BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Sastra sebagai salah satu bentuk kreasi seni, menggunakan bahasa sebagai media pemaparnya. Berbeda dengan bahasa yang digunakan sehari-hari, bahasa dalam karya sastra memiliki kekhasan sendiri. Disebut demikian karena bahasa dalam karya sastra merupakan salah satu bentuk idiosyncratic dimana tebaran kata yang digunakan merupakan hasil pengolahan dan ekspresi individual pengarangnya (lyons dalam Aminuddin, 1985:25). Sastra adalah ungkapan pribadi manusia yang berupa pengalaman, pemikiran, perasaan, ide, semangat, keyakinan, dalam suatu bentuk gambaran kongkrit, yang membangkitkan pesona dengan alat bahasa (Sumardjo dan Saini, 1991: 3). Selain itu, kata sastra atau kesusastraan dapat ditemui dalam sejumlah pemakaian yang berbeda-beda. Hal ini menggambarkan bahwa sastra utu kenyatannya bukanlah nama dri sesuatu yang sederhana, tetapi ia merupakan satu istilah paying yang meliputi sejumlah kegiatan yang berbeda-beda, ia bias dihubungkan dengan suatu kegiatan penyimakan atau pembacaan naskah, pamphlet, majalah atau buku (Semi, 1988:7). Karya sastra sebagai salah satu karya seni, adalah karya yang dibuat untuk memenuhi kebutuhan batiniah atau kepuasan batiniah dengan unsur keindahan yang ada didalamnya. Disamping itu sebuah karya sastra, sebagai mana karya seni lain, juga harus dapat memberikansuatu arti bagi kehidupan rohaniah para pembaca atau penikmatnya (Arsyad, 1986: 3). Yang lebih singkat lagi, sastra dapat dikatakan sebagai suatu kegiatan kreatif sebuah karya seni (Wellek dan Werren, 1989: 3). Dari batasan-batasan tersebut, dapat disimpulkan bahwa sastra sebenarnya mengandung berbagai macam unsur yang sangat kompleks, antara lain (1) unsur keindahan, (2) unsur
kontemplatif yang berhubungan dengan nilai-nilai atau renungan tentang keagamaan, filsafat, politik serta berbagai macam kompleksitas permasalahan kehidupan, (3) media pemaparan, baik berupa media kebahasaan maupun struktur wacana, serta (4) unsur-unsur intrinsik yang berhubungan dengan cirri karakteristik cipta sastra itu sendiri sebagai suatu teks (Aminuddin, 1987: 38). Sastra dapat digolongkan menjadi dua jenis yaitu sastra imajinatif dan sastra nonimajinatif. Ciri sastra imajinatif bersifat khayali, menggunakan bahasa konotatif, dan memenuhi syarat estetika seni. Cirri sastra non-imajinatif lebih banyak memiliki unsur faktual dari pada unsur khayali, bahasa denotatif, dan memenuhi estetika seni (Sumardjo dan Saini, 1991: 18).Meskipun ciri sastra imajinatiflebih bersifat khayali dan berbahasa konotatif, namun dua penggolongan tadi masih menunjukkan perbedaan-perbedaan dalam dua hal tersebut. Jenis karya sastra prosa memang bersifat khayali, namun dalam penggunaan bahasanya masih menunjukkan sifat denotatifnya dari pada konotatif. Sifat khayali dan bahasa konotatif sepenuhnya terdapat pada karya-karya puisi. Jadi genre sastra prosa lebih banyak menggunakan bahasa secara denotatif dibanding dengan karya sastra puisi. Termasuk dalam penggolongan sastra prosa adalah fiksi dan drama (Sumardjo dan Saini, 1991:18). Struktur fiksi dapat digolongkan atas dua golongan yaitu: (1) struktur luar (ekstrinsik), (2) struktur dalam (intrinsik). Struktur luar adalah segala macam unsur yang berada di luar karya sastra yang ikut mempengaruhi kehadiran karya sastra tersebut, misalnya faktor sosial ekonomi, faktor kebudayaan, faktor sosio-politik, keagamaan dan nilai yang dianut masyarakat. Struktur dalam adalah unsur-unsur yang membangun karya sastra dari dalam seperti penokohan atau perwatakan, tema, alur, pusat pengisahan, latar dan gaya bahasa (Semi, 1988:35).
