BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Naskah-naskah yang terdapat di Nusantara memiliki isi yang sangat kaya. Kekayaan itu dapat ditunjukkan oleh aneka ragam aspek kehidupan yang dikemukakan, misalnya masalah sosial, politik, ekonomi, agama, kebudayaan, bahasa, dan sastra (Baried, 1983: 4). Cipta sastra yang termuat dalam naskah, merupakan suatu keutuhan dan mengungkapkan pesan. Apabila dilihat sifat pengungkapannya, dapat dikatakan bahwa kebanyakan isinya mengacu kepada sifat-sifat historis, didaktis, religius, dan belleletres (Baried, 1983: 4). Pesan yang terbaca dalam teks secara fungsional berhubungan erat dengan filsafat hidup, dan bentuk kesenian yang lain. Dilihat dari kandungan maknanya, wacana yang berupa teks klasik itu mempunyai fungsi tertentu, yaitu membayangkan pikiran dan membentuk norma yang berlaku bagi masyarakat sejaman maupun bagi generasi mendatang (Baried, 1983:4-5). Pengungkapkan isi teks yang pertama kali harus dilakukan seorang ahli adalah langkah kerja filologi. Wahana teks-teks filologi ada dua macam yaitu berupa teks lisan dan teks tulisan. Teks tulisan dapat berupa tulisan tangan (manuscript) dan tulisan cetakan (Baried, 1983: 4). Salah satu perpustakaan yang mengoleksi naskah cetak adalah Perpustakaan Museum Dewantara Kirti Griya Yogyakarta. Naskah-Naskah cetak yang menjadi koleksi perpustakaan ini antara lain berisi tentang sejarah, silsilah,
1
2
hukum, sastra wayang, sastra, piwulang, Islam, primbon, bahasa, adat istiadat, dan lain-lain (Katalog Perpustakaan Dewantara Kirti Griya). Salah satu naskah dari koleksi Perpustakaan Museum Dewantara Kirti Griya Yogyakarta adalah Sěrat Ciptan Saběn Esuk selanjutnya akan disingkat menjadi SCSE. SCSE secara ringkas berarti tulisan-tulisan atau gagasan penyalin yang ditulis setiap pagi selama 52 Minggu yang berisi tentang hal yang dicitacitakan penyalin itu. SCSE ini mempunyai kode koleksi Bb. 1.251. Naskah ini disalin oleh Partawiraya dan Prawiraharja di Surakarta dan Salatiga yang ditulis menggunakan bahasa Jawa dan aksara Jawa. Teks SCSE berisi tentang cuplikan dari 7 surat, diantaranya cuplikan surat Dalan Tětělu „Jalan Ketiga‟ yang berisi tentang upaya untuk mendapatkan kebahagiaan, cuplikan surat Dalaning Cipta, Mangreh lan Mursiding Cipta „Surat Jalannya Pikiran, Memerintah dan Mensucikan Pikiran‟, cuplikan surat Pangruwating Prihatin „Pembebasan Kesedihan‟, cuplikan surat Kawicaksanan ing Jaman Kuna „Surat Kebijaksanaan di Masa Lampau‟ yang berisi tentang takdir yang dibuat oleh perbuatan manusia itu sendiri, cuplikan dari surat Karma „Perbuatan‟, cuplikan surat Tumimbal Lair „Berpindah dari Lahir‟ yang berisi tentang anak yang lahir ke dunia akan tumbuh dengan memilih antara yang baik dan yang buruk, cuplikan dari surat Sajabaning Pura „di luar Pura‟ berisi tentang bagaimana sikap kita jika berinteraksi dengan orang lain. Pada pembukaan teks SCSE terdapat kalimat yang menjelaskan isi dari teks tersebut yaitu, sěrat punika angěmot pintěn-pintěn bab ingkang prayogi nělěng ing saběn dintěn, sarta badhe anědahakěn kaběgjanipun para marsudi,
3
