BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Mempelajari naskah tidak hanya melihat naskah dari segi fisik namun juga harus dilihat dari segi isi naskah yang disebut teks. Menurut sifat penurunannya, teks dibagi menjadi tiga yaitu teks lisan, teks tulisan tangan dan teks cetakan (Baried, 1985:56). Dalam kaitannya dengan teks tulisan tangan, salah satu perpustakaan yang menyimpan naskah yang berisi teks tersebut adalah perpustakaan Pura Pakualaman. Di perpustakaan tersebut terdapat naskah yang berisi teks tulisan tangan yang berjudul Kěmpalan Sěrat Warna-Warni (KSWW) dengan kode koleksi Pi. 12 (2363/PP/73). Naskah ini terdiri atas beberapa teks yang berbeda isinya dan disalin oleh beberapa penyalin, tapi kemudian disatukan dalam satu bendel naskah. Secara umum keadaan naskah masih baik, namun ada beberapa halaman naskah yang sudah berlubang kecil-kecil akibat dimakan ngengat. Naskah KSWW memuat 15 judul teks dalam berbagai macam bentuk yaitu prosa, sěkar macapat dan sěkar agěng (Saktimulya, 2005:86). Teks Sěrat Endrasara (SE) merupakan salah satu bagian dari naskah KSWW. Teks ini terdapat pada halaman 143 sampai 155, berbentuk sěkar macapat yang terdiri atas tiga pupuh, yaitu Kinanthi, Mijil dan Sinom, yang ditulis dengan menggunakan aksara Jawa tulisan tangan dan berbahasa Jawa. Teks SE berisi penjelasan tentang watak perempuan berdasarkan hari kelahirannya.
Dalam beberapa buku primbon dijelaskan pula mengenai perwatakan seseorang, seperti dalam Kitab Primbon Betaljěmur Adammakna yang dihimpun oleh Soemodidjojo (2005) dari naskah asli milik Kanjeng Pangeran Harya Tjakraningrat dan Primbon Jawa Běktijamal yang ditulis oleh R.Tanaya (1975). Primbon tersebut menjelaskan perwatakan seseorang secara umum, untuk laki-laki maupun perempuan, sedangkan dalam teks SE penjelasan mengenai perwatakan tersebut hanya dikhususkan untuk perempuan. Hal ini menjadi sangat menarik bagi peneliti untuk mengungkap isi teks SE. Di samping karena isinya lebih terfokus atau khusus membahas mengenai perwatakan perempuan, teks ini juga bisa menambah, melengkapi, dan menjadi bahan pembanding untuk buku primbon maupun penelitian sebelumnya yang membahas mengenai hal yang sama. Mengingat bahwa teks SE ditulis menggunakan aksara Jawa dan berbahasa Jawa, tentunya pembaca akan mengalami kesulitan dalam membaca dan memahami isinya. Selain itu, penggunaan bahasa Jawa dahulu dengan sekarang telah banyak mengalami perubahan dari segi ejaan. Hal ini menjadi sebuah kesenjangan, maka dari itu penelitian ini dilakukan untuk menyajikan suntingan teks SE yang telah disesuaikan dengan ejaan baku bahasa Jawa dan juga terjemahannya, sehingga diharapkan pembaca dapat memahami isi teks SE.
1.2 Rumusan Masalah Pokok permasalahan yang muncul dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.
1.2.1 Teks SE ditulis menggunakan aksara Jawa, sehingga tidak semua orang bisa membacanya. Selain itu karena kondisi tulisan yang sudah mengalami kerusakan di beberapa bagian, serta ejaan yang belum disempurnakan, sangat dimungkinkan pembaca akan mengalami kesulitan dalam membaca teks tersebut. 1.2.2
Teks SE menggunakan bahasa Jawa, sehingga bagi pembaca yang tidak mengerti bahasa Jawa tentunya akan mengalami kesulitan dalam memahami isi teks tersebut.
1.3 Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini antara lain sebagai berikut. 1.3.1
Menyajikan teks SE yang berupa suntingan teks agar pembaca dapat dengan mudah membaca teks SE.
1.3.2
Menyajikan terjemahan dari teks SE dalam bahasa Indonesia agar teks mudah dipahami oleh pembaca.
