BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Kehidupan masyarakat pada saat ini diperlukan adanya perlindungan, salah satu nya dengan adanya perlindungan asuransi. Hal itu terjadi karena dampak dari adanya kemajuan dibidang ilmu pengetahuan dan teknologi, serta perkembangan zaman yang semakin pesat, dan untuk itu masyarakat dituntut untuk bisa mengimbangi kemajuan tersebut. Kebutuhan akan pendidikan pada masa sekarang sangat dibutuhkan, apalagi pada masa krisis perekonomian seperti sekarang yang mana kebutuhan dibidang lain juga mengalami peningkatan. Saat ini juga biaya untuk dapat menikmati dunia pendidikan semakin tinggi dan mahal. Tingginya biaya pendidikan dan biaya kebutuhan hidup lainnya tersebut tidak disertai dengan adanya peningkatan pendapatan masyarakat pada umumnya, terutama yang sangat merasakan dampaknya adalah masyarakat golongan ekonomi menengah kebawah. Permasalahan tersebut terjadi pada saat ini, maka diperlukannya perlindungan asuransi untuk menjamin terpenuhinya perlindungan pendidikan hingga perguruan tinggi sampai adanya suatu risiko yang kemudian hari terjadi, yang nantinya risiko tersebut bisa ditanggung oleh perusahaan asuransi. Salah satu usaha yang ditempuh pemerintah untuk menghimpun dana adalah dari usaha perasuransian.
Usaha perasuransian yang kegiatannya menghimpun dana dari masyarakat mempunyai peranan penting dalam pembangunan. Dana yang diperoleh dari asuransi jiwa pada waktu sekarang walaupun jumlahnya belum sebanyak yang diharapkan tetapi manfaatnya sudah mulai dirasakan oleh masyarakat.1 Sebagai jenis perjanjian, asuransi termasuk dalam jenis perjanjian timbal balik yang berarti bahwa pihak pertama berkewajiban untuk melakukan perbuatan hukum bagi pihak kedua, sedangkan pihak kedua berkewajiban untuk melakukan perbuatan hukum bagi pihak pertama. Dalam hal asuransi, pihak penanggung mengikatkan diri untuk mengganti kerugian atau membayar sejumlah uang tertentu kepada pihak tertanggung dan pihak tertanggung mengikatkan diri untuk membayar premi kepada pihak penanggung.2 Perjanjian asuransi termasuk perjanjian konsensual, karena adanya kesepakatan dan lebih dikuatkan lagi dengan dibuatnya akta untuk menjadi alat bukti yang sah, didalam perjanjian asuransi hal yang diperjanjikan telah diatur oleh perusahaan asuransi yang dibuat dalam bentuk akta berbentuk polis yang sifatnya memaksa. Perjanjian ini pada dasarnya lahir atas dasar asas kebebasan berkontrak, yang mengandung makna bahwa setiap orang diperkenankan membuat perjanjianperjanjian apa saja, baik yang sudah diatur dalam undang-undang maupun yang sama sekali belum diatur dalam undang-undang atau yang biasa disebut dengan perjanjian jenis baru.
