BAB I PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang Naskah-naskah Nusantara sangat beraneka ragam, yang isinya mengemukakan
tentang kehidupan manusia misalnya, masalah politik, sosial, ekonomi, agama, kebudayaan, bahasa, dan sastra. Naskah yang menjadi sasaran kerja filologi dipandang sebagai cipta sastra karena teks yang terdapat dalam teks mengungkapkan pesan. Pesan yang berhubungan erat dengan filsafat hidup dan dengan bentuk kesenian yang lain (Baried, dkk. 1985: 4). Melalui naskah dan teks, maka berbagai macam segi kehidupan manusia masa lampau dengan segala aspeknya dapat diketahui secara eksplisit. Filologi menjadi ilmu yang mempelajari teks tertulis. Teks yang dimaksud tidak terbatas pada yang bersifat sastra saja. Teks tersebut juga dapat mengungkapkan nilai-nilai budaya yang terkandung di dalamnya (Sudjiman, 1995: 10). Penyebaran agama Islam di pulau Jawa segera diikuti dengan mengalirnya kepustakaan Islam, baik tersurat dalam bahasa dan aksara Arab atau yang telah digubah dalam bentuk bahasa dan aksara Jawa. Mengalirnya kepustakaan agama Islam, pada akhirnya juga mempengaruhi perkembangan dan kepustakaan Jawa. Jenis kepustakaan Jawa yang isinya mempengaruhi dan mempertemukan ajaran Islam dengan tradisi Jawa disebut Primbon, Serat, Suluk dan Wirid (Simuh, 1988:9).
1
2
Kempalan Sĕrat Piwulang (selanjutnya disingkat KSP) merupakan naskah koleksi Perpustakaan Museum Sonobudoyo yang ditulis menggunakan aksara Jawa dan berbentuk macapat. Namun, sebelum disimpan di Museum Sonobudoyo, naskah KSP disimpan di Panti Boedaya1. Informasi tersebut diketahui pada bagian depan terdapat cap warna merah dengan menggunakan aksara Jawa bertuliskan Panti Budaya. Teks KSP yang dijadikan penelitian adalah pada bagian Suluk Bab Salat (selanjutnya disingkat SBS). Naskah KSP mempunyai nomor koleksi PB A.221. Selain cap warna merah, kode PB merupakan singkatan dari Panti Budaya. Secara garis besar, naskah KSP ini menceritakan tentang macam-macam piwulang, seperti cerita tentang para wali, ajaran shalat, perilaku tercela yang tidak boleh dilakukan atau ditiru dengan diawali huruf m, dan lain sebagainya. Teks Jawa bernuansa Islam lazim dikenal dengan sebutan suluk. Suluk yaitu karya sastra yang bersifat Islam yang isi teksnya mengandung ajaran perjalanan manusia yang mensucikan diri lahir dan batin guna mencapai kehidupan rohani yang lebih sempurna, yaitu berada sedikit-dikitnya atau manunggal dengan Tuhannya (Marsono, 1997: 16). Karya-karya susastra suluk biasanya berisi ajaran moral yang bernuansa Islam dan tersusun dalam bentuk dialog atau tanya jawab antara dua orang pelaku atau lebih tentang hal-hal yang berkaitan dengan permasalahan keagamaan.
1
Panti Budaya merupakan sebuah yayasan yang didirikan pada tahun 1930 untuk membantu melestarikan tradisi kesusastraan Jawa, salah satunya degan membeli naskah dari berbagai wilayah di Jawa (Behrend, 1990:VII).