1.4 Ruang Lingkup Naskah Kěmpalan Sěrat Warna-Warni koleksi perpustakaan Pura Pakualaman dengan kode koleksi Pi.12 (2363/PP/73) terdiri atas 15 sěrat yaitu: 1) Sěrat Makutharaja (h. 2-21), menguraikan lapal Arab terhadap diri manusia; 2) Pěpali (h. 27-38), berisi petunjuk kehidupan yang sebaiknya tidak dilakukan oleh manusia; 3) Suluk Sastra Gěndhing (h. 38-72), berisi penelaahan nilai-nilai sastra gendhing; 4) Pěthikan Cěnthini (h. 52-64), berisi cuplikan ajaran agama dan
berbagai keterangan tentang makna lapal Arab; 5) Sěrat Wedhasatmaka (h. 72106), berisi tentang ajaran kehidupan, menerangkan permulaan kehidupan, dan pembagian badan yang sebaiknya diketahui oleh para orang pandai yang mencari kehidupan sejati; 6) Primbon Bab Lintang Kěmukus (h. 106-108), menjelaskan makna pemunculan bintang berekor (lintang kemukus) menurut arah mata angin; 7) Sěrat Kalatidha (h. 115-117), menguraikan ramalan zaman; 8) Linggaprawaya (h. 118-121), menjelaskan tentang kesucian badan; 9) Waraweni (h. 122-123), berisi ajaran untuk para perempuan; 10) Kalatidha (h. 124-125), menguraikan tentang ramalan zaman; 11) Asmaralaya (h. 127-132), berisi ajaran kebatinan, terutama mengenai “warangka manjing curiga”, yaitu penyatuan antara ruh ajaran tersebut dari orang yang mempelajarinya; 12) Sěrat Endrasara (h. 145-155), berisi tentang uraian
watak
perempuan
berdasarkan
hari
kelahirannya;
13)
Sěrat
Pukitranganingtyas (h. 163-166), berisi dongeng tentang bocah yatim piatu yang menyia-nyiakan hidupnya karena berwatak ceroboh, malas, dan suka bersenangsenang; 14) Sěrat Surti (h. 172-225), menceritakan asal-usul terjadinya sarang burung Karangbolong, 15) dan Jiljalaha (h. 238-301), berisi tentang hal-hal buruk yang sebaiknya dijauhi manusia (Saktimulya, 2005). Dalam penelitian ini dibatasi pada Sěrat Endrasara yang terdapat pada halaman 145-155. Pembatasan tersebut dilakukan selain karena teks tersebut perlu diteliti, juga agar penelitian ini dapat lebih mendalam, fokus dan terperinci, serta guna melengkapi penelitian yang sudah ada.
1.5 Tinjauan Pustaka Penelitian lebih mendalam terhadap naskah SE koleksi perpustakaan Pakualaman dengan kode koleksi Pi.12 (2363/PP/73) yang membahas perwatakan perempuan berdasarkan hari kelahirannya, sejauh yang penulis ketahui sampai saat ini belum pernah dilakukan. Sedikit ringkasan isi dan deskripsi naskah SE terdapat pada Katalog Naskah-naskah Perpustakaan Pura Pakualaman yang disusun oleh Sri Ratna Saktimulya (2005). Terdapat beberapa buku yang juga membahas mengenai perwatakan. Kebanyakan buku-buku yang membahas mengenai hal ini lebih mengacu pada kitab-kitab primbon. Salah satunya adalah Kitab Primbon Betaljěmur Adammakna, yaitu kumpulan primbon yang berisi tentang ilmu gaib, perwatakan, perhitungan waktu, arti mimpi, pertanda gempa, pertanda gerhana, kedut, dan pertanda binatang. Buku ini dihimpun oleh Soemodidjojo dari naskah asli milik Kangjeng Pangeran Harya Tjakraningrat yang kemudian diterbitkan pada bulan September 1939 oleh Soemodidjojo Mahadewa. Setelah melalui proses perbaikan buku primbon ini diterbitkan lagi oleh C.V. Buana Raya pada tahun 2005 dan merupakan cetakan ke55. Buku primbon ini menggunakan bahasa Jawa berhuruf latin. Selain itu ada juga buku Primbon Jawa Běktijamal yang berisi tantang perhitungan hari, perwatakan, mantra, arti mimpi, dan pertanda kedut. Primbon ini ditulis oleh R.Tanaya dan diterbitkan oleh toko buku Sadu-Budi Solo pada tahun 1975 dan merupakan cetakan ke-4. Buku primbon ini menggunakan bahasa Jawa berhuruf Latin. Buku primbon tersebut membahas banyak hal, dan keduanya sama-