Novel adalah lukisan kejadian yang luar biasa dari kehidupan seseorang karena sebuah konflik mengenai perubahan nasibnya (Safioedin, 1977:87). Novel sebagai karya sastra menyajikan hasil pemikiran melalui wujud penggambaran pengalamn kongkrit manusia dalam bentuk cerita yang cukup panjang. Dengan demikian novel merupakan usaha menggambarkan, mewujudkan, menyatakan pengalaman subyektif seorang pengarang (Sumardjo dalam Yudiono, 1986: 123). Karya sastra merupakan khasanah intelektual yang dengan caranya sendiri merekam dan menyuarakan nilai-nilai yang hidup dalam masyarakat serta merupakan bagian integral yang penting dari proses dan kebudayaan. Sebagai seorang sastrawan, penulis fiksi, salah satu karyanya “Ma Yan”. Novel Ma Yan menceritakan perjuangan dan mimpi gadis kecil miskin di pedalaman China untuk meraih pendidikan. Dalam novel “Ma Yan” karya Sanie B. Kuncoromenyuguhkan khasanah intelektual yang kompleks dan memukau. Novel ini diterbitkan oleh penerbit Bentang anggota IKAPI (PT Bentang Pustaka). Novel ini diangkat dari kisah nyata yang sangat menyentuh dan membuat kita berurai air mata. Betapa gadis kecil ini berusaha keras untuk memperoleh pendidikan yang layak. Bahkan Ma Yan berani mengambil resiko kaki kecilnya bengkak akibat berjalan kaki selama lima jam karena tidak punya uang untuk naik angkutan ke sekolah. Bagian terfavorit dari buku ini adalah ketika Ma Yan ingin sekali membeli sebuah pena. Saking mahalnya benda ini, ia harus berpuasa untuk tidak makan lauk dengan hanya memakan jatah nasi putih satu kali pada siang hari. Dari sini saya belajar banyak tentang arti kehidupan sebenarnya. Kisah yang sepenuhnya yang inspirasional ini diilustrasikan dengan indah dalam novel “Ma Yan”. “Ma Yan” merupakan buku yang memiliki berbagai kelebihan dari segi isi maupun penulisan. Sanie B. Kuncoro dengan handal membangun cerita Ma Yan menggunakan berbagai
unsur intrinsik. Antara lain, mendeskripsikan dengan detil latar gersang yang dimiliki provinsi Ningxia sehingga mempertegas sulitnya perjuangan yang dilalui Ma Yan, serta tema-tema yang diangkat dalam novel seperti kekeluargaan, yang ditunjukkan melalui bentuk pengorbanan dan kasih sayang yang diperlihatkan oleh ibu Ma Yan kepada anaknya sepanjang cerita. Gaya penulisan Kuncoro juga berperan besar dalam buku ini. Contohnya, dengan menyelingi isi novel dengan ekstrak buku harian asli Ma Yan, pembaca dibuat semakin berempati dan mendekatkan mereka dengan gadis itu karena ekstrak-ekstrak yang ditulis dalam kata-katanya sendiri. Novel juga dinarasikan lewat dua perspektif, yaitu Ma Yan dan ibunya, yang memberi sudut pandang milik dua tokoh yang berbeda ketika menghadapi berbagai peristiwa. Disamping adanya kelebihan, “Ma Yan” memperlihatkan kekurangan pula. Ada saatnya ketika alur cerita terasa datar akibat miripnya sudut pandang tokoh Ma Yan dan ibunya sehingga terasa ada pengulangan dalam satu peristiwa. Penulis juga terkadang terlalu hiperbola dalam mendeskripsikan jalan cerita karena pemilihan diksi yang terlalu menggugah, sehingga pembaca justru berpandangan skeptis daripada terharu. Meskipun adanya kekurangan tersebut, novel ini tetap pantas mendapat perhatian karena kelebihan utama, yaitu pesan-pesan berharga yang terkandung sepanjang cerita. Sebuah buku catatan mengungkapkan pentingnya meraih pendidikan, mempunyai semangat juang, serta bekerja keras bahkan rela mengorbankan banyak hal demi mendapatkan yang terbaik demi masa depan. Karena itu, “Ma Yan” merupakan karya yang cocok untuk membangun semangat pelajar di seluruh dunia, dan membuka hati setiap orang untuk menempuh cita-cita mereka, sebab Ma Yan membuktikan bahwa tidak ada yang mustahil. Novel yang memuat tentang pendidikan penting untuk mendapatperhatian. Pembaca dapat memanfaatkan novel untuk diambil nilai-nilaiedukatifnya dan diterapkan dalam kehidupan