dene sagěd wuninga dhatěng sěrat ingkang angěmot piwulang pintěn-pintěn ingkang saminggu-minggunipun punika sampun kaangkah amung salaras kemawon „Tulisan ini memuat banyak hal yang sebaiknya kita perhatikan setiap hari, dan (karena) tulisan ini akan menunjukkan (kebahagiaan) orang-orang yang berusaha, apabila dapat memahami tulisan yang memuat banyak ajaran yang tiaptiap minggu itu jangan dengan hal-hal yang dituju saja‟. Berdasarkan isi yang ada dalam pembukaan teks, maka dapat diketahui bahwa teks SCSE merupakan teks piwulang. Menurut Kamus Baoesastra DjawaIndonesia, piwulang berarti pelajaran, nasihat dan ajaran (Prawiroatmodjo, 1981:96). Di dalam karya sastra piwulang, orang Jawa memasukkan aneka macam tulisan, yang ciri pokoknya adalah memberikan suatu jenis pelajaran yang bersifat moralistis dan dengan jelas mengungkapkan keinginan orang Jawa tentang pria, wanita, atau raja idaman (Moertono, 1985:15). Isi teks SCSE dapat bermanfaat sebagai penuntun hidup manusia dalam bertingkah laku sehari-hari, sehingga naskah SCSE perlu diteliti agar dapat diterapkan pada generasi muda saat ini. Penelitian ini juga diharapkan dapat menumbuhkan keinginan para peneliti lain agar dapat melakukan penelitian di Perpustakaan Museum Dewantara Kirti Griya Yogyakarta, karena di museum ini masih banyak naskah yang belum diteliti, padahal isi yang terdapat pada naskah-naskah tersebut sangat bermanfaat bagi kehidupan sekarang.
4
B. Rumusan Masalah 1. Teks SCSE merupakan teks cetak yang ditulis menggunakan aksara Jawa. Hal ini merupakan masalah bagi masyarakat awam, dan generasi muda yang saat ini tidak dapat membacanya. 2. Teks SCSE berbahasa Jawa, dan tidak semua pembaca mengerti bahasa Jawa, sehingga perlu dilakukan terjemahan ke dalam bahasa Indonesia.
C. Tujuan Penelitian 1. Menyajikan teks SCSE berupa suntingan teks dalam aksara Latin agar dapat dengan mudah dibaca oleh semua kalangan pembaca. 2. Menerjemahkan teks dari bahasa Jawa ke dalam bahasa Indonesia sehingga diharapkan masyarakat yang tidak menguasai bahasa teks aslinya dapat juga menikmati dan memanfaatkannya. Terutama bagi para peminat yang mungkin ingin mengetahui isi kandungan teks tersebut.
D. Ruang Lingkup Penelitian Objek penelitian ini adalah teks SCSE yang ditulis dengan aksara dan bahasa Jawa dalam bentuk prosa. Penelitian ini terbatas pada teks SCSE yang tersimpan di Museum Dewantara Kirti Griya Yogyakarta dengan kode koleksi Bb. 1.251. Penelitian ini dibatasi pada penyajian teks mulai dari minggu ke-1 sampai dengan minggu ke-24 dari keseluruhan isi teks yang berjumlah 52 minggu.
5
E. Tinjauan Pustaka Berdasarkan pengamatan penulis selama ini, teks SCSE belum pernah diteliti. Walaupun teks SCSE ini belum pernah diteliti, namun sudah banyak penelitian tentang hal piwulang seperti teks SCSE, contohnya Finansiyanti, Mahardika (2005) dalam skripsinya yang berjudul “Sěrat Pak Banjir (Suntingan Teks dan Terjemahan)”, Nafiana, Frisky Ilma (2011) dalam skripsinya yang berjudul “Suntingan Teks dan Terjemahan, dan Deskripsi Pesan Moral DongengDongeng dalam Naskah Asthabrata, Pancacandra, Saha Dongeng Kancil Pupuh XXVII-XXXII Koleksi Perpustakaan Pura Pakualaman”, Raharjo, Agus Satriyo (2012) dalam skripsinya yang berjudul “Sunan Kalijaga Dalam Sěrat Walisana Koleksi Perpustakaan Pura Pakualaman Nomor 0136/PP/73 Pupuh VII-XIII, Suntingan Teks dan Terjemahan, dan Wati, Sasana (2008) dalam skripsinya yang berjudul ”Kahananing Urip Sawuse Mati Kode Koleksi PB. H. 3 (Suntingan Teks dan Terjemahan)”. Teks yang digolongkan ke dalam teks piwulang ini memuat tentang ajaran-ajaran moral kepada manusia agar manusia tidak tersesat pada kehidupan di dunia dan senantiasa berusaha untuk tidak pasrah dengan takdir, karena sesungguhnya takdir itu dibuat oleh perbuatan manusia itu sendiri.