sama ada pembahasan mengenai perwatakan seseorang, namun perwatakan yang dibahas di dalamnya merupakan perwatakan manusia pada umumnya, tidak dikhususkan untuk perwatakan perempuan. Terdapat satu skripsi yang membahas mengenai perwatakan atau sifat perempuan, yaitu skripsi Surati tahun 1998 yang berjudul Konsep Kewanitaan dalam Wulang Putri Sěrat Wira Iswara Karya Pakubuwana IX. Skripsi ini menyampaikan isi ajaran Wulang Putri Sěrat Wira Iswara Karya Pakubuwana IX, mengenai idealnya seorang manusia, yakni nasehat-nasehat tata perilaku wanita ideal pada masa itu, dengan ciri khusus elegance yaitu halus, luwes, canggih, dan cantik. Selain itu dijelaskan pula mengenai sifat baik dan buruk wanita, moral wanita dalam melestarikan rumah tangga, serta bagaimana bersikap di lingkungan sosialnya. Penelitian yang dilakukan oleh Surati juga menggunakan kajian filologi, yaitu penyuntingan teks dan terjemahan teks, yang kemudian ditambah dengan analisis isi teks.
1.6 Landasan Teori Filologi sebagai ilmu studi teks digunakan untuk mengungkapkan dan memberi informasi yang lebih jelas dan lebih luas tentang hasil budaya masa lampau yang terdapat di dalamnya (Baried, 1985:2-3). Kajian penelitian ini menggunakan teori filologi, khususnya suntingan teks edisi perbaikan bacaan karena sejauh peneliti ketahui teks SE (2363/PP/73) dalam penyalinannya terdapat beberapa kesalahan dan ejaan yang belum sesuai dengan ejaan baku bahasa Jawa. Istilah edisi perbaikan bacaan juga dapat disebut edisi
kritis. Menurut Robson (1994:25) kritis berarti bahwa penyuntingan itu mengidentifikasi sendiri bagian dalam teks yang mungkin terdapat masalah dan menawarkan jalan keluar. Kritik teks diterapkan untuk menyajikan teks yang bersih dari kesalahan sehingga isi teks dapat dimengerti oleh pembaca. Selain itu pendekatan kodikologis juga digunakan dalam pendeskripsian naskah dan teks. Tugas utama filolog tidak hanya melakukan kritik terhadap suatu teks, namun tugas seorang filolog yang paling utama adalah membuat teks terbaca dan dimengerti oleh pembacanya. Seorang filolog untuk membuat pembaca dapat membaca dan mengerti maka ada dua hal yang harus dilakukan yaitu menyajikan dan menafsirkan teks (Robson, 1994:12). Dalam penelitian ini, teks tidak hanya disunting dan dibersihkan dari kesalahan tetapi sampai pada tahap penerjemahan, karena penafsiran atau penerjemahan akan lebih membantu pembaca yang belum menguasai seluk-beluk bahasa asli tetapi tertarik dengan sifat dan isi karya tersebut dapat terpenuhi hasratnya dengan membaca terjemahannya (Robson, 1994:55). Ada beberapa teori penerjemahan yang populer menurut Nurachman Hanafi (1986:54-60), a. Terjemahan Kata Demi Kata Ragam terjemahan ini merupakan cara penerjemahan yang paling sederhana, yaitu menitikberatkan pada kata demi kata. Ragam ini berfungsi untuk mempertahankan kemurnian produk terjemahan sesuai teks aslinya dan bahasa aslinya tetap mendapat perhatian. Namun ada juga kelemahannya, makna yang dilihat dari segi konteksnya sering
tidak tepat, lebih menonjol per kata, terutama pada teks yang cukup panjang dan kompleks.