sehari-hari. Nilai edukatifmerupakan hal penting yang dapat memberikan tuntunan kepada manusiadalam pertumbuhan dan perkembangannya hingga tercapai kedewasaan dalamarti jasmani dan rohani. Dunia sastra sebagai dunia pengarang penuh dengan realitas kehidupan, sebab pengarang dalam menciptakan karyanya berpijak dalam dunia yang berbeda. Pada satu sisi berpijak pada dunia seni, sedang di sisi lain berpijak pada dunia ilmu. Sastra sebagai seni bisa dinikmati sedang sebagai dunia ilmu, sastra bisa diteliti dan dideskripsikan. Keberadaan sastra sebagai cabang seni berfungsi untuk memperjelas, memperdalam, dan memperkaya penghayatan manusi terhadap kehidupan mereka. Dengan penghayatan yang lebih baik terhadap kehidupan, manusia dapat berharap untuk menciptakan kehidupan yang sejahtera (Sumardjo dan Saini, 1991:16). Karya sastra merupakan pancaran dari hidup dan kehidupan. Dikatakan demikian sebab karya sastra dihasilkan oleh pengarang berdasarkan pengalaman jiwanya atau kehidupannya (Hayati dan Adiwardoyo, 1990:13). Oleh sebab itu, dari masalah atau persoalan yang dituangkan dalam karya sastra dapat dicari atau ditarik nilai-nilai kehidupan, kemanusiaan, pendidikan atau yang liannya. Dari nilia-nilai itu dapat ditarikpelajaran atau kemanfaatan, yang baik dilaksanakan dan yang jelek ditinggalkan. Pendidikan dilaksanakan di dalam suatu kesatuan hidup bersama (masyarakat). Sifat sosial manusia menjadi dasar bagi kesatuan hidup bersama itu, dan makna kehidupan manusia ditentukan oleh nilai-nilai hidup yang mendasari persatuan hidup bersama (Driyarkara dalam Tanlain, 1992:87). Menyatakan bahwa pendidikan merupakan pengejaran dan pelaksanaan nilainilai. Jadi, isi pendidikan adalah tindakan-tindakan yang membawa anak didik mengalami, menghayati nilai-nilai kemanusiaan, sehingga anak didik membangun nilai-nilai kemanusiaan dalam kepribadiannya (Langeveld dalam Tanlain, 1992:87).
Manusia mengkistalisasikan dan mengintegrasiakan pengalaman, penghayatannya mengenai hal-hal yang berharga bagi hidupnya menjadi suatu pandangan hidup, sehingga tersusun dalam suatu kesatuan yang hirarkis, yang disebut sistem nilai (Tanlain, 1992:87).Sebagai ilmu pengethuan normative, ilmu pendidikan merumuskan kaidah-kaidah, norma-norma dan atau ukuran tingkah laku perbuatan yang sebenarnya dilaksanakan oleh manusia, atau ilmu pendidikan bertugas merumuskan peraturan-peraturan tentang tingkah laku perbuatan makhluk yang bernama manusia dalam kehidupan dan penghidupannya (Syam, 1981:54). Masalah pendidikan tidak akan terlepas dari nilai-nilai kebudayaan yang dijunjung tinggi oleh semua lapisan masyarakat bangsa itu. Nilai-nilai itu senantiasa berkembang dan berarti ia mengalami perubahan. Perubahan-perubahan yang terjadi di masyarakat harus diikuti oleh pendidikan, agar pendidikan itu tidak ketinggalan jaman. Perubahan yang terjadi dalam nilai sosial itu biasanya menunjukkan adanya gejala berbagai kemajuan dalam kehidupan masyarakat yang menyangkut masalah sosial, ekonomi, politik, dan kebudayaannya. Dalam kegiatan hidup sehari-hari nilai-nilai sosial di atas harus dijabarkan dalam bentuk norma-norma atau aturan-aturan hidup bermasyarakat, sehingga mudah dipahami dan diikuti oleh segenap lapisan masyarakat. Aturan-aturan itu akan menentukan boleh tidaknya sesuatu dilakukan oleh warga masyarakat. Sesuatu yang baik akan dianjurkan dan bahkan diperintahkan untuk mengerjakan. Dan segala sesuatu yang tidak baik dilarang melakukannya (Syam, 1981: 156-157). Dari uraian di atas dapat dipahami bahwa karya sastra mengandung masalah yang berhubungan dengan masalah kehidupan, kemanusiaan, kependidikan, dan masalah lainnya, tidak terkecuali pula dalam novel Ma Yan karya Sanie B. Kuncoro.Di samping itu peneliti