3
Dari Katalog Induk Naskah-Naskah Nusantara Jilid 1 kolesi Museum Sonobudoyo diketahui bahwa, naskah ini tergolong pada teks piwulang. Menurut Kamus Bausastra Jawa-Indonesia piwulang adalah pelajaran, pengajaran, dan ajaran (Prawiroatmodjo, 1981: 96). Penelitian pada naskah KSP, khususnya teks SBS, memberitahukan kepada masyarakat luas khususnya masyarakat yang beragama Islam untuk menjalankan perintah Allah SWT dan menjauhi larangan-Nya. Misalnya, dalam teks yang diteliti membahas tentang Suluk Bab Salat. Di dalam khazanah susastra Jawa terdapat jenis susastra suluk yang mengandung keterangan tentang konsep-konsep ajaran mistik dalam Islam atau tasawuf. Susastra suluk ialah jenis karya susastra Jawa-Baru yang bernafaskan Islam dan yang berisi ajaran tasawuf (Zoetmulder, 1935 via Darusuprapta, dkk., 1990: 1). Suluk sering juga disebut juga mistik, yaitu ‘jalan ke arah kesempurnaan batin, ajaran atau kepercayaan yang menganggap bahwa pengetahuan kepada kebenaran dan Allah dapat dicapai melalui penglihatan batin. Melalui tanggapan batinnya manusia dapat berkomunikasi langsung atau bersatu dengan cara bersamadi, khalwat, dan pengasingan diri’ (Poerwadarminta, 1976: 973 dan 1023; Hornby dkk., 1973: 646 via Darusuprapta, dkk., 1990: 2). Shalat merupakan salah satu sarana ibadah yang sangat dibutuhkan oleh hamba Allah untuk mendekatkan diri (taqarrub) kepada-Nya. Rasa dekat seorang hamba kepada Allah SWT, sebagai Pencipta alam semesta akan memberikan rasa damai dan tenang di dalam dirinya, karena yakin bahwa Allah SWT adalah tempat segala
4
makhluk bergantung/berharap. Untuk dapat mendekatkan diri kepada Allah SWT sebagai Zat Yang Mahasuci, tentunya seorang hamba harus menempuh jalan dan tata cara yang telah ditentukan oleh-Nya, terutama melalui ibadah shalat (Nuhuyanan, 2002: 1). Oleh karena itu, teks SBS membahas tentang cara manusia berkomunikasi dan mendekatkan diri pada Penciptanya yaitu dengan melaksanakan shalat lima waktu dan shalat sunah sesuai perintah Allah SWT. Selain shalat, teks SBS juga membahas tentang ajaran Islam lainnnya dan membahas tentang kehidupan manusia dari lahir hingga mati. Bermacam-macam ajaran Islam inilah yang menjadi alasan peneliti untuk menjadikan teks SBS sebagai objek penelitian.
1.2
Rumusan Masalah Berdasar latar belakang di atas, permasalahan yang ditemukan dalam penelitian
ini dirumuskan sebagai berikut. 1. Bagaimana agar teks SBS dapat dibaca oleh semua kalangan masyarakat? 2. Bagaimana pembaca dapat memahami isi teks SBS?
1.3
Tujuan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah yang sudah disebutkan di atas, maka penelitian
ini bertujuan untuk:
5
1. Menyajikan suntingan teks SBS dalam aksara Latin agar dapat dibaca oleh semua kalangan masyarakat. 2. Menyajikan terjemahan teks SBS dalam bahasa Indonesia agar pembaca dapat memahami isi yang terkandung dalam teks SBS.
1.4
Ruang Lingkup Penelitian Berdasarkan katalog Induk Naskah-naskah Nusantara Jilid 1 koleksi Museum
Sonobudoyo, naskah KSP dengan kode PB A.221, merupakan kumpulan teks yang terdiri dari delapan teks. Teks yang terdapat dalam naskah KSP ialah, 1. Mim Pitu, 2. Musawaratipun Para Wali, 3. Suluk Seh Ngabdul Salam, 4. Purwa Sastra, 5. Suluk Dewaruci, 6. Suluk Bab Salat, 7. Asmaralaya, 8. Darmagandhul. Objek penelitian naskah KSP dibatasi pada teks ke-6 saja yaitu Suluk Bab Salat yang terdapat pada halaman 157-182 yang berjumlah 25 halaman. Selain itu, penelitian juga dibatasi pada deskripsi naskah, suntingan teks menggunakan edisi kritis atau perbaikan bacaan, dan terjemahan.