b. Terjemahan Harfiah Terjemahan harfiah didasarkan pada konsepsi bahwa penerjemah hendaknya berlaku setia pada teks aslinya, atau sejalan dengan bentuk teks aslinya. Maka prioritas utama akan jatuh pada bentuk dan struktur kalimat yang digunakan oleh penulis. Penerjemahan harfiah digunakan dengan maksud agar kandungan isi teks tidak terlalu menyimpang sesudah dilakukan penerjemahan.
c. Terjemahan Bebas. Penerjemahan bebas yang dimaksud adalah penerjemah tidak terlalu terikat oleh bentuk maupun stuktur kalimat yang terdapat pada teks. Modifikasi kalimat boleh dilakukan dengan tujuan agar pesan penulis dapat tersampaikan kepada pembaca. Cara ini dipakai terutama apabila penerjemah menghadapi ungkapan-ungkapan idiomatik, peribahasa yang mengandung arti kiasan, sehingga sulit untuk diterjemahkan (Hanafi, 1986:54-60).
Ketiga teori terjemahan di atas akan digunakan dalam penelitian ini sesuai dengan kondisi teks SE. Hal tersebut karena disesuaikan dengan konteks kalimat, kelancaran bahasa Indonesia dan kejelasan maknanya. Pada awal penerjemahan akan digunakan terjemahan kata demi kata, apabila setelah diterjemahkan
maknanya dirasa menyimpang dari konteks, maka akan digunakan terjemahan harfiah, agar terjemahan dapat tercapai maknanya dengan mempertahankan kandungan isi teks. Terjemahan bebas hanya akan digunakan apabila penerjemah menemui ungkapan idiomatik atau kata-kata yg mengandung arti kiasan. Apabila ada ungkapan-ungkapan yang membutuhkan penjelasan atau catatan lebih lanjut, maka catatan tersebut akan dibubuhkan dalam catatan kaki. Selanjutnya pendekatan intertekstual juga digunakan untuk membantu peneliti dalam mengklasifikan antara perwatakan baik dan buruk dalam teks SE. Klasifikasi ini dilakukan masih dengan tujuan untuk memudahkan pembaca dalam memahami teks SE. Pendekatan intertekstual menekankan pengertian bahwa sebuah teks sastra dipandang sebagai tulisan sisipan atau cangkokan pada kerangka teks-teks sastra lain, seperti tradisi, jenis sastra, parodi, acuan atau kutipan (Noor, 2007: 4-5, via Rokhmansyah, 2011). Menurut Kristeva setiap teks, termasuk teks sastra, merupakan mozaik kutipan-kutipan dan merupakan tanggapan atau penyerapan (transformasi) teks-teks lain. Oleh karena itu, suatu teks baru bermakna penuh dalam hubungannya dengan teks-teks lain (Teeuw, 1984:146). Dalam hal ini, teks lain yang akan digunakan sebagai acuan dalam mengklasifikasikan perwatakan baik dan buruk dalam teks SE adalah Sěrat Wira Iswara karya Sri Susuhunan Paku Buwana IX bab Wulang Putri.
1.7 Metode Penelitian Metode yang digunakan dalam penelitian ini sesuai dengan tahapan kerja filologi menurut Reynold dan Wilson (1978: 186-187). Langkah kerja tersebut
meliputi dua tahap kritik teks yaitu recencio1 dan examinatio2 (Reynold dan Wilson, 1978:186-187). Tahapan recencio dibatasi hanya sampai inventarisai naskah dan pendeskripsian naskah. Studi katalog digunakan dalam tahap pengumpulan data dan inventarisasi naskah. Naskah SE (2363/PP/73) terpilih melalui bantuan Katalog Naskah-naskah Perpustakaan Pura Pakualaman. Langkah selanjutnya pengumpulan referensi yang menunjang dan berkaitan dengan penelitian. Setelah menentukan naskah, maka selanjutnya adalah pengolahan data. Pengolahan data ini meliputi pengkajian filologis mengenai pernaskahan dan teksnya. Tahap awal pengolahan data adalah deskripsi naskah dan deskripsi teks SE (2363/PP/73). Deskripsi naskah dilakukan karena bentuk fisik dan penampilan naskah yang merupakan wahana untuk menyajikan isi kepada pembaca mempunyai pengaruh kepada sikap terhadap naskah itu (Robson, 1994:11). Tahap kedua adalah examinatio atau pengujian teks dengan melakukan emendasi atau pembetulan. Emendasi dilakukan untuk mencari keotentikan teks dengan cara mengkritisi teks (Reynold L.D dan Wilson N.G, 1974:187). Dalam tahapan ini metode penyuntingan yang akan digunakan adalah edisi kritis. Edisi kritis merupakan penyajian teks dengan mengadakan perbaikan bacaan yang dinilai kurang sesuai dan dibetulkan berdasarkan pada sistem ejaan yang berlaku. Metode