F. Landasan Teori Filologi merupakan suatu pengetahuan tentang sastra-sastra yang mencakup bidang kebahasaan, kesastraan, dan kebudayaan. Secara etimologi, filologi berasal dari Bahasa Latin yang terdiri dari dua kata, yaitu philos dan
6
logos. Philos berarti „cinta‟ dan Logos berarti „kata‟, namun dapat pula berarti ilmu. Filologi secara harafiah berarti „cinta pada kata-kata‟ (Baried, 1983: 1). Arti ini kemudian berkembang menjadi „senang belajar‟, „senang ilmu‟, dan „senang kesastraan‟ atau „senang kebudayaan‟ (Baried, 1983: 1). Filologi sudah dipakai sejak abad ke-3 SM oleh sekelompok ahli dari Aleksandria yang kemudian dikenal dengan ahli filologi. Kern dan Pijnappel dapat dianggap sebagai perintis kajian filologi Indonesia karena Kern giat di bidang kajian Jawa dan perbandingan bahasa Austronesia, sedangkan Pijnappel berkonsentrasi pada kajian bahasa dan sastra Melayu (Sudibyo, 2007: 113) Penelitian Filologi mempunyai objek kajian berupa naskah dan teks (Baried, 1983: 1). Filologi berusaha mengungkapkan hasil budaya suatu bangsa melalui kajian bahasa pada peninggalan dalam bentuk tulisan (Baried, 1983: 4). Berita tentang hasil budaya yang diungkapkan oleh teks klasik dapat dibaca dalam peninggalan-peninggalan yang berupa tulisan yang disebut naskah. Dalam filologi istilah teks menunjukkan pengertian sebagai sesuatu yang abstrak, sedangkan naskah merupakan sesuatu yang konkret (Baried, 1983: 4). Oleh karena itu, pemahaman terhadap teks klasik hanya dapat dilakukan lewat naskah yang merupakan alat penyimpannya. Jadi, filologi mempunyai sasaran kerja berupa naskah (Baried, 1983: 4). Tidak semua pembaca mampu membaca tulisan yang terdapat pada sebuah teks klasik , maka tugas seorang filolog harus mampu membuat teks tersebut menjadi dapat dibaca dan dimengerti oleh pembaca, yaitu dengan cara menyajikan dan menginterpretasikannya (Robson, 1994: 12). Penyajian dan interpretasi
7
diletakkan pada jilid yang sama, yang disebut edisi teks (Robson, 1994: 13). Seorang filolog harus membaca karya itu seolah-olah menggunakan mata pengarang yang bersangkutan. Filolog mencoba memahami setiap kata, metafora, dan setiap baris sajak sebagaimana halnya yang secara sadar dipilih oleh sang pengarang (Sudibyo, 2007: 110). Sesuai dengan pengertian tersebut, teori filologi akan diterapkan dalam penelitian terhadap teks SCSE, terutama dalam rangka penyajian dan interpretasi. Deskripsi naskah dilakukan untuk memberikan sebanyak mungkin informasi yang dianggap berguna bagi para pembaca (Robson, 1994: 13). Transliterasi atau alih aksara adalah penggantian huruf demi huruf dari abjad yang satu ke abjad yang lain lepas dari bunyi kata yang sebenarnya (Baried. 1983:101). Edisi perbaikan bacaan digunakan karena peneliti berusaha membantu pembaca mengatasi berbagai kesulitan yang bersifat tekstual atau yang berkenaan dengan interpretasi dan dengan demikian terbebas dari kesulitan mengerti isinya (Robson, 1994: 25). Di sini terdapat campur tangan peneliti sebagai pembaca. Sebutan “perbaikan bacaan” berarti campur tangan peneliti sebagai pembaca sedemikian rupa sehingga teks itu dapat dipahami oleh peneliti (Wiryamartana, 1990: 32). Apabila penyunting merasa bahwa ada kesalahan dalam teks tersebut, ia dapat memberikan tanda yang mengacu pada “aparatus kritis”, di sini dia menyarankan bacaan yang lebih baik (Robson, 1994: 25). Menurut West (1973: 86-87),