1
Djoko Prakoso dan I Ketut Martika, Hukum Asuransi Indonesia, Bina Aksara, Jakarta, 1989, hlm 302 2 H.M.N Purwosutjipto, Pengertian Pokok Hukum Dagang Indonesia (Hukum Pertanggungan), Buku Keenam, Djambatan, Jakarta, 1983, hlm. 65
Polis adalah alat bukti yang sempurna. Untuk membuktikan telah terjadi kesepakatan antara tertanggung dan penanggung, undang-undang mengharuskan pembuktian dengan alat bukti tertulis berupa akta yang disebut polis3. Ketentuan Pasal 255 KUHD perjanjian asuransi harus dibuat secara tertulis dalam bentuk akta yang disebut polis. Selanjutnya Pasal 19 ayat (1) Peraturan Pemerintah No.73 Tahun 1992 menentukan, polis atau bentuk perjanjian asuransi dengan nama apapun, berikut lampiran yang merupakan satu kesatuan dengannya, tidak boleh mengandung kata atau kalimat yang dapat menimbulkan penafsiran yang berbeda mengenai risiko yang ditutup asuransinya, kewajiban penanggung dan kewajiban tertanggung, atau mempersulit tertanggung mengurus haknya. Asuransi dapat berakhir apabila asuransi itu berhenti, berhentinya asuransi dapat terjadi karena kesepakatan antara penanggung dan tertanggung, misalnya karena premi tidak dibayar dan ini biasanya diperjanjikan dalam polis. Berhentinya asuransi juga dapat terjadi karena faktor diluar kemauan tertanggung dan penanggung4. Mengingat arti pentingnya perjanjian asuransi sesuai dengan tujuannya, yaitu sebagai suatu perjanjian yang memberikan proteksi, maka perjanjian ini sebenarnya menawarkan suatu kepastian dari suatu ketidakpastian mengenai kerugian ekonomis yang mungkin diderita karena suatu peristiwa yang belum pasti 5. Mengingat karakteristik dan sifat yang khas pada perjanjian asuransi, maka dibutuhkan dan perlu diadakan peraturan, tata cara dan syarat-syarat yang khusus
3
Abdulkadir Muhammad, Hukum Asuransi Indonesia, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung 1999, hlm. 56 4 Ibid. hlm. 126. 5 Sri Redjeki Hartono, Hukum Asuransi dan Perusahaan Asuransi, Sinar Grafika, Jakarta, 1992, hlm. 83
pula, menurut H. Gunanto perlu diadakan “aturan permainan“ yang rapi bagi para pihaknya6. Aturan permainan yang sifatnya umum dan mendasar, dapat ditelaah dari dua sisi yaitu pertama yang bersifat “memaksa” dan kedua yang bersifat “tidak memaksa”, yang bersifat memaksa merupakan asas-asas tertentu yang harus dipenuhi dengan akibat batalnya perjanjian atau dapat membebaskan salah satu dari kewajiban memenuhi kewajiban atau prestasinya, sedangkan yang bersifat tidak memaksa ialah hal-hal yang secara bebas dapat ditentukan oleh para pihak. Diantara sekian banyak program asuransi pendidikan yang ada di Indonesia, salah satunya adalah program Asuransi Pendidikan Beasiswa Berencana yang dikeluarkan oleh perusahaan Asuransi Jiwa Bersama (AJB) Bumiputera 1912. Program Asuransi Pendidikan Beasiswa Berencana tersebut memiliki manfaat yang sangat besar karena dapat memberikan perlindungan atau proteksi dalam hal penyediaan dana pendidikan bagi putra-putri nasabah sebagai tertanggung untuk melanjutkan sekolahnya. Program Asuransi Pendidikan Beasiswa Berencana ini, risiko yang ditanggung oleh AJB Bumiputera 1912 sebagai penanggung bukanlah hilangnya jiwa seseorang melainkan kerugian keuangan yang mungkin timbul sebagai akibat dari hilangnya jiwa seseorang tersebut, dalam hal ini pengadaan biaya pendidikan bagi putra-putri nya. Program asuransi tersebut membayarkan dana beasiswa kepada tertanggung setiap kali anak akan masuk kejenjang pendidikan tertentu dan juga berguna untuk