sendiri juga seorang calon pendidik sehingga peneliti merasa perlu mengadakan penelitian analisis sastra dari segi nilai-nilai pendidikan. Dengan harapan nantinya setelah penelitian ini selesai, hasilnya dapat membantu kita dalam penggalian nilai-nilai pendidikan yang ada dalam karya sastra. Sepengetahuan peneliti belum ada yang mengangkat novel ini dalam bentuk karya tulis ilmiah semisal skripsi, hal itu menjadi nilai tambah bagi peneliti untuk menjadikan meneliti novel ini ke dalam sebuah skripsi. Berdasarkan uraian di atas maka penelitian sekarang lebih di fokuskan pada “Analisis Nilai-nilai Edukatif Tokoh Utama dalam Novel Ma Yan karya Sanie B. Kuncoro” yang lebih dispesifikasi pada pendidikan religius, pendidikan moral dan pendidikan watak. Novel ini merupakan sebuah memoar, yaitu novel yang berisikan catatan-catatan peristiwa masa lampau tentang perjalanan hidup seseorang.
1.2 Jangkauan Masalah Novel merupakan jenis karya sastra yang berdasarkan isinya memiliki cerita yang sangat panjang, serta terbagun dari aspek intrinsik dan ekstrinsik. Novel yang berjudul “Ma Yan” karya Sanie B. Kuncoro ini dapat dikaji atau dianalisis dengan menggunakan beberapa pendekatan antara lain: sosiologi sastra dan psikologi sastra, selain itu juga dapat dikaji atau dianalisis dari aspek intrinsik dan ekstrinsik. Aspek intrinsik merupakan aspek yang membangun karya sastra dari dalam karya sastra itu sendiri yang meliputi tema, plot/alur, tokoh dan perwatakan, setting/latar, gaya bahasa, sudut pandang (point of view), amanat, sedangkan aspek ektrinsik merupakan aspek yang membangun karya sastra dari luar tubuh karya sastra seperti psikologi baik psikologi pengarang, pembaca, ekonomi, sosial budaya, politik, subjektivitas individu pengarang, dan bahkan unsur biografi pengarang.
Sosiologi pendidikan adalah ilmu yang membeberkan dan menjelaskan tentang hubungan–hubungan sosial yang didapatkan seseorang melalui pengalaman-pengalamannya. Sosiologi pendidikan juga mengkaji proses tingkah laku sosial serta prinsip-prinsip pengendaliannya yang menyeluruh terhadap semua aspek pendidikan (bertolak dari sudut pandang teknologi atau ilmu terapan). Sosiologi pendidikan mencakup bidang sosiologi yang berhubungan dengan proses belajar atau sosiolisasi, dan mencakup segala sesuatu dari bidang pendidikan yang bisa dikaji berdasarkan analisis sosiologi (Faisal, 1983: 51) Menurut Faisal (1983: 344-369) nilai-nilai sosiologi pendidikan meliputi nilai pendidikan budaya, nilai pendidikan estetis, nilai pendidikan religi, nilai pendidikan watak, nilai pendidikan moral, nilai pendidikan ekonomi, nilai pendidikan politik. Konsep dasar dari nilai pendidikan diatas adalah pendidikan berbasis norma yang dibutuhkan dalam setiap tingkah laku dan interaksi sesama manusia.
1.3 Batasan Masalah Berdasarkan jangkauan masalah di atas, pembahasan dalam penelitian ini perlu dibatasi pada beberapa hal yang relevan dengan orientasi penelitian. Hal ini dilakukan dengan tujuan untuk menghasilkan kajian sastra yang lebih teliti dan jelas, sehingga pembahasan masalah menjadi mendalam dan terperinci. Peneliti membatasi permasalahan penelitian pada aspek pendidikan dikarenakan novel yang diteliti sangat kental dengan nilai-nilai pendidikan, baik pendidikan religi, nilai pendidikan watak, nilai pendidikan moral. Kejadian atau sekuel dalam novel “Ma Yan” ini banyak memberikan inspirasi positif bagi pembacanya, sifat serta sikap dalam menghadapi problema dan konflik yang ada menjadi masukan yang berarti dalam kehidupan manusia. Nilai pendidikan itulah yang akan kami angkat dalam penelitian ini.