Recencio (recension) “is to reconstruct from the evidence of surviving manuscripts the earliest recoverable from of the text which lies behind them” (Reynold&Wilson, 1978:186). Recencio: “a revised edition of text; an act of making a revised edition of a text”, ‘edisi perbaikan dari sebuah teks, membuat edisi perbaikan sebuah teks’ (online Oxford Dictionaries) 2 Dalam Kamus Istilah Filologi, examinatio atau eksaminasio berarti ‘penelitian teks setelah dilakukan resensio, seleksio dan eliminasio, dengan mengutamakan kepada silapan (penyimpangan) untuk menentukan teks yang dipandang paling tinggi kadar keasliaannya’ (Baried, 1997:24). 1
terebut dinilai lebih banyak membantu pembaca untuk mengatasi berbagai kesulitan yang bersifat tekstual atau yang berkenaan dengan interpretasi dan dengan demikian terbebas dari kesulitan mengerti isinya (Robson, 1994:25). Setelah
teks
bersih
dari
kesalahan,
teks
diterjemahkan
dengan
menggunakan metode terjemahan kata demi kata, harfiah, dan bebas. Ketiga metode tersebut digunakan karena tujuan untuk memudahkan dalam proses penerjemahan, tetapi mengingat konteks kalimat, kelancaran bahasa Indonesia, dan kejelasan pengertian, tidak terlalu mungkin menerjemahkan suatu kata bahasa Jawa secara konsisten dengan kata yang sama dalam bahasa Indonesia, sehingga isi teks akan mudah dipahami oleh pembaca (Wiryamartana, 1990:34). Kamus yang akan digunakan sebagai acuan adalah Kamus Baoesastra Djawa (Poerwadarminta, 1939), dan Kamus Bausastra Jawa-Indonesia Jilid I dan Jilid II (Prawiroatmodjo, 1995), serta buku Tata Baku Bahasa Jawa (Sudaryanto, 1992). Langkah selanjutnya adalah mengklasifikasikan antara perwatakan baik dan buruk dalam teks SE. Klasifikasi ini dilakukan dengan cara mencari kesamaan isi antara teks SE dan teks Sěrat Wira Iswara bab Wulang Putri. Pada bab Wulang Putri telah digambarkan dengan jelas perbedaan antara perwatakan baik maupun perwatakan buruk seorang wanita, bagian inilah yang menjadi acuan peneliti dalam mengklasifikasikan perwatakan baik dan buruk dalam teks SE.
1.8 Sistematika Penyajian Penelitian ini mengacu pada Pedoman Penulisan Skripsi, Program Studi Sastra Jawa, Jurusan Sastra Nusantara, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Gadjah
Mada (2014). Maka sistematika penyajian dalam penelitian ini adalah sebagai berikut ini. a. Bab I, Pendahuluan. Pada bab ini diuraikan latar belakang, rumusan masalah, tujuan penelitian, ruang lingkup penelitian, tinjauan pustaka, landasan teori, metode penelitian, dan sistematika penyajian. b. Bab II, Deskripsi SE (2363/PP/73). Bab ini berisi uraian deskripsi naskah secara umum dan deskripsi teks SE. c. Bab III, Suntingan teks dan terjemahan SE (2363/PP/73). Bab ini memuat pengantar suntingan teks dan pengantar catatan suntingan teks. Setelah itu dilanjutkan pengantar terjemahan dan pengantar catatan terjemahan, kemudian disajikan suntingan teks edisi perbaikan bacaan dan terjemahan teks SE. d. Bab IV, Perwatakan Baik dan Buruk dalam Teks SE. Bab ini memuat penjelasan mengenai deskripsi watak dan klasifikasi watak baik dan buruk dalam teks SE. e. Bab V, Penutup. Bab ini berisi kesimpulan dari uraian bab-bab sebelumnya dan juga saran.