6
H Gunanto, Asuransi Kebakaran di Indonesia, Tira Pustaka, Jakarta, 1984, hal. 25
menyiapkan perlindungan asuransi bagi putra-putri bila terjadi hal yang tidak dikehendaki, agar pendidikan putra-putri tertanggung tidak berhenti ditengah jalan. Pelaksanaan perjanjian asuransi tersebut, bila anak yang ditunjuk meninggal dunia dalam masa kontrak asuransi atau dalam masa pembayaran dana beasiswa secara berkala, dapat ditunjuk penggantinya (anak lain) untuk menerima dana beasiswa secara berkala yang belum diberikan sesuai jadwal yang berlaku berdasarkan umur anak yang ditunjuk yang meninggal dunia. Pelaksanaan perjanjian pada AJB Bumiputera 1912, ada petugas atau disebut juga marketing yang fungsi dan tugas nya adalah memberikan informasi kepada masyarakat mengenai produk yang ada pada perusahaan Asuransi Bumiputera, dalam hal ini Asuransi Pendidikan Beasiswa Berencana. Petugas tersebut berkewajiban untuk mengajak calon tertanggung untuk bergabung kepada program asuransi yang ditawarkan, untuk mendapatkan nasabah atau calon tertanggung biasanya perusahaan asuransi menggunakan berbagai cara agar targetnya tercapai. Perusahaan asuransi dalam hal ini diwakili oleh petugas marketing yang mencari nasabah, pada kenyataannya petugas tersebut menggunakan berbagai cara untuk mendapatkan nasabah, sehingga syarat-syarat yang harus dipenuhi tertanggung yang sekiranya memberatkan tidak dijelaskan dan diterangkan, dalam hal ini petugas hanya menjelaskan yang sekiranya menguntungkan tertanggung dan tidak menjelaskan secara keseluruhan semua kewajiban yang harus dilakukan tertanggung. Hal ini bisa dikatakan petugas tersebut tidak mempunyai itikad baik, dengan cara menutupi informasi yang dikira memberatkan calon nasabah dan hanya
mementingkan pihak nya untuk mendapatkan nasabah sebanyak-banyak nya, karena selain calon tertanggung yang harus mempunyai itikad baik, pihak asuransi juga harus beritikad baik yang mana harus menjelaskan semua tentang produk asuransi tersebut tanpa ada yang dikurangi atau dilebihkan informasinya yang dapat mempengaruhi calon nasabah. Permasalahan lain yaitu, bisa saja dimanfaatkan oleh petugas marketing tersebut untuk melakukan paksaan dan penipuan terhadap calon nasabah atau tertanggung dikarenakan ketidaktahuan terhadap perusahaan asuransi tersebut. Pasal 281 KUHD menjelaskan bahwa : Apabila perjanjian asuransi tersebut dinyatakan batal baik untuk seluruhnya maupun untuk sebagian dan tertanggung atau pemegang polis tersebut beritikad baik, maka pemegang polis tersebut berhak untuk menuntut pengembalian premi yang sudah dibayarkannya7. Pelaksanaan pada perjanjian AJB Bumiputera 1912 apabila tertanggung ingin memberhentikan
perjanjian
Asuransi
Beasiswa
Berencana
dengan
alasan
dikarenakan tertanggung merasa dibohongi oleh pihak asuransi dalam hal ini petugas atau marketingnya karena tidak sesuai dengan apa yang ditawarkan oleh pihak petugas ketika akan melakukan perjanjian asuransi tersebut. Apabila premi nya belum ada nilai tunai nya, maka uang premi yang telah dibayarkan tidak bisa dikembalikan atau pembayaran dalam bentuk apapun, hal ini menjadi kerugian oleh pihak tertanggung karena tidak adanya itikad baik yang dilakukan oleh petugas pada saat menawarkan produk asuransi.
