitkan oleh Badan Pertanahan Nasional (BPN) yang akibat adanya kesalahan pendataan pada saat melakukan pengukuran dan pemetaan pada tanah, sehingga terbitlah sertifikat ganda yang berdampak pada pendudukan tanah secara keseluruhan ataupun sebagian tanah milik orang lain. 2. Pemisahan dari sertifikat induk, tanah perumahan yang dikembangkan developer umumnya berasal dari banyak pemilik tanah, karena itu statusnya juga beranekaragam dan berbeda antara satu dengan yang lainnya. Diantaranya ada yang baru girik, ada yang sudah Hak Milik (HM) dan ada Hak Guna Bangun (HGB), ada yang bahkan tidak dilengkapi dokumen. Setelah dibeli semua tanah itu disertifikatkan atas nama developer dengan status Hak Milik (HM) atau Hak Guna Bangun (HGB). Inilah yang disebut sertifikat induk, saat tanah di kavelingkaveling dan dipasarkan berikut bangunan, sertifikat induk itu dipecah atas nama konsumen, dengan status Hak Milik (HM) atau Hak Guna Bangun (HGB). Kesalahan dalam pendataan yang seharusnya sertifikat induk tidak di hitung, pada kenyataannya masih di hitung sehingga data menjadi bertambah. Bertitik tolak dari indikasi-indikasi masalah diatas, maka penulis tertarik untuk mengadakan penelitian lebih lanjut dan mengangkatnya menjadi sebuah karya ilmiah mengenai pengendalian penerbitan sertifikat tanah hak milik dengan mengangkat judul “Pengendalian Penerbitan Sertifikat Tanah Hak Milik pada Kantor Pertanahan Kota Tangerang”.
10
I.2. Rumusan Masalah Berdasarkan uraian dan latar belakang penelitian tersebut, maka dapat dirumuskan masalah dari penelitian ini, yaitu : “Bagaimana pengendalian penerbitan sertifikat tanah Hak Milik pada Kantor Pertanahan Kota Tangerang?”.
I.3. Tujuan Penelitian Penelitian
ini
diharapkan
mampu
memberikan
sumbangan
bagi
perkembangan ilmu pengetahuan dalam bidang administrasi publik, khususnya berkaitan dengan pengendalian penerbitan sertifikat tanah hak milik, sehingga dapat memberikan gambaran bagaimana pengendalian penerbitan sertifikat tanah hak milik pada Kantor Pertanahan Kota Tangerang.
I.4. Manfaat Penelitian Berdasarkan latar belakang penelitian, maka penelitian ini disusun dengan tujuan memberikan gambaran dan penjelasan tentang bagaimana pengendalian penerbitan sertifikat tanah hak milik pada Kantor Pertanahan Kota Tangerang. Dengan demikian penelitian ini diharapkan menghasilkan : 1. Manfaat Teoritik (Theoritical Purpose). Penelitian ini diharapkan dapat berguna dalam mengembangkan, memperluas dan memperkaya studi akademis serta penelitian ilmiah di bidang Studi Ilmu Administrasi Publik, khususnya dalam pengendalian penerbitan sertifikat tanah hak milik.
11
2. Manfaat Praktis (Practical Purpose). Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan bagi pengembangan Ilmu Administrasi Publik, juga dapat dijadikan referensi bagi Badan Pertanahan Nasional, khususnya Kantor Pertanahan Kota Tangerang berkaitan dengan pengendalian penerbitan sertifikat tanah hak milik, sehingga dapat dijadikan contoh bagi kota maupun kabupaten lainnya untuk meningkatkan pengendalian penerbitan sertifikat tanah hak milik di Kantor Pertanahannya.