1.5
Tinjauan Pustaka Penelitian terhadap Kĕmpalan Sĕrat Piwulang khususnya pada bagian Suluk
Bab Salat sejauh ini belum pernah dilakukan. Satu-satunya buku yang menginformasikan keberadaan KSP adalah Katalog Induk Naskah-Naskah Nusantara Jilid 1 oleh Dr. T. E. Behrend (1990). Di dalam katalog tersebut disebutkan bahwa
6
KSP yang terdapat di Museum Sonobudoyo berjumlah dua buah dengan kode PB A 221 dan PB A 42, dengan dilengkapi sedikit deskripsi pada masing-masing naskah tersebut. Namun, teks SBS yang akan diteliti hanya terdapat pada naskah KSP dengan kode PB A 221. Sebelumnya pernah ada artikel yang memuat tentang teks SBS, namun artikel tersebut hanya memuat pupuh pertama teks SBS dan tidak mencantumkan sumber teks yang ditulis. Artikel tersebut dapat ditemukan dalam sebuah blog yang ditulis oleh Alifbraja yang mempunyai alamat web (http://alifbraja.16mb.com/syiir-tanpowaton-gus-dur/suluk-shalat-bagian-03/). Selain itu, juga terdapat penelitian terdahulu yang sedikit terkait dengan penelitian KSP yaitu naskah yang berisi tentang piwulang atau ajaran. Pada disertasi (S3) Marsono yang berjudul Lokajaya: Suntingan Teks, Terjemahan, Struktur Teks, Analisis Intertekstual dan Semiotik (1997) yang memuat akan ajaran moral yang bernuansa Islam dan ajaran perjalanan manusia dengan mensucikan diri lahir batin. Penelitian di atas ada kaitannya dengan penelitian teks SBS dikarenakan samasama memuat ajaran moral yang bernuansa Islam yang berhubungan dengan tradisi Jawa dengan tujuan dapat mendekatkan diri pada Sang Pencipta.
1.6
Landasan Teori Filologi adalah ilmu yang berhubungan dengan studi teks sastra atau budaya
yang berkaitan dengan latar belakang kebudayaan yang didukung oleh teks tersebut
7
(Baried, dkk. 1985: 2-3). Objek filologi ialah naskah-naskah yang mengandung teks sastra tradisional, yaitu sastra yang dihasilkan masyarakat yang masih dalam keadaan tradisional atau masyarakat yang belum memperlihatkan pengaruh Barat secara intensif (Baried, dkk. 1985: 9). Pada jamannya naskah ditulis secara istimewa mewakili situasinya sendiri baik waktu maupun tempat. Hal itulah yang membuat naskah menjadi khas dan unik (Robson, 1994: 5). Kekhasan suatu naskah dapat terjadi karena seringnya naskah tersebut disalin, dengan penyalin yang berbeda, maka karakter aksara juga berbedabeda. Selain itu, penyalin juga ada yang mengubah teks untuk kepentingan pribadi ataupun untuk kepentingan umum. Pada penelitian ini teori yang digunakan ialah teori filologi. Teori filologi yang digunakan ialah kodikologi dan dikhususkan pada suntingan edisi perbaikan bacaan atau edisi kritis. Kodikologi ialah mempelajari segala sesuatu yang berkaitan dengan naskah, seperti bahan/ alas tulisnya, tintanya, usia naskah, nama penyusun atau penyalinnya, serta tempat penulisan atau penyalinannya (Sudjiman, 1995: 11). Sedangkan, edisi kritis dari suatu naskah sangat membantu pembaca yaitu dengan mengatasi berbagai kesulitan yang bersifat tekstual atau yang berkenaan dengan interpretasi dan dengan demikian terbebas dari kesulitan dalam memahami isinya. Kritis ialah penyunting mengidentifikasi sendiri bagian dalam teks yang mungkin terdapat masalah dan menawarkan jalan keluar. Jika penyunting merasa terdapat kesalahan dalam teks maka dapat memberikan tanda yang mengacu pada
8
aparatus kritis atau dapat memasukkan koreksi ke dalam teks tersebut dengan tanda yang jelas yang mengacu pada aparatus kritis (Robson, 1994: 25). Perlu dilakukan kritik teks karena naskah sudah melalui proses penyalinan berulang kali, sehingga isi naskah terjadi perubahan atau tidak sesuai dengan naskah asli. Selain itu, kritik teks juga diterapkan untuk menyajikan teks yang bersih dari kesalahan sehingga, isi teks dapat dipahami oleh pembaca. Selanjutnya, perlu dilakukan penerjemahan agar mempermudah pembaca dalam memahami isi teks. Penerjemahan merupakan usaha untuk menyatakan kembali ide dari satu bahasa ke bahasa lain. Teori penerjemahan menurut Crystal (1997: 346, via Rokhman, 2006: 10) yaitu, mempunyai tiga tingkat penerjemahan yang masing-masing mempunyai penekanan yang berbeda. 1. Terjemahan kata per kata (word-for-word), yaitu menerjemahkan teks dari satu bahasa ke bahasa lain dengan mencari persamaannya secara gramatikal. Misalnya, kata dalam bahasa Jawa diterjemahkan menjadi kata dalam bahasa Indonesia. 2. Terjemahan secara harafiah (literal translation), yaitu menerjemahkan dengan cara struktur linguistik bahasa sumber diikuti dan kemudian disesuaikan dengan gramatika bahasa sasaran. 3. Terjemahan secara bebas (free translation), yaitu usaha menerjemahkan makna yang dinyatakan oleh bahasa sumber ke dalam bahasa sasaran. Dalam
9
hal ini, struktur linguistik tidak menjadi penting karena penekanannya lebih pada ekuivalensi makna. Penelitian ini menggunakan kombinasi teori terjemahan dari ketiga tingkat penerjemahan tersebut.