7
M. Suparman Sastrawidjaja dan Endang, Hukum Asuransi Perlindungan Tertanggung Asuransi Deposito Usaha Perasuransian, Alumni, Bandung, 1993, hlm. 10
Apabila pihak tertanggung memiliki kekeliruan dalam hal pemberian keterangan dikarenakan tidak lengkap nya petugas memberikan informasi, atau dikarenakan tertanggung tidak mengerti aturan yang ada pada perjanjian asuransi tersebut maka tertanggung dianggap tidak memiliki itikad baik dan dalam perjanjian asuransi pada AJB Bumiputera 1912 maka pihak asuransi bisa membatalkan atau mempersulit tertanggung dalam mengajukan klaim, bagi tertanggung hal ini mempunyai dampak tertundanya pembiayaan pendidikan anaknya. Ketentuan Pasal 1338 ayat (3) KUHPerdata yang mengandung asas itikad baik, secara khusus pula untuk perjanjian asuransi Pasal 251 KUHD yang berbunyi : “Setiap keterangan yang keliru atau tidak benar, ataupun setiap tidak memberitahukan hal-hal yang diketahui oleh si tertanggung, betapapun itikad baik ada padanya, yang demikian sifatnya sehingga seandainya penanggung telah mengetahui keadaan yang sebenarnya, perjanjian itu tidak akan ditutup dengan syarat-syarat yang sama, mengakibatkan batalnya pertanggungan” Dengan demikian Pasal 251 KUHD membedakan 3 hal yaitu8: 1. Memberikan keterangan yang keliru 2. Memberikan keterangan tidak benar 3. Tidak memberikan keterangan mengenai hal-hal yang diketahui Apabila ada hal atau keterangan yang diberikan atau kesalahan, baik yang disengaja atau tidak disengaja maka klaim asuransi tidak bisa dilakukan, hal ini tentunya sangat merugikan tertanggung apabila tertanggung mengalami kesalahan atau kekeliruan yang tidak disengaja dalam memberikan keterangan. Asuransi Pendidikan Beasiswa Berencana pada Bumiputera 1912 perjanjian tersebut dibuatkan akta yang berbentuk polis, yang mana polis tersebut bersifat
8
Ibid . hlm. 30.
memaksa karena telah dibuat baku oleh perusahaan Asuransi Bumiputera 1912, pada Asuransi Bumiputera 1912 tertanggung tidak diperbolehkan menambahkan klausul baru atau klausul tambahan yang dibuat oleh tertanggung untuk memproteksi dirinya. Pelaksanaan pada Asuransi Bumiputera 1912 dalam hal pemenuhan klaim asuransi apabila pemegang polis asuransi ingin mengajukan klaim atau permintaan jaminan/santunan maka harus memenuhi syarat-syarat yaitu pada Pasal 12 polis asuransi beasiswa berencana, dalam pasal tersebut juga mencantumkan bahwa “Jangka waktu pengajuan permintaan santunan selambat-lambatnya 1 (satu) tahun sejak tertanggung meninggal dunia, diluar jangka waktu tersebut Badan berhak menolak permintaan jaminan/santunan”. Permasalahan tersebut jelas bahwa adanya pengalihan risiko yang dilakukan oleh pihak asuransi secara sepihak, tentunya sangat merugikan bila tertanggung dalam jangka waktu tersebut tidak bisa melakukan dan memenuhi syarat pengajuan klaim asuransi karena suatu alasan tertentu dan mengakibatkan tidak dipenuhi nya klaim oleh perusahaan Asuransi Bumiputera 1912. Selain itu juga dalam prakteknya pihak asuransi memperlambat pemenuhan klaim asuransi oleh tertanggung karena alasan tertentu, menurut keterangan petugas marketing Asuransi Bumiputera 1912 : Pemenuhan klaim asuransi dapat dipenuhi paling lama satu minggu atau 7 (tujuh) hari kerja setelah syarat-syarat terpenuhi. Tapi pada prakteknya pemenuhan klaim asuransi tersebut terkadang lebih dari jangka waktu tersebut dan hal ini bisa merugikan tertanggung. Peraturan pelaksanaan UU Usaha Perasuransian antara lain mengatur bahwa perusahaan asuransi dilarang melakukan tindakan yang dapat memperlambat