1.4 Rumusan Masalah Berdasarkan batasan masalah di atas, maka peneliti merumuskan masalah terhadap Analisis Nilai-Nilai Edukatifi Tokoh Utama Dalam Novel “Ma Yan”Karya Sanie B. Kuncoro,sebagai berikut. 1. Bagaimanakah perwujudan nilai-nilaipendidikan religius tokoh utama dalam novel “Ma Yan” karya Sanie B. Kuncoro? 2. Bagaimanakah perwujudan nilai-nilaipendidikan watak tokoh utama dalam novel “Ma Yan” karya Sanie B. Kuncoro? 3. Bagaimanakah perwujudan nilai-nilaipendidikan moral tokoh utama dalam novel “Ma Yan” karya Sanie B. Kuncoro? 1.5 Tujuan Penelitian Setelah penjabaran rumusan masalah, maka peneliti menentukan tujuan penelitian sebagai berikut: 1. Tujuan Umum Secara umum penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan nilai-nilai edukatif tokoh utama dalam novel“Ma Yan” karya Sanie B. Kuncoro. 2. Tujuan Khusus Tujuan khusus penelitian ini adalah untuk memperoleh deskripsitentang: a. perwujudan nilai- nilai pendidikan religius tokoh utama dalam novel“Ma Yan” karya Sanie B. Kuncoro; b. perwujudan nilai- nilai pendidikan watak tokoh utama dalam novel“Ma Yan” karya Sanie B. Kuncoro;
c. perwujudan nilai- nilai pendidikan moral tokoh utama dalam novel“Ma Yan” karya Sanie B. Kuncoro;
1.6 Manfaat Penelitian Dalam penelitian ini, peneliti mengharapkan manfaat untuk hal-hal sebagai berikut: 1. secara teoritis, sebagai bahan pertimbangan atau informasi bagi pembaca, untuk mengetahui seberapa besar pentingnya analisis nilai- nilai edukatif tokoh utama dalam novel“Ma Yan” karya Sanie B. Kuncoro. 2. secara praktis, dapat bermanfaat bagi pembaca sebagai bahan pertimbangan dan perbandingan, serta dapat memberikan sumbangan untuk bahan kajian lebih lanjut bagi peneliti lain.
1.7 Penegasan Istilah Untuk menghindari kesalahan dalam penafsiran terhadap istilah-istilah yang digunakan, maka perlu adanya penegasan istilah. Hal tersebut dimaksudkan untuk memperoleh kesamaan pengertian terhadap istilah yang digunakan penegasan istilah yang dimaksud antara lain: 1. Novel adalah suatu cerita dengan suatu alur, cukup panjang mengisi satu buku atau lebih, yang menggarap kehidupan pria dan wanita yang bersifat imajinatif (Tarigan, 1986: 164). 2. Tokoh utama adalah subjek yang memiliki peranan penting dalam sebuah cerita sehingga cerita memiliki bentuk atau unsur-unsur yang utuh. 3. Nilai adalah hasil penilaian atau pertimbangan baik atau buruk terhadap sesuatu kemudian dipergunakan sebagai dasar alasan atau motivasi melaukan sesuatu atautidak melakukan sesuatu.
4. Pendidikan secara sederhana dapat diartikan sebagai usaha manusia untuk membina kepribadiannya sesuai dengan nilai–nilai di dalam masyarakat dan kebudayaan. Dengan demikian, bagaimanapun sederhananya peradapan suatu masyarakat, di dalamnya terjadi atau berlangsung suatu proses pendidikan. Karena itulah sering dinyatakan pendidikan adasepanjang peradapan umat manusia. 5. Religius adalah hal-hal yang bersifat keagamaan. 6. Watak adalah kualitas tokoh, kualitas nalar dan jiwanya. 7. Moral adalah hal-hal yang berhubungan dengan larangan dan tindakan yang membicarakan salah atau benar. 8. Ma Yan adalah buku sastra yang berbentuk novel yang ditulis oleh Sanie B. Kuncoro.