1.7
Metode Penelitian Metode adalah cara kerja untuk memahami objek yang menjadi sasaran
penelitian (Pradopo, 1995: 18 via Wuri, 2005). Metode penelitian yang digunakan adalah metode kepustakaan yang sejalan dengan metode penelitian filologi (Kartono, 1976 via Wuri, 2005). Selanjutnya, menggunakan metode recensio dan examinatio. Recensio merupakan tahapan dari filologi dalam menginventarisasi naskah. Tujuannya untuk menemukan naskah yang sejenis dengan objek penelitian. Lebih lanjut, tahapan ini mencoba mengeliminasi naskah, yang selanjutnya mengerucut pada objek. Sedangkan, examinatio merupakan tahapan dari filologi dalam melakukan suntingan teks mempunyai tujuan menyajikan teks yang bersih dari kesalahan (Reynold and Wilson, 1967: 186). Jumlah koleksi naskah KSP di Perpustakaan Museum Sonobudoyo ialah dua naskah. Namun, dari kedua naskah tersebut kemudian dipilih naskah KSP yang di dalamnya terdapat teks SBS untuk dideskripsikan lebih rinci.
10
Langkah selanjutnya adalah melakukan edisi kritis atau perbaikan bacaan terhadap teks SBS yang bertujuan untuk menemukan bentuk yang asli, untuk mengetahui maksud pengarang dengan cara menyisihkan kesalahan-kesalahan yang terdapat di dalamnya. Tujuan perbaikan bacaan tersebut untuk menunjukkan bacaan yang berbeda (varian) dan menunjukkan bacaan yang rusak (korup) (Baried, dkk. 1985: 1-2). Hasil perbaikan bacaan kemudian disesuaikan dengan ejaan bahasa Jawa standar yang mengacu pada Baoesastra Djawa (1939) serta mempertimbangkan ejaan bahasa Jawa yang disempurnakan (Sudaryanto, 1992 via Wuri, 2005). Selain itu, perlu diberi aparat kritik sebagai bukti bahwa pada teks tersebut terjadi kesalahan yaitu berupa penambahan, pengurangan, dan pengubahan teks. Setelah teks selesai diperbaiki dan dianggap bersih dari kesalahan-kesalahan, maka selanjutnya dilakukan penerjemahan. Penerjemahan dilakukan agar pembaca dapat memahami isi teks dengan mudah. Selain itu, penerjemahan dilakukan dengan tujuan untuk mengubah bahasa sumber menjadi bahasa sasaran yang mayoritas masyarakat menggunakan bahasa sasaran yaitu bahasa Indonesia.
1.8
Sistematika Penyajian Sistematika penyajian pada penelitian ini ialah:
11
Bab I Pendahuluan yang meliputi latar belakang, rumusan masalah, tujuan penelitian tinjauan pustaka, landasan teori, metode penyajian, dan sistematika penyajia Bab II Deskripsi Umum Naskah, yang memuat deskripsi naskah KSP dan deskripsi teks SBS. Bab III Suntingan Teks dan Terjemahan, menyajikan suntingan perbaikan teks SBS dan menerjemahkan teks SBS ke dalam bahasa Indonesia. Bab IV Kesimpulan dan Saran.