penyelesaian atau pembayaran klaim atau tidak melakukan tindakan yang seharusnya dilakukan yang dapat mengakibatkan keterlambatan penyelesaian atau pembayaran klaim. Sesuai dengan peraturan pelaksanaan, perusahaan asuransi harus telah menyelesaikan pembayaran klaim paling lama tiga puluh hari sejak adanya kesepakatan atau kepastian mengenai jumlah klaim yang harus dibayar. Untuk lebih mengetahui bagaimana perlindungan hukum terhadap tertanggung yang melakukan perjanjian asuransi terhadap perusahaan asuransi dan adanya keseimbangan antara penanggung dan tertanggung baik dalam hal adanya pihak yang melakukan wanprestasi dan tidak memenuhi kewajiban, dan untuk menjamin keamanan tertanggung selama menjalankan perjanjian asuransi tersebut yang mana nantinya akan membuat keuntungan bagi kedua belah pihak tersebut, maka penulis tertarik untuk mengkaji lebih dalam mengenai permasalahan tersebut melalui sebuah karya ilmiah dalam bentuk skripsi berjudul : “Perlindungan Hukum Terhadap Tertanggung dalam Perjanjian Asuransi Pendidikan pada Asuransi Jiwa Bersama (AJB) Bumiputera 1912”. Dengan harapan nantinya karya ilmiah ini dapat memberikan manfaat bagi penulis, maupun bagi masyarakat pada umumnya. B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan tersebut diatas, maka rumusan permasalahan yang akan dikemukakan adalah: 1. Bagaimana pelaksanaan asas itikad baik dalam perjanjian asuransi pendidikan pada AJB Bumiputera 1912? 2. Bagaimana perlindungan hukum terhadap tertanggung dalam perjanjian asuransi pendidikan pada AJB Bumiputera 1912?
C. Tujuan Penelitian Adapun tujuan penelitian dibagi menjadi dua: 1. Tujuan Obyektif a. Untuk mengetahui pelaksanaan asas itikad baik dalam melakukan perjanjian asuransi pendidikan pada AJB Bumiputera 1912. b. Untuk mengetahui perlindungan hukum terhadap tertanggung dalam perjanjian asuransi pendidikan pada AJB Bumiputera 1912. 2. Tujuan Subyektif Untuk mendapatkan data dalam rangka menyusun skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Hukum pada Universitas Islam Indonesia. D. Tinjauan Pustaka 1.
Pengertian Asuransi Asuransi di Indonesia, selain istilah asuransi digunakan juga istilah
pertanggungan, penggunaan kedua istilah tersebut mengikuti istilah dalam bahasa belanda, yaitu assurantie (asuransi) dan verzekering (pertanggungan). Di Inggris digunakan istilah insurance dan assurance yang mempunyai pengertian sama. Istilah insurance digunakan untuk asuransi kerugian sedangkan assurance digunakan untuk asuransi jiwa9. Istilah pertanggungan melahirkan istilah penanggung (verzekeraar) dan tertanggung (verzekerde). Sedangkan istilah asuransi melahirkan istilah assurador atau assuradeur (penanggung) dan geassuraarde (tertanggung)10.
9
Radiks Purba, Memahami Asuransi di Indonesia, PT. Pustaka Binaman Pressindo, Jakarta, 1995, hlm. 40 10 Ridwan Khairandy, Pengantar Hukum Dagang Indonesia I, Gama Media, Yogyakarta, 1999, hlm. 211
Pengertian asuransi atau pertanggungan adalah suatu perjanjian dimana penanggung dengan menikmati suatu premi mengikatkan dirinya terhadap tertanggng untuk membebaskan nya dari kerugian karena kehilangan, kerugian atau tiada keuntungan yang diharapkan, yang akan diderita oleh nya karena suatu kejadian yang tidak pasti.11 Menurut Pasal 246 KUHD, Asuransi atau pertanggungan adalah suatu perjanjian dimana penanggung mengikatkan diri kepada tertanggung dengan menerima premi, untuk memberikan penggantian kepadanya karena kerugian, kerusakan atau kehilangan keuntungan yang diharapkan, yang mungkin akan diderita nya karena suatu peristiwa tertentu. Asuransi adalah perjanjian timbal balik, artinya bahwa kewajiban penanggung mengganti rugi dihadapkan dengan kewajiban tertanggung membayar premi, walaupun dengan pengertian kewajiban membayar premi itu tidak bersyarat atau tidak digantungkan pada satu syarat.12 2.