fungsi
terpenting
dari
aparat
kritik
adalah
memeriksa
dan
menginformasikan kepada pembaca mengenai bagian dari teks yang salah dan
8
bagian yang diragukan kebenarannya. Melalui aparat kritik dapat diketahui segala kemungkinan kesalahan atau kekeliruan yang dilakukan oleh penulis ataupun penyalin naskah. Salah satu cara untuk menerbitkan teks adalah dengan melalui terjemahan teks. Terjemahan dibuat berdasarkan terbitan teks dengan perbaikan bacaan (Wiryamartana, 1990: 34). Terjemahan yang digunakan dalam menyajikan teks SCSE yaitu terjemahan kata demi kata, terjemahan harafiah, dan terjemahan bebas. Terjemahan kata demi kata adalah terjemahan yang dilakukan sebagaimana adanya, sesuai dengan namanya, yaitu dititik beratkan pada kata demi kata (Hanafi, 1986: 22). Terjemahan harafiah (literal) adalah terjemahan yang didasarkan pada konsepsi bahwa penerjemah hendaknya berlaku setia kepada naskah aslinya, atau sejalan dengan bentuk naskah aslinya. Terjemahan bebas adalah terjemahan yang tidak terlalu terikat oleh bentuk maupun struktur kalimat yang terdapat pada naskah berbahasa sumber. Penerjemah hendaknya sadar bahwa dirinya bukanlah penulis yang asli, dan naskah itu bukanlah miliknya. Ia hanya berkewajiban menjembatani pikiran penulis asli dengan masyarakat pembaca yang tidak mengerti bahasa yang dipergunakan penulis asli (Hanafi, 1986: 22).
G. Metode Penelitian Metode menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (1988: 581) adalah cara mencari kebenaran dan asas-asas gejala alam, masyarakat atau kemanusiaan,
9
berdasarkan ilmu yang bersangkutan. Secara harafiah, metode adalah cara kerja untuk menangani objek yang menjadi sasaran penelitian (Pradopo, 1995: 18). Objek dalam penelitian ini adalah teks SCSE koleksi Perpustakaan Museum Dewantara Kirti Griya Yogyakarta. Langkah pertama yang dilakukan adalah inventarisasi naskah, yaitu mencari informasi dari
katalog. Kedua,
memilih judul objek, teks SCSE, teks ini didapatkan di Perpustakaan Museum Dewantara Kirti Griya Yogyakarta. Setelah itu dilakukan deskripsi naskah dan teks SCSE Bb. 1.251. Proses penggarapan teks itu sendiri mencakup beberapa hal, yaitu transliterasi, suntingan teks serta kritik teks, dan terjemahan. Terbitan teks yang akan disajikan adalah terbitan perbaikan bacaan. Metode perbaikan bacaan bertujuan supaya teks lebih mudah dibaca dan dipahami. Selanjutnya naskah SCSE Bb. 1.251 diterjemahkan dari Bahasa Jawa ke dalam Bahasa Indonesia.
10
H. Sistematika Penyajian Bab I meliputi pendahuluan. Pada bab ini diuraikan mengenai latar belakang penelitian naskah SCSE Bb. 1.251 serta masalah yang akan dipecahkan. Kemudian dilanjutkan dengan tujuan penelitian dan ruang lingkup penelitian. Dijelaskan pula mengenai tinjauan pustaka. Landasan teori dan juga metode penelitian yang berguna untuk membahas dan memecahkan masalah. Bab II meliputi deskripsi naskah dan teks SCSE Bb. 1.251. Bab III meliputi pengantar suntingan dan suntingan teks, serta pengantar terjemahan dan terjemahan teks yang terdapat dalam teks SCSE Bb. 1.251. Bab IV meliputi kesimpulan dari seluruh uraian pada bab-bab sebelumnya.