Macam atau Jenis Asuransi Menurut ketentuan Pasal 1 angka (1) UU No. 2 Tahun 1992 asuransi dapat
digolongkan kedalam dua jenis, yaitu: a) Asuransi Kerugian (Loss Insurance), dapat diketahui dari rumusan, untuk memberikan penggantian kepada tertanggung karena kerugian, kerusakan atau kehilangan keuntungan yang diharapkan atau tanggung jawab hukum kepada pihak ketiga yang mungkin akan diderita oleh tertanggung13.
11
Hasymi Ali, Pengantar Asuransi, Bumi Aksara, Jakarta, Cetakan Ketiga, 2002, hlm. 18 Djoko Prakoso, Hukum Asuransi Indonesia, Penerbit. Rineka Cipta, Jakarta, 2004, hlm. 11 13 Abdulkadir Muhammad, Hukum Asuransi Indonesia, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 1999, hlm. 167 12
b) Asuransi Jumlah (Sum Insurance), yang meliputi asuransi jiwa dan asuransi sosial, dapat diketahui dari rumusan, untuk memberikan pembayaran yang didasarkan
atas
meninggal
atau
hidup
nya
seseorang
yang
dipertanggungkan14. Menurut Santoso Poejosoebroto asuransi dapat dibagi kedalam berbagai cabang yang berdiri sendiri, yaitu : a) Asuransi Swasta, yang terdiri dari : asuransi jiwa dan asuransi harta b) Asuransi Pemerintah, yang terdiri dari : asuransi sukarela dan asuransi wajib. Selain itu ada lagi jenis asuransi, seperti yang dimaksud Pasal 271 KUHD, yang menyatakan benda pertanggungan dipertanggungkan lagi oleh penanggung terhadap bahaya yang sama dan dalam jangka waktu yang sama pula kepada penanggung lain, hal ini disebut juga dengan pertanggungan ulang. Keterangan tersebut dapat disimpulkan bahwa ada jenis asuransi yang di sebut Reasuransi, yakni ada dua pertanggungan yang berurutan dan bertingkat, yaitu antara tertanggung dan penanggung, kemudian antara penanggung sebagai tertanggung kedua dengan penanggung lain sebagai penanggung kedua. H.M.N Purwosutjipto menambahkan lagi jenis asuransi, yakni asuransi campuran, yakni asuransi/pertanggungan jumlah atau jiwa bercampur dengan pertanggungan atau asuransi kerugian. 3. Prinsip-Prinsip atau Asas-Asas Asuransi Prinsip-prinsip asuransi pada umunya mempunyai sifat khusus, didalam negara anglosaxon disebutkan :
14
Ibid. hlm. 168
a) Perjanjian bersifat aletair b) Perjanjian asuransi merupakan perjanjian bersyarat c) Perjanjian asuransi bersifat sepihak d) Perjanjian asuransi bersifat pribadi e) Perjanjian asuransi melekat kepada satu penanggung f) Perjanjian asuransi adalah perjanjian dengan itikad baik yang sempurna dengan maksud adalah perjanjian asuransi tersebut terdapat kejujuran dalam segala hal Asuransi di Indonesia terdapat prinsip-prinsip atau asas yang harus dilakukan dalam melakukan perjanjian asuransi yang mana nanti nya dapat menjadi kekuatan yang dapat mengikat, prinsip yang terdapat dalam huku asuransi di Indonesia, yaitu15 a) Prinsip kepentingan yang dapat diasuransikan b) Prinsip itikad baik c) Prinsip keseimbangan d) Prinsip subrogasi e) Prinsip sebab akibat 4. Perjanjian Asuransi Menurut ketentuan KUHPerdata, setiap perjanjian harus dilandasi oleh itikad baik para pihak yang mengadakan perjanjian tersebut, hal demikian berlaku pula pada perjanjian asuransi. Seperti yang diatur dalam Pasal 251 KUHD, karena perjanjian asuransi mempunyai sifat-sifat khusus dibanding dengan jenis-jenis perjanjian lainnya, seperti yang terdapat dalam KUHPerdata. 15
M. Suparman Sastrawidjaja dan Endang, Hukum Asuransi Perlindungan Tertanggung Asuransi Deposito Usaha Perasuransian, Penerbit. Alumni, Bandung, 1993, hlm. 55
Maksud dari hal tersebut bahwa pihak tertanggung harus menyadari bahwa pihaknya mempunyai kewajiban untuk memberikan keterangan yang sebenarbenarnya, sejujur-jujurnya, dan selengkap-lengkapnya mengenai keadaan obyek yang akan diasuransikan. Dapat disimpulkan bahwa perjanjian pada dasarnya akan meliputi hal-hal, yaitu16: a) Perjanjian selalu menciptakan hubungan hukum b) Perjanjian menunjukkan adanya lemampuan atau kewnangan menurut hukum c) Perjanjian mempunyai atau berisikan suatu tujuan, bahwa pihak yang satu akan memperoleh dari pihak yang lain suatu prestasi yang mungkin memberikan sesuatu, melakukan sesuatu atau tidak melakukan sesuatu d) Dalam setiap perjanjian, kreditur berhak atas prestasi dari debitur, yang dengan sukarela akan memenuhinya e) Bahwa dalam setiap perjanian debitur wajib dan bertanggung jawab melakukan prestasinya sesuai dengan isi perjanjian a. Syarat Sah Terjadinya Perjanjian Asuransi Ketentuan Pasal 1320 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata , syarat-syarat sah suatu perjanjian secara umum terdiri dari 4 (empat) hal, yaitu : 1) Kesepakatan (consensus) 2) Kewenangan (authority) 3) Objek tertentu (fixed object) 4) Kausa yang halal (legal cause)
16
Sri Rejeki Hartono, op. cit, hlm. 83
syarat-syarat tersebut dapat ditambahkan dengan : 5) Pemberitahuan (notification) b. Polis Asuransi Polis asuransi merupakan tanda bukti adanya perjanjian pertanggungan, tetapi bukan merupakan unsur dari perjanjian pertanggungan, dengan tidak adanya polis, perjanjian pertanggungan tidak menjadi batal17. Sebagai alat bukti tertulis, isi yang tercantum dalam polis harus jelas, tidak boleh mengandung kata-kata atau kalimat yang mungkin terjadi perbedaan interpretasi, sehingga mempersulit tertanggung dan penanggung merealisasikan hak dan kewajiban mereka dalam pelaksanaan perjanjian asuransi. c. Premi Asuransi Premi adalah sesuatu yang diberikan sebagai hadiah atau derma, atau sesuatu yang dibayarkan ekstra sebagai pendorong atau perancang, atau sesuatu pembayaran tambahan diatas pembayaran normal18. Menurut ketentuan Pasal 246 KUHD premi merupakan kewajiban tertanggung, sebagai imbalan dari kewajiban penanggung untuk mengganti kerugian tertanggung. Premi biasanya dinyatakan dengan prosentase dari jmlah pertanggungan, yang menggambarkan penilaian penanggung terhadap risiko yang ditanggung nya.19
17
H.M.N Purwosutjipto, op. cit, hlm. 62 Radiks Purba, op. cit, hlm. 105 19 H.M.N Purwosutjipto, op. cit, hlm. 51 18
E. Metode Penelitian Dalam penelitian penulis menggunakan metode penelitian sebagai berikut: 1. Objek penelitian Untuk mengetahui akibat hukum dan penyelesaian hukum apabila terjadi wanprestasi dan bagaimana perlindungan hukum tertanggung dalam perjanjian asuransi pendidikan Beasiswa Berencana, didalam melakukan perjanjian dikenal asas itikad baik, dalam hal ini maka bagaimana pelaksanaan asas tersebut dalam perjanjian asuransi pendidikan Beasiswa Berencana yaitu produk dari Asuransi Jiwa Bersama Bumiputera 1912. 2. Subyek Penelitian Untuk melengkapi dan mendukung keakuratan data penelitian, maka diambil dan dipilih beberapa nara sumber, antara lain: a. Pimpinan Perusahaan Asuransi Jiwa Bersama Bumiputera 1912 b. Staf Karyawan Bagian Informasi c. Masyarakat yang mengikuti kegiatan Asuransi 3. Sumber Data Data dapat diperoleh dengan cara: a. Melakukan wawancara kepada pihak-pihak perusahaan Asuransi AJB Bumiputera 1912 mengenai produk asuransi yang akan diteliti penulis. b. Melakukan wawancara kepada konsumen atau pihak tertanggung mengenai hal yang berkitan dengan objek yang akan diteliti c. Melakukan
studi
kepustakaan
dengan
perundang-undangan yang terkait, yaitu:
melihat
berbagai
peraturan
1) Kitab Undang-Undang Hukum Perdata 2) Kitab Undang-Undang Hukum Dagang 3) Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1992 tentang Usaha Perasuransian 4) Buku-buku tentang perjanjian, perasuransian, serta hasil penelitian yang berkaitan
mengenai perjanjian asuransi dan perlindungan
hukum terkait dengan tema yang akan diteliti. 4. Teknik Pengumpulan Data Pengumpulan data dapat dilakukan dengan cara: a. Pengumpulan data dilakukan dengan cara wawancara yaitu merupakan suatu cara yang dilakukan untuk memperoleh keterangan secara langsung mengenai upaya dari pihak yang terkait dalam proses dan upaya penyelesaian permasalahan yang akan diteliti. Pengumpulan data yang dilakukan dengan wawancara menggunakan alat pedoman wawancara yang sifatnya terbuka yaitu pertanyaan yang jawabannya tidak disediakan, responden bebas menjawab pertanyaan secara bebas. b. Mempelajari dan menelusuri peraturan yang menjadi acuan dalam penulisan penelitian asuransi tersebut. c. Mencari dan mempelajari dokumen atau jurnal hukum yang terkait dengan obyek yang akan diteliti 5. Pendekatan yang digunakan Dalam penelitian ini penulis melakukan dengan dua pendekatan, yaitu pendekatan normatif dan pendekatan empiris.
a. Pendekatan Normatif, yaitu pendekatan dengan cara menelaah kaidahkaidah atau norma-norma dan aturan-aturan yang berhubungan dengan masalah yang akan dibahas. Pendekatan tersebut dimaksudkan untuk mengumpulkan macam-macam peraturan perundang-undangan, teori-teori dan literatur yang erat hubungannya dengan permasalahan yang akan dibahas. b. Pendekatan Empiris, yaitu pendekatan dengan meneliti dan mengumpulkan data primer yang diperoleh secara langsung dari objek penelitian secara wawancara dengan responden atau nara sumber yang berhubungan dengan permasalahan yang akan dibahas dalam penelitian ini. 6. Analisis Data Proses analisis data merupakan usaha untuk menemukan jawaban atas pertanyaan mengenai perihal didalam rumusan masalah serta hal-hal yang diperoleh dari suatu penelitian pendahuluan. Dalam proses analisa data ini, rangkaian data yang telah tersusun secara sistematis menurut klasifikasinya kemudian diuraikan dan dianalisa secara kualitatif, yakni dengan memberikan pengertian terhadap data yang dimaksud kenyataan yang diperoleh dilapangan, sehingga benar-benar merupakan jawaban dari pokok masalah yang ada disusun serta diuraikan dalam bentuk kalimat perkalimat. Kemudian dari hasil analisa data tersebut diinterpretasikan kedalam bentuk kesimpulan yang bersifat induktif.